Disusun Oleh :
Octavia Maretanse
NIM : 2018.C.10a.0979
Pembimbing Akademik
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada By.V dengan diagnosa
medis Neonatorum Respiratory Distress Syndrom (NRDS) di Ruang Keperawatan
Neonatal”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik
Praklinik Keperawatan III (PPK III).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan III Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Octavia Maretanse
iv
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Konsep Penyakit Neonatorum Respiratory Distress Syndrom (NRDS)....6
2.1.1 Definisi NRDS.................................................................................6
2.1.2 Etiologi.............................................................................................7
2.1.3 Klafisikasi.........................................................................................8
2.1.4 Patofisiologi (WOC).......................................................................10
2.1.5 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)...........................................13
2.1.6 Komplikasi.....................................................................................14
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................15
2.1.8 Penatalaksanaan Medis...................................................................16
2.2 Manajemen Asuhan Bayi Baru Lahir......................................................19
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan...........................................................29
2.3.1 Pengkajian Keperawatan................................................................29
2.3.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................34
2.3.3 Intervensi Keperawatan..................................................................35
2.3.4 Implementasi Keperawatan............................................................44
2.3.5 Evaluasi Keperawatan....................................................................44
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................45
3.1 Pengkajian Keperawatan..........................................................................46
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................57
3.3 Intervensi.................................................................................................58
3.4 Implementasi dan Evaluasi......................................................................65
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................73
4.1 Kesimpulan..............................................................................................73
4.2 Saran........................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................77
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
LEAFLET
JURNAL
v
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
usaha inspirasi yang kuat. Tanda klinis sindrom gawat nafas adalah pernafasan
cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi, retraksi substernal dan
intercostal (Pantiawati, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada By.Ny.M diagnosa medis Neonatorum
Respiratory Distress Syndrome (NRDS), dalam upaya ketepatan penegakan
diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat sehingga dapat dilakukan
pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan. Bayi yang lahir dengan
ketidakmaturan paru atau dengan Sindrom Gawat Nafas memerlukan perawatan
yang tepat agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan bayi seperti yang telah
disebutkan diatas. Peran perawat sangat penting dalam aspek promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Perawat dan bidan adalah bagian dari pemberi pelayanan
yang ikut berperan penting dalam memberikan perawatan pada bayi dengan
Sindrom Gawat nafas atau Respiratory Distress Syndrome (NRDS).
Perkembangan bayi dengan NRDS yang dirawat di RS ini sangat tergantung pada
ketepatan tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu
ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli (Kurniawan & Wiwin, 2020).
Menurut World Health Organization (WHO) Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat < 2500 gram. Berat
lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 (satu) jam pertama setelah
lahir.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Neonatorum
Respiratory Distress Syndrome (NRDS) atau Sindrom Gangguan Napas (SGN)
dikenal juga sebagai Penyakit Membran Hialin, hampir terjadi sebagian besar
pada BKB (Bayi Kurang Bulan) terjadi karena disfungsi pernafasan pada neonatus
yang disebabkan defisiensi surfaktan yang mengakibatkan kolaps alveoli terutama
pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Gangguan ini lebih sering
terjadi pada bayi prematur yang lahir sekitar 6 minggu atau lebih sebelum jadwal
kelahiran normal karena paru-parunya tidak mampu membuat surfaktan yang
cukup. Surfaktan adalah cairan yang melapisi bagian dalam paru-paru.
2.1.2 Etiologi
Menurut (Marmi & Rahardjo, 2012) penyebab RDS (Respiratory Distress
Syndrome) pada neonatus yaitu terdiri dari:
2.1.2.1 Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain.
2.1.2.2 Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
2.1.2.3 Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli,
prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
2.1.2.4 Faktor persalinan
8
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-
lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia
neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi
beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya
masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.
