Anda di halaman 1dari 24

REFARAT

DERMATITIS KONTAK

Makalah ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kepanitraan klinik senior

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSU HAJI

Pembimbing :
dr. Widya, SpKK

Oleh
Rahmi Sibagariang (1908320037)
Atika Rahmi (1908320015)
Titin Nurjannah (1908320022)
Kasih Santika (1908320038)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UMSU
RSU HAJI
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan refarat ini tepat waktu.

Tulisan ini untuk melengkapi tugas persyaratan kepaniteraan klinik stase (KKS) Penyakit

Kulit dan Kelamin RSU Haji, selain itu tulisan ini juga bertujuan supaya pembaca dapat

mengetahui dan memahami secara jelas mengenai Dermatitis Kontak.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini tidak mungkin dapat terselesaikan

dengan baik tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak. Ucapan terima kasih

penulis sampaikan kepada:

1. dr. Widya, SpKK selaku pembimbing selama di stase Penyakit Kulit dan Kelamin RSU

Haji Medan.

2. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan paper ini.

Demikian tugas ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

tulisan ini.

Medan, 24 Juni 2010

PENULIS

2
DAFTAR ISI

COVER ………………………………..………………………………………………………….1

KATA PENGANTAR ……………………….…………..……………………………………….2

DAFTAR ISI …………………………………..…………………...……………………………..3

BAB I PENDAHULUAN …………………………..………………...…………………………..4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................………………………………………...……5

2.1 Definisi………………………………………………………………………….......…5

2.2 Etiologi……………………...…………………………………………………………7

2.3 Faktor Risiko…………………………………………………………………………..8

2.4 Patogenesis…………………...………………………………………………………..9

2.5 Manifestasi Klinis……………………………………………………………………11

2.6 Diagnosa Banding………………………...………………………………………….15

2.7 Penatalaksanaan……………..……………………………………………………….18

2.8 Komplikasi…………...………………………………………………………………19

2.9 Prognosis……………..………………………………………………………………19

BAB III KESIMPULAN………………………………………………………………………....21

DAFTAR PUSTAKA…………...……………………………………………………………….22

3
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak merupakan suatu reaksi inflamasi akut atau kronis dari suatu zat yang

bersentuhan dengan kulit. Dibagi menjadi dua jenis dermatitis kontak yaitu, dermatitis kontak

iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia, dan dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh

antigen atau alergen Keduanya memunculkan reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu cell-mediated

atau tipe lambat. Karena DKI bersifat toksik, maka reaksi inflamasi hanya terbatas pada daerah

paparan, batasnya tegas dan tidak pernah menyebar. Sedangkan DKA merupakan reaksi imun

yang cenderung melibatkan kulit di sekitarnya atau spreading phenomenon dan bahkan dapat

menyebar di luar area yang terkena. Pada DKA dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh.1

Sampai saat ini diyakini bahwa dermatitis kontak alergi jarang terjadi, akan tetapi data

menunjukkan bahwa itu sangat umum dan mempengaruhi hampir 20% anak-anak. Semua

individu berisiko mengalami dermatitis kontak alergi. Faktor risiko untuk dermatitis kontak

alergi termasuk usia, pekerjaan, dan riwayat dermatitis atopik. Wanita, bayi, orang tua, dan

individu dengan kecenderungan atopik lebih rentan terhadap dermatitis kontak iritan. Dilaporkan

bahwa hingga 80% kasus dermatitis akibat kerja adalah dermatitis kontak iritan.2

Belum ada data epidemiologi nasional mengenai dermatitis kontak (Dermatitis KA)

alergi di Indonesia. Akan tetapi terdapat beberapa studi unicenter yang dilakukan di Indonesia.

Studi terkait Dermatitis KA di Indonesia menunjukkan bahwa penderita tersering adalah wanita,

dengan alergen terbanyak berupa pewarna rambut.3

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Kontak

2.1.1 Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah reaksi inflamasi akut atau kronis yang disebabkan oleh zat

tertentu yang kontak dengan kulit. Dermatitis kontak dikelompokkan menjadi dua, yang pertama

adalah Dermatitis Kontak Iritan (DKI) yang disebabkan oleh zat bersifat iritan dan yang kedua

adalah Dermatitis Kontak Alergi (DKA) yang disebabkan oleh alergen yang menimbulkan reaksi

hipersensitivitas tipe IV.4

2.1.2 Klasifikasi Dermatitis Kontak

1. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi imunologis kulit terhadap gesekan atau

paparan bahan asing penyebab iritasi kepada kulit. 5 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan

reaksi yang timbul apabila kulit terkena bahan- bahan kimia yang sifatnya toksik dan

menyebabkan peradangan. Pajanan pertama antara lain terhadap iritan yang mampu

menyebabkan adanya respon iritasi pada kulit.6 Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi 2

antara lain:

a. Dermatitis kontak iritan akut

Reaksi yang timbul dapat berupa kulit menjadi berubah warna kemerahan atau

cokelat dan kemungkinan akan terjadi edema dan panas, atau ada pula papula, vesikula, dan

pustula.7 Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan dengan bahan-bahan

