Anda di halaman 1dari 16

Case Report Session

H ari/ tanggal: K amis/ 21F ebruari 2019

NASKAH PSIKIATRI
F.41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh

Nama Dokter Muda :Insi hidayatul Husna P 2263 B


Athika Rahmawati P 2668 B

Nama Perseptor : dr. Nadjmir, Sp.KJ (K)

BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP. DR. M. DJAMIL
PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder , GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan, timbul sepanjang hari, hampir setiap hari untuk
 beberapa minggu sampai beberapa bulan dan menyebabkan gangguan yang
nyata. Kecemasan tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi
1
khusus tertentu saja (sifatnya mengambang).

Gangguan anxietas menyeluruh terjadi sekitar 1-5% dari populasi umum.


Banyak dari pasien memiliki gangguan lainnya dan memiliki prognosis yang
1,2
lebih buruk saat terjadi bersama komorbid lainnya.

Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling


sering terjadi di masyarakat. Hampir 30 juta orang di Amerika Serikat pernah
mengalami gangguan ini dengan angka kejadian pada wanita dua kali lebih
3
 besar dibandingkan pria.

Prevelensi gangguan anxietas menyeluruh sepanjang hidup sekitar 5


 persen, jarang pada masa remaja sering pada wanita dibandin laki-laki.
Gangguan anxietas menyeluruh sering disertai komorbid depresi berat atau
4
dengan spektrum anxietas lainnya.

Ganguan ansietas merupakan masalah bagi pasien dan dokter. Walaupun


gangguan cemas sering terjadi, seringkali tidak diketahui dan tidak terdiagnosis.
Pasien kadang tidak menyeburkan gejala yang mereka rasakan, atau fokus pada
keluhan somatik dan tidak menyebutkan rasa cemas. Jika pasien tidak
menyebutkan penyebab ansietas, kebanyakan dokter fokus pada masalah fisik
dan keluhan somatik. Dokter harus sadar akan gangguan ini dan melakukan
skrinning dan diagnostik yang adekuat.2
Gangguan kecemasan dapat dilihat sebagai bagian dari gangguan mental
terkait, yang dapat diklasifikasikan dalam Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III yaitu : (1) gangguan ansietas fobik (agoraphobia, fobia
sosial, fobia khas(terisolasi), gangguan ansietas fobik lainnya dan ganguan
ansietas fobik YTT), (2) Gangguan ansietas lainnya (ganguan panik, gangguan
anxietas menyeluruh, gangguan campuran ansietas dan depresi, gangguan
ansietas campuran lainnya, gangguan ansietas lainnya YDT, gangguan ansietas
5
YTT.

Pada pasien gangguan cemas seringkali datang berobat akibat munculan


gejala somatik yan dirasakannya. Keluhan tersebut antara lain nyeri atau tegang
otot, sakit kepala, sakit pinggang, gangguan saluran cerna, masalah tidur, dan
kelelahan. Gangguan ansietas juga berhubungan dengan beberapa penyakit
medis seperti penyakit tiroid dan penyakit paru. Sebuah penelitian menyebutkan
 pasien dengan gangguan ansietas memiliki kecenderungan menderita penyakit
somatik seperti asma, penyakit jantung, sakit pinggang, ulser, migrain, dan
masalah mata.1
Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, EKG, dan tes
fungsi tiroid. Klinisi perlu menanyakan adanya intoksikasi kafein,
 penyelahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik
sedatif, dan ansiolitik. 3
Dalam laporan kasus ini, akan dibahas lebih mendetail mengenai
gangguan anxietas menyeluruh, yakni mencakup definisi, epidemiologi,
etiologi, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, serta
 prognosis, laporan kasus, serta analisis kasus.

1.2 Batasan Masalah


CRS ini membahas tentang definisi, faktor risiko, epidemiologi,
 patofisiologi dan etiologi, manifestasi klinis, kondisi medis yang dapat
menyebabkan ansietas, obat-obat yang dapat menyebabkan ansietas, diagnosis,
diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis gangguan ansietas menyeluruh
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan CRS ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan
 pembaca mengenai definisi, faktor risiko, epidemiologi, patofisiologi dan
etiologi, manifestasi klinis, kondisi medis yang dapat menyebabkan ansietas,
obat-obat yang dapat menyebabkan ansietas, diagnosis, diagnosis banding,
tatalaksana, dan prognosis gangguan ansietas menyeluruh

