Anda di halaman 1dari 48

GANGGUAN SOMATOFORM

DR.NANDA SARI N, M.KED(KJ), SPKJ


DEPARTEMEN PSIKIATRI
FK UMSU
Categories of Somatoform Disorders in ICD-10 &
DSM-IV

 ICD-10  DSM-IV
 Somatization disorder  Somatization disorder
 Undifferentiated somatoform  Undifferentiated somatoform
disorder disorder
 Hypochondriacal disorder  Hypochondriasis
 Somatoform autonomic  Pain disorder associated with
dysfunction psychological factors ( & a general
 Persistent pain disorder medical condition)
 Other somatoform disorders  Body dysmorphic disorder
 Conversion disorder

2
GANGGUAN SOMATISASI
 Gangguan somatisasi dicirikan dengan gejala-
gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan
berdasarkan pemeriksaan fisik maupun
laboratorium.
 Keluhan yang dilaporkan pasien sangat banyak
meliputi sistem organ seperti gastrointestinal,
seksual, sistem saraf, dan bercampur dengan
keluhan nyeri.
 Dijumpai adanya perilaku mencari pertolongan
medis yang berlebihan  Briquets Syndrome
Epidemiologi

 Prevalensi seumur hidup yg mengalami


gangguan somatisasi diperkirakan 0,1 sampai
0,2 persen.
 Wanita dengan gangguan somatisasi
melebihi jumlah laki-laki sebesar 5 sampai 20
kali.
 Rasio wanita dengan laki-laki adalah 5:1
Etiologi

 Faktor psikososial
 Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui.
 Secara psikososial, merupakan bentuk komunikasi
sosial yang bertujuan untuk menghindari
kewajiban, mengekspresikan emosi, atau
menyimbulkan perasaan.
 Faktor biologis
 Data genetik mengindikasikan adanya transmisi
genetik pada gangguan somatisasi.
 Berhubungan dengan sitokin
Gambaran klinis

 Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki


banyak keluhan somatik dan riwayat medik.
 Pasien beranggapan dirinya menderita sakit
sepanjang hidupnya.
 Penderitaan psikologik dan masalah
interpersonal menonjol, dengan cemas dan
depresi merupakan gejala psikiatri yang
paling sering muncul.
Kriteria Diagnosis Gangguan
Somatisasi berdasarkan PPDGJ III

a. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang


bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan
atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah
berlangsung sedikitnya 2 tahun
b. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari
beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik
yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya
c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat
dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-
keluhannya dan dampak dari perilakunya
Penatalaksanaan

 Penanganan sebaiknya dengan satu orang


dokter, sebab apabila dengan beberapa orang
dokter pasien akan mendapat kesempatan
lebih banyak mengungkapkan keluhan
somatiknya.
 Psikoterapi
 Terapi psikofarmakologi dianjurkan apabila
terdapat gangguan lain (komorbid)
Gangguan Hipokondriasis
 Hipokondriasis didefinisikan sebagai
seseorang yang berpreokupasi dengan
ketakutan atau keyakinan menderita
penyakit serius.
 Pasien dengan hipokondriasis memiliki
interpretasi yang tidak realitis maupun akurat
terhadap gejala atau sensasi fisik, meskipun
tidak ditemukan penyebab medis.
Gambaran Klinis

 Pasien hipokondriasis yakin bahwa mereka


menderita penyakit serius yang belum bisa
dideteksi, dan mereka sulit diyakinkan.
 Mereka mempertahankan keyakinan bahwa dirinya
mengidap suatu penyakit, dan dengan berjalannya
waktu keyakinannya beralih ke penyakit lain.
 Keyakinannya bertahan meskipun hasil
laboratorium negatif.
 Meskipun demikian keyakinan tersebut tidak
sampai bertaraf aham
Gangguan Hipokondrik

a. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya


satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-
keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-
ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang
memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk
penampakan fisiknya (tidak sampai waham)
b. Tidak mau menerima nasihat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang
melandasi keluhan-keluhannya
Pentalaksanaan