5
iritan kuat, sehingga mengakibatkan terjadi adanya kerusakan epidermis yang berdampak pada

peradangan kulit.5 Zat kimia asam dan basa yang bersifat keras pada penggunaan peindustrian

pabrik akan menyebabkan terjadinya iritasi akut.

b. Dermatitis kontak iritan kronis

Dermatitis iritan kronik terjadi apabila kulit berkontak langsung dengan bahan-

bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen dan larutan antiseptik. Gejala yang

ditimbulkan dari dermatitis akut yakni kulit kering, pecah-pecah, memerah, bengkak dan terasa

panas.6

2. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis Kontak Alergi (DKA) merupakan kelainan kulit yang terjadi pada seseorang

yang mengalami sensitifitas terhadap bahan-bahan yang memiliki sifat alergen. Dermatitis

kontak alergi lebih kurang 20% dari seluruh dermatitis kontak. 5 Dermatitis kontak alergi

merupakan suatu yang timbul setelah melalukan kontakan eksternal melalui proses toksik.

Penyebab timbulnya dermatitis kontak alergi antara lain berupa asam dan basa yang memiliki

sifat kuat, serta pelarut organik. Rasa panas, nyeri atau gatal yang dikeluhkan oleh penderita

setelah beberapa saat melakukan kontak dengan bahan yang merupakan gejalanya. 6 Banyak zat

kimia yang dapat bereaksi dengan alergen, akan tetapi sangat jarang yang menimbulkan masalah.

Beberapa zat kimia merupakan alergen yang cukup kuat, dengan sekali paparan dapat

menyebabkan sensitisasi, sedangkan sebagian bahan kima lain memerlukan paparan berulang-

ulang sebelum menimbulkan sensitisasi.7 Reaksi alergi, pemaparan pertama pada zat tertentu

tidak menimbulkan reaksi, tetapi pemaparan berikutnya bisa menyebabkan adanya keluhan gatal-

gatal pada kulit dalam waktu 4-24 jam.8 Fase dermatitis kontak alergi dibedakan menjadi 2:

6
1. Fase akut, pada fase ini dapat ditandai timbulnya gejala berupa merah, edema,

papula, vesikula, berair, krusta dan gatal.

2. Fase kronis, tandanya berupa kulit tebal atau likenifikasi, kulit pecah-pecah,

skuama, kulit kering dan hiperpigmentasi.5

2.2 Etiologi Dermatitis Kontak

a. Dermatitis Kontak Iritan

Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya

bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang

terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan

vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak,

kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,

demikian pula gesekan dan trauma fisik.9

b. Dermatitis Kontak Alergi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia

dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.

Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya

penetrasi di kulit. Macam-macam alergen yang paling sering menyebabkan dermatitis kontak

alergik menurut North American Contact Dermatitis Group terdapat pada tabel 1.

7
Tabel 1. Alergen yang sering menyebabkan DKA (North American Contact Dermatitis Group)9

2.3 Faktor Risiko Dermatitis Kontak

a. Dermatitis Kontak Iritan9,10

1. Usia

2. Jenis Kelamin

3. Ras

4. Ketebalan Kulit

5. Riwayat Pekerjaan

6. Riwayat Dermatitis Atopi

b. Dermatitis Kontak Alergi

1. Wanita = Pria

2. Suhu

3. Kelembapan lingkungan

4. pH

5. Status imun atau system imun

8
2.4 Patogenesis Dermatitis Kontak

a. Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui

kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan

lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat di kulit . Kebanyakan bahan iritan (toksin)

merusak membran lemak keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak

lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran akan mengaktifkan enzim

fosfolipase yang akan merubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat, diasilgliserida, platelet

activating factor, dan inositida. Asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrin.

