Anda di halaman 1dari 20

TUGAS LOGBOOK SISTEM SARAF DAN PSIKIATRI

DEPRESI

DOSEN TUTOR
dr. Rusdani, MKKK

DISUSUN OLEH
Audley Christophorus
61118008

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2021
SKENARIO

DEPRESI

Surti, seorang pelajar berusia 17 tahun dibawa ke dokter oleh karena orang
tuanya menduga bahwa dia telah diperkosa oleh supir angkot yang
ditumpanginya. Dua hari yang lalu Surti menumpang angkot sepulang
bimbel. Menurut keterangan Surti, dia merupakan penumpang terakhir
yang belum turun dan dirayu oleh supir dan kenek angkot yang
ditumpanginya, selain itu Surti tidak mengingat apa-apa lagi. Surti diantar
pulang malam itu oleh petugas ronda/polisi yang menemukannya dalam
keadaan bingung di tepi jalan.

Pada pemeriksaan terlihat seorang wanita dewasa muda bertubuh langsing


dengan gejala kebingungan, ansietas dan depresi. Pada pemeriksaa
didapatkan lebam bekas gigitan pada punggung kanan dan bagian lateral kiri
leher. Ketika ditanya dan diberi kesempatan bercerita Surti tampak
ketakutan dan tidak mampu bercerita selain menangis. Keluarga sangat
khawatir Surti akan hamil, ketularan penyakit kelamin, dan “depresi” yang
berkepanjangan.

Menurut keterangan orang tua Surti di sekolah ia dikenal sebagai anak yang
pintar, banyak teman, walaupun pendiam. Bagaimana pendapat Anda
mengenai keadaan yag dialami oleh Surti dan penanganannya?
SKEMA
LEARNING OBJECTIVE

1. Menjelaskan Pengertian Depresi


2. Menjelaskan Etiologi dari Depresi
3. Menjelaskan Manifestasi klinis dari Depresi
4. Menjelaskan Penatalaksanaan dari Depresi
5. Menjelaskan tentang Penanganan korban pemerkosaan
6. Menjelaskan tentang Hukum tentang pemerkosaan

PEMBAHASAN LERANING OBJECTIVE

1. Pengertian Depresi
Depresi adalah suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang
disertai gejala-gejala psikologik lainnya, gangguan somatic maupun
gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan
kedalam gangguan afektif. Depresi dalam penggunaan istilah sehari-hari
biasanya dikaitkan dengan perasaan sedih, murung, putus asa, merana dan
tidak bahagia. Depresi dapat juga berupa sekumpulan gejala atau sindroma
(disertai perubahan kognitif, psikomotor dan vegetatif) atau merupakan
kesatuan penyakit (dengan gambaran klinis yang khas, dasar riwayatnya
dan hubungan dengan keadaan biologisnya) (Ardhana dalam Soetjiningsih,
2007).

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah


masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang dapat
jatuh ke fase depresi. Menurut Rathus (dalam Lubis, 2009) orang yang
mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan
emosi, motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta kognisi.
Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati (afek) yang ditandai dengan
afek distorik atau kehilangan minat atau kegembiraan dalam aktivitas
sehari-hari disertai dengan temuantemuan lain seperti gangguan tidur dan
perubahan selera makan (Mengel & Schwiebert, 2001).

Depresi terkait dengan situasi yang meliputi diantaranya perasaan sedih,


murung, putus asa, tidak percaya diri, dan menyalahkan diri sendiri secara
berlebihan. Seseorang yang mengalami depresi akan cenderung
meninterprestasikan pemikiran negatif dari apa yang terjadi dalam keadaan
kondisi yang tertekan pada saat seseorang mengalami depresi.

Menurut Beck (Nevid, 2005) seseorang yang mengalami depresi perasaan


dan perilakunya diakibatkan oleh persepsi negative mereka dan verbalisme
mereka. Penelusuran literatur yang dilakukan oleh Beck menentukan
konsistensi yang menarik perhatian mengenai depresi, seperti adanya
penurunan mood, kesedihan, pesimisme tentang masa depan, retardasi dan
agitasi, sulit berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, lamban dalam
berpikir serta serangkaian tanda vegetative seperti gangguan dalam nafsu
makan maupun gangguan dalam hal tidur.

