DERMATITIS KONTAK
Pembimbing :
dr. Widya, SpKK
Oleh
Rahmi Sibagariang (1908320037)
Atika Rahmi (1908320015)
Titin Nurjannah (1908320022)
Kasih Santika (1908320038)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-
Tulisan ini untuk melengkapi tugas persyaratan kepaniteraan klinik stase (KKS) Penyakit
Kulit dan Kelamin RSU Haji, selain itu tulisan ini juga bertujuan supaya pembaca dapat
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini tidak mungkin dapat terselesaikan
dengan baik tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terima kasih
1. dr. Widya, SpKK selaku pembimbing selama di stase Penyakit Kulit dan Kelamin RSU
Haji Medan.
Demikian tugas ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tulisan ini.
PENULIS
2
DAFTAR ISI
COVER ………………………………..………………………………………………………….1
2.1 Definisi………………………………………………………………………….......…5
2.2 Etiologi……………………...…………………………………………………………7
2.4 Patogenesis…………………...………………………………………………………..9
2.7 Penatalaksanaan……………..……………………………………………………….18
2.8 Komplikasi…………...………………………………………………………………19
2.9 Prognosis……………..………………………………………………………………19
DAFTAR PUSTAKA…………...……………………………………………………………….22
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis kontak merupakan suatu reaksi inflamasi akut atau kronis dari suatu zat yang
bersentuhan dengan kulit. Dibagi menjadi dua jenis dermatitis kontak yaitu, dermatitis kontak
iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia, dan dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh
antigen atau alergen Keduanya memunculkan reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu cell-mediated
atau tipe lambat. Karena DKI bersifat toksik, maka reaksi inflamasi hanya terbatas pada daerah
paparan, batasnya tegas dan tidak pernah menyebar. Sedangkan DKA merupakan reaksi imun
yang cenderung melibatkan kulit di sekitarnya atau spreading phenomenon dan bahkan dapat
menyebar di luar area yang terkena. Pada DKA dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh.1
Sampai saat ini diyakini bahwa dermatitis kontak alergi jarang terjadi, akan tetapi data
menunjukkan bahwa itu sangat umum dan mempengaruhi hampir 20% anak-anak. Semua
individu berisiko mengalami dermatitis kontak alergi. Faktor risiko untuk dermatitis kontak
alergi termasuk usia, pekerjaan, dan riwayat dermatitis atopik. Wanita, bayi, orang tua, dan
individu dengan kecenderungan atopik lebih rentan terhadap dermatitis kontak iritan. Dilaporkan
bahwa hingga 80% kasus dermatitis akibat kerja adalah dermatitis kontak iritan.2
Belum ada data epidemiologi nasional mengenai dermatitis kontak (Dermatitis KA)
alergi di Indonesia. Akan tetapi terdapat beberapa studi unicenter yang dilakukan di Indonesia.
Studi terkait Dermatitis KA di Indonesia menunjukkan bahwa penderita tersering adalah wanita,
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dermatitis kontak adalah reaksi inflamasi akut atau kronis yang disebabkan oleh zat
tertentu yang kontak dengan kulit. Dermatitis kontak dikelompokkan menjadi dua, yang pertama
adalah Dermatitis Kontak Iritan (DKI) yang disebabkan oleh zat bersifat iritan dan yang kedua
adalah Dermatitis Kontak Alergi (DKA) yang disebabkan oleh alergen yang menimbulkan reaksi
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi imunologis kulit terhadap gesekan atau
paparan bahan asing penyebab iritasi kepada kulit. 5 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan
reaksi yang timbul apabila kulit terkena bahan- bahan kimia yang sifatnya toksik dan
menyebabkan peradangan. Pajanan pertama antara lain terhadap iritan yang mampu
menyebabkan adanya respon iritasi pada kulit.6 Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi 2
antara lain:
Reaksi yang timbul dapat berupa kulit menjadi berubah warna kemerahan atau
cokelat dan kemungkinan akan terjadi edema dan panas, atau ada pula papula, vesikula, dan
pustula.7 Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan dengan bahan-bahan
5
iritan kuat, sehingga mengakibatkan terjadi adanya kerusakan epidermis yang berdampak pada
peradangan kulit.5 Zat kimia asam dan basa yang bersifat keras pada penggunaan peindustrian
Dermatitis iritan kronik terjadi apabila kulit berkontak langsung dengan bahan-
bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen dan larutan antiseptik. Gejala yang
ditimbulkan dari dermatitis akut yakni kulit kering, pecah-pecah, memerah, bengkak dan terasa
panas.6
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) merupakan kelainan kulit yang terjadi pada seseorang
yang mengalami sensitifitas terhadap bahan-bahan yang memiliki sifat alergen. Dermatitis
kontak alergi lebih kurang 20% dari seluruh dermatitis kontak. 5 Dermatitis kontak alergi
merupakan suatu yang timbul setelah melalukan kontakan eksternal melalui proses toksik.