2.1.3Klafisikasi
2.1.3.1 Sindrom aspirasi mekonium (Meconium Aspiration Syndrom, MAS)
Biasanya muncul sebagai gawat pernapasan dan sianosis segera setelah
lahir. Pada radiografi dada menunjukkan infiltrate kasar, konsolidasi yang
9
tersebar luas, dan daerah hiperaerasi. Beratnya kelainan ini dapat tidak
berkolerasi dengan beratnya penyakit klinis. Diagnosis prenatal dan
pengobatan asfiksia fetal penting dilakukan untuk mencegah sindrom
aspirasi mekonium, seperti dengan mengisap mekonium dari faring dan
trakea segera setelah lahir.
2.1.3.2 Hipertensi Pulmonar Persisten
Pada bayi baru lahir berkaitan dengan kegagalan penurunan resistensi
pembuluh darah pulmonary (yang secara normal terjadi setelah lahir). Hal
ini dapat terjadi sebagai respons terhadap hipoksia akut (missal, hipoksia
perinatal, sindrom gawat pernapasan), hipoksia kronis atau penurunan
daerah persilangan pada bantalan pembuluh darah pulmonary (missal,
herniadiafragmatika dan hipoplasia paru kongenital). Hipertensi pulmonar
persisten pada bayi baru lahir muncul sebagai hipoksemia labil yang tidak
seimbang sampai penyakit hipertensi parenkim paru yang luas. Sebagian
besar neonates ini tidak premature tetapi mengalami asfiksia perinatal.
Bayi-bayi ini biasanya mudah diberi ventilasi tetapi sulit dioksigenasi.
Secara khas, biasanya nila PO2 tidak meningkat selama tes hiperoksia.
Akan tetapi nilai peningkatan PO2 terlihat pada hiperventilasi (frekuensi
napas 100-150x/menit), yang menyebabkan turunnya nilai PO2 hingga
kira-kira 25mmHg. Selain terapi suportif, dapat digunakan induksi
alkalosis respiratorik atau alkalosis metabolic dan vasodilator pulmonar
(tolazoline hidroklorida). Pada kasus yang paling berat digunakan
oksigenasi membrane ekstrakorporeal.
2.1.3.3 Dysplasia Bronkopulmonar (Bronchopulmonary Dysplasia, BPD)
BPD Adalah penyakit paru kronis pada bayi baru lahir yang diobati
dengan oksigen dan ventilasi mekanis tekanan positif untuk gangguan paru
primer. Dysplasia bronkopulmonar biasanya memiliki perjalanan penyakit
berlarut-larut yang diperberat dengan berbagai komplikasi (infeksi paru,
gagal jantung kongestif, dan atelektasis) yang menyebabkan ekaserbasi
gejala respirasi, termasuk sianosis. Kebanyakan bayi-bayi ini mengalami
penyembuhan fungsi paru secara perlahan dalam 2 tahun pertama
kehidupan
10
2.1.4Patofisiologi (WOC)
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan
yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan
otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah
terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh bayi akan beradaptasi
terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila
keadaan hipoksia semakin berat dan lama,metabolisme anaerob akan
menghasilkan asam laktat. Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan
aliran darah keotak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena
hipoksia dan iskemia. Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium
apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah relative
masih baik.
Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan
menimbulkan peninggkatan tekanan darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi
pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan meningkatkan implus aferen seperti
perangsangan pada kulit. Apneu normal berlangsung sekitar 1-2 menit.Apnea
primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi.
Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi,vasokontraksi
dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5menit dan kemudian terjadi
apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung,tekanan darah dan kadar
oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidakbereaksi terhadap rangsangan dan
tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan
terjadikecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera dimulai (Marmi &
Rahardjo, 2012).