2. Etiologi Depresi
Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor biologis,
faktor bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan
perkembangan seperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial,
dan faktor lingkungan, yang menjadi satu kesatuan mengakibatkan
depresi.
a. Faktor Biologis
Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat
dibagi menjadi dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan
disregulasi neuroendokrin. Abnormalitas metabolit biogenik amin
yang sering dijumpai pada depresi yaitu hydroxy indoleacetic acid
(5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-
hydrophenylglycol (MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan
bahwa penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam
abnormalitas metabolik biogenikamin pada darah, urin dan cairan
serebrospinal. Keadaan tersebut endukung hipotesis ganggua
depresi berhubungan dengan disregulasi biogenikamin. Dari
biogenik amin, serotonin dan norepinefrin merupakan
neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi.

Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik


antidepresan mungkin merupakan peran langsung sistem
noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan
reseptor beta2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan
reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan
norepinephrin. Reseptor beta2-presinaptik juga terletak pada
neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.

Serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]) neurotransmitter sistem


menunjukan keterlibatan dalam patofisiologi gangguan afektif, dan
obat-obatan yang meningkatkan aktifitas serotonergik pada
umumnya memberi efek antidepresan pada pasien . Selain itu , 5 -
HT dan / atau metabolitnya, 5-HIAA, ditemukan rendah pada urin
dan cairan serebrospinal pasien dengan penyakit afektif.14 Hal ini
juga dibuktikan terdapat kadar 5-HT yang rendah pada otak korban
bunuh diri dibandingkan dengan kontrol. Selain itu , ada beberapa
bukti bahwa terdapat penurunan metabolit serotonin, 5 –
hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) dan peningkatan jumlah
reseptor serotnin postsinaptik 5- hydroxytryptaminetype 2 (5HT2)
di korteks prefrontal pada kelompok bunuh diri.
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan
subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya antara
dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin
dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbic mungkin mengalami
disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif
pada depresi.

b. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode
pertama, dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang
mengemukakan adanya stres sebelum episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama.
Perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter
dan sistem sinyal intraneuron. Termasuk hilangnya beberapa
neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang
individu berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan
mood, sekalipun tanpa stressor dari luar.

Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti,


obsesifkompulsif, histeris, dan yang ada pada garis batasnya,
mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena depresi
dari pada orang dengan kepribadian antisosial atau paranoid. Pada
pengertian psikodinamik depresi dijelaskan oleh Sigmund Freud
dan dikembangkan oleh Karl Abraham yang diklasifikasikan dalam
4 teori:
1) gangguan pada hubungan bayi dan ibu selama fase oral (10-
18 bulan awal kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi;
2) depresi dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara
nyata atau imajinasi;
3) Introjeksi dari kehilangan objek adalah mekanisme
pertahanan dari stress yang berhubungan dengan
kehilangan objek tersebut
4) karena kehilangan objek berkenaan dengan campuran cinta
dan benci, perasaan marah berlangsung didalam hati.
c. Faktor Genetik
Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila salah
seorang kembar menderita depresi, maka kemungkinan saudara
kembarnya menderita pula sebesar 70 %. Kemungkinan menderita
depresi sebesar 15 % pada anak, orang tua, dan kakak-adik dari
penderita depresi. Apabila anak yang orangtuanya pernah
menderita depresi, sejak lahir diadopsi oleh keluarga yang tidak
pernah menderita depresi, ternyata kemungkinan untuk menderita
depresi 3 kali lebih besar dibandingkan anak - anak kandung
keluarga yang mengadopsi.

3. Manifestasi Klinis Depresi


Beck (dalam Lubis, 2009) mengemukakan kategori gejala depresi menjadi
empat bagian, yaitu simtom emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.
a. Simtom Emosional
Simtom emosional terdiri dari perubahan perasaan atau tingkah
laku yang merupakan akibat langsung dari keadaaan emosi, dalam
penelitiannya, Beck menyebutkan sebagai gejala emosional yang
meliputi penurunan mood, padangan negative terhadap diri sendiri,
tidak lagi merasakan kepuasan, mengangis, hilangnya respons yang
menggembirakan.

b. Simtom Kognitif
Simtom kognitif menyebutkan gejala kognitifnya antara lain, yakni
penilaian diri sendiri yang rendah, harapan-harapan yang negatif,
menyalahkan serta mengkritik diri sendiri, tidak dapat membuat
keputusan, distorsibody image. Penilaian diri sendiri yang rendah
terhadap kemampuan inteligensi, penampilan, kesehatan, daya
tarik, popularitas, atau penghasilannya. Harapan-harapan negatif
termasuk di dalamnya mengharapkan hal-hal yang terburuk dan
menolak kemungkinan adanya perbaikan dan perubahan menuju
hal yang lebih baik.

c. Simtom Motivasional
Penderita depresi memiliki masalah besar dalam memobilisasi
dirinya untuk menjalankan aktivitas-aktivitas yang paling dasar
seperti makan, minum, dan buang air. Simtom motivasional
lainnya yakni keinginan untuk menyimpang dari pola hidup sehari-
hari, keinginan untuk menghindar dari tugas, disamping itu
cenderung menunda kegiatan yang tidak memberi kepuasan, lebih
sering melamun dari pada mengerjakan sesuatu. Seseorang lebih
sering tertarik pada kegiatan pasif, seperti menonton televisi, pergi
ke bioskop, ataupun hanya tidur-tiduran di kamar, simtom
motivasional berikutnya keinginan bunuh diri. Meskipun keinginan
tersebut juga dijumpai pada seseorang non depresi, namun
frekuensinya lebih sering dijumpai pada penderita depresi, simtom
motivasional berikutnya adalah, peningkatan dependensi sebagai
keinginan untuk memperoleh pertolongan, petunjuk, pengarahan
ketimbang melakukan proses aktual tersebut pada orang lain.

d. Simtom-simtom Fisik
Simtom fisik depresi adalah kehilangan nafsu makan, gangguan
tidur, mudah lelah dan kehilangan libido.

Gejala depresi menurut Diagnosis Gangguan Jiwa (Maslim, 1993)


yaitu:
Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat)
1) AfekDepresi
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit
saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala Lainnya

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang


2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur tergangggu
7) Nafsu makan berkurang

Berdasarkan gejala diatas, gejala depresi menjadi empat bagian,


yaitu simtom emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.
Menurut Diagnosis Gangguan Jiwatiga tingkat gejala depresi,
yaitu gejala depresi ringan, sedang dan berat. Pada tingkat
gejala depresi ringan dan sedang, penderita masih dapat
melaksanakan kegiatan sosial dan pekerjaan, meskipun hal ini
berat untuk dilaksanakan, sedangkan untuk penderita gejala
depresi berat, penderita sudah tidak dapat menjalankan
kegiatan sosialnya dan pekerjaannya. Diagnosis tingkat 19
gejala depresi dapat dilakukan sekurang-kurangnya dalam dua
minggu, jika memang amat berat maka diagnosis dapat
dilakukan kurang dalam dua minggu.

4. Penatalaksanaan Depresi
Penatalaksanaan Diet dan Aktivitas
Diet rendah sodium Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH),
yang sebelumnya terbukti mengurangi hipertensi dan risiko stroke, juga
dapat membantu menangkal depresi. Selain rendah natrium, makanan ini
kaya akan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan makanan olahan susu
rendah lemak. Sebuah studi menemukan bahwa peserta yang paling patuh
pada diet, 11% lebih kecil kemungkinannya untuk menjadi depresi dari
waktu ke waktu dibandingkan mereka yang paling tidak patuh pada diet.

Diet mediterania, yang menekankan pada ikan, buah-buahan, dan sayuran,


dengan minyak zaitun sebagai sumber lemak utama, melindungi kognisi
dan dapat meningkatkan kesehatan mental pada individu yang mengalami
depresi.

Diet MIND adalah kombinasi dari diet Mediterania dan DASH dan juga
telah terbukti menjaga kesehatan otak. Ini mungkin kunci dalam
mempertahankan kognisi dan mengurangi risiko demensia.

Pembatasan Diet
Pembatasan makanan hanya diperlukan saat meresepkan penghambat
oksidase monoamine (MAOIs). Makanan tinggi tyramine, yang dapat
menyebabkan krisis hipertensi dengan adanya MAOI, harus
dihindari. Makanan ini meliputi:
a. Keju tua
b. Hati ayam atau sapi yang sudah tua
c. Sosis kering udara dan daging sejenis
d. Alpukat
e. Bir dan anggur (khususnya anggur merah)
f. Buah ara kalengan
g. Kaviar
h. kacang fava
i. Pelunak daging
j. Buah yang terlalu matang
k. Acar atau daging atau ikan yang diawetkan
l. kismis
m. kol parut
n. Pasta udang
o. Krim asam
p. Kecap
q. Ekstrak ragi

Aktivitas fisik dan olahraga berkontribusi pada pemulihan dari gangguan


depresi mayor. Pasien harus diberi konseling tentang pengurangan stres.

Penatalaksanaan Faramakologi
Obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan depresi meliputi:
a. Penghambat reuptake serotonin selektif (SSRI)
SSRI meliputi:
1) Citalopram (Celexa)
2) Escitalopram (Lexapro)
3) Fluoxetine (Prozac)
4) Fluvoxamine (Luvox)
5) Paroxetine (Paxil)
6) Sertraline (Zoloft)
7) Vilazodone (Viibryd)
8) Vortioxetine (Brintellix)

SSRI memiliki keuntungan dari kemudahan pemberian dosis dan


toksisitas rendah pada overdosis. SSRI sangat disukai daripada
kelas antidepresan lain untuk pengobatan anak-anak dan remaja,
dan mereka juga merupakan obat lini pertama untuk depresi yang
muncul terlambat. Rekomendasi ini didukung oleh pedoman APA
2011.
b. Penghambat reuptake serotonin / norepinefrin (SNRI)
SNRI, yang meliputi
1) venlafaxine (Effexor)
2) desvenlafaxine (Pristiq)
3) duloxetine (Cymbalta), dan
4) levomilnacipran (Fetzima)

obat-obat tersebut dapat digunakan sebagai agen lini pertama,


terutama pada pasien dengan sindrom kelelahan atau nyeri yang
signifikan terkait dengan episode depresi. SNRI juga memiliki
peran penting sebagai agen lini kedua pada pasien yang tidak
menanggapi SSRI.

Penggunaan SNRI bersamaan dengan antidepresan lain mungkin


lebih bermasalah. Misalnya, studi Kombinasi Pengobatan untuk
Meningkatkan Hasil Depresi (CO-MED) menemukan bahwa
kombinasi venlafaxine lepas-panjang ditambah mirtazapine
sebenarnya dapat menimbulkan risiko efek samping yang lebih
besar dan tidak mengungguli monoterapi.

c. Antidepresan atipikal
Antidepresan atipikal termasuk
1) bupropion (Wellbutrin)
2) mirtazapine (Remeron)
3) nefazodone
4) trazodone (Desyrel)

Semuanya telah terbukti efektif dalam monoterapi pada gangguan


depresi mayor dan dapat digunakan dalam terapi kombinasi untuk
mengatasi depresi yang lebih sulit.
Namun demikian, kelompok ini juga menunjukkan toksisitas yang
rendah pada overdosis. Selain itu, bupropion memiliki keunggulan
dibandingkan SSRI karena menyebabkan lebih sedikit disfungsi
seksual dan lebih sedikit gangguan GI. Mirtazapine dikaitkan
dengan risiko tinggi kenaikan berat badan, jadi pasien yang diobati
dengan obat ini harus memantau berat badan dengan cermat.

d. Modulator Aktivitas Serotonin-Dopamin (SDAM)


SDAM termasuk:
1) brexpiprazole (Rexulti)
2) aripiprazole (Abilify)

SDAM bertindak sebagai agonis parsial pada reseptor 5-HT1A dan


dopamin D2 pada potensi yang sama, dan sebagai antagonis pada
reseptor 5-HT2A dan noradrenalin alpha1B / 2C. Mekanisme kerja
ini unik dari obat antipsikotik atipikal lainnya.

e. Antidepresan trisiklik (TCA)


TCA meliputi:
1) Amitriptyline (Elavil)
2) Clomipramine (Anafranil)
3) Desipramine (Norpramin)
4) Doxepin (Sinequan)
5) Imipramine (Tofranil)
6) Nortriptyline (Pamelor)
7) Protriptyline (Vivactil)
8) Trimipramine (Surmontil)

TCA memiliki catatan kemanjuran yang panjang dalam


pengobatan depresi. Mereka lebih jarang digunakan karena profil
efek sampingnya dan toksisitasnya yang cukup besar pada
overdosis.

f. Penghambat oksidase monoamine (MAOIs)


MAOI termasuk:
1) isocarboxazid (Marplan)
2) phenelzine (Nardil)
3) selegiline (Emsam)
4) tranylcypromine (Parnate)

Agen ini sangat efektif dalam berbagai gangguan afektif dan


kecemasan. Karena risiko krisis hipertensi, pasien yang
menggunakan obat-obatan ini harus mengikuti diet rendah
tyramine. Efek samping lainnya dapat mencakup insomnia,
kecemasan, ortostasis, penambahan berat badan, dan disfungsi
seksual.

g. Antagonis reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA)


Antagonis reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) esketamin
intranasal (Spravato) telah terbukti meningkatkan depresi yang
resistan terhadap pengobatan dalam hubungannya dengan
antidepresan oral. Mekanisme yang tepat di mana esketamine
memunculkan efek antidepresannya belum sepenuhnya
dipahami. NMDA adalah reseptor glutamat ionotropik. 

h. St. John's wort


St. John's wort ( Hypericum perforatum ) adalah obat herbal yang
dijual bebas. Meskipun St. John's wort dianggap sebagai
antidepresan lini pertama di banyak negara Eropa, obat ini baru
belakangan ini populer di Amerika Serikat. Kegunaannya termasuk
pengobatan gejala depresi ringan sampai sedang, tetapi yang perlu
diperhatikan, obat ini belum terbukti efektif dalam episode depresi
mayor dan tidak dapat direkomendasikan sebagai pengobatan lini
pertama pada depresi sedang.

St. John's wort dapat bertindak sebagai SSRI. Dosis umum adalah
300 mg 3 kali sehari dengan makanan untuk mencegah gangguan
GI. Jika tidak ada respons klinis yang terjadi setelah 3-6 bulan,
dianjurkan untuk menggunakan obat lain.

5. Penanganan Korban Pemerkosaan


Perkosaan sebagai suatu tindakan kekerasan merupakan suatu tindak
kejahatan yang dinilai sangat merugikan dan mengganggu ketentraman
dan ketertiban hidup, terutama bagi korbannya.

Korban perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska


perkosaan yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung
terjadi dan stres jangka panjang. Stres yang langsung terjadi merupakan
reaksi paska perkosaan seperti kesakitan secara fisik, rasa bersalah, takut,
cemas, malu, marah, dan tidak berdaya. Stres jangka panjang merupakan
gejala psikologis tertentu yang dirasakan korban sebagai suatu trauma
yang menyebabkan korban memiliki rasa kurang percaya diri, konsep diri
yang negatif, menutup diri dari pergaulan, dan juga reaksi somatik seperti
jantung berdebar dan keringat berlebihan.

Apabila setelah terjadinya peristiwa perkosaan tersebut tidak ada


dukungan yang diberikan kepada korban, maka korban dapat mengalami
post traumatic stress disorder (PTSD), yaitu gangguan secara emosi yang
berupa mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, depresi,
ketakutan dan stress akibat peristiwa yang dialami korban dan telah terjadi
selama lebih dari 30 hari. Dukungan dari semua pihak sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya PTSD.

Penanganan Korban Pemerkosaan


Korban perkosaan dapat memperoleh dukungan sosial dari teman,
orangtua, saudara, psikolog, pekerja sosial, atau siapa saja yang dapat
mendengarkan keluhan mereka. Orang ini harus mau menjadi pendengar
yang baik serta tidak menghakimi korban dalam arti mereka memiliki
pandangan bahwa kejadian yang menimpa korban bukan terjadi karena
kesalahan korban. Pandangan tersebut penting untuk menumbuhkan rasa
percaya diri korban dan juga kepercayaan korban kepada orang lain
(Taslim, 1995).

Keluarga memiliki peluang yang banyak untuk dapat mendampingi korban


melewati masa-masa ‘kritis’ akibat perkosaan yang dialaminya. Mereka
dapat memberikan dukungan dengan memberikan rasa aman kepada
korban, menerima keadaan korban apa adanya, tidak menyalahkan korban
atas apa yang telah terjadi padanya, bersikap tulus dalam berhubungan
dengan korban baik secara verbal maupun non-verbal (Taslim, 1995). Hal
ini didukung dengan adanya waktu yang dapat diluangkan dan dilalui
bersama korban serta adanya kedekatan secara emosional sebagai sesama
anggota keluarga. Menurut Agaid (2002) keluarga sebagai pihak terdekat
dapat memberikan dukungan bagi korban dengan cara:
a. Mempercayai cerita yang disampaikan oleh korban.
b. Bersikap tenang. Hal ini dapat membantu korban merasa aman.
c. Meyakinkan korban. Keluarga dapat menunjukkan empatinya
terhadap peristiwa yang dialami oleh korban.
d. Mempersiapkan korban terhadap kemungkinan yang akan terjadi
selanjutnya. Korban mungkin memerlukan bantuan dari orang lain
misalnya dokter dan polisi jika ia melaporkan kasusnya
e. Memberi dukungan dan melaporkan perkosaan yang dialami
korban ke pihak yang berwajib.

6. Hukum tentang Pemerkosaan


Seiring makin majunya perkembang- an jaman, makin sarat pula beban
sosial dan beban kriminalitas dalam masyarakat. Perkembangan ini
membawa dampak pada kehidupan sosial dari masyarakatnya, dilain pihak
pada tingkat kemajuan yang sedang dialami, juga membawa dampak
timbulnya berbagai bentuk kejahatan. Bentuk kejahatan dalam hukum
pidana sebagai tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang
oleh peraturan hukum pidana dan disertai dengan adanya sanksi pidana
untuk yang melanggarnya (Bambang Poernomo, 1988: 18). Perbuatan
pemerkosaan merupakan perbuatan kriminal yang berwatak seksual yang
terjadi ketika seseorang manusia memaksa manusia lain untuk melakukan
hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina dengan penis, secara
paksa atau dengan cara kekerasan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
perkosaan berasal dari kata perkosaan yang berarti menggagahi atau
melanggar dengan kekerasan. Sedangkan pemerkosaan diartikan sebagai
proses, cara, perbuatan perkosa atau melanggar dengan kekerasan (Tim
Prima Pena, 2000: 453).

Kata perkosaan berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri,
memaksa, merampas, atau membawa pergi (Hariyanto, 1997: 97). Pada
zaman dahulu tindak pidana perkosaan sering dilakukan untuk
memperoleh seorang istri dan tindak pidana perkosaan tidak hanya
berbentuk persetubuhan namun segala bentuk serangan yang melibatkan
alat kelamin yang dengan cara kekerasan dan pemaksaan oleh pelaku
terhadap korban.

Hukum Pemerkosaan
Tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 285 yang
berbunyi sebagai berikut: ‘’Barang siapa yang dengan kekerasan atau
dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh
dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya dua belas tahun’’.
Dalam pasal 285 KUHP mensyaratkan keharusan adanya persetubuhan
yang bukan istrinya disertai dengan ancaman kekerasan. Perkosaan
ditandai dengan penetrasi penis kepada lubang vagina dalam hubungan
seks disertai dengan ancaman dan kekeraasan fisik terhadap diri korban
oleh pelaku.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang


dinamakan perkosaan adalah :
a. Suatu hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita
tanpa persetujuannya.
b. Persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang
wanita yang dilakukan dengan cara paksaan dan bertentangan
dengan kemauan wanita yang bersangkutan.
c. Perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria
terhadap seorang wanita yang bukan isterinya atau tanpa
persetujuanya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan
DAFTAR PUSTAKA
https://emedicine.medscape.com/article/286759-overview
APA. Practice Guideline for the Treatment of Patients with Major Depressive
Disorder (3rd edition). Accessed May 3, 2011. American Psychiatric
Association.
Rush AJ, Trivedi MH, Stewart JW, et al. Combining Medications to Enhance
Depression Outcomes (CO-MED): Acute and Long-Term Outcomes of a
Single-Blind Randomized Study. Am J Psychiatry. 2011.
Canuso CM, Singh JB, Fedgchin M, Alphs L, Lane R, Lim P, et al. Efficacy and
Safety of Intranasal Esketamine for the Rapid Reduction of Symptoms of
Depression and Suicidality in Patients at Imminent Risk for Suicide:
Results of a Double-Blind, Randomized, Placebo-Controlled Study. Am J
Psychiatry. 2018.
Daly EJ, Singh JB, Fedgchin M, Cooper K, Lim P, Shelton RC, et al. Efficacy and
Safety of Intranasal Esketamine Adjunctive to Oral Antidepressant
Therapy in Treatment-Resistant Depression: A Randomized Clinical Trial.
JAMA Psychiatry. 2018.
http://eprints.undip.ac.id/50217/3/
ARHATYA_MARSASINA_22010112120008_Lap.KTI_Bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai