Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

J DENGAN DIAGNOSA MEDIS BRONKOPNEUMONIA SISTEM


KEPERAWATAN ANAK

Disusun Oleh :
Desi Natalia
2018.C.10a.0931

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021

1
i

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Desi Natalia
NIM : 2018.C.10a.0931
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An. J
Dengan Diagnosa Medis Bronkopneumonia Sistem Keperawatan
Anak.

Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan III Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui
Ketua Program Studi S1
Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Laporan ini
dengan judul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An. J
Dengan Diagnosa Medis Bronkopneumonia Sistem Keperawatan Anak.”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 3).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Ika Paskaria, S.Kep.,Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan 3.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 08 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Bronkopneumonia............................................................... 4
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi............................................................................. 4
2.1.2 Definisi.................................................................................................... 5
2.1.3 Etiologi.................................................................................................... 4
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................ 6
2.1.5 Patofisiologi (WOC)................................................................................ 7
2.1.6 Manifestasi Klinis.................................................................................... 8
2.1.7 Komplikasi............................................................................................... 8
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 9
2.1.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................ 9
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Anak................................................. 11
2.2.1 Pengkajian................................................................................................ 11
2.2.2 Diagnosis Keperawatan........................................................................... 14
2.2.3 Intervensi................................................................................................. 14
2.2.4 Implementasi............................................................................................ 16
2.2.5 Evaluasi.................................................................................................... 16
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian................................................................................................... 11
3.2 Diagnosis Keperawatan.............................................................................. 14
3.3 Intervensi.................................................................................................... 14
3.4 Implementasi............................................................................................... 16
3.5 Evaluasi....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Jurnal
SAP
Leaflet
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkopneumonia merupakan radang yang menyerang paru-paru dimana
daerah konsolidasi atau area putih pada paru-paru terdapat cairan atau seluler
yang tersebar luas disekitar bronkus dan bukan bercorak lobaris (Wijaya & Putri,
2013). Bronkopneumonia dapat dijumpai pada bayi dan anak dibawah usia 6
tahun. Istilah untuk Bronkopneumonia digunakan dalam menggambarkan
pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau
lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Smeltzer
& Bare, 2013).
Menurut penelitian Johnson et al., 2014, di Nigeria dari 419 anak, 234
(72,4%) mengalami Bronkopneumonia. Menurut WHO (World Health
Organization), kasus pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada
anak-anak di seluruh dunia. Pneumonia membunuh 920.136 anak-anak di bawah
usia 5 tahun pada tahun 2015, menyumbang 16% dari semua kematian anak
balita (WHO, 2015). Angka prevalensi Pneumonia di Indonesia, pada balita
adalah 18,5 per mil. Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok
umur 12-23 bulan (21,7‰) (Depkes RI, 2013). Menurut Dinas Kesehatan
Provinsi Bali, 2013, cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita tahun 2013
sebesar 22,5 masih diatas tahun 2012 namun masih dibawah angka tahun 2010
sebesar 74,46%. Pada tingkat Kabupaten/Kota dapat diketahui cakupan
penemuannya 15%, yaitu Denpasar, Buleleng, Badung dan Kabupaten Jembrana.
Jumlah kasus pneumonia di Kabupaten Badung pada tahun 2015 sebanyak 120
kasus dan tahun 2016 sebanyak 190 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Badung,
2016) Berdasarkan data yang di dapat di RSUD Mangusada Badung Provinsi
Bali, pada tahun 2015 terdapat sebanyak 57 kasus anak yang mengalami
Bronkopneumonia. Pada tahun 2016 terdapat sebanyak 105 kasus dan pada tahun
2017 terdapat 116 kasus anak yang mengalami bronkopneumonia.
2

Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak yang mengalami


Bronkopneumonia yaitu gangguan pertukaran gas, ketidakefektifan bersihan
jalan napas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi
aktivitas, dan resiko ketidakseimbangan elektrolit (Nurarif & Kusuma, 2015).
Proses peradangan dari proses penyakit bronchopneumonia menimbulkan
manifestasi klinis yang ada sehingga muncul beberapa masalah dan salah
satunya adalah gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas adalah
kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada
membran alveolus-kapiler (PPNI, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Sakina
& Larasati, 2016 di RSUD Abdoel Moeloek, diagnosis Bronkopneumonia dapat
ditegakkan karena pada pasien ditemukan 4 dari 5 gejala berdasarkan kriteria
diagnosis yaitu didapatkan sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung
dan tarikan dinding dada dan ronkhi basahsedang nyaring. Jaringan paru
mengalami konsolidasi maka kapasitas vital dan compliance paru menurun
yang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mempertahankan
pertukaran gas terutama O2 dan CO2, serta aliran darah mengalami konsolidasi
yang menyebabkan ventilasi perfusi tidak sesuai, sehingga berakibat pada
hipoksia , kerja jantung meningkat dan hiperkapnia. Faktor yang mendasari
terjadinya hal tersebut salah satunya yaitu inefisiensi pertukaran gas yaitu
ketidakcocokan rasio ventilasi-perfusi atau ruang rugi yang meningkat
(Somantri, 2012). Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal napas (Nursalam,
Susilaningrum, & Utami, 2008). Studi Pendahuluan yang dilakukan di RSUD
Mangusada Badung tahun 2018 ditemukan 2 penderita Bronkopneumonia yang
mengalami gangguan pertukaran gas dengan sesak nafas dan saturasi oksigen
yang menurun. Tingginya kasus anak yang mengalami Bronkopneumonia,
menunjukkan pentingnya pemberian intervensi yang tepat untuk menangani
permasalahan yang ditimbulkan oleh Bronkopneumonia. Adapun rencana
keperawatan yang peneliti lakukan untuk menangani masalah gangguan
pertukaran gas pada anak yaitu meliputi pengkajian yang berfokus pada
pemeriksaan fisik untuk melihat tanda- tanda gangguan pertukaran gas yang
berupa sianosis, gelisah, pernapasan cuping hidung dan pola napas abnormal
3