Prostaglandin dan leukotrin menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular

sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. prostaglandin dan leukotrin juga

bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktivasi sel mast

melepaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin lain, sehingga memperkuat perubahan

vascular. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik ditempat terjadinya

kontak di kulit yang berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritannya kuat. Apabila iritan

lemah, akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan

stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi

sawarnya, sehingga, mempermudah kerusakan sel di bawahnya.9

b. Patogenesis Dermatitis Kontak Alergi

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergik adalah mengikuti

respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi

hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed

9
hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis

hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase

elisitasi . Fase sensitisasi dimulai saat adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut

hapten (alergen yang memiliki berat molekul kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi

tubuh jika terikat dengan protein untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian

berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu

makrofag, dendrisit, dan sel Langerhans. Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh antigen

presenting cells ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke

kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor

yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi

ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di

seluruh kulit tubuh. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Fase elisitasi terjadi

apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah

tersedia di dalam kompartemen dermis.

Sel Langerhans akan mensekresi interleukin-1 yang akan merangsang sel T untuk

mensekresi interleukin-2. Selanjutnya interleukin-2 akan merangsang interferon gamma.

Interleukin-1 dan interferon gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1

(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan leukosit, serta

sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan

histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul

berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai

dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme

yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel

10
keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1,2 oleh sel makrofag akibat stimulasi interferon

gamma. prostaglandin E-1,2 berfungsi menekan produksi interleukin-2 dan sel T serta mencegah

kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan

memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek

merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti

sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.11,12

2.5 Manifestasi Klinis Dermatitis Kontak

Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis.

Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat

efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya

mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan

dermatitis kontak alergi.13

a. Fase Akut

Pada dermatitis kontak iritan akut, Reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi)

hingga keadaan yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan

reaksi tergantung dari kerentanan individunya dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan,

adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak.

Pada dermatitis kontak alergi akut, derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang

ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan

edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang

bila pecah akanterjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi cenderung menyebar dan batasnya

kurang jelas. Dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal.13,14

11
Gambar 1. Dermatitis Kontak Iritan, lesi dengan batas tegas yang jelas pada DKI akut pada

kasus penggunaan kosmetik (A) dan DKI kronis pada kasus penggunaan detergen (B) sereta

Diaper dermatitis pada bayi (C)

b. Fase Kronis

Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang

berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa

jadi satu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila

bergabung dengan factor lain baru mampu untuk menyebaban dermatitis kontak iritan. Gejala

klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas

kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang

disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema,

sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat

perhatian.13

Pada dermatitis kontak alergi kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan

mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak

iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.13,14

Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-

isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan derivatnya dapat

12
mengakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum

dan kosmetik.

Gambar 2. DKI Pada Tangan Fase Kronik, menunjukan adanya eritema dan crush, setelah

fase perbaikan dari DKI kronis menunjukkan adanya sisa-sisa eritem dan kulit yang terkelupas.

1. Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak

Secara garis besar terdapat tiga metode diagnose yang dilakuan dalam mengidentifikasi

jenis dermatitis kontak. Metode-metode tersebut yaitu dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan penunjang.8

Anamnesis

Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi,

riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri.

Namun yang paling penting ditanyakan pada anamnesis antara lain:

1. Riwayat pekerjaan sekarang: tempat bekerja, jenis pekerjaan, kegiatan yang lazim

dilakukan pada hari kerja, pakaian pelindung dan peralatan, dan fasilitas

kebersihan dan prakteknya.

2. Faktor pekerjaan sehubungan dengan gangguan kulit seperti material yang dipakai

dan proses yang dilakukan, informasi mengenai kesehatan dan keselamatan

13
tentang material yang ditangani, apakah ada perbaikan pada akhir pekan atau pada

hari libur, riwayat kerja yang lalu sebelum bekerja di tempat tersebut, riwayat

tentang penyakit kulit akibat kerja yang pernah diderita, apakah ada pekerjaan

rangkap di samping pekerjaan yangsekarang

3. Riwayat lainnya secara umum: latar belakang atopi (perorangan atau keluarga),

alergi kulit, penyakit kulit lain, pengobatan yang telah diberikan, kemungkinan

pajanan di rumah, dan hobipasien.14

Pemeriksaan Fisik

Pertama-tama tentukan lokalisasi kelianan apakah sesuai dengan kontak bahan yang

dicurigai, yang tersering adalah daerah tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Pemeriksaan

fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat

diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan

oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh

permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena endogen.

Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, biasanya didapatkan adanya eritema, edema

dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk

dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas

tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.13

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel. Uji tempel biasa digunakan untuk

allergen dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, yaitu dengan

menggunakan unit uji tempel yang terdiri dari filter paper disc.16

14
2.6 Diagnosa Banding Dermatitis Kontak

1. Dermatitis Atopik

Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya

sering terjadi selama masa bayi dan anak- anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar

IgE dalam serum dan riwayat atopik pada keluarga atau penderita. Kejadiannya lebih meluas

dibandingkan dermatitis kontak dan distribusinya mengikuti permukaan fleksor.17,18

Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta eritem, dermatitis

atopik mempunyai tiga tanda khas yaitu :

 Pruritus.

 Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan daerah lipatan kulit

(fosa kubiti, fosa poplitea, leher, dan pergelangan tangan).

 Cenderung menjadi kronis kambuh.

Pada dermatitis atopik juga didapatkan riwayat atopik (rhinitis alergi, asma bronkial),dan
pada pemeriksaan penunjang di temukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE, sedangkan pada
dermatitis kontak iritan tidak terdapat riwayat atopik.

15
(a) (b)

Gambar. (a) likenifikasi pada anak muda dengan dermatitis atopik, tanda pada kulit yang

berlebih-lebihan terlihat pada permukaan lengan ekstensor; (b) dermatitis tangan kronis yang

sangat parah pada orang dewasa dengan dermatitis atopik.

2. Tinea pedis

Biasanya terjadi di antara jari kaki, tapak kaki, dan bagian pinggir atau tepi kaki, tetapi

tinea pedis juga dapat menyebar pada bagian dorsum dari kaki. dermatits kontak biasanya terjadi

pada dorsum pedis. Kerokan kulit dengan KOH 10% (terlihat elemen  jamur) Sinar wood:

fluoresensi poritif.17

(a)

(b)

Gambar. (a) tinea pedis menyebar pada bagian dorsum dari kaki; (b) kulit kering tipe infeksi

trikopiton rubrum.

3. Dermatitis Numularis

16
Suatu kondisi yang biasanya muncul sesudah cedera minor, misalnya gigitan serangga atau

luka bakar. Kelainan kulit ini dapat terjadi pada segala usia, baik pria maupun wanita. Lesi

eksematous khas berbentuk koin, berbatas tegas, ujud kelainan kulit terdiri dari papul dan

vesikel.17

Gambar 3 Dermatitis Numularis.18

4. Dermatitis Seboroik

Yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Biasanya kelainan ini hanya terjadi pada

kulit yang berambut. Lesi skuama kekuningan atau putih yang berminyak dan gatal.17

Gambar 4 Dermatitis seboroik pada area yang mengandung kelenjar sebasea dan berambut.

17
5. Psoriasis

Peradangan pada kulit dengan karakteristik plak dan papula eritema yang tebal dengan sisik

perak. Lokasi predileksi soriasis termasuk siku, lutut, kulit kepala, telinga, umbilikus, dan

gluteal cleft.17

Gambar 5 Plaq pada psoriasis.

2.7 Penatalaksanaan Dermatitis Kontak

a. Tatalaksana Dermatitis Kontak Iritan

Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menghindari pajanan

bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang

mempeberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu

pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila

diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat

perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai

upaya pencegahan.

b. Tatalaksana Dermatitis Kontak Alergi

18
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak alergik adalah upaya

pencegahan kontak berulang dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul.

Pada dermatitis kontak alergik, pemberian obat yang penting untuk menghilangkan gejalah

keterbatasan fisik akibat timbulnya erupsi. Pada lesi akut vesikuler, diberikan kompres, misalnya

dengan solusio NaCl 0,9% atau lainnya. Pada yang kronis dengan lesi likenifikasi paling baik

diberikan emolien. Keluhan gatal dapat diberikan anti pruritus topikal atau anti histamin oral.

Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA

akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikuler atau bula, serta eksudatif, misalnya

pemberian prednison 30 mg/hari.9

2.8 Komplikasi Dermatitis Kontak

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri terutama

Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Rasa gatal yang

berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi kulit

sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula

menyebabkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar

atau disebut neurodermatitis.19,20

2.9 Prognosis Dermatitis Kontak

a. Prognosis Dermatitis Kontak Iritan

Prognosis baik pada individu non atopi dimana dermatitis kontak iritan didiagnosis dan

diobati dengan baik. Individu dengan atopi rentan terhadap dermatitis kontak iritan. Bila bahan

iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering

terjadi pada dermatitis kontak iritan kronis yang penyebabnya multifaktor.