 Psikoterapi kelompok  memberikan


dukungan sosial dan interaksi sosial sehingga
menurunkan kecemasan.
 Pemeriksaan fisik terjadwal yang teratur
membantu menenangkan pasien, bahwa
dokternya tidak meninggalkannya dan
keluhannya ditangani secara serius.
 Farmakoterapi diberikan pada pasien yang
berkomorbiditas dengan gangguan lain.
Body Dysmorphic Disorder
 Paien dengan Body Dysmorphic Disorder
mempunyai perasaan subjektif bahwa
beberapa aspek penampilannya buruk padahal
penampilannya normal atau nyaris baik.
 Pasien berkeyakinan kuat atau takut kalu
dirinya tidak menarik.
 Ketakutan ini sulit diredakan dengan
menentraman atau pujian , meskipun
penampilam pasien sangat normal.
 Bagian tubuh yang menjadi keprihatinan adalah
cacat/kekurangan pada wajah, khususnya bagian
tertentu, spt hidung, gigi, mata.
 Bagian tubuh lainnya yang juga mendapat
perhatian adalah payudara, otot-otot tubuh, dll.
 Selain berkomorbid dengan gangguan dengan
depresif dan cemas, pasien-pasien juga memiliki
kepribadian obsesif kompulsif, skizoid, dan
narsisistik.
Kriteria Diagnosis menurut DSM IV TR

A. Preokupasi dengan cacat yang dikhayalkan.


Bila terdapat anomali fisik ringan,
keprihatinannya sangat berlebihan.
B. Preokupasinya mengakiatkan penderitaan
dan hendaya yang secara klinis bermakna di
bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
C. Preokupasinya bukan karena gangguan
mental lainnya.
 Pengobatan dengan pembedahan plastik,
dermatologis, ortodenti, biasanya tidak
berhasil mengatasi keluhan.
 Pemberian obat-obat antidepresan dapat
menurunkan gejala sampai 50%.
Gangguan Nyeri
 Definisi gangguan nyeri menurut DSM IV TR adalah
nyeri yang merupakan keluhan utama dan menjadi
fokus perhatian klinis.
 Faktor psikologis sangat berperan terhadap gangguan
ini.
 Gejala utama adalah nyeri pada satu tempat atau
lebih, yang tidak dapat dimasukkan secara penuh
sebagai kondisi medis nonpsikiatri maupun neurologik.
 Gangguan ini disebut juga sebagai gangguan nyeri
somatoform, gangguan nyeri psikogenik, gangguan
nyeri psikogenik, gangguan nyeri atipikal.
Kriteria Diagnostik menurut PPDGJ III

 Keluhan utam adalah nyeri berat, menyiksa dan


menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya
atas dasar proses fisiologik maupun adanya
gangguan fisik
 Nyeri timbul dalam hubungan adanya konflik
emosional atau problem psikososial yang cukup jelas
untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tsb
 Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan
dukungan baik personal maupun medis untuk yang
bersangkutan
Penatalaksanaan

 Pengobatan harus mengikutsertakan


rehabilitasi
 Menjelaskan faktor psikologis merupakan
faktor sangat penting sebagai penyebab dan
konsekuensi nyeri psikogenik
 Terapis memahami bahwa nyeri yang dialami
pasien adalah sesuatu yang nyata
 Psikoterapi sangat bermanfaat pada pasien
Farmakoterapi

 Obat-obat analgetik tidak membantu pasien


 Antidepresan trisiklik dan Serotonin
Norepinefrin reuptake inhibitor (SNRI)
paling efektif untuk gangguan nyeri
Contoh : venlafaxin
Gangguan Disosiatif
/Konversi
GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)