WOC NRDS (Neonatorum Respiratory Distress Syndrome)
12
Faktor Janin
Faktor Ibu Faktor Plasenta Tali pusat menumbung, melilit leher,
Hipoksia pada ibu, usia < 20 tahun atau lebih dari 35 Solusio plasenta, perdarahan , plasenta Faktor Persalinan
kompresi tali pusat antara janin dan jalan
thn, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, kecil, plasenta tipis, plasenta tidak Partus lama, partus
lahir, gemeli, Prematur, imaturitas paru,
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus menempel pada tempatnya. dengan tindakan SC dll
kelainan kongenital
Defisiensi surfaktan
Kurang
Kolaps paru (atelektasis) saat inpirasi MK : Defisit
Perubahan Kurang pengetahuan
Pengetahuan
kondisi terpajan ttg kondisi
NEONATORUM (Orangtua)
bayi informasi bayi
RESPIRATORY
B1 (BREATHING) B2 (BLOOD) B4 (BLADDER) B5 (BOWEL) B6 (BONE)
B3 (BRAIN)
2.1.6Komplikasi
Menurut Sudarti & Fauziah (2013) Komplikasi RDS yaitu :
1) Ketidakseimbangan asam basa
2) Kebocoran udara (Pneumothoraks, pneumomediastinum,
pneumoperikardium, pneumoperitonium, emfisema subkutan, emfisema
interstisial pulmonal)
3) Perdarahan pulmonal
4) Penyakit paru kronis pada bayi 5%-10%
5) Apnea
6) Hipotensi sistemik
7) Anemia
8) Infeksi (pneumonia, septikemia, atau nosokomial)
9) Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orangtua
4) Kerusakan neurologis
2.2.2 Etiologi
2.2.2.1 His(Kontraksi otot rahim)
2.2.2.2 Kontraksi otot dinding perut
2.2.2.3 Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
2.2.2.4 Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum
kulit kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak adacacat bawaan
(Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-
38 cm, lingkar kepala 33-35 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut
jantung 120-160 x/menit, pernafasan ±40-60 kali/menit, kulit kemerahan dan
licin karena jaringan sub kutan cukup, rambut lanugo tidak terlihat dan rambut
ke pala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas,nilai APGAR >7,
refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik ( rooting, sucking, morro, grasping ),
Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik, Reflek morrow atau
gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik, organ genitalia pada bayi laki-laki
testis sudah berada pada skrotum dan penis berlubang, pada bayi perempuan
vagina dan uretra berlubang serta adanya labia minora dan mayora, eliminasi baik,
mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Dewi,
2010).
bergerak aktif, warna kulit kemerahan) letakkan bayi dengan handuk diatas
perut ibu Dengan kain bersih dan kering atau lap darah/lendir dari wajah
bayi untuk mencegah jalan udaranya terhalang. Periksa ulang pernapasan
bayi (sebagian besar bayi akan menangis atau bernapas spontan dalam
waktu 30 detik setelah lahir). Dan nilai APGAR SKOR nya, jika bayi
bernafas megap-megap atau lemah maka segera lakukan tindakan
resusitasi bayi baru lahir.
PENILAIAN APGAR SKOR
Nilai
Tanda 0 1 2
Denyut Tidak ada Lambat < 100 >100
jantung(pulse)
Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis dengan
nafas(respisration) teratur keras
Tonus otot(activity) Lemah Fleksi pada Gerakan aktif
ekstremitas
Kepekaan Tidak ada Merintih Menangis kuat
reflek(gremace)
Biru pucatTubuh merah Seluruhnya merah
Warna(apperence) muda, muda
ekstremitas biru
Sumber : (Saifuddin, 2015) Klasifikasi :
6. Asfiksia ringan (apgar skor 7-10)
7. Asfiksia sedang (apgar skor 4-6)
8. Asfiksia berat (apgar skor 0-3)
2.2.7 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Asuhan Pada Bayi Baru
Lahir Menurut APN (2018)
1) Persiapan kebutuhan resusitasi untuk setiap bayi dan siapkan rencana untuk
23
2.2.10.1 pH tali pusat, tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status praasidosis,
tingkat rendah menunjukkan gangguan asfiksia bermakna.
2.2.10.2 Hemoglobin mencapai 15 sampai 20 g. hematokrit berkisar antara 43%
sampai 61%.
2.2.10.3 Tes Coombs langsung pada daerah tali pusat menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah yang
menunjukkan kondisi hemolitik.
2.2.10.4 Bilirubin Total sebanyak 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1
sampai 2 hari dan 12 mg/dl pada 3 sampai 5 hari.
tetap hangat. Dengan cara : Pastikan bayi tersebut tetap hangat dan
terjadi kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu
b. Ganti handuk atau kain yang basah dan bungkus bayi dengan selimut
dan memastikan bahwa kepala terlindungi dengan baik untuk mencegah
keluarnya panas tubuh
c. Pastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa telapak bayi setiap 15
menit yaitu :
Apabila telapak bayi terasa dingin, periksa suhu aksila bayi
Apabila suhu bayi kurang dari 36,5°C, segera hangatkan bayi
Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
d. Jangan segera menimbang bayi atau memandikan bayi baru lahir
(memandikan bayi setelah 6 jam).
5) Identifikasi bayi
Apabila bayi dilahirkan ditempat bersalin yang persalinannya yang mungkin
lebih dari satu persalinan maka alat pengenal harus diberikan kepada setiap bayi
baru lahir : Alat yang digunakan hendaknya kebal air, tidak mudah melukai, tidak
mudah sobek, tidak mudah lepas (gelang bayi). Pada alat identifikasi harus
tercantum :
a. Nama bayi /Nama ibu
b. Tanggal lahir dan jam
c. Nomor bayi
d. Jenis kelamin
e. Nama ibu lengkap
selama 10-20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara (Kementerian
Kesehatan RI, 2013).
Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam, posisikan bayi
lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60
menit berikutnya. Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam,
lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang,
pemberianvitamin K, salep mata, serta pemberian gelang pengenal) kemudian
dikembalikan lagi kepada ibu untuk belajar menyusu (Kementerian Kesehatan RI,
2013). Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak
kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi(Kementerian
Kesehatan RI, 2013). Memberikan ASI dini (dalam 1 jam pertama setelah bayi
baru lahir) akan memberikan keuntungan yaitu:
a. Merangsang produksi ASI
Rangsangan isapan bayi pada puting susu ibu akan diteruskan oleh serabut
syaraf ke hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin
(hormon ini yang memacu payudara untuk menghasilkan ASI.
b. Memperkuat reflek menghisap
Reflek rooting (reflek mencari putting susu)
Reflek suckling (reflek menghisap
Reflek swallowing (reflek menelan)
c. Mempercepat hubungan batin ibu dan bayi (membina ikatan emosional
dan kehangatan ibu-bayi).
d. Memberikan kekebalan pasif yang segera kepada bayi melalui
kolostrum.
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, tempat/tgl lahir, tempat
tanggal lahir, jam kelahiran, diagnosa medis, ruang rawat, tanggal
pengkajian, umur bayi saat dikaji.
b. Identitas Orangtua (Ayah dan Ibu)
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, alamat dan agama.
2) Keluhan Utama
Pada keluhan utama yaitu menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi
kedinginan atau suhu tubuh rendah, Napas cepat, Lubang hidung melebar ketika
bernapas, Retraksi (Ketika bayi bernapas dengan cepat, kulit tertarik di antara
tulang rusuk atau di bawah tulang rusuk), Bising saat bernapas atau mendengkur,
Bibir, bantalan kuku, dan kulit berwarna kebiruan karena kekurangan oksigen,
yang disebut dengan sianosis
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang
pernah diderita ibu pasien khusunya :
a. Riwayat Maternal
Ibu pasien memiliki riwayat menderita penyakit seperti diabetes
mellitus, kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya
persalinan, stress fetal atau intrapartus.
b. Status Infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi
lahir melalui operasi Caesar.
4) Riwayat Persalinan
a. Riwayat Obstetric
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan, maupun abortus yang dinyatakan dengan kode GxPxAx
(Gravida, Para, Abortus), berapa kali ibu hamil, penolong persalinan,
cara persalinan, penyembuhan luka persalinan, keadaan bayi saat baru
lahir, berat badan lahir anak jika masih ingat.
Riwayat kehamilan yang lalu/ Antenatal
31
6) B4 ( Bladder)
Kontrol suhu imatur menyebabkan penguapan berlebih sehingga terjadinya
maturitas ginjal, gfr menurun, oliguri, kehilangan cairan yang
mengakibatkan dehidrasi.
7) B5 (Bowel)
Imaturitas Reflek menghisap menyebabkan bayi menyusui tidak adekuat
dikarenakan usaha inspirasi meningkat.
a. Inspeksi : cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan, ada
tidaknya penegangan abdomen, ada atau tidak anus. Pengeluaran
meconium biasanya terjadi pada waktu 12 jam.
b. Palpasi : ada nyeri atau tidak, di kuadran mana.
c. Auskultasi : imatur peristaltic.
d. Perkusi : jika dilambung,, kandung kemih berbunyi timpani. Jika pada
hati, pancreas ginjal berbunyi pekak.
8) B6 (Bone)
a. Inspeksi : tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna,
lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan
lemah dan aktif atau letargik,normal lingkar kepala 33-35 cm lebih dari
normal hidrosefalus kurag dari normal mikrosefalus,kuit tampak
tipis,jaringan lemak dibawah kulit tipis dan terdapat lanugo.
34
dan/atau tidur.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan Setelah dilakukan Intervensi 3x7 Observasi :
upaya nafas nafas (SDKI D.0005, Jam diharapkan pola nafas klien 1. Monitor pola napas ( Frekuensi, kedalaman, usaha
halaman 26) membaik, dengan kriteria hasil : napas)
(SLKI L.01004 Hal.95) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
1. Ventilasi semenit meningkat wheezing, ronkhi kering)
(5) 3. Monitor sputum ( Jumlah, warna, aroma )
2. Dispnea Menurun (5) Terapeutik :
3. Penggunaan otot bantu napas 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
menurun (5) chin-lift ( jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
4. Ortopnea menurun (5) 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
5. Pernapasan pursed-lip 3. Berikan minum hangat
menurun (5) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Pernapasan cuping hidup 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
menurun (5) 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
7. Frekuensi Nafas Membaik (5) endotrakeal
8. Kedalaman Napas Membaik 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
(5) 8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoral,
mukolitik, jika perlu
3. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan intervensi 3x7 Perawatan Jantung (SIKI I.02075 Hal.317)
perubahan after load d.d pulmonary jam diharapkan curah jantuk Observasi :
vascular resistance (PVR). (SDKI klien meningkat, dengan kriteria 1. Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah
D.0011, halaman 41) hasil : jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema ortopnea
(SIKI L.02008 Hal.20) paroxysmal nocturnal dyspenea, peningkatan CPV).
1. Kekuatan nadi perifer 2. Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah
meningkat jantung (meliputi peningkatan berat badan,
2. Palpitasi menurun hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
3. Bradikardi menurun basah, oliguria, batuk, kulit pucat).
37
perlu.
12.Gunakan kasur pendingin, water circulating blankets,
ice pack atau gel pad dan intravascular cooling
catheterization untuk menurunkan suhu tubuh.
13.Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien.
Edukasi :
1. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat
stroke.
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermia karena terpapar
udara dingin.
3. Demonstrasikan teknik perawatan metode kanguru
(PMK) untuk bayi BBLR.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu.
5. Risiko cedera b.d hipoksia jaringan. Setelah dilakukan intervensi 3x7 Manajemen Kejang (SIKI I.06193 Hal.189)
(SDKI D.0136, halaman 294) jam diharapkan tingkat cedera Observasi :
menurun, dengan kriteria hasil : 1. Monitor terjadinya kejang berulang
(SIKI L.14136 Hal.135) 2. Monitor karakteristik kejang (mis.aktivitas motorik, dan
1. Toleransi aktivitas meningkat progresi kejang)
2. Nafsu makan meningkat 3. Monitor status neurologis
3. Ketegangan otot menurun 4. Monitor tanda-tanda vital
4. Agitasi menurun Terapeutik :
5. Iritabilitas menurun 1. Baringkan pasien agar tidak terjatuh
6. Gangguan mobilitas menurun 2. Berikan alas empuk dibawah kepala, jika
7. Gangguan kognitif menurun memungkinkan.
8. Tekanan darah membaik 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
9. Frekuensi nadi membaik 4. Longgarkan pakaian, terutama dibagian leher.
10. Frekuensi nafas membaik 5. Dampingi selama periode kejang
11. Denyut jantung apikal 6. Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam.
membaik 7. Catat durasi kejang.
12. Denyut jantung radialis 8. Reorientasikan setelah periode kejang.
membaik 9. Dokumentasikan periode terjadinya kejang.
13. Pola istirahat/tidur 10. Pasang akses IV, jika perlu.
membaik 11. Berikan oksigen, jika perlu.
40
Edukasi :
1. Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke
dalam mulut pasien saat periode kejang.
2. Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk
menahan gerakan pasien.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu.
6. Risiko ketidakseimbangan cairan b.d Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipovolemia (SIKI I.03116 Hal.184 )
kurang pengetahuan kebutuhan cairan. keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
(SDKI D.0036, halaman 87) diharapkan status cairan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi
membaik. nadi meningkat, madi teraba lemah, TD menurun,
Kriteria hasil : SLKI (L.03028 tekanan nadi meningkat, turgor kulit menurun, membran
Hal.107) mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
1. Kekuatan nadi meningkat (5) meningkat, haus, lemah)
2. Turgor kulit meningkat (5) 2. Monitor intake dan ouput cairan
3. Output urine meningkat (5) Terapeutik :
4. Ortopnea menurun (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
5. Dispnea menurun (5) 2. Berikan posisi modified tredelenburg
6. Distensi vena jugularis 3. Berikan asupan cairan oral
menurun (5) Edukasi :
7. Keluhan haus menurun (5) 1. Anjurkan perbanyak asupan cairan oral.
8. Konsentrasi urine menurun 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
(5) Kolaborasi :
9. Frekuensi nadi membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian cairan isotonis (mis. NaCl, RL)
10. Kadar HB membaik (5) 2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis (mis. Glukosa
11. Kadar Ht membaik (5) 2,5%, NaCl 0,4%)
12. Intake cairan membaik (5) 3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
13. Status mental membaik (5) Plasmanate)
14. Suhu tubuh membaik (5) 4. Kolaborasi pemberian produk darah.
7. Defisit nutrisi b.d imaturitas reflek Setelah diberikan asuhan Observasi :
menghisap. (SDKI D.0019, halaman keperawatan selama 3x7 jam 1. Identifikasi status nutrisi
56) diharapkan status menyusui 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
membaik 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
Kriteria hasil : SLKI (L.03029 4. Monitor berat badan
41
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng. 2016. Angka Kejadian BBLR Dari Tahun
2010-2015 Di Kalteng. Palangka Raya: Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng.
Hartiningrum & Fitriyah, 2018. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Provinsi
Jawab Timur Tahun 2012-2016. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kurniawan & Wiwin. 2020. Hubungan antara Diabetes Melitus Gestasional dan
Berat Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)
pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Samarinda:
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Nugraha, Satya Adi. 2014. Low Birth Weight Infant With Respiratory Distress
Syndrome (Jurnal). Lampung: Faculty Of Medicine Universitas Lampung.
Manuaba, C. 2012. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Marmi, & Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryanti. 2015. Asuhan Neonatus & bayi. EGC, Jakarta
Pantiawati dkk. 2012 .Asuhan Kebidanan 1.Jakarta:Nuha Medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rajashree, K. 2015. Study on the Factors Associated with Low Birth Weight
among Newborns Delivered in a Tertiary-Care Hospital, Shimoga,
Karnataka. International Journal of Medical Science and Public Health, [e-
journal] 4 (9): pp. 1287–1290.
77
46