19
b. Prognosis Dermatitis Kontak Alergi

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktanya dapat

disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh

factor endogen (dermatitis atopic, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan

bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.9

20
BAB III

KESIMPULAN

1. Dermatitis kontak merupakan suatu reaksi inflamasi akut atau kronis dari suatu zat yang

bersentuhan dengan kulit. Dibagi menjadi dua jenis dermatitis kontak yaitu, dermatitis

kontak iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia, dan dermatitis kontak alergi (DKA)

disebabkan oleh antigen atau allergen.

2. Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya

bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu, Sedangkan

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah berupa bahan kimia.

3. Faktor resiko terjadinya dermatitis kontak iritan dan alergi tergantung pada suhu,

kelembapan, status imunologi, pH dan terutama riwayat pekerjaan.

4. Manifestasi klinis tersering pada pasien dengan dermatitis akan mengalami kulit kering,

kemerahan, edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan

berisi cairan) yang bila pecah akanterjadi erosi dan eksudasi (cairan).

5. Komplikasi yang dapat terjadi dapat menimbulkan reaksi infeksi kulit sekunder oleh

bakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.

6. Pengobatan untuk dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menghindari pajanan

bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor

yang mempeberat, sedangkan untuk dermatitis kontak alergik adalah upaya pencegahan

kontak berulang dengan alergen penyebab, jika didapatkan keluhan gatal dapat diberikan

anti pruritus topikal atau anti histamin oral. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka

pendek untuk mengatasi peradangan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.

Edisi ke-6. New York: The McGraw-Hill Companies; 2009:20-33.

2. Zander N, Sommer R, Schäfer I, Reinert R, Kirsten N, Zyriax BC, Maul JT, Augustin M.

Epidemiologi dan komorbiditas dermatologis dermatitis seboroik: studi berbasis populasi

pada 161 269 karyawan. Br. J. Dermatol. 2019 Oktober; 181 (4): 743-748

3. Miftah A, Prakoeswa CRS, Sukanto H. Uji Tempel Pasien Dengan Riwayat Dermatitis

Kontak Alergi Kosmetik di URJ Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo

Surabaya. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. 2014;26(1):1-7.

4. Florence, S,M., 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di PT.

X Medan Tahun2008.Tesis.Medan:SekolahPascasarjana Universitas SumateraUtara.

5. Harahap, M., 2012. Anatomi dan Fungsi Kulit. Dalam: Harahap, M., ed. Ilmu Penyakit

Kulit. Jakarta: 1-3.

6. Siregar,R.S.,2005. Penyakit Jamur Kulit.Jakarta:Penerbit Buku KedokteranEGC.

7. Graham-Brown, R., Burns, T. 2008. Lecture Notes on Dermatologi. M. Anies Zakaria,

Amalia Safitri eds. Edisi 8.Jakarta: Erlangga. h. 1-9.

8. Susanto SD. Epidemiologi Akne. Seminar dan Workshop Penanganan Akne. Semarang.

2013

9. Sri Linuwin SW Menaidi, 2015 ilmu penyakit kulit dan kelamin ed. 7 FK UI

10. Waritta Dararattanaroj, Suwimon Pootongkam, Nuengjit Rojanawatsirivej ,Jongkonnee

Wongpiyabovorn, Patterns and risk factors of causative contact allergens in Thai adult

22
patients with contact dermatitis at King Chulalongkorn Memorial Hospital, 2017. Allergy

and Immunology

11. D. Witasari. 2014. Dermatitis kontak akibat kerja. FK Unair . Surabaya

12. Brasch J, et al. Guideline contact dermatitis. Allergo J Int 2014; 23: 126–38

13. Djuanda, S.,Sri A. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2003

14. Adilah. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat

Kerja Pada Karyawan Binatu. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

2012.

15. Firdaus U. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Terbanyak di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II no. 5.

16. Siregar, RS. Dermatosis Akibat Kerja. SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang. 2009.

17. Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Edisi 6. Jakarta : FKUI. 2010.

18. Sularsito SA, Djuanda A. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin edisi kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jakarta;

2007; 129-53..

19. Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi : buku saku. Alih bahasa, Nike Budhi Subekti; editor

edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha.Ed.3.Jakarta:EGC.2009.

20. Usatine RP, Riojas M. Diagnosis and management of contact dermatitis. Am Family

Physicians 2010; 82:249-55.

23
24

Anda mungkin juga menyukai