Penyebab timbulnya dermatitis kontak alergi antara lain berupa asam dan basa yang memiliki
sifat kuat, serta pelarut organik. Rasa panas, nyeri atau gatal yang dikeluhkan oleh penderita
setelah beberapa saat melakukan kontak dengan bahan yang merupakan gejalanya. 6 Banyak zat
kimia yang dapat bereaksi dengan alergen, akan tetapi sangat jarang yang menimbulkan masalah.
Beberapa zat kimia merupakan alergen yang cukup kuat, dengan sekali paparan dapat
menyebabkan sensitisasi, sedangkan sebagian bahan kima lain memerlukan paparan berulang-
ulang sebelum menimbulkan sensitisasi.7 Reaksi alergi, pemaparan pertama pada zat tertentu
tidak menimbulkan reaksi, tetapi pemaparan berikutnya bisa menyebabkan adanya keluhan gatal-
gatal pada kulit dalam waktu 4-24 jam.8 Fase dermatitis kontak alergi dibedakan menjadi 2:
6
1. Fase akut, pada fase ini dapat ditandai timbulnya gejala berupa merah, edema,
2. Fase kronis, tandanya berupa kulit tebal atau likenifikasi, kulit pecah-pecah,
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang
terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan
vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak,
kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya
penetrasi di kulit. Macam-macam alergen yang paling sering menyebabkan dermatitis kontak
alergik menurut North American Contact Dermatitis Group terdapat pada tabel 1.
7
Tabel 1. Alergen yang sering menyebabkan DKA (North American Contact Dermatitis Group)9
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Ras
4. Ketebalan Kulit
5. Riwayat Pekerjaan
1. Wanita = Pria
2. Suhu
3. Kelembapan lingkungan
4. pH
8
2.4 Patogenesis Dermatitis Kontak
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat di kulit . Kebanyakan bahan iritan (toksin)
merusak membran lemak keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak
lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran akan mengaktifkan enzim
fosfolipase yang akan merubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat, diasilgliserida, platelet
activating factor, dan inositida. Asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrin.
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. prostaglandin dan leukotrin juga
bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktivasi sel mast
vascular. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik ditempat terjadinya
kontak di kulit yang berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritannya kuat. Apabila iritan
lemah, akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergik adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed
9
hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis
hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi . Fase sensitisasi dimulai saat adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut
hapten (alergen yang memiliki berat molekul kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi
tubuh jika terikat dengan protein untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian
berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu
makrofag, dendrisit, dan sel Langerhans. Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh antigen
presenting cells ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor
yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi
ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di
seluruh kulit tubuh. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Fase elisitasi terjadi
apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah
Sel Langerhans akan mensekresi interleukin-1 yang akan merangsang sel T untuk
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan leukosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan
histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul
berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai
dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel
10
keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1,2 oleh sel makrofag akibat stimulasi interferon
gamma. prostaglandin E-1,2 berfungsi menekan produksi interleukin-2 dan sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek
merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti
sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.11,12
Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat
efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya
mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan
a. Fase Akut
Pada dermatitis kontak iritan akut, Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi)
hingga keadaan yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan
reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan,
Pada dermatitis kontak alergi akut, derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang
ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan
edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang
bila pecah akanterjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi cenderung menyebar dan batasnya
11
Gambar 1. Dermatitis Kontak Iritan, lesi dengan batas tegas yang jelas pada DKI akut pada
kasus penggunaan kosmetik (A) dan DKI kronis pada kasus penggunaan detergen (B) sereta
b. Fase Kronis
Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang
berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa
jadi satu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila
bergabung dengan factor lain baru mampu untuk menyebaban dermatitis kontak iritan. Gejala
klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas
kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang
disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema,
sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat
perhatian.13
Pada dermatitis kontak alergi kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak
Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-
12
mengakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum
dan kosmetik.
