ILMU RADIOLOGI
Penerbit : UNISSULA PRESS
BUKU PEDOMAN BELAJAR ILMU RADIOLOGI
Edisi : Kedua
Cetakan : Kedua
ISBN : 978-602-1145-51-7
No. Dokumen : PRO-SA-K-PSPD-013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar iii
Sambutan Direktur RSI-SA v
Daftar Isi vii
Hubungan Dengan Modul PreKlinik Sebelumnya ix
Cara Menggunakan Buku Pedoman Belajar x
Gambaran Area Kompetensi dan Learning Outcome xi
Daftar Kompetensi Berdasarkan Kasus xii
Daftar Kompetensi Ketrampilan Klinik xv
Topik Tree xvii
BAB I Dasar Radiografi 1
BAB II horak
T 1 1
1. TB Paru 1 3
2. Tumor Paru 1 6
3. Bronchopneumonia 16
4. Pneumonia 17
5. Bronchitis 18
6. Bronchiectasis 19
7. Pneumothorax 20
8. Efusi Pleura 21
9. Atelektasis 23
10. Emfisema 25
11. Edema Pulmonum 25
12. Hipertensi Heart Disease 28
13. Sesak Nafas 29
14. Kelainan Jantung 30
RADIOLOGI
G. Pneumothorax
6. Fraktur D.
Costa
Kelainan
Degeneratif
45 E. Kelainan di
H. Efusi Pleura7. Tumor Tulang
E. Infeksi 45
Uretra
HUBUNGAN DENGAN MODUL
PREKLINIK SEBELUMNYA
1. Modul pencernaan
2. Modul pernafasan
3. Modul kardiovaskuler
4. Modul enterohepatik
5. Modul pendengaran, penciuman dan tenggorokan
6. Modul penglihatan
7. Modul kegawatdaruratan medik
8. Modul saraf dan reseptor sensori
9. Modul reproduksi
10. Modul urogenitalia
11. Modul gerak dan musculoskeletal
CARA MENGGUNAKAN PEDOMAN BELAJAR
Buku ini adalah buku pedoman untuk mempelajari
Radiologi saat stase di Bagian Radiologi. Kompetensi yang
tercakup dalam buku pedoman ini adalah kompetensi minimal
yang harus anda kuasai saat anda belajar di tingkat
pendidikan klinik.
Buku ini tersusun dalam 8 Bab yaitu:
Bab I. Dasar Radiografi
Bab II. Thorak
Bab III. Tulang
Bab IV. Urogenital
Bab V. Gastrointestinal
Bab VI. Neuroimaging
Bab VII. Radioterapi
Bab VIII. Patient Safety
Proses Administrasi
Area Ketrampilan klinis
- Mampu memilih prosedur pemeriksaan radiologi sesuai
dengan masalah pasien.
Jenis Pemeriksaan
- Melakukan prosedur pemeriksaan radiologi sesuai dengan
kebutuhan pasien dan kewenangannya.
Foto Polos dan CT USG MRI Kedokteran Nuklir
- Melakukan pemeriksaan penunjang radiologi untuk
dengan Kontras
penapisan penyakit.
Fluoroskopi
Persiapan
Area mawas diri dan pengembangan diri
- Menyadari kemampuan dan keterbatasan diri berkaitan
Positioning
dengan praktik kedokterannya dan berkonsultasi bila
diperlukan.
Pemotretan
- Mengelola umpan balik hasil kerja sebagai bagian dari
pelatihan dan praktik.
Processing
Basah Kering
Interpretasi
I. Dasar Radiografi
A. Mengetahui proses pembuatan radiograf.
B. Mengetahui modalitas yang dipakai untuk
pemeriksaan Radiologis.
1. Foto Polos.
2. Foto dengan Kontras.
3. USG.
4. Mamografi.
5. CT-Scan.
6. Angiografi.
Batuk, sesak nafas
Thorak
7. Kedokteran Nuklir.
8. MRI.
Anak-anak Dewasa
C. Mengetahui persiapan, positioning, dan processing.
Paru Jantung
Foto Thoraks AP/PA dan lateral Foto Thoraks AP/PA dan lateral
II. Thorak
(-)
A. Tuberkulosis (Tb) paru.
(+)
Cor analysa
(+) (+)
Polos PA dan lat
B. Tumor.
TERAPI
Lihat keterangan C. Bronchopneumonia.
D. Pneumonia.
USG/Echocardiograf
EvaluasiE.
Perkembangan
Bronchitis. Klinis, Laboratoris, Radiologis
F. Bronchiectasis.
G. Pneumothorak.
H. Corpus alienum.
I. Effusi pleura.
J. Atelektasis.
K. Emfisema.
L. Edema pulmonum.
M. Hipertensi Heart Disease.
N. Tetralogy of Fallot.
O. Kelainan jantung didapat.
III. Tulang
A. Trauma.
1. Fraktur tulang kepala.
2. Fraktur tulang ekstremitas.
3. Fraktur tulang vertebra.
4. Fraktur tulang Costa.
5. Dislokasi, luksasi.
B. Tumor.
1. Osteosarcoma.
2. Osteochondroma.
C. Infeksi.
1. Osteomyelitis.
2. Spondilitis.
D. Degeneratif.
1. Spondilosis.
IV. Urogenital
A. Nyeri pinggang dengan hematuria.
Kepala :FotoAP, lateral
1.2Batu
posisi Saluran
AP, Kemih.
lat.bila perlu bone scan
2. Trauma Ginjal.
kepalaCurigaB.brain
Retensio
defect Urine.
vertebrata extremitas
1. Vesikolithiasis.
2. Uretrolithiasis.
CT Scan kepala
Curiga brain defect RO tambahan oblik ka/ki sendi
3. Struktur uretra.
C. Massa abdomen dongan hematuria.
CT scan 1. Tumor
Curiga defect Ginjal.
pada DIV, FIV, lamina Special view + MRI
V. Gastrointestinal
A. NyeriEvaluasi
abdomenpost terapi
dengan mual atau muntah.
1. Cholesistitis.
2. Cholesistolithiasis.
3. Ileus.
B. Ikterik.
1. Batu di traktus biliaris.
2. Hepatoma.
3. Sirosis hepatis.
C. Nyeri abdomen dengan diare.
1. Colitis.
2. Tumor colon.
VI. Neuroimaging
A. Trauma.
1. Contusio.
2. Perdarahan epidural.
3. Perdarahan subdural.
4. Perdarahan subarachnoid.
B. Stroke.
1. Stroke haenorrhagic.
2. Stroke nonhaemorrhagic.
VII. Radioterapi
A. Dasar-dasar radioterapi.
B. Radioterapi pada keganasan.
1. Ca. Mammae.
2. Ca. Nasopharink.
3. Ca. serviks
sendi
Special view + MRI
Target
No Curiga defect
Daftarpada DIV, FIV, lamina
Kompetensi
Kompetensi
MRI
1 Mengetahui proses pembuatan
2
Radiograf
Evaluasi post terapi
2 Mengetahui modalitas yang dipakai 2
untuk pemeriksaan radiologi ( Foto
Polos, Foto dengan Kontras, USG,
Mammografi, CT-Scan, Arteriografi,
Kedokteran Nuklir, MRI )
3 Mengetahui dan mengerti foto toraks 3
4 Mengetahui dan mengerti foto tulang 3
5 Mengetahui foto urogenital 3
6 Mengetahui dan mengerti foto 3
gastrointestinal
7 Menentukan permintaan jenis foto 4
sesuai gejala klinis dengan
menyertakan hasil pemeriksaan
klinis untuk menegakkan diagnosis
8 Memahami deskripsi (expertise) 3
yang dibuat dokter spesialis
Radiologi
9 Mengetahui dan mengerti 2
Radioterapi
Keterangan :
Target tingkat kompetensi ( Level of Competence ) dibagi
menjadi 4 yaitu :
1. Mengetahui dan menjelaskan secara teoritis.
2. Memahami dan melihat / pernah mendemonstrasikan pada
pasien mengerjakan prosedur pada laboratorium
ketrampilan.
3. Melakukan secara terbatas pada pasien / model dibawah
supervisi atau dalam suasana latihan.
4. Melakukan secara mandiri dan rutin pada pasien dalam
Rontgen
situasi foto
klinik vertebra : AP -
nyata.
LAT
Buku Pedoman Belajar Ilmu Radiologi | ii
BAB I
DASAR-DASAR RADIOGRAFI
1. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
1. Mampu mengetahui
Rontgen proses pembuatan radiograf.
vertebra AP-LAT
2. Mampu mengetahui modalitas yang dipakai untuk
pemeriksaan radiologis.
Rontgen foto tambahan obliq
3. Mampu mengetahui persiapan dan posisioning.
Curiga spinal stenosis
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
CT Scan KHUSUS
1. Mampu mengetahui prinsip kerja radiologi konvensional,
yangada
Curiga meliputi : sifat
degenerative sinar-X,
discus, HNP proses pembentukan citra
radiograf, proteksi radiasi, densitas citra radiograf, dan
fluoroskopi. MRI
2. Mampu mengetahui prinsip kerja Computed Tomography
(CT).