1.4 Metode Penulisan


CRS ini disusun berdasarkan pada studi kepustakaan yang merujuk pada
 berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut DSM-IV yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah
suatu keadaan ketakutan atau kecemasan yang berlebih-lebihan, dan menetap
sekurang-kurangnya selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau
aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan
 bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi - fungsi lainnya. Ansietas sulit
dikendalikan, secara subjektif menimbulkan penderitaan dan mengakibatkan
hendaya pada bagian penting kehidupan seseorang. 4,  Kecemasan yang dirasakan
sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial dan pekerjaan.6,7
Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang
 berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan
selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan
depresi.6

2.2 Epidemiologi
Prevelensi gangguan anxietas menyeluruh sepanjang hidup sekitar 5
 persen, jarang pada masa remaja sering pada wanita dibandingkan laki-laki.
Gangguan anxietas menyeluruh sering disertai komorbid depresi berat atau dengan
spektrum anxietas lainnya.7
 National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu diantara empat orang,
memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan cemas dengan angka prevalensi
sebesar 17,7% dalam satu tahun. Angka prevalensi untuk gangguan anxietas
menyeluruh adalah 3-8% , dengan prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%.
Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul
 pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup tinggi
 pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan yang paling sering
ditemukan pada usia tua. 3,8
2.3 Etiopatogenesis
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga
menyebabkan terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut
antara lain :
1. Kontribusi Ilmu Psikologi
Tiga teori utama yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah
memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing
memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan
kecemasan.4
a. Teori psikoanalitik 
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari
 penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan
sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego
digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan
yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran.4
Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk
menghilangkan kecemasan semua tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan,
yaitu, kemampuan untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya sebagai
sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya.
Kecemasan muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup
dan, meskipun agen psychopharmacological mungkin memperbaiki gejala, mereka
mungkin tidak melakukan apapun untuk mengatasi situasi hidup atau berkorelasi
internal yang telah mendorong keadaan kecemasan. 4
Untuk memahami sepenuhnya kecemasan pasien dari pandangan
 psikodinamik, seringkali berguna untuk berhubungan kecemasan atas masalah-
masalah perkembangan. Pada tingkat awal, kecemasan disintegrasi mungkin ada.
Kecemasan ini berasal dari ketakutan bahwa fragmen kehendak diri karena orang
lain tidak menanggapi dengan penegasan diperlukan sebagai validasi. Kecemasan
 persecutory  dapat dihubungkan dengan persepsi bahwa diri sedang diserbu dan
dimusnahkan oleh suatu kekuatan jahat dari luar. Sumber lain dari kecemasan
melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau persetujuan orang tua atau
kekasih. Pada tingkat yang paling dewasa, superego kecemasan berhubungan
dengan perasaan bersalah tentang tidak memenuhi standar diinternalisasi perilaku
moral yang berasal dari orang tua.Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik
dapat menjelaskan tingkat utama dari kecemasan yang menangani seorang pasien.
Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa tingkat
 perkembangan yang bervariasi.4
 b. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan
lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis dibesarkan
oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia
melihat ayahnya yang kasar. Melalui generalisasi, dia mungkin akan percaya
semua orang. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat
mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkungan,
4
seperti orang tua cemas.

c. Teori eksistensial
Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan
umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas
yang sifatnya kronis. Konsep utama teori eksistensial adalah bahwa perasaan
orang pengalaman hidup di alam semesta tanpa tujuan. Kekhawatiran eksistensial
tersebut dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.4
d. Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negatif pada
lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang
sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.5
e. Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien
GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga
tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan
 penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar
monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik. 6
adrenergik antagonis reseptor (misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu
serangan panik yang sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres),
sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam beberapa
situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang konsisten adalah bahwa
 pasien dengan gangguan kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan
serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-
hydroxyphenylglycol (MHPG).4
d. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis
Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis
meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol.Kortisol berfungsi untuk
memobilisasi dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi untuk
gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan memori;
 penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan dari respon
kekebalan.Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek
samping yang serius, termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi
insulin, dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit
kardiovaskular. Perubahan dalam hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) fungsi
sumbu telah dibuktikan dalam PTSD. Pada pasien dengan gangguan panik, tumpul
hormon adrenocorticoid (ACTH) terhadap berbagai corticotropin- releasing factor
(CRF) telah dilaporkan dalam beberapa penelitian dan tidak pada orang lain.4
e. Corticotropin-releasing hormone (CRH)
Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH
mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi selama
stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan stres,
mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan pelepasan kortisol
dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat berbagai fungsi
neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin
untuk pertumbuhan dan reproduksi.4
f.Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran
serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai jenis hasil stres akut
 pada omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) meningkat pada korteks prefrontal,
amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya
didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapi
dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di
OCD.Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor,
dalam pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya
hubungan antara serotonin dan kecemasan.Badan sel neuron serotonergik
kebanyakan terletak di inti raphe di batang otak dan sel  –  sel yang menuju ke
korteks, sistem limbik (khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP),
obat serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan
serotonin, menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan
kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen
dan stimulansia misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-
methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan perkembangan
4
gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat ini.
g. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan
golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor
GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan.
Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk
mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat  –  obat
golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif
dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil
(Romazicon), menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan
gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa
 beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari
reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti secara
langsung.4
h. Aplysia
Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan didasarkan pada
studi Aplysia californica, oleh pemenang Hadiah Nobel Eric Kandel, MD Aplysia
adalah siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan menghindar, menarik diri
ke dalam cangkangnya.Perilaku ini dapat dikondisikan secara klasik, sehingga
siput merespon stimulus netral seolah-olah itu stimulus berbahaya.Siput juga bisa
menjadi peka dengan guncangan acak, sehingga menunjukkan respon walaupun
dengan tidak adanya bahaya nyata.Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan
 perubahan terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi peningkatan
 pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan sederhana,
karya ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia
kompleks yang berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia. 4
i.  Neuropeptida Y
 Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan
salah satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia. Bukti yang
menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan
mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi counter
 pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam ekspresi
kecemasan, ketakutan, dan depresi. Studi awal dalam tentara operasi khusus di
 bawah tekanan yang ekstrim pelatihan menunjukkan bahwa tingkat NPY tinggi
 berhubungan dengan kinerja yang lebih baik. 4
 j. Galanin
Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30
asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi fisiologis dan
 perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan,
kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir kecemasan. Sebuah
galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal dari LC innervasi otak
depan dan struktur otak tengah, termasuk hippocampus, hipotalamus, amigdala,
dan korteks prefrontal. Studi pada tikus telah menunjukkan bahwa galanin dikelola
terpusat memodulasi kecemasan terkait perilaku. Galanin dan agonis reseptor
4
 NPY mungkin menjadi target baru untuk pengembangan obat anti ansietas.

2.4 Gambaran Klinis


Gejala utama dari gangguan anxietas menyeluruh adalah ansietas,
ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan kesiagaan kognitif. Kecemasan
 bersifat berlebihan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan pasien.
Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala.
Hiperaktivitas autonom timbul dalam bentuk pernapasan yang pendek,
 berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga
kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas. 2
Pasien GAD biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatic,
atau datang ke dokter spesialis karena gejala spesifik seperti diare kronik. Pasien
 biasanya memperlihatkan perilaku mencari perhatian. Sebagian pasien menerima
diagnosis GAD dan terapi yang adekuat, dan sebagian lainnya meminta konsultasi
medik tambahan untuk masalah-masalah mereka. 9

2.5 Diagnosis
Kriteria diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III:
 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagi gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus (sifatnya “free
floating” atau “mengambang”).5
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit konsentrasi, dsb)
 b. Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai)
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
 berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing, mulut kering,
dsb).5
 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang
menonjol. 5
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),

khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas


menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif-
kompulsif.5
7
:
Kriteria diagnosis menurut DSM V

Diagnosis bandingnya mencakup semua gangguan medis yang dapat


menyebabkan ansietas. Pemeriksaan medis secara lengkap perlu dilakukan
mencakup uji kimia darah standar, EKG, dan uji fungsi tiroid untuk
menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulant, putus
alcohol dan putus obat sedative hipnotik.4
Pemeriksaan status mental dan anamnesis perlu dilakukan untuk menggali
kemungkinan gangguan panik, fobia, dan gangguan obsesif kompulsif.
Kemungkinan diganostik lain adalah gangguan penyesuaian dengan ansietas,
hipokondriasis, gangguan deficit-atensi/hiperaktivitas dewasa, gangguan
somatisasi, dan gangguan kepribadian. 4
2.6 Tatalaksana
2.6.1 Tatalaksana Farmakologi
Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai
dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi.
Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
mencegak efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu,
dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu.3
Buspiron
Buspiron efektif pada 60-80% penderita gangguan ansietas menyeluruh.
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala
somatik pada gangguan ansietas menyeluruh. Tidak menyebabkan withdrawal.
Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat
 bukti bahwa penderita gangguan ansietas menyeluruh yang sudah menggunakan
 benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan buspiron. Dapat
dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin dengan buspiron kemudian
dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu disaat efek terapi buspiron
sudah mencapai maksimal.3
SSRI ( Selective serotonin re-uptake inhibitor  )
Sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik dari pada
fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan ansietas sesaat. SSRI
selektif terutama pada pasien gangguan ansietas menyeluruh dengan riwayat
depresi.9

2.6.2 Tatalaksana Non Farmakologi


Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung.
Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
 biofeedback.3
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien perempuan 68 tahun datang ke Poliklinik Dewasa RSJ HB.
Saanin Padang. Berdasarkan wawancara psikiatri pada tanggal 17 Januari 2019
didapatkan adanya keluhan cemas dan berdebar debar saat mendengar suara ketukan
 pintu, langkah kaki maupun suara suara yang tiba tiba berbunyi termasuk klakson
mobil maupun motor. Hal ini sesuai dengan poin diagnostik untuk penyakit gangguan
ansietas menyeluruh. Dari anamnesis didapatkan penderita menunjukkan gejala-gejala
yang berkaitan dengan gangguan anxietas menyeluruh sejak 2 tahun yang lalu. Cemas
dirasakan hampir sepanjang hari dan tidak terbatas pada suatu situasi tertentu.
Dari anamnesis didapatkan penderita menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan

gangguan anxietas menyeluruh sejak 9 bulan yang lalu. Cemas dirasakan hampir

sepanjang hari dan tidak terbatas pada suatu situasi tertentu, pasien juga kesulitan untuk

konsentrasi karena kecemasan yang diarasakannya. Ketegangan motorik berupa nyeri

kepal, gemetar dan kegelisahan. Overaktifitas autonomik seperti berkeringat dingin, dada

 berdebar-debar. Penderita bersifat kooperatif saat menjawab berbagai pertanyaan yang

diajukan dan tidak bersifat menghindar. Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya

kelainan. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnostik PPDGJ III untuk gangguan cemas

menyeluruh.

Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik gangguan cemas menyeluruh ialah


 penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau
hanya menonjol pada keaadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya „ free
floating’ atau mengambang).6
Untuk diagnosis aksis II, berdasarkan autoanamnesis dan aloanamnesis pasien
tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian maupun retardasi mental pada pasien.
Pada pasien ini tidak terdapat masalah dengan  primary support group  (keluarga).
Terdapat beberapa gejala sementara dan dapat diatasi, dan disabilitas ringan dalam
sosial. sehingga pada aksis V berdasarkan penilaian GAF (Global Assesment of
 Functional Scale) saat ini pasien berada pada nilai 80-71
Pasien sudah mengalami keluhan sejak 9 bulan yang lalu dan rutin kontrol ke
Poli Dewasa RSJ HB Saanin Padang. Pasien mendapatkan obat Buspirone 10 mg 3x1/2
diberikan pada pasien, obat ini tergolong sebagai kelas ansiolitik yang bekerja
mempengaruhi kinerja senyawa organik otak yaitu neurotransmitter. Buspirone efektif
 bekerja sebagai transquilizer dengan cara meningkatkan serotonin pada otak dan
menurunkan dopamine otak bila diberikan bersamaan dengan benzodiazepine dengan
tapering off setelah 2-3 minggu pemberian.3,4,5  Nitrazepam 5 mg 1x1 diberikan pada
malam hari, obat ini merupakan obbat anti ansomnia golongan benzodiazepine dimana
merupakan golongan obat short acting. Pada pasien juga dilakukan psikoterapi berupa
 psikoterapi suprotif, psikoedukasi, dan kepada keluarga pasien dilakukan psikoedukasi
dan penjelasan agar mensuport dan memantau kepatuhan pasien mengkonsumsi obat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor. Sinopsis


  Psikiatri. Edisi ketujuh. Jilid Satu : Phyladelphia. Hal.1-8.
2. Hutagalung, Evalina Asnawi. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas.
[Internet] 2007 [cited 2018 April 19]. Available from : http://gangguan_anxietas.htm
3. Saddock BJ, Saddock VA. Anxiety disorder. In : Kaplan Saddock’s Synopsis of
Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth Edition.. New York:
Lippincott Williams & Wilkins: 2007;Pg 580-8.
4. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas (PPDGJ-III).
Gangguan Anxietas : Gangguan Cemas Menyeluruh. FK-Unika Atmajaya : Jakarta.
2001. Hal. 74.
5. DSM IV-TR.  Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders (DSMIV-TR).
Washington DC: American Psychiatric Association.American Psychological
Association. 2000.
6. Shear, Katherine M. Anxiety Disorders “Generalized Anxiety Disorder” in : Dale
DC, Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition. Washington: WebMD Inc. :
2007.
7. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2013.
8. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE. Lifetime
 prevalence and age-of-onset distributions of DSM-IV disorders in the national
comorbidity survey replication. Arch Gen Psychiatry. 2005; 62(6):593-602
9. Saddock BJ, Saddock VA. Anxiety disorder. In : Kaplan Saddock‟s Synopsis of
Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth Edition.. New York:
Lippincott Williams & Wilkins: 2017;pg 4424-4426.

Anda mungkin juga menyukai