(PPNI, 2017), kemudian intervensi keperawatan yang dapat dilakukan yaitu


monitor tanda-tanda vital, memberikan posisi, monitor respirasi dan O2. Monitor
pola napas, mencatat pergerakan dada, kolaborasi pemberian oksigen bila perlu
dan auskultasi suara napas tambahan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membuat Laporan
pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien An.J dengan diagnosa medis
Bronkopneumonia”.
.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pembahasan di atas “Bagaimana pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Diagnosa Medis Bronkopneumonia Di
rumah sakit mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi sampai
dengan evaluasi keperawatan? ”
.3 Tujuan Penulisan
.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Diagnosa Medis Bronkopneumonia Di
rumah sakit dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi keperawatan.
.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengkajian pada Pada Pasien Anak Dengan Diagnosa
Medis Bronkopneumonia Di rumah sakit.
1.3.2.2 Mengidentifikasi diagnosa pada Pada Pasien Anak Dengan Diagnosa
Medis Bronkopneumonia Di rumah sakit.
1.3.2.3 Mengidentifikasi intervensi pada Pada Pasien Anak Dengan Diagnosa
Medis Bronkopneumonia Di rumah sakit.
1.3.2.4 Mengidentifikasi implementasi pada Pada Pasien Anak Dengan Diagnosa
Medis Bronkopneumonia Di rumah sakit.
1.3.2.5 Mengidentifikasi evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang dilakukan
pada Pada Pasien Anak Dengan Diagnosa Medis Bronkopneumonia Di
rumah sakit.
4

.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
dalam meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada klien
Bronkopneumonia yang digunakan dalam peningkatan profesi keperawatan dan
pelayanan kesehatan.
1.4.2 Bagi Pengembangan IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatan.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.2 Pendidikan
Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan khususnya
bagi mahasiswa STIKES Eka Harap Palangka Raya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien Bronkopneumonia sehingga dapat diterapkan di masa
yang akan datang.
1.4.3.2 Rumah Sakit
Memberikan kerangka pemikiran ilmiah yang bermanfaat bagi rumah sakit
dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan gambaran
pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus Bronkopneumonia.
1.4.3.3 Bagi Profesi
Asuhan keperawatan dengan klien Bronkopneumonia ini diharapkan dapat
memberikan masukan sebagai salah satu referensi bagi perawat untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Bronkopneumonia


2.1.1 Definisi Bronkopneumonia

Gambar 2.1 Bronkopneumonia


Bronkhopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronkhi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
( Smeltzer & Suzanne C, 2012 : 572 )
Bronkhopneumoni adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat
mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobuli yang
berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran
pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan
daya tahan tubuh. Kesimpulannya bronkhopneumoni adalah jenis infeksi paru
yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar
alveoli (Barbara C. long, 2011 :435).
Bronchopneumonia/ pneumonia lobaris merupakan radang paru yang
menyebabkan bronkhioli terminal. Bronkhioli terminal tersumbat oleh eksudat
yang berbentuk bercak- bercak., kemudian menjadi bagian yang terkonsulidasi
atau membentuk gabungan dan meluas ke parenkim paru (Saifudin, 2010).
Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas,
demam, infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh
5

2.1.2 Anatomi fisiologi sistem Pernafasan


2.1.2.1 Hidung
Hidung adalah gerbang utama keluar masuknya udara setiap kali Anda
bernapas. Dinding dalam hidung ditumbuhi rambut-rambut halus yang berfungsi
menyaring kotoran dari udara yang Anda hirup.
Selain dari hidung, udara juga bisa masuk dan keluar dari mulut. Biasanya,
bernapas lewat mulu dilakukan ketika Anda membutuhkan udara yang lebih
banyak (saat ngos-ngosan karena berolahraga) atau saat hidung sedang mampet
tersumbat karena pilek dan flu.
2.1.2.2 Sinus
Sinus adalah rongga udara di tulang tengkorak. Rongga ini terletak di masing-
masing kedua sisi hidung dekat tulang pipi, di belakang tulang hidung, di antara
mata, dan di tengah dahi.
Dalam sistem pernapasan manusia, sinus berfungsi membantu mengatur suhu dan
kelembaban udara yang Anda hirup dari hidung.
2.1.2.3 Adenoid
Adenoid adalah jaringan kelenjar getah bening yang ada di tenggorokan. Di dalam
adenoid terdapat simpul sel dan pembuluh darah penghubung yang membawa
cairan ke seluruh tubuh.
Adenoid membantu Anda melawan infeksi dengan menyaring benda asing seperti
kuman, dan memproduksi sel limfosit untuk membunuhnya.
2.1.2.4 Tonsil
Tonsil adalah nama lain dari amandel. Amandel itu sendiri adalah kelenjar getah
bening yang berada di dinding faring (tenggorokan).
Amandel sebenarnya bukan bagian penting dari sistem imun maupun pernapasan
manusia. Jika amandel terinfeksi dan meradang, dokter dapat membuang atau
menghilangkannya lewat operasi.
2.1.2.5 Faring
Faring (tenggorokan bagian atas) adalah tabung di belakang mulut dan rongga
hidung yang menghubungkan keduanya ke saluran pernapasan lain, yaitu trakea.
6