3. Mampu mengetahui prinsip kerja ultrasound (USG).
4. Mampu mengetahui prinsip kerja Magnetic Resonance
Imaging (MRI).
5. Mampu mengetahui prinsip kerja Kedokteran Nuklir
(Nuclear Medicine)
CT SCAN.MRI
Sendi
Plain
Rontgen foto
foto : AP,
thorak
Plain foto lateral
:kondisi
AP, tulang AP dan
Lateral
lateral
Rontgen fotoCT Scan,
tambahan Bone
oblique atau tangensial
CT Scan
(Au-Yong,
Curiga defectscanning
2010;
bisa Granger,
dilakukan 2008;
bone scanning Gunderman, 2006;
Harisinghani and Chen, 2011; Herring, 2016; Sekjen
Kemenkes - RI. 2010)
(Gunderman, 2006)
Lima densitasFollow
dasaruppada radiografi konvensional
Tindakan Follow up Follow up
RPG APG Tindakan Renogram Stop
(Gunderman, 2006)
PROTEKSI RADIASI
Terdapat beberapa cara untuk mengurangi radiasi pengion
saat pemeriksaan radiologi, antara lain:
1. Pemeriksaan radiologi harus dipastikan sesuai indikasi
2. Hindarai pemeriksaan radiologi yang tidak perlu pada kasus
yang lebih dapat dinilai melalui modalitas pencitraan yang
tidak menggunkaan radiasi pengion, misal USG atau MRI.
3. Mengurangi dosis radiasi yang dipaparkan kepada pasien,
dengan cara mengoptimalisasi faktor teknik seperti sumber
sinar X dan detektor, mencegah paparan sinar X berulang
oleh karena gerakan pasien, dan mengurangi durasi saat
dilakukan pemeriksaan fluoroskopi.
4. Langkah – langkah ini juga dapat mengurangi dosis radiasi
yang diterima oleh pekerja radiologi, selain proteksi diri
dengan menggunakan alat pelindung diri (contoh lead
aprons), menjaga jarak dari area yang memungkinkan
terdapat paparan radiasi hambur.
(Gunderman, 2006; Herring, 2016)
PRINSIP KERJA CT
CT scan menggunakan gantry dengan pancaran sinar-X dan
detektor multipel yang berrotasi dari berbagai arah, yang
kemudian diproses melalui komputer dan menghasilkan
potongan-potongan gambar 2D yang sangat banyak, dan
gambar ini bisa dibentuk dari 3 proyeksi yang berbeda
sehingga dapat dibentuk ulang menjadi gambar 3D.
Gambar CT terdiri dari ribuan matriks persegi yang sangat
kecil, yang disebut pixels. Setiap pixels ini memiliki CT number
dari −1000 hingga +1000 dengan satuan Hounsfield units
(HUs), dinamakan sesuai penemu CT scanner pertama kali
yaitu Sir Godfrey Hounsfield (yang kemudian mendapat
penghargaan Nobel dalam bidang kesehatan pada tahun 1979
bersama Allan Cormack).
CT number ini akan bervariasi nilainya tergantung densitas
jaringan dan hal ini menunjukkan seberapa banyak sinar-X
yang terabsorbsi oleh jaringan tersebut. Semakin tinggi
densitas suatu jaringan maka sinar-X yang terabsorbsi akan
semakin tinggi sehingga memiliki CT number yang tinggi pula,
atau yang disebut dengan atenuasi yang tinggi, dan tampak
sebagai densitas yang lebih putih pada gambar. Sebaliknya
semakin rendah densitas maka sinar-X yang terabsorbsi akan
semakin rendah sehingga menghasilkan gambar dengan
atenuasi yang rendah, atau tampak lebih hitam.
BAB II
THORAKS
A. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
1. Mampu mengetahui dan mengerti foto thoraks dan bagian-
bagiannya yang harus diamati.
2. Mampu mengetahui jenis foto yang diminta sesuai dengan
gejala klinis (yang disertai hasil-hasil pemeriksaan fisik
dan laboratorium).
3. Mampu mengetahui expertise foto radiologis yang dibuat
dokter spesialis radiologi, sehingga bisa menganalisis
diagnosis penunjang radiologi dan tidak membuat
expertise.
4. Mampu menganalisis hubungan diagnosis klinis, hasil
pemeriksaan fisik, laboratorium dan hasil expertise foto
radiologis.
C. ALUR RADIODIAGNOSTIK
1. TB PARU
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
Sama dengan alur radiodiagnostik
b. Gambaran Radiologis
1) TB Paru primer
Gambaran radiologis Thorak :
a) Infiltrat (Area konsolidasi ® ghon focus)
b) Penebalan sistima aliran limfe
Limphadenopathy hilus
c) Effusi pleura
3) Penjelasan
TB paru dibagi menjadi :
a) TB Paru primer
TB primer terjadi karena infeksi
melalui inhalasi oleh mycobacterium TB,
biasanya pada anak-anak, gambaran
rontgen akibat penyakit dapat berlokasi di
mana-mana tetapi sarang dalam parenkim
paru sering disertai limfadenopati regional
(kompleks primer). Komplikasi yang mungkin
: pleuritis, atelektasis.
b) TB Paru Post primer
Bersifat kronis, biasa terjadi pada
orang dewasa. Saat ini pendapat umum
menyatakan bahwa TB post primer terjadi
karena timbulnya reaktivasi/ re-infeksi
seseorang yang pernah menderita TB primer
tetapi tidak diketahui dan sembuh sendiri.
Sarang-sarang biasanya di lapangan atas
dan segmen apical lobus bawah, biasa
disertal pleuritis, jarang disertai
limfadenopati.
4) Contoh Kasus
Seorang laki – laki umur 25 tahun, keluhan
panas malam hari, batuk berdahak bercampur
darah. Batuk sudah lebih dari 1 bulan, penderita
merasa berat badan semakin menurun. Pergi ke
dokter dan di beri pengantar untuk dilakukan foto
torak, hasil foto thoraks adalah TB Paru lesi
minimal.
b. Gambaran Radiologis
Plain foto : Perselubungan semiopaq, letak
bisa di perifer maupun disentral, bentuk bulat/loval,
bergelombang atau diffus, batas tegas atau tidak
tegas, dengan atau tanpa kalsifikasi, soliter atau
multipel, ukuran bisa kecil (<4 cm) atau besar (>
4cm), jika ganas bisa mengakibatkan atelektasis,
pembesaran hilus unilateral, emfisema lokal, effusi
pleura, destruksi tulang di sekitarnya.
(Kusumawidjaja K, 2005c; McLoud and Boiselle. 2010;
Patel PR, 2007a; Grainger and Allison, 2008; Müller and
Silva, 2008; Herring, 2016; Harisinghani, Chen, 2011)
3. BRONCHOPNEUMONIA
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
Sama dengan alur radiodiagnostik
b. Gambaran Radiologis
Gambaran radiologis bronchopneumonia Thorak:
1) bercak-barcak infiltrat
2) airbronchogram (+/ -)
c. Penjelasan
Pada foto thorak proyeksi PA posisi erect tampak:
1) Gambaran semiopak menyebar di lapangan paru
unilateral atau bilateral atau sebatas segmen
paru saja berbentuk bercak-bercak dengan
ukuran bervariasi dan batas tidak tegas.
2) Air bronkogram (+), yang merupakan gambaran
udara di sistema airway karena adanya infiltrat di
peribronkial
3) Batas jantung mengabur (silhoutte sign), apabila
ada infiltrat di parakardial
(Budjang N, 2005; McLoud and Boiselle. 2010; Patel PR,
2007a)
4. PNEUMONIA
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
Sama dengan alur radiodiagnostik
b. Gambaran Radiologis
Thorak :
Pneumonia lobaris : gambaran radioopak atau
konsolidasi yang melibatkan sebagian atau seluruh
lobus, air bronkogram (+)
Bronkopneumonia : gambaran konsolidasi multifokal
dapat bilateral.
Atypical pneumonia : opasitas heterogen focal
ataupun diffuse dapat berupa gambaran reticular
ataupun reticulonodular.
(Budjang N, 2005, Patel PR, 2007a; Goodman PC,
2008)
c. Penjelasan
Pneumonia adalah peradangan paru yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, jamur,
bahan kimia, lesi kanker dan radiasi ion.
24 jam pertama setelah terinfeksi biasanya
belum terlihat kelainan pada X Foto thoraks. Tapi
pada keadaan pneumonia lobaris akan terlihat
gambaran konsolidasi yang lebih cepat pada segmen
pulmonal.
d. Contoh Kasus
Seorang laki – laki usia 30 tahun bekerja
sebagai buruh bangunan, keluhan panas tinggi
mendadak, sesak, batuk, pergi ke dokter diberi
pengantar untuk foto thoraks. Hasil foto adalah
Pnemonia.
Ada berapa macam gambaran radiologi
Pnemonia, masing–masing gambaran radiologinya
bagaimana?