 Gejala utama adalah adanya kehilangan


sebagian atau seluruh) dari integrasi normal di
bawah kendali kesadaran) antara:
a. ingatan masa lalu
b. kesadaran identitas dan penginderaan segera
(awareness of identity and immediate
sensations), dan
c. kontrol terhadap gerakan tubuh
Kriteria Diagnosis gangguan konversi
menurut DSM IV TR

 Satu atau lebih gejala atau defisit yang melibatkan


fungsi motorik volunter atau sensorik yang
diperkirakan suatu kondisi neuologis atau kondisi
medik umum lainnya
 Faktor psikologis dinilai berkaitan dengan gejala dan
defisit karena permulaan atau eksaserbasi gejala atau
defisit didahului oleh konflik atau stressor lainnya
 Gejala atau defisit tidak dengan sengaja dibuat atau
berpura-pura (seperti pada gangguan buatan atau
berpura-pura)
 Gejala atau defisit setelah cukup penelusuran, tidak
dapat secara pebuh dijelaskan sebagai kondisi medik
umum, atau sebagai akibat langsung dari zat, atau secara
kultural sebagai perilaku atau pengalaman penebusan.
 Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan atau
hendaya yang bermakna secara klinis di bidang sosial, ,
pekejaan, atau fungsilain menuntut evaluasi medis
 Gejala atau defisittak terbatas apada nyeri atau disfungsi
seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
gangguan somatisasi, dan bukan karena gangguan metal
lainnya.
 Dalam DSM IV, gambaran utama gangguan
disosiasi berupa gangguan kesadaran,
ingatan, identitas, atau persepsi lingkungan.
 Gangguan disosiasi dipertimbangkan sebagai
mekanisme pertahanan diri menghadapi
trauma psikologik.
 Gejala utama adalah adanya kehilangan
(sebagian atau seluruh) dari integrasi normal
(dibawah kendali kesadaran) antara:
 Ingatan masa lalu
 Kesadaran identitas dan penginderaan segera
 Kontrol terhadap gerakan tubuh
 Menurut DSM IV, gambaran utama gangguan
dissosiatif berupa gangguan kesadaran,
ingatan, identitas atau persepsi lingkungan.
 Gangguan disosiatif dipertimbangkan
sebagai mekanisme pertahanan diri
menghadapi trauma psikologik.
 Gangguan dissosiasi dibedakan atas 4 macam
(berdasarkan DSM IV) yaitu :
 Amnesia disosiatif
 Fugue disosiatif
 Gangguan Identitas Disosiatif
 Gangguan Depersonalisasi
AMNESIA DISOSIATIF

 Kunci gejala dari amnesia disosiatif adalah


ketidakmampuan untuk mengingat informasi
yang baru saja disimpan di dalam ingatan
pasien.
 Informasi yang dilupakan biasanya tentang
peristiwa yang menegangkan atau traumatik
dalam kehidupan seseorang.
 Tidak terdapat adanya bukti-bukti adanya
suatu gangguan otak dasar.
Gambaran klinis

 Biasanya pada riwayat penyakit terungkap


adanya pencetus yaitu trauma emosional
yang menimbulkan rasa pedih dan konflik
psikologik.
 Onset amnesia disosiatif sering mendadak
dan pasien biasanya menyadari bahwa
dirinya kehilangan ingatan.
Kriteria Diagnostik

 Ciri utama adalah hilangnya daya ingat,


biasanya mengenai kejadian penting yang
baru terjadi yang bukan disebabkan oleh
gangguan mental organik dan terlalu luas
untuk dapat dijelaskan atas dasar kelupaan
umum terjadi atau dasar kelelahan
 Diagnosis pasti memerlukan:
 Amnesia baik total atau parsial, mengenai
kejadian yang stresful atau traumatik yang
baru terjadi ini mungkin hanya dapat
dinyatakan bila ada saksi yang memberi
informasi
 Tidak ada gangguan mental organik,
intoksikasi atau kelelahan berlebihan
Perjalan penyakit dan
prognosis
 Gejala amnesia disosiatif biasanya hilang
mendadak, dan penyembuhan umumnya
terjadi secara komplit dan sedikit
kekambuhan.
Penatalaksanaan