Sebagai bagian dari sistem respirasi manusia, faring berfungsi menyalurkan aliran
udara dari hidung dan mulut untuk diteruskan ke trakea (batang tenggorokan).
2.1.2.6 Epiglotis
Epiglotis adalah lipatan tulang rawan berbentuk daun yang terletak di belakang
lidah, di atas laring (kotak suara).
Selama bernapas, epiglotis akan terbuka untuk memungkinkan udara masuk ke
laring menuju paru-paru. Namun, epiglotis akan menutup selama kita makan
untuk mencegah makanan dan minuman secara tidak sengaja terhirup dan
menyebabkan tersedak.
2.1.2.7 Laring (kotak suara)
Laring adalah rumah bagi pita suara Anda. Letaknya tepat di bawah persimpangan
saluran faring yang membelah menjadi trakea dan kerongkongan.
Laring memiliki dua pita suara yang membuka saat kita bernapas dan menutup
untuk memproduksi suara. Saat kita bernapas, udara akan mengalir melewati dua
pita suara yang berimpitan sehingga menghasilkan getaran. Getaran inilah yang
menghasilkan suara.
2.1.2.8 Trakea (batang tenggorokan)
Trakea adalah bagian terpadu dari jalur napas dan memiliki fungsi vital untuk
mengalirkan udara dari dan menuju paru-paru untuk pernapasan.
Trakea atau batang tenggorokan adalah tabung berongga lebar yang
menghubungkan laring (kotak suara) ke bronkus paru-paru. Panjangnya sekitar 10
cm dan diameternya kurang dari 2,5 cm.
Trakea memanjang dari laring hingga ke bawah tulang dada (sternum), dan
kemudian membelah menjadi dua tabung kecil yang disebut bronkus. Setiap sisi
paru-paru memiliki satu bronkus.
2.1.2.8 Tulang rusuk
Tulang rusuk adalah tulang yang menopang rongga dada dan melindungi organ
dalam dada, seperti jantung dan paru-paru dari benturan atau goncangan.
Tulang rusuk akan mengembang dan mengempis mengikuti gerak paru saat
mengambil dan mengeluarkan napas.
2.1.2.9 Paru-paru
7

Paru-paru adalah sepasang organ yang terletak di dalam tulang rusuk. Masing-
masing paru berada di kedua sisi dada.
Peran utama paru-paru dalam sistem pernapasan adalah menampung udara
beroksigen yang kita hirup dari hidung dan mengalirkan oksigen tersebut ke
pembuluh darah untuk disebarkan ke seluruh tubuh.
2.1.2.10 Pleura
Paru-paru dilapisi oleh selaput tipis yang disebut pleura. Lapisan pleura bertindak
sebagai pelumas yang memungkinkan paru-paru untuk mengembang dan
mengempis dengan lancar setiap kali bernapas. Lapisan pleura juga memisahkan
paru-paru dari dinding dada Anda.
2.1.2.11 Bronkiolus
Bronkiolus adalah cabang dari bronkus yang berfungsi untuk menyalurkan udara
dari bronkus ke alveoli. Selain itu bronkiolus juga berfungsi untuk mengontrol
jumlah udara yang masuk dan keluar saat proses bernapas berlangsung.
2.1.2.12 Alveoli
Alveoli atau alveolus adalah kantung-kantung kecil dalam paru yang terletak di
ujung bronkiolus. Dalam sistem pernapasan, alveoli berfungsi sebagai tempat
pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Pada alveoli juga ada kapiler pembuluh darah. Nantinya, darah akan melewati
kapiler dan dibawa oleh pembuluh darah vena dan arteri.
Alveoli kemudian menyerap oksigen dari udara yang dibawa oleh bronkiolus dan
mengalirkannya ke dalam darah. Setelah itu, karbon dioksida dari sel-sel tubuh
mengalir bersama darah ke alveoli untuk diembuskan keluar.
2.1.2.13 Tabung bronkial
Pada tabung bronkial paru-paru, ada sillia berupa rambut-rambut kecil yang
bergerak seperti gelombang. Gerakan gelombang sillia akan membawa mukus
(dahak/lendir/cairan) ke atas hingga ke luar tenggorokan. Silia juga ada di dalam
lubang hidung.
Fungsi lendir atau dahak di tabung bronkial adalah untuk mencegah debu, kuman,
atau benda asing lain agar tidak sampai masuk ke paru-paru. Batuk juga bisa
8

menjadi cara sistem pernapasan manusia mencegah benda asing masuk ke paru-
paru.
2.1.2.14 Diafragma
Diafragma adalah dinding otot kuat yang memisahkan rongga dada dari rongga
perut. Saat melakukan pernapasan perut, diafragma akan bergerak ke bawah dan
menciptakan rongga kosong untuk menarik udara. Ini juga bisa membantu
memperluas paru-paru.
2.1.3 Etiologi
Secara umum bronkhopneumoni diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pantogen. Orang normal dan
sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan
yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia
yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkhopneumoni disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. ( Sandra M. Nettiria, 2011 :
682 ) Antara lain :
1. Bakteri : streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : legionella pneumoniae
3. Jamur : aspergillus spesies, candida albicans, hitoplasma
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam pari-
paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
2.1.4 Patofisiologi                                    
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakter, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon
(minyak tanah, bensin dan sejenisnya). Serta aspirasi ( masuknya isi lambung ke
dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme akan masuk melalui percikan
ludah ( droplet) infasi ini akan masuk ke saluran pernapasan atas dan
menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan,
dimana saat terjadi  peradangan ini tubuh akan menyesuaikan diri sehingga
timbulah gejala demam pada penderita.
9

Reaksi peradangan ini akan menimbulkan secret. Semakin lama secret


semakin menumpuk di bronkus sehingga aliran bronkus menjadi semakin sempit
dan pasien akan merasa sesak. Selain terkumpul di bronkus, lama kelamaan secret
akan sampai ke alveolus paru dan mengganggu system pertukaran gas di paru.
10
11
12
13

15
14

2.1.6 Manifestasi Klinis


Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi disalurran napas
atas beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami
tanda dan gejala yang khas yaitu seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis,
batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernapas menggunakan otot aksesorius
dan bisa timbul sianosis. Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan
terdengar ketika terjadi konsolidasi (Saifudin,2010)
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Atelektasis : Pengembangan paru yang tidak sempurna.
2.1.7.2 Emfisema : Terdapatnya pus pada rongga pleura.
2.1.7.3Abses paru : pengumpulan pus pada jaringan paru yang meradang.
2.1.7.4 Endokarditis : Peradangan pada endokardium.
2.1.7.5 Meningitis : Peradangan pada selaput otak.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
1) Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
2) Laju endap darah meningkat 100mm
3) ASTO meningkat pada infeksi streptococcus.
4) GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi  CO2
5) Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin ringan
karena peningkatan suhu tubuh.
2.1.8.2 Pemeriksaan Radiologi
1) Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus.(Price, Sylvia
Anderson. 2013 )
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
2.1.9.1 Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
2.1.9.2 Terapi oksigen (O2)
2.1.9.3 Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian
bronkodilator.
2.1.9.4 Istirahat yang cukup
15

2.1.9.5 Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x


500 mg/ hari atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.
16

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia
berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu
daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun,  trauma pada
paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
2.2.1.2 Riwayat Keperawatan.
1) Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai
pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut.
Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau
tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
5) Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim
hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan
lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit.
Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan
anggota keluarga perokok.
17

6) Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan
tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
7) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
8) Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
9)  Pemeriksaan persistem.
a) Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability
b) Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan
cuping hidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif,
pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan
friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada
sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah
sesak dan pilek.
c) Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada
orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum
memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
d) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum
memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan
sampai berat).
e) Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-
anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
18

g) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat,
kulit kering
i) Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

2.2.2.1 Bersihan jalan nafas tak efektif b.d inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, ditandai dengan dipsnea dan adanya secret.
2.2.2.2 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi oleh bakteri
2.2.2.3 Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk
menetap.
2.2.2.4 Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap
demam dan proses infeksi.
2.2.2.5 Hipovolemia b.d intake oral tidak adekuat, takipnea, demam.
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan persediaan dan kebutuhan
oksigen dalam tubuh manusia.
20

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Latihan batuk efektif. SIKI (I 01006 Hal 142)
1x7 jam diharapkan bersihan jalan nafas dapat Observasi :
efektif berhubungan dengan
teratasi. 1. Identifikasi kemampuan batuk
adanya penumpukan Kriteria hasil SLKI (L.01001 Hal 18) 2. Monitor adanya retensi sputum
1. Produksi sputum menurun (5) 3. Monitor tanda dan gejala jalan nafas
secret(D.0001 Hal 18)
2. Wheezing menurun (5) 4. Monitor hinput output cairan
3. Dispnea menurun (5) Terapeutik :
4. Gelisah menurun (5) 1. Atur posisi semi fowler
5. Frekuensi nafas membaik (5) 2. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
6. Pola nafas membaik (5) Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik nafas dalam selama 4 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik dan ekspektoran,
jika perlu

2 Nyeri akut berhubungan setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen Nyeri SIKI (I.08238 Hal 201)
dengan kerusakan kulit atau 1x7 jam diharapkan nyeri klien berkurang. Observasi :
jaringan. SDKI (D.0077 Hal Kriteria hasil : SLKI (L.08066 Hal 145) 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
172) 1. Keluhan nyeri menurun (5) kualitas, intensitas nyeri
2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi skala nyeri
3. Kesulitan tidur menurun (5) 4. Identifikasi respons nyeri non verbal
21

5. Identifikasi faktor yang memperberat dan


memperingan nyeri
6. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
7. Identifikasi pengaruh budaa terhadap respon nyeri
8. Identifikasi respon nyeri pada kualitas hidup
9. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
10. Monitor efek samping penggunaan analgetik.
Terapeutik :
1. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
22

4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat


5. Anjurkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3 Hipertermia berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen hipertermia. SIKI (I 15506 Hal 181)
1x7 jam diharapkan hipertermia klien Observasi :
dengan invaksi
berkurang. 5. Identifikasi penyebab hipertermia
bakteri(D.0130 Hal 284) Kriteria hasil SLKI (L.14134 Hal 129) 6. Monitor suhu tubuh
3. Menggigil menurun (5) 7. Monitor kadar elektrolit
4. Kulit merah menurun (5) 8. Monitor haluaran urin
5. Kejang menurun (5) 9. Monitor komplikasi akibat hipertermia
6. Pucat menurun (5) Terapeutik :
7. Takikardia menurun (5) 12. Sediakan lingkungan yang dingin
8. Takipnea menurun (5) 13. Longgarkan atau lepaskan pakaian
9. Suhu tubuh membaik (5) 14. Basahi dan kipasi bagian tubuh
10. Kadar glukosa darah membaik (5) 15. Berikan cairan oral
11. Pengisian kapiler membaik (5) 16. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
17. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
4. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena,
23

jika perlu

4 Defisit nutrisi berhubungan setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen Nutrisi. SIKI (I.03119 Hal 200)
dengan ketidakmampuan 1x7 jam diharapkan status nutrisi klien Observasi :
mengabsorbsi nuttrien. membaik. 1. Identifikasi status nutrisi
SDKI (D . 0019 Hal 56). Kriteria hasil : SLKI (L.03030 Hal 121)
1. Porsi makanan yang dihabiskan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
meningkat (5)
3. Identifikasi makanan yang disukai
2. Pengetahuan tentang standar asupan
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
nutrisi yang tepat meningkat (5)
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
3. Indeks masa tubuh membaik (5)
6. Monitor asupan makanan
4. Nafsu makan membaik (5)
7. Monitor berat badan
5. Bising usus membaik (5)
8. Monitor hasil pemeriksaan laboraturium
6. Frekuensi makan membaik (5)
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, bila perlu
2. Fasilitasi menetukan pedoman diet
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
24

5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein


6. Berikan suplemen makanan, bila perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,bila
perlu

5 Hipovolemia berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen hipovolemia. SIKI (I 03116 Hal 184)
1x7 jam diharapkan hipovolemia klien teratasi. Observasi :
dengan invaksi
Kriteria hasil SLKI (L.03028 Hal 107) 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
bakteri(D.0130 Hal 284) 1. Kekuatan nadi meningkat (5) 2. Monitor intake dan output cairan
2. Turgor kulit meningkat (5) Terapeutik :
3. Ortopnea menurun (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
4. Dispnea menurun (5) 2. Berikan asupan cairan oral
5. Edema anasarka menurun (5) Edukasi :
6. Tekanan darah membaik (5) 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
25

Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian IV isotonis
2. Kolaborasi dalam pemberian cairan hipotonis
3. Koaborasi dalam pemberian cairan koloid
4. Kolaborasi dalam pemberian produk darah

6 Intoleransi aktivitas setelah diberikan asuhan keperawatan selama Terapi aktivitas SIKI (I.05186 Hal 415)
berhubungan dengan 1x7 jam diharapkan intoleransi aktivitas Observasi :
penurunan distribusi oksigen berkurang. 1. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas
kejaringan. SDKI (D.0077 Kriteria hasil : SLKI (L.05047 Hal 149) tertentu
Hal 172) 7. Frekuensi nadi meningkat (5) 2. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
8. Saturasi oksigen meningkat (5) diinginkan
9. Keluhan lelah menurun (5) 3. Identifikasi makna aktivitas
10. Dispnea saat aktivitas menurun (5) Terapeutik :
11. Tekanan darah membaik (5) 1. Fasilitasi focus pada kemampuan aktivitas
12. Frekuensi nafas membaik (5) 2. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
3. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
4. Libatkan keluarga dalam melakukan aktivitas, jika
perlu
Edukasi :
1. Jelaskan metode aktivitas sehari-hari
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik yang sederhana
4. Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
26

merencanakan dan memonitor program aktivitas


27

.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya[ CITATION Cer10 \l 1057 ].
Tujuan pemulangan pasien dengan anemia adalah  :
1. Mempertahankan / meningkatkan fungsi CU
2. Mencegah komplikasi.
3. Memberikan informasi tentang proses /pragnosis dan program pengobatan.
4. Pendukung kontrol aktif pasien terhadap kondisi.
28

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com

FORMAT PENGKAJIAN PADA ANAK


I. Anamnesa
Pengkajian Tanggal 08 Maret 2021 Pukul 08.00
1. Identitas pasien
Nama Klien : An. J
TTL : Palangka Raya, 07 Maret 2020
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Katolik
Suku : Dayak
Pendidikan : SD
Alamat : Jln Rajawali no 23
Diagnosa medis : Bronkopneumonia
2. Identitas penanggung jawab
Nama Klien : Ny. L
TTL : Palangka Raya, 12 Maret 1989
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Suku : Dayak
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln Rajawali no 23
Hubungan keluarga : Ibu pasien
3. Keluhan utama
Ibu klien mengatakan “bayi saya demam tinggi”
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
By. J berusia 12 bulan dibawa keluarga ke rumah sakit dr doris
sylvanus dengan keluhan batuk, pilek, dan demam yang sudah
berlangsung selama 3 hari. Pada saat dilakukan pengkajian
didapatkan hasil pemeriksaan pasien tampak sesak nafas, suhu tubuh
38ºC, Frekuensi nadi 110x/menit, Frekuensi nafas 58x/menit.
Kemudian pasien dilakukan rawat inap untuk dilakukan observasi.
29

b. Riwayat kesehatan lalu

1) : - Ibu pasien selalu memeriksa kehamilannya tiap


2 bulan ke bida. Keluhan selama hamil di
rasakan oleh ibu yaitu mual – muntah pada
usia kehamilan 2 bulan

2) Riwayat natal : - Tempat melahirkan : rumah sendiri


Persalinan : Normal
Penolong persalinan : Bidan
Usia Kehamilan : 39 minggu
BB Lahir : 3000 gram.

3) Riwayat post natal : Kondisi saat lahir bayi normal. Anak pada saat
lahir tidak mengalami asfiksia dan bernapas
spontan.

4) Penyakit sebelumnya : Klien tidak pernah mengalami penyakit sesak


nafas sebelumnya

5) Imunisasi : Lengkap
Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT

Usia 1 bulan 2,3 dan 4 1,2,3 dan 4 9 bulan Baru lahir -


bulan bulan

Sumber: Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia ( IDAI),


tahun 2014.
b) Riwayat kesehatan keluarga
Ibu An. M mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga seperti yang
dialami klien maupun penyakit keturunan dan penyakit menular.

c) Susunan genogram 3 (tiga) generasi


30

Keterangan:

= Laki – Laki

= Perempuan

= Klien ( By.J)

= Tinggal serumah

= Hubungan keluarga

II. Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum : Kesadaran compos mentis, Klien tampak sesak
nafas, orang tua klien tampak bingung, orang tua klien sering bertanya
kepada petugas kesehatan tentang penyakit anaknya
2. Tanda vital
Tekanan darah : - mmhg
Nadi : 110 x/mnt
Suhu : 38 ˚C
Respirasi : 58 x/mnt

3. Kepala dan wajah


31

a. Ubun-ubun
Menutup ( √ ) Ya ( × ) Tidak
Keadaan ( √ ) cembung ( × ) cekung ( x ) lain,lain
Kelainan ( × ) Hidrocefalus ( × ) Microcephalus
Lain-lain: tidak ada kelainan pada ubun – ubun
b. Rambut
Warna : Hitam
Keadaan : Rontok ( × ) Ya ( √ ) Tidak
Mudah dicabut ( × ) Ya ( √ ) Tidak
Kusam ( × ) Ya ( √ ) Tidak
Lain-lain: tidak ada kelainan / gangguan pada rambut.
c. Kepala
Keadaan kulit kepala : bersih
Peradangan/benjolan : (√ ) Ada, sebutkan : Varicella (cacar air)
( x ) Tidak ada benjolan / peradangan
Lain-lain : tidak ada gangguan pada kulit kepala.
d. Mata
Bentuk : ( √ ) simetris ( × ) tidak
Conjungtiva : tidak anemis
Skelera : tidak ikterik
Reflek pupil : isokor,pupil mengecil saat di ransang
Cahaya.
Oedem Palpebra : ( × ) Ya ( √ ) tidak
Ketajaman penglihatan : baik
Lain-lain : tidak ada kelainan pada mata
e. Telinga
Bentuk : ( √ ) Simetris ( × ) tidak
Serumen/secret : ( × ) Ada ( √ ) tidak
Peradangan : ( × ) Ada ( √ )tidak
Ketajaman pendengaran : pasien menoleh dan merespon saat di
panggil namanya.
32

Lain-lain : tidak ada kelainan pada telinga


f. Hidung
Bentuk : ( √ ) Simetris ( × ) tidak
Serumen/secret : ( × ) Ada ( √ ) tidak
Pasase udara : ( × ) terpasang O2.....liter ( √ ) tidak
Fungsi penciuman : baik, pasien bisa membedakan bau
minyak kayu putih dengan bau
farfum.
Lain-lain: tidak ada kelainan pada hidung.
g. Mulut
Bibir : intak ( × ) ya ( √ ) tidak
Stanosis ( × ) ya ( √ ) tidak
Keadaan ( x ) kering (√ ) lembab
Palatum ( √ ) keras ( × ) lunak
h. Gigi
Carries ( x ) ya, sebutkan……. (  ) tidak
Jumlah gigi : lengkap, 32 buah gigi
Lain-lain : tidak ada
4. Leher dan tengorokan
Bentuk : simetris
Reflek menelan : bisa menelan makanan
Pembesaran tonsil : tidak ada pembesaran tonsil
Pembesaran vena jugularis : tidak ada pembesaran
Benjolan : tidak ada benjolan
Peradangan : tidak ada peradangan
Lain-lain : tidak ada kelainan pada leher dan
Tenggorokan.
5. Dada
Bentuk : ( √ ) simetris ( × ) tidak
Retraksi dada : ( x ) ada ( √ ) tidak
Bunyi nafas : Rochi basah
33

Tipe pernafasan : dada


Bunyi jantung : lup-dup
Iktus cordis : tidak tampak
Bunyi tambahan : ada
Nyeri dada : tidak ada nyeri di bagian dada
Keadaan payudara : tidak ada kelainan
Lain-lain : tidak ada kelainan di bagian dada
6. Punggung
Bentuk : ( √ ) simetris ( × ) tidak
Peradangan : ( × ) ada, sebutkan
Benjolan : ( × ) ada, sebutkan
Lain-lain : tidak ada peradangan, benjolan
maupun gangguan lainnya
pada bagian punggung
7. Abdomen
Bentuk : ( √ ) simetris ( × ) tidak
Bising usus : Normal
Asites : ( × ) ada ( √ ) tidak
Massa : ( × ) ada, sebutkan
Hepatomegali : ( × ) ada ( √ ) tidak
Spenomegali : ( × ) ada ( √ ) tidak
Nyeri : ( × ) ada, sebutkan
Lain-lain : tidak ada kelainan atau gangguan
pada bagian abdomen.
8. Ektremitas
Pergerakan/ tonus otot : Bergerak normal
Oedem : ( × ) ada, sebutkan ( √ ) tidak
Sianosis : ( × ) ada, sebutkan ( √ ) tidak
Clubbing finger : ( × ) ada ( √ ) tidak
Keadaan kulit/turgor : kurang dari 2 detik
Lain-lain : tidak ada kelainan pada
34

ekstermitas.
1. Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan : keadaan penis dan testis bersih
Keadaan testis : ( √ ) lengkap ( × ) tidak
Hipospadia : ( × ) ada ( √ ) tidak
Epispadia : ( × ) ada ( √ ) tidak

Lain-lain : tidak ada lesi, kelainan ataupun


gangguan pada bagian genetalia
b. Perempuan ( tidak dilakukan pengkajian )
Kebersihan : ………………………
Keadaan labia : ( ) lengkap ( ) tidak
Peradangan/ benjolan : …………………
Menorhage : Usia ………………
Siklus ……….
Lain-lain : …………………………

II. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


1. Gizi : Gizi anak masih dalam batas
normal, BB sebelum sakit 13 kg dan
BB saat sakit 13 kg.
2. Kemandirian dalam bergaul : anak dapat bergaul secara mandiri.
3. Motorik halus : anak dapat melakukan berbagaihal.
4. Motorik kasar : anak sudah mandiri.
5. Kognitif dan bahasa: : Anak dapat berbicara lancar
6. Psikososial : Anak terlihat sangat dekat dengan orang tuanya.

III. Pola Aktifitas sehari-hari


35

No Pola Kebiasaan Sebelum Sakit Saat Sakit


.
1. Nutrisi :
a. Frekuensi a. 3 kali/hari d. 3 kali/hari
b. Nafsu makan/selera b. 1 porsi e. 1 porsi
c. Jenis makanan c. Nasi,sayur,ikan dan buah f. Nasi,sayur,ikan dan buah
2. Eliminasi :
a. BAB
Frekuensi 1 kali/hari 1 kali/hari
Konsistensi Lembek Lembek
b. BAK
Frekuensi 3-5 kali/hari 3-5 kali/hari
Konsistensi Cair Cair
3. Istirahat dan Tidur
a. Siang/jam a. 1-2 jam c. 1-2 jam
b. Malam/jam b. 6-7 jam 7-8 jam
4. Personal Hygiene
a. Mandi a. 2 kali/hari a. 2 kali/hari
b. Oral hygiene b. 2 kali/hari b. 2 kali/hari

IV. Data Penunjang


Tidak ada dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Terapi Medis
Tabel 3.1 penatalaksanaan Medis pada By. J Pada tanggal 08 Maret 2021
Nama Obat Dosis Indikasi
Paracetamo ½ X 500mg Untuk penurun deman
l
Bcompleks 2x1 untuk perawatan Kram otot, Gangguan
metabolisme, Migrain, Kekurangan vitamin b3,
Toksisitas salisilat, Asupan makanan yang tidak
memadai, Neurotoksisitas streptomisin, Rambut
abu-abu, Alopecia, Gangguan pernapasan
catarrhal dan kondisi lainnya..
Combivent 1 UDV Untuk meredakan dan mecegah munculnya gejala
36

akibat penyempitan saluran pernafasan.

Palangka Raya, 08 Maret 2021

Mahasiswa,

(Desi Natalia)

ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH
37

DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB


DS : Ibu pasien Infeksi Hipertermia
mengatakan “
demam tinggi sejak Pelepasan asam
kemarin” arakidonat
DO :
 Pasien tampak lemah Termoregulasi terganggu
 Pasien tampak
berbaring Perubahan termostat
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak meringis
 Suhu kulit teraba
hangat
 Frekuensi nafas
meningkat
 Frekuensi Nadi
meningkat
 Kulit kemerahan
 Suhu tubuh meningkat
 TTV
TD :
S : 38,oC
N : 110 x/m
R : 58 x/m
DS: Ibu Pasien mengatakan Infeksi Bersihan jalan nafas
“Batuk berdahak yang tidak efektif
sulit keluar” Peningkatan produksi
DO: mukus
 Pasien tampak lemah
 Pasien tampak gelisah Akumulasi mucus pada

 Pasien tampak meringis saluran pernafasan


38

 Pasien tampak sulit


mengeluarkan dahak
 Frekuensi nafas
meningkat
 Frekuensi nadi
meningkat
 Terdengar bunyi nafas
tambahan ronchi (+)
 Pasien terpasang nasal
kanul 4 Lpm
 Sputum klien berwarna
agak kekuningan
 Pasien tampak sesak
 TTV
TD :
S : 38,0oC
N : 110 x/m
R : 58 x/m

3.16 Prioritas Masalah


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
yang ditandai dengan batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk, Peningkatan
suhu tubuh, Peningkatan nadi, Peningkatan pernafasan, sputum berlebih,
39

terdengar bunyi nafas tambahan Rochi basah (+), pasien gelisah, TTV, RR:
58x/menit, N: 110x/menit, S: 38,ºC.
2. Hipertermi berhubungan dengan (proses penyakit) infeksi yang ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, Peningkatan suhu tubuh,
Peningkatan nadi, Peningkatan pernafasan, badan terasa panas, badan
menggigil, kulit terasa hangat TTV, RR: 58x/menit, N: 110x/menit, S: 38,ºC.
27

No DiagnosaKeperawatan TujuandanKriteriaHasil RencanaKeperawatan/Intervensi Rasional


1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Untuk membantu pasien dalam
keperawatan selama 3x7 jam 2. Monitor tanda dan gejala jalan melakukan batuk
efektif berhubungan dengan
diharapkan bersihan jalan nafas 2. Untuk mengetahui jalan nafas
hipersekresi jalan nafas yang nafas tidak efektif teratasi 3. Atur posisi semi fowler klien
yang sesuai 4. Pasang perlak dan bengkok 3. Memberikan posisi nyaman
ditandai dengan batuk tidak
Kriteria Hasil : dipangkuan pasien 4. Menjaga kebersihan lingkungan
efektif atau tidak mampu 1. Produksi sputum 5. Jelaskan tujuan dan prosedur klien
menurun (5) batuk efektif 5. Untuk membantu klien mandiri
batuk, sputum berlebih,
2. Wheezing menurun (5) 6. Anjurkan tarik nafas dalam melakukan batuk efektif
terdengar bunyi nafas 3. Dispnea menurun (5) selama 4 detik 6. Membantu melonggarkan jalan
4. Gelisah menurun (5) 7. Anjurkan mengulangi tarik nafas nafas klien
tambahan Rochi basah (+),
5. Frekuensi nafas membaik dalam hingga 3 kali 7. Membantu melonggarkan jalan
pasien gelisah, TTV TD: RR: (5) 8. Kolaborasi pemberian mukolitik nafas klien
6. Pola nafas membaik (5) dan ekspektoran 8. Untuk melonggarkan jalan nafas
54x/menit, N: 110x/menit, S:
klien
38,ºC.

No DiagnosaKeperawatan TujuandanKriteriaHasil RencanaKeperawatan/Intervensi Rasional


28

2. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Untuk mengetahui penyebab
keperawatan selama 3x7 jam 2. Monitor suhu tubuh hipertermia
dengan (proses penyakit)
diharapakan hipertermi hilang 3. Sediakan lingkungan yang dingin 2. Untuk mengetahui suhu
infeksi yang ditandai dengan dengan kriteria hasil: 4. Longgarkan atau lepaskan tubuh klien
1. Kulit merah menurun (5) pakaian 3. Untuk menghangatkan tubuh
suhu tubuh diatas nilai normal,
2. Menggigil menurun (5) 5. Basahi dan kipasi bagian tubuh klien
kulit merah, badan terasa 3. Kejang menurun (5) 6. Berikan cairan oral 4. Memberikan kenyamanan
4. Pucat menurun (5) 7. Berikan oksigen, jika perlu pada pasien
panas, badan menggigil, kulit
5. Takikardia menurun (5) Anjurkan tirah baring 5. Untuk menstabilkan tubuh
terasa hangat TTV TD:, RR: 6. Takipnea menurun (5) 8. Anjurkan keluarga untuk klien
7. Suhu tubuh membaik (5) memberikan kompres hangat 6. Mengganti cairan tubuh klien
58x/menit, N: 110x/menit, S:
8. Kadar glukosa darah 9. Kolaborasi pemberian cairan dan yang hilang
38,ºC. membaik (5) elektrolit intravena 7. Membantu pernafasan klien
8. Untuk membantu menambah
cairan tubuh klien

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
29

Nama Pasien: By. J


Ruangan: Ruang Pernafasan
Hari/Tanggal Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Implementasi
Jam Jam: 10.00 Wib Nama Perawat
Senin, O8 S: Ibu Pasien mengatakan pasien mengatakan”anak
1. Melakukan pemantauan tanda dan gejala jalan nafas saya masih batuk berdahak”
Maret 2021 O:
2. Memberikan posisi semi fowler
1. Tampak sulit mengeluarkan dahak
09.45 WIB 3. Melakukan pemasangan perlak dan bengkok dipangkuan 2. Tampak batuk Desi Natalia
pasien 3. Tampak terpasang oksigen nasal kanul 4 lpm
Dx 1 4. Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif 4. Tampak sesak
5. Menganjurkan tarik nafas dalam selama 4 detik 5. Terdengar bunyi nafas tambahan ronchi basah
Bersihan (+)
6. Memberikan oksigen nasal kanul 4 lpm
Jalan nafas 6. TTV
7. Menganjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
S : 38,0oC
tidak efektif 8. Melakukan Kolaborasi pemberian mukolitik dan N : 110 x/m
ekspektoran 3x5 ml dan pemberian nebulizer combivent 1 R : 58 x/m
vial A: Masalah bersihan jalan nafas tidak efektif belum
teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
1. Mengidentifikasi kemampuan batuk
2. Melakukan pemantauan tanda dan gejala jalan
nafas
3. Memberikan posisi semi fowler
4. Melakukan pemasangan perlak dan bengkok
dipangkuan pasien
5. Menganjurkan tarik nafas dalam selama 4 detik
30