Jawab : Ada 3 macam yaitu :
pneumonia lobaris : gambaran radioopak atau
konsolidasi yang melibatkan sebagian atau seluruh
lobus, air bronkogram (+).
Bronkopneumonia : gambaran konsolidasi multifocal
dapat bilateral.
Atypical pneumonia : opasitas heterogen focal
ataupun diffuse dapat berupa gambaran reticular
ataupun reticulonodular.
(Budjang N, 2005, Patel PR, 2007a; Goodman PC, 2008;
Grainger and Allison, 2008; Müller and Silva, 2008;
Herring, 2016; Harisinghani, Chen, 2011)
5. BRONCHITIS
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
Sama dengan alur radiodiagnostik
b. Gambaran Radiologis
Bronkitis akut :
• Seringnya tidak menunjukkan kelainan pada foto
rontgen.
Bronkitis kronis :
• Ringan : corakan paru yang ramai di basal paru.
• Sedang : selain corakan yang ramai, emfisema (+)
kadang disertai bronkiektasis di parakardial
kanan-kiri.
• Berat : selain gambaran diatas disertai kelainan
corpulmonale sebagai komplikasi.
c. Penjelasan
Corakan bronkus tampak bertambah di basis
paru oleh penebalan dinding bronkus dan
peribronkus. Penyempitan airway akibat penebalan
dinding bronchus bisa menyebabkan airtrapping /
hiperinflasi, sehingga diafragma datar dan SIC
melebar.
(Budjang N, 2005; Herring, 2016)
6. BRONCHIECTASIS
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
Sama dengan alur radiodiagnostik.
b. Gambaran Radiologis
Pada X Foto thoraks : tampak bulatan
translusens bergerombol menyerupai sarang lebah
(honey comb), tampak garis-garis translusen panjang
ke arah hilus disertai konsolidasi disekitarnya.
c. Penjelasan
Bronkiektasis adalah suatu kelainan dimana
bronkus ataupun bronkiolus lebar karena hilangnya
elastisitas dinding bronchus yang disebabkan oleh
obstruksi dan peradangan kronis, atau dapat pula
disebabkan oleh kelainan kongenital yang dikenal
dengan sindrom Kartagener, yaitu sindrom yang terdiri
dari bronkiektasis, sinusitis dan dekstrokardia.
(Kusumawidjaja K, 2005a; Patel PR, 2007a)
d. Contoh Kasus
Seorang laki–laki umur 75 tahun, riwayat perokok
berat, keluhan batuk lama, sesak. Pergi ke dokter
diberi pengantar untuk melakukan foto torak PA. hasil
dari foto toraknya adalah Bronkiektasis.
Ada berapa macam gambaran radiologi
Bronkiektasis, bagaimana gambaran radiologinya?
Jawab: Gambaran radiologi Bronkiektasis ada dua
yaitu :
a) Bronkiektasis silindris: dilatasi bronkus yang terlihat
sebagai garis pararel (menggambarkan dinding
bronkus) yang menyebar dari hilus menuju
diafragma.
b) Bronkiektasis kistik: dilatasi terminal dapat
divisualisasi sebagai bayangan kistik atau cincin
(honey comb appearance) kadang disertai cairan
(air fluid level)
(Kusumawidjaja K, 2005a; Palmer, et.all. 1995; Patel
PR, 2007a)
7. PNEUMOTHORAX
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
Sama dengan alur radiodiagnostik
b. Gambaran Radiologis
Thoraks
1) Area lusen tanpa corakan vaskuler paru dengan
batas radioopak tipis pada lateral paru (pleural
line) berasal dari pleura visceral.
2) Bila pneumothorax luas maka akan didapatkan
gambaran kolaps paru ke arah hilus dan
pendorongan ke kontralateral.
c. Penjelasan
Pneumothorax adalah kelainan yang terjadi
karena udara masuk dalam kavum pleura.
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi :
1) Pneumothorax spontan : timbul sobekan subpleura
dan bulla sehingga udara saluran nafas masuk
kedalam kavum pleura.
2) Pneumothorax disengaja (artifisial) : karena tindakan
yang sengaja dilakukan dengan tujuan terapi
sehingga udara dari lingkungan masuk ke salam
kavum pleura.
3) Masuknya udara melalui mediastinum yang berasal
dari trauma pada trakea atau esophagus akibat
tindakan pemeriksaan dengan alat-alat
(endoskopi )atau benda asing tajam yang tertelan.
4) Udara berasal dari subdiafragma dengan adanya
robekan lambung akibat suatu trauma atau abses
subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Masuknya udara di cavum pleura
menyebabkan gambaran lusen menempel dinding
dada dengan batas medialnya adalah pleura visceralis,
sehingga gambaran lusen ini tampak tanpa corakan
vaskuler paru. Parenkim paru kolaps, tampak sebagai
gambaran semiopaq dengan batas tegas (pleura
visceralis) dan merupakan lobus segmen paru yang
kollaps.
(Kusumawidjaja K, 2005b; Patel PR, 2007a)
d. Contoh Kasus
Seorang pemuda umur 21 tahun berkelahi dan
terdapat trauma pada daerah dada, keluhannya dada
terasa sakit, sesak yang semakin lama semakin
bertambah. Dibawa ke UGD dilakukan foto thoraks,
hasil dari foto thoraks adalah Pneumothorax.
Gambaran radiologinya bagaimana?
Jawab: Area lusen tanpa corakan vaskuler paru
dengan batas radioopak tipis pada lateral paru (pleural
line), bila pneumothorax luas akan tampak gambaran
kolaps paru dengan pendesakan mediastinum ke
kontralateral.
(Kusumawidjaja K, 2005b; Patel PR, 2007a)
8. EFUSI PLEURA
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
Sama dengan alur radiodiagnostik
Bila perlu dapat ditambahkan posisi RLD atau USG
untuk menilai efusi yang masih relatif sedikit.
b. Gambaran Radiologis
Thorak :
1) Perselubungan homogen menutupi paru dengan
permukaan atas yang cekung
2) Penebalan fisura
3) Pergeseran mediastinum ke kontralateral bila efusi
masif.
c. Penjelasan
Efusi pleura merupakan suatu kumpulan cairan
pada ruang antara lapisan parietal dan visceral dari
pleura, biasanya berisi cairan serosa, namun juga
dapat mengandung bahan lainnya.
Hematotoraks: darah, biasanya karena trauma.
Empiema : cairan purulent akibat perluasan
pneumonia atau abses.
Chylotoraks : chylus akibat rupturnya duktus
torasikus atau sekunder akibat invasi keganasan.
Hidropneumothorax : cairan dan udara.
Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada
foto thorax tegak adalah 250 -300 ml. Bila cairan
kurang dari 250 ml (100 – 200 ml) dapat ditemukan
pengisian cairan pada sinus kostofrenikus posterior
pada foto thorax lateral tegak. Bila cairan kurang dari
100 ml (50- 100 ml) dapat diperlihatan dengan posisi
decubitus dengan arah sinar horizontal.
(Kusumawidjaja K, 2005b; Patel PR, 2007a)
d. Contoh Kasus
Seorang wanita umur 55 tahun, keluhan dada
sesak, batuk, didiagnosa Pleura Efusi, untuk
memastikan dilakukan pemeriksaan foto torak.
Posisi apa saja yang diperlukan ?
Jawab: X foto thoraks tegak, bila cairan kurang dari
250 ml (100-250 ml) diperlukan X Foto thoraks
proyeksi lateral tegak dan bila cairan kurang dari 100
ml diperlukan proyeksi lateral decubitus dengan sinar
horizontal.
Apa yang dimaksud dengan Pleura Efusi
Indeks?
Jawab: Pleural effusion index atau PEI adalah
pengukuran effusi pleura pada salah satu hemithorax
dengan X Foto thorax lateral decubitus. Rumusnya
sebagai berikut :
Keterangan :
A = Lebar efusi pleura
B = Lebar hemithorax
(Harwarini N, Kosim MS, Supriatna M, Istanti Y,
Sudijanto E, 2012 )
Gambar sebagai berikut :
9. ATELEKTASIS
a. Algoritme
Sama dengan algoritma umum.
b. Gambaran Radiologis
X foto thorax :
Tampak gambaran opak inhomogen pada lapangan
paru disertai dengan penarikan trakea kearah lesi.
Disertai pula fissure dan diafragma yang terangkat
serta sela iga sempit pada regio lesi.
c. Penjelasan
Atelektasis adalah pengurangan udara dalam
paru disertai pengurangan dari volume paru, disebut
juga dengan kolaps paru.