 Pemberian barbiturat IV jangka pendek


 Golongan Benzodiazepin jangka pendek
 Hipnoterapi
Fugue Disosiatif

 Pasien dengan fugue disosiatif melakukan perjalanan


meninggalkan rumah atau situasi pekerjaan dan gagal
mengingat aspek penting dari identitasnya (nama,
famili, pekerjaan).
 Fugue disosiatif jarang terjadi
 Gangguan ini sering timbul setelah bencana alam, dan
pada keadaan krisis personal thd konflik internal yang
tinggi.
 Faktor motiasi utama timbulnya fugue disosiatif
adalah adanya keinginan untuk menarik diri dari
pengalaman emosional yg menyakitkan.
Gambaran klinis

 Pasien jalan-jalan dengan tujuan tertentu,


biasanya jauh dari rumah.
 Selama periode ini mereka mengalami
amnesia komplit tentang kehidupannya yanh
lalu dan sesuatu yang berhubungan dengan
masa lalu, tetapi mereka pada umumnya
tidak meyadari bahwa mereka lupa tentang
sesuatu.
Kriteria Diagnostik

 Untuk diagnostik pasti harus ada:


 Ciri-ciri amnesia disosiatif
 Melakukan perjalanan ttt melampui hal yang
umum dilakukan sehari-hari
 Kemampuan mengurus diri dasar tetap ada
dan melakukan interaksi sosial sederhana
dengan orang-orang yang belum dikenalnya.
Perjalanan penyakit

 Biasanya fugue disosiatif terjadi dalam


beberapa waktu yang pendek, dari beberapa
jam samapai beberapa hari.
 Sangat jarang terjadi dalam beberapa bulan
dan melakukan perjalanan jauh sampai ribuan
mil dari rumahnya.
 Umumnya perbaikan fugue disosiatif terjadi
spontan, cepat dan jarang terjadi
kekambuhan
Stupor Disosiatif

 Untuk diagnostik pasti harus ada:


 Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya
gerakan-gerakan volunter dan respon normal
terhadap ransangan luar (spt cahaya, nyeri, dll)
 Tidak ditemukan adanya gangguan fisik
ataupun gangguan jiwa lain yang dapat
menjelaskan keadaan stupor tersebut
 Adanya problematau kejadian-kejadian baru
yg stressfull
Gangguan trans dan kesurupan

 Gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan


sementara aspek penghayatan akan identitas diri
dan kesadaran terhadap lingkungannya, dalam
beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku
seakan–akan dikuasai oleh kepribadian lain,
kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain.
 Hal ini terjadi diluar kesadaran pasien (involunter)
 Tidak ada penyebab organik dan bukan dari
gangguan jiwa ttt
Gangguan Motorik disosiatif

 Bentuk yang paling umum dari gangguan ini


adalah ketidakmampuan untuk
menggerakkan seluruh atau sebagian dari
anggota gerak (tangan atau kaki)
 Gejala tersebut seringkali menggambarkan
konsep dari penderita mengenai gangguan
fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik
maupun anatomik
Konvulsi disosiatif

 Konvulsi disosiatif ini sangat miripdengan


kejang epileptik dalam hal gerakan-
gerakannya, akan tetapi sangat jarang
disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh
saat serangan dan mengompol.
 Juga tidak dijumpai kehilangan kesadaran
atau hal tersebut diganti dengan keadaan
seperti stupor atau trans.
Anastesia (kehilangan sensorik)Disosiatif

 Gejala anastesi pada kulit sering kali


mempunyai batas-batas yang tegas
(menggambarkan pemikiran pasien mengenai
fungsi tubuhnya dan bukan menggambarkan
kondisi klinis sebenarnya)
 Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya
perasaan pada berbagai jenis modalitas peng-
inderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh
kerusakan neurologis, misalnya hilang perasaan
dapat disertai dengan keluhan parestesia.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai