Gangguan Depresi
Pembimbing:
dr. Evalina Asnawi, Sp.KJ
Disusun oleh:
Syawaluddin Zulfitri Bin Zulkarnain (112017108)
1
PENDAHULUAN
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari
stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan
karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan
baik bisa berakhir dengan bunuh diri.1
Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif berhubungan
dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD) yang berarti banyak orang
tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan psikososial
dari MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali dengan kunjungan ke dokter yang berulang. Dan,
tidak hanya dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat mendiagnosis
depresi. Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis lainnya menunjukkan bahwa
professional kesehatan dan dokter, ataupun internis atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis
atau neurologis atau spesialis lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi
klinis pada pasien.1
2
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah
gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang
terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi
dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan
dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus
ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai
reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun. 2,3
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan
cemas. Gangguan ini biasanya menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan
yang dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari. (National Institute of Mental Health, 2010).
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala
penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu
makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi. (WHO, 2010)
Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih
simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau
ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-TR,
adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi gejala-
gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu
(seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang signifikan, atau
kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun
membutuhkan usaha yang luar biasa besar.2,4,5
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi dari Major Depressive Disorder (MDD) adalah 1,6-
3,1 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan insiden yang besar di
Amerika dan Eropa Barat. Episode depresi meningkat karena perbedaan hormonal pada saat haid
dan menopause, stress psikososial, dan kelahiran anak.1,5
3
Berdasarkan usia, populasi dunia 18-64 tahun, onset depresi antara 24-35 tahun dengan rata-
rata usia 27 tahun. Terdapat beberapa perkembangan yang menyatakan bahwa usia yang lebih
muda onset depresi meningkat. Sebagai contoh, 40% individu dengan depresi memiliki episode
depresi pertama kali pada usia 20 tahun, 50 % episode pertama antara usia 20 sampai 50 tahun,
dan 10% setelah usia 50 tahun.1,5
KLASIFIKASI
Depresi mayor termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut ICD 10 dalam bagian
F30-F39, yakni:
F32 Episode depresif
o F32.0 Episode depresif ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.1 Episode depresif sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
o F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
o F32.8 Episode depresif lainnya
o F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan depresif berulang
o F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
F33.00 Tanpa gejala somatik
F33.01 Dengan gejala somatik
o F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
F33.10 Tanpa gejala somatik
F33.11 Dengan gejala somatik
o F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
o F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
o F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi
o F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
4
o F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
ETIOLOGI
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu dihubungkan oleh
banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada dengan gejala
yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan MDD, tetapi
penemuan terbaru menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah
menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama pada modulasi dari
kehidupan pada proses genetik dan neurobiologi.1,2,5
Genetik
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih besar
untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengan MDD, dengan onset umur dan depresi berulang
memberikan resiko yang lebih besar.1
Faktor Biologi
Norepinephrine dan serotonin adalah dua jenis neurotransmitter yang bertanggungjawab
mengendalikan patofisiologi gangguan alam perasaan pada manusia. Gangguan depresi
melibatkan keadaan patologi di limbic system, basal ganglia dan hypothalamus. Limbic system dan
basal ganglia berhubungan sangat erat, hipotesa sekarang menyebutkan produksi alam perasaan
berupa emosi, depresi dan mania merupakan peranan utama limbic system. Disfungsi
hypothalamus berakibat perubahan regulasi tidur, selera makan, dorongan seksual dan memacu
perubahan biologi dalam endokrin dan imunologi.1,2
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respon klinik anti depresan mungkin
merupakan peran langsung system noradrenergic dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan
reseptot β2-presipnatik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan
pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor β2-presipnatik juga terletak pada neuron
serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggungjawab untuk control
regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin
yang berkurang di celah sinap dikatakan bertanggungjawab untuk terjadinya depresi.1
5
Psikososial
Satu pengamatan yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stress lebih sering mendahului epiode pertama gangguan mood daripada episode
selanjutnya. Satu teori yang diajukan adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan tersebut menyebabkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistme pemberi signal intraneuronal.
Hasil akhir dari perubahan tersebut menyebabkan seseorang berada pada risiko yang lebih tinggi
untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan yang paling berhubungan
dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun.
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan.
GEJALA
Mood yang rendah.
Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan mood yang rendah,
pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang
mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang pada
umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis,
lainnya memperlihatkan respon emosional yang buruk.1
6
Minat.
Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada merupakan salah
satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap
ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual,
keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan
terdekat atau konflik rumah tangga.1,
Tidur
Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik adalah terbangun
dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi tidur dengan
kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi.
Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas
menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum
terjadi pada pasien depresi.1
Tenaga
Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit untuk
memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa berhubungan dengan
kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-
hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah
kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini
atau mereka seperti berjalan di air.1
Rasa bersalah
Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang umum dipikirkan oleh
pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah menginterpretasikan kejadian
sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat
menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang
muncul kembali.1
7
Konsentrasi
Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang sering dialami
oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan permasalahan pada
perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset
dini.1
Aktivitas psikomotor
Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi motorik tanpa adanya
kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi. Kemunduran psikomotor meliputi
sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan
yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan
juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat
duduk diam).1,
Bunuh diri
Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri diharapkan
semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang
dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering
kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan
hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang
matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan
pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif
8
(keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan
rencanakan untuk bunuh diri.1
Gejala lain
Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum pada depresi.
Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam kemarahan dan kesedihan, dan
frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal mood,
dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering menyebabkan berkurangnya
kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan
keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit
kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.1,4
DIAGNOSIS
DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/ major
depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan.1MDD memiliki
karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor. Kriteria diagnosis
menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya dalam
2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang terlihat. Gejala yang muncul
juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan. Akhirnya, bereavement dan
beberapa penyebab gejala depresi harus dapat disingkirkan.1,5
9
b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. tidur terganggu
g. nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah
satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33-).
10
Karakter kelima: F32.10 = tanpa gejala somatik
F 32.11 = dengan gejala somatik
11
F33 Gangguan depresif berulang
Pedoman diagnostik
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
- Episode depresi ringan (F32.0)
- Episode depresi sedang (F32.1)
- Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih
jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang
memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian
afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah
suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan
depresi).
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien
mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk
keadaan ini, kategori ini tetap harus digunakan).
Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh
peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak esensial
untuk penegakkan diagnosis).
12
Karakter kelima : F33.00 = tanpa gejala somatik
F33.01 = dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik
(F32.2); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik
(F32.3); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
13
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di masa
lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode
depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun dalam F30-F39;
dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulanb tanpa gangguan afektif yang bermakna.
14
5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6. Gangguan tidur
7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat badan yang
sesuai
15
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat kambuh,
setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak penyembuhan
paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan
pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.1
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari episode
depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan terapi yang
diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Di bawah merupakan kriteria-kriteria
depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.4
16
tertentu (biasanya musim
gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu
postpartum
DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga
: ringan, sedang, dan berat. DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya berdasarkan efek yang
dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya
gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah
dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi
sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.1
17
The Zhung Self-Rating Depression Scale : Terdiri dari 20 item skala pelaporan. Skor
normal adalah ≤ dari 34, skor depresi adalah ≥ 50. Skala tersebut meliputi indek global
intensitas gejala depresi pasien, termasuk kecenderungan ekspresi dari depresi.
The Raskin Depression Scale : Suatu skala nilai klinik yang mengukur beratnya depresi
pasien, yang dilaporkan oleh pasien dan dokter pengamat, pada 5 poin skala dari tiga
dimensi meliputi verbal, penampilan perilaku dan gejala sekunder. Skala berkisar 3 sampai
13. Skor normal adalah 3, dan skor depresi adalah 7 atau lebih.
The Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D) : Suatu skala depresi yang terdiri dari
24 item, tiap item berkisar antara 0 sampai 4, atau 0 sampai 2 dengan total skor antara 0
sampai 76. Dokter mengevaluasi jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang rasa
bersalah, pikiran bunuh diri, kebiasaan tidur dan gejala lain dari depresi dan penilaian
diperoleh dari wawancara klinik.
PROGNOSIS
Beberapa penermuan sudah difokuskan kepada indikator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam tingkat
kekambuhan pada individu dengan depresi.1,2 Kemungkinan prognosis baik apabila episode
ringan, tidak ada gejala psikotik, indikator psikososial, tidak ada komorbiditas dengan gangguan
psikiatri lain dan tidak lebih dari rawat inap. Kemungkinan prognosis buruk pada depresi berat
bersamaan dengan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, ditemukan gejala gangguan
cemas, ada riwayat lebih dari sekali episode depresi.
TERAPI
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah
terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi ringan
sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit
bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul
daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan
kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain,
atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1
18
Farmakoterapi
Anti depresi
Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine
Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
Golongan MAOI-Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN OXYDASE-A-
(RIMA) : Moclobemide
Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine,
Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram.
Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.4,
19
dalam darah selama beberapa minggu dapat memperburuk episode manik pada saat
perubahan episode dari depresi ke episode manik.
SSRI juga dapat digunakan pada pasien yang tidak berespons dengan pengobatan trisiklik
antidepresan, serta pada pasien yang memiliki daya toleransi yang rendah pada kasus
diskontinuasi obat SSRI dan efek kardiovaskular. Meskipun obat trisiklik antidepresan
mungkin memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi daripada SSRI pada kasus-kasus
depresi mayor yang parah atau pada depresi dengan fitur melankolis, trisiklik antidepresan
kurang efektif pada pengobatan kasus bipolar karena trisiklik antidepresan dapat memacu
episode mania atau episode hipomania.
20
munculnya krisis hipertensi, serta karena MAOI juga memiliki resiko interaksi obat yang
tinggi dengan pengobatan lainnya.
MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan trisiklik
antidepresan.
Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan menghambat autoreseptor
a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin 5-HT3, serta reseptor
hitsamin H-1.
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin – dengan
begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan efek samping minimal.
Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca melahirkan, depresi kronis dan depresi
major dengan gangguan cemas yang resisten terhadap pengobatan lainnya.
Prinsip indikasi untuk antidepresi adalah episode depresi berat. Gejala pertama yang
menjadi pegangan adalah sulit tidur dan gangguan dalam pola makan. Gejala lainnya yang
dapat timbul adalah mengamuk, cemas dan rasa putus asa. Target gejala lainnya termasuk
energy menurun, kurang konsentrasi, tidak berdaya dan menurunnya libido.
Psikoterapi 2,4
Cognitive Behavioural therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan terapi
yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai
pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam proses
terapi. Dengan cara tersebut, pasien sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi masalahnya
dan dengan pemahaman yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk mengatasi
masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :
Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau bicara sendiri
(self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang dialami. Pikiran pikiran
negative tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran pasien, apabila
21
menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif
tersebut perilaku maladaptive yang menambah berat masalahnya.
Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah
interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasarkan atas
kesalahan logika, maka program Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diarahkan untuk
membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Pasien dilatih mengenali
pikiranya, dan mendorong untuk menggunakan ketrampilan, menginterpretasikan secara
lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptive.
Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan
menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses terapi.
Interpersonal Therapy
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-pihak lain
yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap perubahan-
perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya. Banyak dilakukan
terhadap depresi sedang dan berat.
Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan memerlukan tindakan
segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap keadaan bahaya atau penuh risiko dan
dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar tercapai kembali keadaan
seimbang (emotional equilibrium). Dalam terapi ini kita harus secepatnya membina
hubungan interpersonal yang adekuat serta mengerti peran psikodinamik dan hubungannya
terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan yaitu reassurance, sugesti, manipulasi
lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita ajarkan kepada pasien untuk menghindari
situasi yang berbahaya untuk mencegah terjadinya kembali krisis di masa yang akan
datang.
Terapi keluarga
22
Terapi keluarga umumnya tidak digunakan sebagai terapi primer untuk pengobatan
gangguan depresif berat, tetapi semakin banyaknya bukti menyatakan bahwa membantu
seorang pasien dengan gangguan mood menurunkan stress dan menerima stress dapat
menurunkan kemungkinan relaps. Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan
membahayakan perkawinan atau fungsi keluarga pasien atau jika gangguan mood
dikembangkan atau dipertahankan oleh situasi keluarga. Terapi keluarga memeriksa
peranan anggota yang mengalami gangguan mood dalam kesehatan psikologis keseluruhan
keluarga; terapi ini juga memeriksa peranan keseluruhan keluarga dalam mempertahankan
gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki angka perceraian yang tinggi, dan
kira-kira 50% dari semua pasangan melaporkan bahwa mereka seharusnya tidak menikah
dengan pasien atau memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan memiliki suatu
gangguan mood.1
KESIMPULAN
Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami gangguan
depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi motorik, kognitif serta
motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan memicu timbulnya gangguan
depresi mayor satu episode dan depresi mayor berulang. Apabila hal tersebut terjadi maka itu akan
lebih susah untuk ditangani dan akan berujung pada bunuh diri. Ada beberapa sebab-sebab yang
dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi biologis karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu
berkurangnya neurotransmitter, dari sisi psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian
yang rentan terhadap timbulnya depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan
sekitar yang tidak mendukung berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi spiritual adalah
kurangnya keimanan dan ketakwaan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. 1993. Episode Depresi Berat. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan pertama. Jakarta. hal. 137-140.
2. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Available from :
http://www.Major_depressive_disorder.htm
3. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R, Sharpe M,
Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group 2003. p. 10-3.
4. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 1-
89.
5. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Available from :
http://www.mentalhealth.com
6. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon general.
[online]. Update 0n 2012. Available from : http://www.Mental Health.com
24