Beberapa atelektasis dikenal sebagai :
c) Atelektasis lobus bawah : bila terjadi lobus bawah
kiri maka akan tersembunyi di belakang bayangan
jantung dan pada foto thoraks PA hanya
memperlihatkan diafragma letak tinggi, karena itu
perlu foto thoraks proyeksi lateral.
d) Atelektasis lobaris tengah kanan. Sering
disebabkan peradangan atau penekanan bronkus
oleh kelenjar getah bening.
e) Atelelektasis lobaris : memberikan gambaran
densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure
interlobalis ke atas dan trakea ke arah atelektasis.
f) Atelektasis segmental : kadang-kadang sulit dilihat
di foto proyeksi PA, maka perlu foto thoraks
proyeksi lateral atau obliq.
g) Atelektasis lobularis (plate like), terjadi bila
penyumbatan pada bronkus kecil untuk sebagian
segmen paru, maka akan terjadi bayangan
horisontal tipis, biasanya di lapangan bawah paru
sulit dibedakan dengan proses fibrosis. Dan
biasanya tidak ada keluhan pada pasien.
(Kusumawidjaja K, 2005a)
d. Contoh Kasus
Seorang anak tersedak makanan, keluhan
sesak pada paru kanan. Pada pemeriksaan perkusi
paru kanan pekak di lapangan atas, diperkirakan
sumbatan pada lobus superior paru kanan.
Bagaimana gambaran radiologinya?
Jawab : gambaran radiologis atelektasis adalah
Tampak gambaran opak inhomogen pada lapangan
atas paru kanan disertai dengan penarikan trakea
kearah kanan. Bisa disertai penarikan ke atas fissure
minor dan diafragma sisi kanan. Sela iga sempit pada
regio lesi.
(Kusumawidjaja K, 2005a)
10. EMFISEMA
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
Sama dengan alur radiodiagnostik.
b. Gambaran radiologi
X Foto thoraks : tampak gambaran banyangan
paru yang lebih radiolusen sehingga corakan jaringan
paru akan terlihat lebih jelas.
Diafragma letak rendah dan mendatar, diameter
thorak anteroposterior dan diameter vertikal lebih
lebar.
c. Penjelasan
Emfisema Paru adalah suatu keadaan dimana
paru lebih banyak terisi udara sehingga ukuran paru
bertambah, baik anterior-posterior maupun ukuran
secara vertical kearah diafragma.
Emfisema dibedakan menjadi :
1) Emfisema obstruktif, yang terdiri atas :
a) Akut
b) Kronis
c) Bullous.
2) Emfisema non-obstruktif, yang bersifat :
a) Kompensasi.
b) Senilis (postural)
(Kusumawidjaja K, 2005a; Müller and Silva, 2008; Herring,
2016; Harisinghani, Chen, 2011)
b. Gambaran radiologis
Thorax :
Pada pemeriksaan foto thoraks :
1) Pada fase awal tampak adanya penonjolan
vascular pada lobus atas dan penyempitan
vascular pada daerah lobus bawah. Seiring
meningkatnya tekanan vena, terjadi edema
interstitial dan cairan kemudian berkumpul di
daerah interlobular dengan garis septal di bagian
perifer (Garis Kerley B).
2) Edema pulmonal alveolus.
Dengan semakin meningkatnya tekanan vena,
cairan melewati rongga alveolus dengan
kekaburan dan gambaran berkabut pada regio
perihiler, bila luas dan bilateral maka akan terlihat
gambaran “bat’s wing “
c. Penjelasan
Kelainan yang mendasari edema pulmonum
terbanyak adalah gagal jantung kongestif. Biasanya
karena ada gagal ventrikel kiri. Apabila terjadi gagal
jantung pada ventrikel kiri maka akan terjadi
penurunan cardiac output sehingga terjadi
peningkatan tekanan vena pulmonum à pelebaran
vascular.
Selain didasari oleh kelainan jantung, edema
pulmonum dapat juga noncardiac.
d. Contoh Kasus
Seorang wanita umur 65 tahun sesak nafas
untuk berjalan jauh terengah–engah pergi ke dokter,
terdiagnosis banyak cairan di paru–paru dan
pembesaran jantung.
Gambaran radiologinya bagaimana?
Gambaran Edema pulmonum pada X Foto:
1) Pada fase awal tampak adanya penonjolan
vascular pada lobus atas dan penyempitan
vascular pada daerah lobus bawah. Seiring
meningkatnya tekanan vena, terjadi edema
interstitial dan cairan kemudian berkumpul di
daerah interlobular dengan garis septal di bagian
perifer (garis kerley B).
2) Edema pulmonal alveolus.
Dengan semakin meningkatnya tekanan vena,
cairan melewati rongga alveolus dengan
kekaburan dan gambaran berkabut pada regio
perihiler, bila luas dan bilateral maka akan terlihat
gambaran “bat’s wing”
b. Gambaran Radiologis
1) Pembesaran ventrikel kiri dan membulat
2) Aortic knob prominen, pinggang jantung
menghilang.
3) Elongatio aorta.
c. Penjelasan
Peningkatan tahanan perifer diikuti tekanan
yang berlebihan dari ventrikel kiri akan
mengakibatkan terjadinya hipertrofi konsentris
ventrikel kiri. Jika berlangsung terus menerus akan
berakibat penyaluran energi yang tidak adekuat.
Pembesaran otot otot jantung tanpa peningkatan
vaskularisasi mnyebabkan penyaluran ateri ke
miokard menurun cepat. Hal ini berhubungan dengan
terjadinya perluasan arterisklerosis. Kontraktilitas
yang lambat dari miokard yang terus menerus
menurun diikuti peningkatan volume akhir diastolik
sehingga terjadi hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri.
Pada foto rontgent diawali dengan
pembesaran jantung ke kiri dan apeks cordis terlihat
membulat.
Pada akhirnya pembesaran ukuran jantung
tidak hanya longitudinal tetapi juga transversal dan
terjadi tipe pembesaran vantrikel. Aorta selalu dilatasi
kecuali pada usia muda dan sering memperlihatkan
tanda arterosklerosis. Akhir fase dari HHD ditandai
secara karakteristik oleh kegagalan ventrikel kiri yang
secara radiografis terlihat mitralisasi ringan yaitu
pembesaranAtrium kiri, kongesti pulmoner dan
dilatasi ventrikel kiri. Sering dengan pericardial
effusion.
(Purwohusada SS, 2005; Patel PR, 2007b; Grainger and
Allison, 2008; Müller and Silva, 2008; Herring, 2016;
Harisinghani, Chen, 2011)
2) Gambaran Radiologis
Thorak:
a) Bentuk jantung seperti sepatu (couer en sabot)
b) Bila aorta berbelok ke sebelah kanan maka
aorta ascenden terletak di sebelah kanan
columna vertebralis (transposisi).
c) Pinggang jantung dalam
d) Ventrikel melebar ke kiri, apeks terangkat
e) Vascular paru berkurang.
3) Penjelasan
Tetralogi Fallot terdiri dari :
a) Stenosis pulmonalis : stenosis pulmonalis dapat
bersifat valvular, infundibulum atau kombinasi
keduanya. Semua itu dapat terlihat jelas
dengan echocardiografi.
b) Ventrikel Septal Defect ( VSD ) : lumen VSD
kadang-kadang dapat terlihat jelas pada
angiografi.
c) Semitransposisi aorta: posisi aorta dapat dilihat
dari posisi septum. Septum tampak sebagai
bayangan hitam antara ventrikel kanan-kiri.
Semitransposisi aorta akan tampak dari posisi
aorta yang pangkalnya sebagian berada di
ventrikel kiri dan sebagian berada di ventrikel
kanan, kelainan ini dapat terlihat dengan
angiografi. Kelainan letak arcus yaitu aorta
dekstra (right side aorta) juga dapat terlihat
dengan angiografi.
d) Hipertrofi ventrikel kanan : ventrikel mengalami
dilatasi dapat terlihat dengan proyeksi lateral.
d) Stenosis aorta
(1) Gambaran Radiologis
Pada X Foto thoraks PA dan LAT akan
terlihat aorta asenden yang lebar.
(2) Penjelasan
Stenosis katup aorta menyebabkan
terjadinya dilatasi pascastenotik pada
aorta asendens. Aorta asendens tidak
berubah, tetapi kadang-kadang menjadi
lebih kecil dari normal.
(Grainger and Allison, 2008; Herring, 2016;
Harisinghani, Chen, 2011; Purwohudoyo SS, 2005;
Sadler, 2012; Webb and Charles. 2011.)
BAB III
TULANG
b. Gambaran Radiologis
1) Foto Polos :
Fraktur akan terlihat sebagai :
a) Linier
: garis lusen yang berbatas tajam
tanpa disertai tepi sklerotik.
b) Impresi
: fragmen fraktur terdorong ke
dalam dengan lapisan dalamnya mengalami
penekanan yang lebih besar dibandingkan
ketebalan kubah kranial.
c) Diastasis
: lebih sering terlihat pada
anak-anak dan terlihat sebagai pelebaran
sutura.
d) Fraktur basis cranii : sering sulit dinilai. Pada
foto proyeksi lateral dengan sinar horizontal
tampak bayangan cairan (air fluid level) dalam
sinus sphenoid menunjukkan adanya fraktur
basis cranium.