Gambar 2. DKI Pada Tangan Fase Kronik, menunjukan adanya eritema dan crush, setelah
fase perbaikan dari DKI kronis menunjukkan adanya sisa-sisa eritem dan kulit yang terkelupas.
Secara garis besar terdapat tiga metode diagnose yang dilakuan dalam mengidentifikasi
Anamnesis
Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi,
riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri.
1. Riwayat pekerjaan sekarang: tempat bekerja, jenis pekerjaan, kegiatan yang lazim
dilakukan pada hari kerja, pakaian pelindung dan peralatan, dan fasilitas
2. Faktor pekerjaan sehubungan dengan gangguan kulit seperti material yang dipakai
13
tentang material yang ditangani, apakah ada perbaikan pada akhir pekan atau pada
hari libur, riwayat kerja yang lalu sebelum bekerja di tempat tersebut, riwayat
tentang penyakit kulit akibat kerja yang pernah diderita, apakah ada pekerjaan
3. Riwayat lainnya secara umum: latar belakang atopi (perorangan atau keluarga),
alergi kulit, penyakit kulit lain, pengobatan yang telah diberikan, kemungkinan
Pemeriksaan Fisik
Pertama-tama tentukan lokalisasi kelianan apakah sesuai dengan kontak bahan yang
dicurigai, yang tersering adalah daerah tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Pemeriksaan
fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat
oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh
permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena endogen.
Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, biasanya didapatkan adanya eritema, edema
dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk
dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel. Uji tempel biasa digunakan untuk
allergen dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, yaitu dengan
menggunakan unit uji tempel yang terdiri dari filter paper disc.16
14
2.6 Diagnosa Banding Dermatitis Kontak
1. Dermatitis Atopik
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak- anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar
IgE dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau penderita. Kejadiannya lebih meluas
Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta eritem, dermatitis
Pruritus.
Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan daerah lipatan kulit
Pada dermatitis atopik juga didapatkan riwayat atopik (rhinitis alergi, asma bronkial),dan
pada pemeriksaan penunjang di temukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE, sedangkan pada
dermatitis kontak iritan tidak terdapat riwayat atopik.
15
(a) (b)
Gambar. (a) likenifikasi pada anak muda dengan dermatitis atopik, tanda pada kulit yang
berlebih-lebihan terlihat pada permukaan lengan ekstensor; (b) dermatitis tangan kronis yang
2. Tinea pedis
Biasanya terjadi di antara jari kaki, tapak kaki, dan bagian pinggir atau tepi kaki, tetapi
tinea pedis juga dapat menyebar pada bagian dorsum dari kaki. dermatits kontak biasanya terjadi
pada dorsum pedis. Kerokan kulit dengan KOH 10% (terlihat elemen jamur) Sinar wood:
fluoresensi poritif.17
(a)
(b)
Gambar. (a) tinea pedis menyebar pada bagian dorsum dari kaki; (b) kulit kering tipe infeksi
trikopiton rubrum.
3. Dermatitis Numularis
16
Suatu kondisi yang biasanya muncul sesudah cedera minor, misalnya gigitan serangga atau
luka bakar. Kelainan kulit ini dapat terjadi pada segala usia, baik pria maupun wanita. Lesi
eksematous khas berbentuk koin, berbatas tegas, ujud kelainan kulit terdiri dari papul dan
vesikel.17
4. Dermatitis Seboroik
Yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Biasanya kelainan ini hanya terjadi pada
kulit yang berambut. Lesi skuama kekuningan atau putih yang berminyak dan gatal.17
Gambar 4 Dermatitis seboroik pada area yang mengandung kelenjar sebasea dan berambut.
17
5. Psoriasis
Peradangan pada kulit dengan karakteristik plak dan papula eritema yang tebal dengan sisik
perak. Lokasi predileksi soriasis termasuk siku, lutut, kulit kepala, telinga, umbilikus, dan
gluteal cleft.17
Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menghindari pajanan
bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang
mempeberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu
pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila
diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat
perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai
upaya pencegahan.
18
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak alergik adalah upaya
pencegahan kontak berulang dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul.
Pada dermatitis kontak alergik, pemberian obat yang penting untuk menghilangkan gejalah
keterbatasan fisik akibat timbulnya erupsi. Pada lesi akut vesikuler, diberikan kompres, misalnya
dengan solusio NaCl 0,9% atau lainnya. Pada yang kronis dengan lesi likenifikasi paling baik
diberikan emolien. Keluhan gatal dapat diberikan anti pruritus topikal atau anti histamin oral.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA
akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikuler atau bula, serta eksudatif, misalnya
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama
Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Rasa gatal yang
berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit
sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula
menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar
Prognosis baik pada individu non atopi dimana dermatitis kontak iritan didiagnosis dan
diobati dengan baik. Individu dengan atopi rentan terhadap dermatitis kontak iritan. Bila bahan
iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering
19
b. Prognosis Dermatitis Kontak Alergi
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktanya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh
factor endogen (dermatitis atopic, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan
20
BAB III
KESIMPULAN
1. Dermatitis kontak merupakan suatu reaksi inflamasi akut atau kronis dari suatu zat yang
bersentuhan dengan kulit. Dibagi menjadi dua jenis dermatitis kontak yaitu, dermatitis
kontak iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia, dan dermatitis kontak alergi (DKA)
2. Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu, Sedangkan
3. Faktor resiko terjadinya dermatitis kontak iritan dan alergi tergantung pada suhu,
4. Manifestasi klinis tersering pada pasien dengan dermatitis akan mengalami kulit kering,
kemerahan, edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan
berisi cairan) yang bila pecah akanterjadi erosi dan eksudasi (cairan).
5. Komplikasi yang dapat terjadi dapat menimbulkan reaksi infeksi kulit sekunder oleh
bakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.
6. Pengobatan untuk dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menghindari pajanan
bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor
yang mempeberat, sedangkan untuk dermatitis kontak alergik adalah upaya pencegahan
kontak berulang dengan alergen penyebab, jika didapatkan keluhan gatal dapat diberikan
anti pruritus topikal atau anti histamin oral. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
2. Zander N, Sommer R, Schäfer I, Reinert R, Kirsten N, Zyriax BC, Maul JT, Augustin M.
pada 161 269 karyawan. Br. J. Dermatol. 2019 Oktober; 181 (4): 743-748
3. Miftah A, Prakoeswa CRS, Sukanto H. Uji Tempel Pasien Dengan Riwayat Dermatitis
Kontak Alergi Kosmetik di URJ Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
4. Florence, S,M., 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di PT.
5. Harahap, M., 2012. Anatomi dan Fungsi Kulit. Dalam: Harahap, M., ed. Ilmu Penyakit
8. Susanto SD. Epidemiologi Akne. Seminar dan Workshop Penanganan Akne. Semarang.
2013
9. Sri Linuwin SW Menaidi, 2015 ilmu penyakit kulit dan kelamin ed. 7 FK UI
Wongpiyabovorn, Patterns and risk factors of causative contact allergens in Thai adult
22
patients with contact dermatitis at King Chulalongkorn Memorial Hospital, 2017. Allergy
and Immunology
12. Brasch J, et al. Guideline contact dermatitis. Allergo J Int 2014; 23: 126–38
13. Djuanda, S.,Sri A. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2003
14. Adilah. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat
2012.
15. Firdaus U. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja
16. Siregar, RS. Dermatosis Akibat Kerja. SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
17. Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
18. Sularsito SA, Djuanda A. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin edisi kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jakarta;
2007; 129-53..
19. Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi : buku saku. Alih bahasa, Nike Budhi Subekti; editor
20. Usatine RP, Riojas M. Diagnosis and management of contact dermatitis. Am Family
23
24