2) CT Scan
: selain melihat gambaran fraktur
dapat melihat brain defect bisa berupa edema
cerebri, epidural hematorna (EDH), sub dural
hematoma (SDH), subarachnoid hematoma (SAH),
Intracerebral hematoma (ICH), dan intra ventricular
hematoma (IVH).
c. Penjelasan
Terputusnya kontinuitas tulang kepala secara
parsial maupun secara total. Dapat diakibatkan oleh
trauma tumpul ataupun tajam. Gambaran terputusnya
jaringan tulang pada foto berupa gambaran garis
lusen pada tulang.
Pada trauma kepala, regangan yang kuat
pada tulang tidak mampu untuk diatasi oleh tulang
sehingga ada bagian tulang yang mengalami retakan.
Trauma kepala yang menyebabkan fraktur tulang
kepala biasanya juga menimbulkan tanda-tanda
radang lokal disekitarnya.
(Ekayuda I, 2005a, Patel PR, 2007; Greenspan and
Steinbach, 2011; Herring, 2016)
b. Gambaran Radiologis
1) Fraktur Tulang Ekstremitas
Tampak soft tissue swelling, dengan dan tanpa
dislokasi.
Tampak discontinuitas komplet maupun inkomplet
pada corteks .
Tampak discontinuitas komplet maupun inkomplet
pada epiflseal line.
2) Dislokasi atau Subluksasi
Dislokasi : terlepasnya persendian / displace.
Subluksasi : pergeseran persendian sebagian.
c. Penjelasan
Hal-hal yang harus diperhatikan pada
pemeriksaan foto rontgen adalah :
1) Adakah fraktur, dimana lokasinya?
2) Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen.
3) Bagaimana struktur tulang? Normal? Patologik?
4) Bila dekat persendian : adakah dislokasi ataupun
fraktur epifisis?
Berdasarkan lokasi, bentuk, angulasi, aposisi,
maka fraktur ekstremitas mempunyai nama yang
spesifik, antara lain Colles, Smith, Montegia, dan
Shalter-Harris. Fraktur tulang bisa melibatkan
pembuluh darah maupun saraf yang dapat
menimbulkan komplikasi yang fatal. Proses
penyembuhan bisa disertai komplikasi berupa
deformitas, osteomyelitis dan nekrosis avaskuler,
maupun gangguan fungsi.
Dislokasi disebut juga dengan luksasi atau
displace persendian.
Fraktur ekstremitas kadang disertai dengan
dislokasi atapun subluksasi.
(Ekayuda I, 2005a; Patel PR, 2007; Greenspan and
Steinbach, 2011; Herring, 2016)
d. Contoh Kasus
Seorang pemuda naik sepeda motor tiba–tiba
muncul hewan menyeberang jalan, karena tidak bisa
menghindari maka terjadi kecelakaan. Saat berusaha
berdiri, kaki kanan tidak bisa berdiri terutama pada
femur sakit, bengkak dan menonjol.
Pemeriksaan radiologi apa dan posisioningnya
apa untuk memastikan diagnosa tersebut?
Bila terjadi fraktur, bagaimana gambaran
radiologinya?
Jawab : Pemeriksaan radiologi yang diperlukan X
Foto Femur dekstra proyeksi AP-LAT.
Bila terjadi fraktur maka akan terlihat
gambaran discontinuitas os. Femur dekstra bisa di
1/3 atas, 1/3 tengah atau 1/3 distal. Diliat juga
bagaimana kedudukan fragmen fraktur dan tipe
frakturnya. Selain itu dinilai apakah ada dislokasi.
Tampak soft tissue swelling pada regio femur dekstra.
(Ekayuda I, 2005a; Patel PR, 2007)
2) Gambaran Radiologis
Tampak soft tissue swelling, dengan atau
tampak listesis.
Tampak discontinuitas complete
maupun incomplete pada corpus vertebra.
3) Penjelasan
Fraktur corpus vertebra memiliki nama
spesifik yaitu fraktur kompresi. Fraktur vertebra
bisa melibatkan pembuluh darah, saraf ataupun
medulla spinalis yang dapat menimbulkan
komplikasi fatal
(Ekayuda, 2005a; Greenspan and Steinbach,
2011; Herring, 2016)
b. SPONDILOLISTHESIS
1) Alur Radiodiagnostik Kasus
(Weissler R, Wittenberg J, Harisinghani MG,
Chen JW, 2007)
2) Gambaran Radiologis
Foto Vertebra AP-LAT: aligment vertebra
mengalami perubahan, tampak corpus vertebra
lebih ke anterior dari corpus dibagian distalnya
3) Penjelasan
Spondilolisthesis adalah kelainan vertebra
ditandai dengan corpus vertebra lebih keanterior
dari corpus dibagian distalnya
Grade spondilolisthesis dinilai dari presentase
pergesaran vertebra terhadap vertebra di bagian
distalnya menurut meyerding dibagi menjadi :
Grade 1 : < 25 %
Grade 2 : 50 %
Grade 3 : 75 %
Grade 4 : 100 %
(Weissler R, Wittenberg J, Harisinghani MG,
Chen JW, 2007; Greenspan and Steinbach, 2011;
Herring, 2016)
4. KELAINAN DEGENERATIF
a. SPONDILOSIS
1) Alur Radiodiagnostik kasus
2) Gambaran Radiologis
Foto vertebra AP-LAT –Obliq : tampak
osteofit pada corpus vertebra, penyempitan
discus ataupun foramen intervertebralis.
CT SCAN : melihat lebih detail vertebra dan
dapat melihat dengan jelas adanya spinal
stenosis.
MRI : melihat lebih detail vertebra, dapat
menentukan grading dari HNP. Adanya degenatif
discus, penebalan ligamentum, nervus, facet joint
dapat terlihat jelas.
(Greenspan and Steinbach, 2011; Herring, 2016).
3) Penjelasan
Spondylosis adalah proses digeneratif
pada vertebra seperti osteoarthritis dan degeratif
discus intervertebralis.
Spondilosis dapat terjadi pada semua level
vertebra (cervical, thorakal ataupun lumbal).
(Zawadzki MB, Chen MZ, Moore KR, Salzman
KL, Osborn AG, 2002a; Greenspan and
Steinbach, 2011; Herring, 2016)
4) Contoh Kasus
Seorang wanita umur 65 tahun jatuh dari
kursi dengan posisi duduk. Pada saat berdiri
terasa nyeri pada pinggul yang disalurkan ke
kaki, nyeri sekali pada saat digerakkan.
Kemungkinan terjadi fraktur Kompresi
pada vertebral lumbal 1.
Foto radiologi apa yang diperlukan, dan
bagaimana posisinya?
Jawab : Foto yang diperlukan X Foto vertebra
lumbosacral proyeksi AP-LAT.
Bagaimana gambaran radiologi pada
fraktur kompresi, spondilosis dan
spondylolistesis?
Jawab :
- Fraktur kompresi : tampak corpus vertebra yang
pipih bentuk wedging.
- Spondilolisis : defek pada pars interartikularis
vertebra.
- Spondilolisthesis : pergeseran corpus vertebra
ke anterior dari corpus vertebra di distalnya.
(Weissler R, Wittenberg J, Harisinghani MG,
Chen JW, 2007).
5. INFEKSI
a. SPONDILITIS TB
1) Alur Radiodiagnostik Kasus
2) Gambaran Radiologi
Foto vertebra AP-LAT: destruksi corpus
vertebra, sclerosis diffuse, penyempitan discus
intervertebralis, dapat melewati discus. CT
SCAN: destruksi vertebra diawali dari corpus
anterior, fragmented, pada stage yang lanjut
melibatkan os. Costa, kalsifikasi paravertebral
mass.
MRI: merupakan modalitas yang sensitif untuk
mendeteksi infeksi.
(Greenspan and Steinbach, 2011; Herring, 2016)
3) Penjelasan
Spondylitis tuberculosis adalah infeksi
tuberculosis pada spine.Nama lainnya adalah
Pott’s disease. Perbedaan dengan Spondilitis
pyogenic : kelainan awal di subkondral meluas ke
endplate, sering melibatkan elemen posterior
(Zawadzki MB, Chen MZ, Moore KR, Salzman
KL, Osborn AG, 2002b)
b. OSTEOMYELITIS
1) Alur Radiodiagnostik kasus
2) Gambaran Radiologis
a) Osteomyelitis akut :
Pada X Foto :
- Awal pemeriksaan kadang tampak normal
(sekitar 7-10 haripertama).
- Tampak soft tissue swelling pada region
metafise( harike- 3 sampai 10).
- Tampak destruksi tulang pada setelah hari
ke 7 sampai 14.
CT SCAN : Mendeteksi massa jaringan
lunak dan sequestra yang disebabkan
oleh penyakit ini.
MRI
: Suatu modalitas yang
sensitif dalam menilai proses infeksi.
b) Osteomyelitis kronis
X Foto :Tulang tampak tebal dan
sklerotik dengan destruksi radiolusen
dibagian tengah, yang sering disertai sinus
drainase yang kronis. Dapat terbentuk abses
dengan tepi sklerotik kadang mengandung
sequestrum (abses brodie).
(Greenspan and Steinbach, 2011; Herring,
2016)
a) Penjelasan
Osteomyelitis adalah infeksi tulang dan
sumsum tulang. Penyebab terbanyak adalah
bakteri dan microbacterial.
Berdasarkan durasinya dibagi menjadi akut,
subacut dan kronik.
(Patel PR, 2007; Greenspan and Steinbach,
2011; Herring, 2016)
6. FRAKTUR COSTA
a. Alur Radiodiagnostik kasus
(Eastman GW, Wald C, Crossin J, 2006)
b. Gambaran Radiologis
Tampak diskontinuitas jaringan dan tulang costa.
c. Penjelasan
Kemungkinan dapat disertai dengan kontusio
pulmonum, pneumothorak atau hematothorak
(Eastman GW, Wald C, Crossin J, 2006; Greenspan
and Steinbach, 2011; Herring, 2016)
7. TUMOR TULANG
a. Osteosarkoma
1) Alur Radiodiagnostik kasus
2) Gambaran Radiologis
Foto Polos :
- Destruksi medulla yang irregular
- Reaksi periosteal
- Destruksi kortikal
- Massa jaringan lunak
3) Penjelasan
Osteosarkoma ditandai dengan destruksi yang
berawal dari medulla dan terlihat sebagai daerah
radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada
stadium yang masih dini terlihat reaksi periosteal
yang gambarannya dapat lamelar atau seperti
garis-garis tegak lurus (sunray appearance).
Dengan besarnya tumor, selain korteks juga
tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor
yang meluas keluar tulang. Dari reaksi periosteal
hanya sisanya yaitu pada tepi yang masih dapat
dilihat, berbentuk segitiga yang disebut dengan
segitiga Codman. Pada stadium dini kelainan ini
sulit dibedakan dengan osteomyelitis.
(Ekayuda I, 2005b; Patel PR, 2007; Greenspan
and Steinbach, 2011; Herring, 2016)
b. Osteokondroma
1. Alur Radiodiagnostik kasus
2. Gambaran Radiologis
Tampak gambaran penonjolan tulang,
inhomogen (opak dan lusen) di tepi metafisis,
bentuk seperti bunga kol (opak sebagai batang
dan lusen sebagai bunga), jumlah single.
Keistimewaan gambaran lesi seperti bunga kol
(Cauli Flower), bercak-bercak opak yang
merupakan kalsifikasi kondral dan menjauh dari
sendi terdekat.
3. Penjelasan
Merupakan tumor jinak yang paling
sering, yang mengandung tulang dan kartilago,
seringkali pada tangkai tulang dengan ujung
distal bulbosa yang luas. Tumor sering ditemukan
tumbuh menjahui sendi, lokasi yang paling sering
adalah daerah metafisis pada femur bagian
bawah dan tibia bagian atas.
Osteokondroma multiple herediter terjadi
pada aklasia diafisis dimana terdapat resiko
transformasi keganasan menjadi kondrosarkoma.
(Ekayuda I, 2005; Patel PR, 2007; Greenspan
and Steinbach, 2011; Herring, 2016)
BAB IV
UROGENITAL
b. Gambaran Radiologis
1) Plain foto
90 % memberikan gambaran radioopak bisa
lonjong atau staghorn.
Letak bisa di regio ginjal, uretur, VU, uretra.
2) IVP
• Dapat menentukan letak batu radioopak/
radiolusen.
• Memberikan gambaran defek pengisian.
• Batu ureter : memberikan gambaran dilatasi
pelvicalyces dengan berbagai derajat variasi
dan dilatasi ureter sampai seringgi batu.
• Vesikolithiasis : akan memberikan defek
pengisian di vesika urinaria.
3) USG
• Batu akan memberikan gambaran hiperekoik
dengan akustik.
shadow. Batu kurang dari 3 mm kadang sulit
terlihat.
2. Dapat memperlihatkan dilatasi dari
pelvicalyces dan ureter.
c. Penjelasan
Jenis batu yang ditemukan dalam traktus
urinarius umumnya adalah kalsium oksalat. Fosfat,
tripel fosfat, asam urat atau sistin. Pada umumnya
akan memberikan gambaran radioopak kecuali batu
asam urat.
Yang perlu diperhatikan dalam menilai batu
saluran kemih adalah ukuran, jumlah dan lokasinya.
(Conder, 2009; Fox, 2008; Patel PR, 2007;
Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani MG, Chen
JW,2008).
2. TRAUMA GINJAL
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
b. Gambaran Radiologis
1) USG : kadang dapat memperlihatkan laserasi.
Selain intu dapat memperlihatkan cairan bebas
intraabdomen.
2) One-shot IVP : memperlihatkan adanya delayed
function dengan atau tanpa disertai ekstravasasi
kontras dan deformitas sIstem pielokalik.
3) CT Scan : pemeriksaan penunjang terpilih untuk
menilai trauma ginjal sehingga dapat ditentukan
gradingnya.
c. Penjelasan
Penentuan pemeriksaan radiologi pada kasus
trauma ginjal perlu dipikirkan pula kestabilan dari
pasien. Meskipun CT Scan adalah pemeriksaan
terpilih, bila pasien tidak stabil maka tidak dianjurkan
untuk dilakukan CT Scan,
Grading trauma ginjal berdasarkan AAST
(American Association for The Surgery of Trauma ),
sebagai berikut :
Grade I
:
kontusio renal atau hematom
subkapsular dengan infark kapsul.
Grade II :
Laserasi kortikal superfisial,
yang tidak melibatkan medulla renal
ataupun sistem pielokalik.
Grade III
:
Laserasi dalam dengan atau
tanpa ekstravasasi urine.
Grade IV :
laserasi dengan perluasan
ke system pielokalik disertai
ekstravasasi urine.
Grade V :
Shatered kidney, trauma
pada pedikel ginjal dan devascularisasi
kidney.
(Conder, 2009; Fox, 2008; Gondo dan Suwardewa,
2012; Mirvis SE, Shanmuganathan K, 2008)
3. TUMOR GINJAL
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
b. Gambaran Radiologis
1) FPA (Foto Polos Abdomen) : tampak adanya
pembesaran kontur ginjal kadang disertai
kalsifikasi dan mendesak usus ke anteroinferior.
2) IVP : dapat memperlihatkan massa jaringan lunak
yang menyebabkan penonjolan pada batas luar
ginjal, pembesaran ginjal dan irregularitas
pelvicalyces. Tumor yang besar dapat
menyebabkan ginjal sama sekali tidak berfungsi.
3) USG : dapat membedakan massa padat ataupun
kistik.
4) CT atau MRI : berguna untuk staging untuk
menentukan kalsifikasi, ukuran dan densitas
massa, invasi jaringan perinefrik, invasi kedalam
vena renalis dan vena cava inferior serta
pembesaran kelenjar getah bening.
c. Penjelasan
Berbagai pemeriksaan telah tersedia seperti
FPA, USG, IVP, CT dan MRI untuk membantu
mendiagnosa tumor ginjal. Dengan USG, CT ataupun
MRI dapat lebih spesifik menentukan jenis densitas
massa.
Diagnosa banding yang perlu dipikirkan antara lain :
1) Nonkeganasan : kista ginjal, massa inflamasi,
hematoma.
2) Tumor jinak : adenoma, hemangioma,
angiomiolipoma.
3) Tumor ganas : karsinoma sel ginjal, karsinoma sel
transisional, tumor Wilms (nefroblastoma)
(Conder, 2009; Fox, 2008; Hanson III, 2009; Miller, 2012; Patel
PR, 2007)
b. Gambaran Radiologi
1) FPA : tampak ada perselubungan semioopak di
cavum pelvis, kadang disertai kalsifikasi.
2) USG : lesi isoekoik di dinding vesika urinaria
berbatas irregular.
3) Cystografi : tampak filling defect yang menetap dari
berbagai posisi.
4) CT/ MRI : bermanfaat dalam penilainan praoperatif
terhadap penyebaran intramural dan ektramural,
invasi lokal pembesaran kelenjar limfa dan
metastase.
c. Penjelasan
Sistoskopi harus dilakukan pada setiap pasien
dengan hematuria. Selain pemeriksaan FPA dan USG
juga dilakukan untuk menilai saluran kemih bagian
atas terhadap :
1) derajat obstruksi.
2) keadaan ureter.
3) fungsi ginjal.
4) identifikasi lesi-lesi lain sebagai karsinoma sel
transtitional yang sering bersifat multifocal.
(Budjang N, 2005; Patel PR, 2007).
5. KELAINAN DI URETRA
a. URETROLITHIASIS
1) Alur Radiodiagnostik Kasus
2) Gambaran radiologis
Foto Polos : tampak lesi radioopak pada regio
os. Pubis atau di regio penis.
Uretrocystografi : tampak gambaran “filling defect
“ pada uretra (uretra pars anterior atau uretra
pars posterior).
3) Penjelasan
Uretrolithiasis yang dapat dilihat pada foto polos
adalah uretrolith radioopak. Bila dicurigai adanya
batu radiolusen dapat dilakukan pemeriksaan
uretrocystografi. Selain itu pemeriksaan
uretrocystografi dapat memastikan letak
uretrolithiasis.
(Chang SD, Hricak H,2008)
b. STRIKTUR URETRA
1) Alur Radiodiagnostik Kasus
(Chang SD, Hricak H,2008)
2) Gambaran radiologis
Foto Polos : tak tampak kelainan.
Bipolar uretrocystografi : tampak gambaran uretra
yang tak terisi kontras, panjang striktur dapat
diukur.
Uretrocystografi retrograde : tampak
gambaran uretra yang tak terisi kontras, tak
tampak pengisian kontras ke dalam vesika
urinaria.
3) Penjelasan
Striktur uretra adalah penyempitan uretra
yang biasanya disebabkan post trauma atau post
infeksi.
(Chang SD, Hricak H,2008)
4) Contoh Kasus
a) Seorang laki – laki nyeri pada pinggang kanan,
saat kencing warna air kencing merah.
Dibawa ke dokter diduga batu pada ginjal
kanan.
Urutan pemeriksaan radiologi apa saja yang
diperlukan?
Jawab : FPA : bila didapatkan batu radioopak
dan ingin mengetahui letak serta tanda
obstruksi dilanjutkan IVP
Bila FPA tidak tampak batu radioopak
dilanjutkan USG.
(Patel PR, 2007; Weissleder R, Wittenberg J,
Harisinghani MG, Chen JW,2008)
(Eastman GN, etc, 2006; Gore and Levine, 2008a,
2008b; Grainger and Allison, 2008; Herring, 2016)
FPA 2 posisi
1. Posisi supine, arah sinar vertical dan horizontal .
2. Posisi LLD, arah sinar horizontal.
Thorak
1. Posisi tegak, proyeksi posterior-anterior (PA view).
2. Posisi semi erect, proyeksi anterior- posterior (AP view).
Obstruktif
1. Uppergut → FPA 2 posisi, Thorak, USG, Barium
Meal (OMD).
2. Midgut → FPA 2 posisi, Thorak, USG, Follow
through.
3. Lowergut → FPA 2 posisi, USG, Barium Enema
(CIL).
Paralitik
FPA 2 posisi, Thorak
(Eastman GN, etc, 2006)
1. ILEUS
Gambaran Radiologi
a. Ileus paralitik
Pada foto abdomen tampak gambaran dilatasi usus-
usus terutama usus besar. Tampak juga gambaran fluid
level yang umumnya letaknya sejajar.
b. Ileus obstruktif
Pada foto abdomen tampak gambaran
dilatasi/pelebaran usus-usus halus yang lebih dominan
dengan gambaran klasik herring bone dan bayangan
cairan (fluid level) yang bertingkat-tingkat (step ladder).
Tidak ditemukan gambaran udara (luscent) pada distal
daerah penyumbatan.
(Patel PR, 2007a; Morison 2008; Gore and Levine,
2008a, 2008b; Grainger and Allison, 2008; Herring,
2016)
Penjelasan
Pada foto abdomen 2 posisi
a. Ileus paralitik
Terdapat penebalan dinding usus secara
menyeluruh dari gaster sampai rektum.Penebalan
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan
gambaran herring bone appearance, karena dua
dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang
sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan
usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen.Tampak gambaran air fluid level Apabila
teradi perforasi akan didapatkan udara bebas
intraabdominal yang berupa gambaran hiperlusen
tanpa gambaran lipatan mukosa usus. Kasus ini
sering diikuti gambaran peritonitis dan cairan
intraabdominal ekstraluminer.
(Patel PR, 2007; Morison, 2008; Gore and Levine,
2008a, 2008b; Grainger and Allison, 2008; Herring,
2016)(Gore and Levine, 2008a, 2008b; Grainger and
Allison, 2008; Herring, 2016)
b. Ileus Obstruktif
Obstruksi usus halus
Gas dan cairan terkumpul di bagian proksimal
obstruksi menimbukan dilatasi progresif pada usus
halus. Beberapa gambaran pada foto polos abdomen
adalah:
1) Lingkar usus yang terdetensi di bagian sentral,
sering diameter > 3 cm.
2) Lapisan transversa dari valvula conniventes
umumnya melebihi seluruh usus halus.
3) Tidak ada udara dalam usus besar, jika terdapa
gas, ini mengindikasikan adanya obstruksi yang
baru atau tidak komplet.
Contoh Kasus
Seorang wanita umur 25 tahun muntah–muntah
warna hijau, perut kembung, nyeri tekan, tidak bisa
BAB maupun flatus, semakin lama semakin
membesar perutnya, dibawa ke UGD kemungkinan
ileus obstruksi.
Pemeriksaan radiologi apa yang diperlukan dan
bagaimana gambaran radiologinya?
Jawab : FPA 2 Posisi (supine dan LLD)
Gambaran radiologi ileus obstruksi :
Pada FPA tampak gambaran dilatasi atau pelebaran
usus Bila halus akan memberikan gambaran klasik
herring bone dan bayangan cairan (fluid level) yang
bertingkat-tingkat (step ladder).
(Patel PR, 2007a; Morison 2008)
2. IKTERIK
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
(Eastman GN, etc, 2006; Gore and Levine, 2008a,
2008b; Grainger and Allison, 2008; Herring, 2016)
b. Gambaran Radiologis
1) Cholesistolithiasis
PA : tampak lesi radioopak pada regio
abdomen kanan atas.
USG : lesi hiperekoik dengan “acustic shadow”
pada vesika fellea.
2) Choledocolithiasis
FPA : tampak lesi radioopak pada regio abdomen
kanan atas.
USG : lesi hiperekoik dengan “acustic shadow”
pada common bile duct, biasanya disertai
pelebaran ductus biliaris intra hepatal dan common
bile duct.
3) Cholesistitis
FPA : batu radioopak +/-, kadang terlihat
gambaran “sentinel loop” di regio abdomen kanan
atas.
USG : dinding vesika fellea tebal, tampak
gambaran “double layer”, bisa disertai gambaran
cholesistolithiasis.
4) Sirosis hepatis
FPA : tak tampak gambaran yang khas.
USG : hepar ukuran kecil, tepi irregular, parenkim
kasar, bisa disertai nodul. Dapat disertai tanda-
tanda hipertensi porta dan asites.
(Patel PR, 2007b; Gibson RN, 2008; Gore and
Levine, 2008a, 2008b; Grainger and Allison, 2008;
Herring, 2016)
3. HEPATOMA
HPA : tak tampak gambaran yang khas.
USG : Hepar membesar, berbenjol-benjol dengan massa
iso atau hipoekoik, batas tegas tepi irregular dengan color
Doppler tampak adanya peningkatan vascular intra
ataupun perilesi. Perlu dicari adakah thrombus tumor pada
vena Porta.
Penjelasan
Pada kasus ikterik FPA dapat membantu
mendeteksi batu yang opak dan kalsifikasi dinding
kandung empedu. Untuk memastikan letaknya perlu
dilakukan USG. Dengan USG dapat diketahui adanya
gambaran obstruksi bilier. Massa di enterohepatik CT Scan
akan memberikan gambaran yang lebih detail.
(Patel PR, 2007 b, Gibson RN, 2008; Gore and Levine,
2008a, 2008b; Grainger and Allison, 2008; Herring, 2016)
4. COLITIS
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
b. Gambaran Radiologis
Gambaran Barium Enema (CIL) Hilangnya linea
innominata, gambaran granuler, gambaran ulserasi,
hilangnya haustra dan incisura, kekakuan dan kerancuan
dinding, penyempitan lumen, pemendekan colon.
(Patel PR, 2007; Morison, 2008; Gore and Levine, 2008a,
2008b; Grainger and Allison, 2008; Herring, 2016)
5. TUMOR COLON
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
b. Gambaran Radiologis
Gambaran Barium Enema (CIL) Penonjolan ke
dalam lumen terpisah dari mukosa normal dengan batas
tegas, seringkali terdapat gambaran shoulderlike
deformity. Kekakuan dinding colon bersifat segmental
terkadang mukosa masih baik dengan bentuk klasik
sepertipolip. Kelainan ini menetap dan sering ditandai
adanya tanda-tanda obstruksi dengan retensi feses.
Apabila ganas maka batas tumor tegas dengan tepi
irreguler.
(Patel PR, 2007; Morison, 2008; Gore and Levine, 2008a,
2008b; Grainger and Allison, 2008; Herring, 2016)
BAB VI
NEUROIMAGING
1. TRAUMA
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
YA
b. Gambaran Radiologi
Epidural Hematome (EDH) atau perdarahan
epidural: lesi hiperdens berbentuk bikonveks
biasanya pada regio jejas dan disertai fraktur
tulang cranium.
Subdural Hematome (SDH) atau perdarahan
subdural: lesi hiperdens bentuk bulan sabit
diantara tabula dan parenkim otak.
Subarachnoid Hemorrhage (SAH): lesi hiperdens
yang mengisi sulci, fissure, cysterna atau di
perifalks.
Contusio cerebri: lesi hipodens di intraparenkimal
dapat disertai perdarahan (lesi hiperdens).
(Patel PR, 2007; Sjair Z, 2005; Haaga and Boll,
2009; Harisinghani and Chen, 2011; Herring,
2016)
c. Penjelasan
EDH merupakan perdarahan yang terjadi di
antara tulang cranium dan epidural. Seringnya
terjadi di tempat benturan (coup) dan disertai
fraktur tulang cranium.
SDH merupakan perdarahan yang terjadi di
antara duramater dan ruang subarachnoid.
Biasanya terjadi daerah kontralateral dari
benturan (countercoup). Contusio serebri 51 %
disertai dengan perdarahan bisa terjadi di daerah
coup ataupun countercoup.
(Patel PR, 2007; Sjair Z, 2005; Haaga and Boll,
2009; Harisinghani and Chen, 2011; Herring,
2016)
2. STROKE
a. Alur Radiodiagnostik Kasus
b. Gambaran Radiologi
a) Stroke non haemoragic
CT Scan Brain : tampak lesi hipodens pada
intra parenkimal serebri, batas tegas
ataupun tak tegas, tak tampak adanya efek
massa.
b) Stroke haemorrhagic
CT Scan Brain :
• ICH (intraserebral Hemorrhage) : tampak
lesi hiperdens intra parekimal serebri
bisa disertai efek massa.
• SAH (Subarachnoid Hemorrhage) :
tampak lesi hiperdens di intrasulci,
intracysterna dan perifalks.
(Patel PR, 2007; Sjair Z, 2005; Haaga and Boll,
2009; Harisinghani and Chen, 2011; Herring,
2016)
c. Penjelasan
CT Scan dapat membedakan stroke perdarahan
ataupun stroke infark. Pada stroke infark yang
awal kadang belum dapat memberikan gambaran
kelainan pada CT Scan.
CT Scan juga dapat menunjukkan adanya tanda-
tanda peningkatan tekanan intracranial.
d. Contoh Kasus.
Seorang laki–laki umur 20 tahun mengalami
kecelakaan, tidak sadar terdapat benturan di
kepala, kemungkinan terjadi contusio serebri.
Pemerikasaan radiologi yang diperlukan apa?
Jawab : CT Scan craniocerebral
(Eastman GW, etc., 2006)
Gambaran radiologi EDH dan SDH
bagaimana?
Jawab :
EDH atau perdarahan epidural :
lesi
hiperdens berbentuk bikonveks biasanya pada
regio jejas dan disertai fraktur tulang cranium.
SDH atau perdarahan subdural : lesi hiperdens
bentuk bulan sabit diantara tabula dan
parenkim otak.
BAB VII
RADIOTERAPI
C. ALUR RADIOTERAPI
1. Penjelasan
a. Mengerti dan Mengetahui Efek Biologis Radioterapi
Terhadap Sel Tumor Maligna dan Sel Normal.
Radioterapi adalah pengobatan tumor maligna
dengan radiasi pengion yang dapat berupa Radiasi
Gamma dari sumber radioaktif seperti Cobalt 60,
Iridium 192, Caesium 137, atau radiasi pengion dari
pesawat Linear accelerator berupa sinar X Megavolt
(foton) 6 Mv dan radiasi elektron dari energy 4 Mev
s/d 22 Mev. Berkas sinar Gamma atau foton Megavolt
dan elektron merupakan berkas reaksi energy tinggi
yang mampu menembus materi, mengionisasi
molekul. Bila berkas radiasi tinggi ini mengenai sel
tumor maligna, akan terjadi ionisasi oksigen dan air
(H2O)yang berubah menjadi ion H + OH- dan ion
oksigen, yang akan berubah menjadi Radikal H, OH
dan Radikal Oksigen, yang kemudian akan bereaksi
secara kuat dengan makromolekul DNA, berakibat 6
jenis kerusakan DNA yang menyebabkan kematian
(nekrosis) sel tumor maligna. Sel normal hanya
mengalami reaksi radang oleh karena sel normal
resisten terhadap radiasi dan sel tumor-tumor lebih
sensitif terhadap radiasi. Selain itu terjadi ionisasi
molekul penyusun DNA sehingga terjadi penurunan
fungsi DNA.
BAB VIII
PATIENT SAFETY
1. Keselamatan / Safety
Bebas dari bahaya atau risiko (hazard)
2. Hazard / bahaya
Adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan" yang dapat
meningkatkan risiko pada pasien.
a. Keadaan
Adalah setiap faktor yang berhubungan atau mempengaruhi
suatu "Peristiwa Keselamatan Pasien/ Patient Safety Event ,
Agent atau Personal"
b. Agent
Adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan
perubahan
3. Keselamatan Pasien / Patient Safety
Pasien bebas dari harm /cedera yang tidak seharusnya terjadi
atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit,
cedera fisik / sosial / psikologis, cacat, kematian dll), terkait
dengan pelayanan kesehatan.
Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety)
adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan pasien yang lebih aman.
Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan
manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden,
dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir
timbulnya risiko. (Penjelasan UU 44/2009 ttg RS pasal 43)
4. Keselamatan Pasien RS / Hospital Patient Safety
Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
5. Harm/ cedera
Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan
fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial dan psikologis. Yang
termasuk harm adalah: "Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacat,
dan Kematian".
a.
Penyakit/Disease
Disfungsi fisik atau psikis
b.
Cedera/Injury
Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan
c. Penderitaan/Suffering
Pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan
termasuk nyeri, mal-aise, mual, muntah, depresi,
agitasi,dan ketakutan
d. Cacat/Disability
Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh,
keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam pergaulan
sosial yang berhubungan dengan harm yang terjadi
sebelumnya atau saat ini.
6. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety Incident
Setiap adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit,
cedera, cacat, kematian dan lainlain) yang tidak seharusnya
terjadi.
7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”)
atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien.
C. KEBERSIHAN TANGAN
Tertusuk Jarum
Tindakan Pasca Tertusuk Jarum Bekas
1. Tekan satu kali diatas daerah tusukan sampai darah
keluar
2. Cuci dengan air mengalir menggunakan sabun atau
cairan antiseptic
3. Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk /luka
4. Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya
b. Pemisahan
1. Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi
darah dan cairan tubuh masukkan kedalam
kantong plastik berwarna kuning.
Contoh: sampel laboratorium, limbah patologis
(jaringan, organ, bagian dari tubuh, otopsi, cairan
tubuh, produk darah yang terdiri dari serum, plasma,
trombosit dan lain-lain), diapers dianggap limbah
infeksius bila bekas pakai pasien infeksi saluran
cerna, menstruasi dan pasien dengan infeksi
yang di transmisikan lewat darah atau cairan
tubuh lainnya.
2. Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak
terkontaminasi darah dan cairan tubuh, masukkan
ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
Contoh: sampah rumah tangga, sisa makanan,
sampah kantor.
3. Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki
permukaan tajam, masukkan kedalam wadah tahan
tusuk dan air. Contoh: jarum, spuit, ujung infus,
benda yang berpermukaan tajam.
4. Limbah cair segera dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah cair (spoelhoek).
c. Labeling
1) Limbah Radioaktif
Kantong boks timbal warna merah dengan symbol
radioaktif
2) Limbah sangat infeksius:
kantong plastik kuat, anti bocor warna kuning atau
container yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
3) Limbah infeksius, patologi dan anatomi
Plastik kuat warna kuning dan anti bocor atau
kontainer
4) Limbah sitotoksis
Kontainer palastik kuat warna ungu dan anti bocor
5) Limbah Kimia dan Farmasi
Kantong Plastik warna coklat atu container
6) Limbah padat non infeksius:
Plastik kantong warna hitam
7) Limbah benda tajam:
Wadah tahan tusuk dan air
8) Kantong pembuangan diberi label biohazard atau
sesuai jenis limbah
d. Packing
Wadah tempat penampungan sementara limbah
infeksius berlambang biohazard. Wadah limbah di
ruangan:
1) Harus tertutup
2) Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
3) Bersih dan dicuci setiap hari
4) Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak
berkarat
5) Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di
ruang tindakan dan tidak boleh di bawah tempat
tidur pasien
6) Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh
e. Pengangkutan
1) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli
khusus yang kuat, tertutup dan mudah dibersihkan,
tidak boleh tercecer, petugas menggunakan APD
ketika mengangkut limbah.
2) Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien,
bila tidak memungkinkan atur waktu pengangkutan
limbah.
g. Pengolahan Limbah
1) Limbah infeksius dimusnahkan dengan insenerator.
2) Limbah non-infeksius dibawa ke tempat pembuangan
akhir (TPA).
3) Limbah benda tajam dimusnahkan dengan
insenerator.
4) Limbah cair dibuang ke spoelhoek.
5) Limbah feces,urin, darah dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah (spoelhoek)..
DAFTAR PUSTAKA