6. Memberikan oksigen nasal kanul 4 lpm


7. Menganjurkan mengulangi tarik nafas dalam
hingga 3 kali
8. Melakukan Kolaborasi pemberian mukolitik
dan ekspektoran 3x5 ml dan pemberian
nebulizer combivent 1 vial

Hari/Tanggal Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Implementasi
Jam Jam: 10.00 Wib Nama Perawat
Senin, 08 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia S: Pasien mengatakan pasien mengatakan” Masih terasa
2. Melakukan pemantauan suhu tubuh menggigil”
Maret 2021 O:
3. Menyediakan lingkungan yang dingin
 Klien tampak gelisah
08.30 WIB 4. Melonggarkan atau lepaskan pakaian  Klien tampak menggigil
5. Membasahi dan kipasi bagian tubuh  Klien tampak lemah Desi Natalia
Dx 2 6. Memberikan cairan oral  Frekuensi nadi meningkat
Hipertermi 7. Memberikan oksigen nasal kanul 3 lpm  Frekuensi nafas meningkat
8. Menganjurkan tirah baring  Suhu tubuh meningkat
9. Kolaborasi pemberian cairan dan dan eletrolit intravena RL  TTV
20 Tpm. TD :
S : 38,oC
N : 110 x/m
R : 58 x/m
A: Masalah hipertermia belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia
31

2. Melakukan pemantauan suhu tubuh


3. Menyediakan lingkungan yang dingin
4. Melonggarkan atau lepaskan pakaian
5. Membasahi dan kipasi bagian tubuh
6. Memberikan cairan oral
7. Memberikan oksigen nasal kanul 3 lpm
8. Menganjurkan tirah baring
Kolaborasi pemberian cairan dan dan eletrolit
intravena RL 20 Tpm.
27

DAFTAR PUSTAKA

Jr, Don R Revis. 2017. Decubitus Ulcer. Availaible from URL:


www.emedicine.com diakses tanggal 20 Juli 2008
Hidayat, Djunaedi, Sjaiful Fahmi Daili, dan Mochtar Hamzah. Ulkus
Dekubitus . Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 64, Tahun 2017. Availaible from
URL: www.kalbe.co.id diakses tanggal 20 Juli 2008
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2010). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek
Klinik. Edisi 6,
Cerpianto, L. J. (2010). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.
In Edisi 6 (p. 28). Jakarta: EGC.
Dochterman, J. M., & Bulecheck, G. N. (2013). Nursing Intervention
Classification (NIC). Mosby: Edition.Missouri.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil K eperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
JIKP©JURNAL ILMIAH KESEHATAN
[

PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP PERUBAHAN SUHU TUBUH PADA PASIEN FEBRIS

Fadli1, Akmal Hasan2


1
Program Studi Profesi Ners STIKES Muhammadiyah Sidrap
2
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Muhammadiyah Sidrap Alamat
Korespondensi: fadli.hanafi88@yahoo.com/085342707077

ABSTRAK
Demam adalah peroses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu tubuh
meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,2 oC). Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan demam dan menjadi salah
satu manifestasi paling umum penyakit pada anak. Kompres adalah salah satu terapi non farmakologi yang mampu
manangani suhu tubuh anak yang mengalami febris. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 05 Juni sampai dengan 05 Juli
Tahun 2017 di puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Sidrap. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan
desain quasi eksperimen dengan rancangan pre and post test design, sampel pada penelitian ini adalah pasien anak yang
mengalami febris di ruang instalasi gawat darurat dengan jumlah sampel sebanyak 17 orang. Tekhnik pengambilan
sampel adalah purposive sampling. Dari hasil penelitian dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z didapat nilai pre p=0,62 dan
untuk post p=0,54. Dengan tingkat kemaknaan p >α (0,05) Yang dimana p >α (0,05) berarti uji normalitas data
berdistribusi normal maka dari itu dilakukan uji Paired T test, dengan hasil p=0,0001 dengan tingkat kemaknaan p <α
(0,05) yang dimana 0,0001<0,05 maka dari itu dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh kompres hangat terhadap
perubahan suhu tubuh pasien febris di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Sidrap. Hasil
penelitian ini dapat di pergunakan sebagai bahan masukan bagi institusi kesehatan dan penanganan peningkatan suhu
tubuh pada pasien febris. Semoga penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sekaligus menjadi
pengalaman berharga bagi peneliti dalam hal melakukan penelitian.

Kata Kunci : Kompres hangat, Febris, Suhu tubuh

PENDAHULUAN Berdasarkan World Healt Organization (WHO)


Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas memperkirakan jumlah kasus deman di seluruh dunia mencapai
normal akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. 16 - 33 juta 500 – 600 ribu kematian tiap tahunya (Setyowati,
Sebagian besar deman pada anak akibat dari perubahan pada 2013). Data kunjungan ke fasilitas kesehatan
pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit-penyakit pediatrik di Brazil terdapat sekitar 19% sampai 30%
yang ditandai adanya deman dapat menyerang sistem tubuh. anak diperiksa karena menderita demam. Penelitian oleh Jalil,
Selain itu demam juga berperan dalam meningkatkan Jumah, & Al-Baghli, 2007) di
perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam Kuwait menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia tiga bulan
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin, sampai 36 bulan mengalami serangan
2012).

78 Volume 7 Nomor 2 Bulan Desember Tahun 2018 ᴥ ISSN:2089-


demam rata-rata enam kali pertahunnya (Setiawati, 2009) pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan
Di Indonesia penderita demam sebanyak 465 (91.0%) menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih
dari 511 ibu yang memakai perabaan untuk menilai demam banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah
pada anak mereka sedangkan sisanya 23,1 saja menggunakan perifer dan berkeringat (Potter & Perry, 2010).
termometer (Setyowati, 2013). Dinas Kesehatan Sulawesi Berdasarkan penelitian Purwanti & Ambarwati (2013)
Selatan, merilis data penderita demam atau febris sepanjang menunjukkan bahwa rerata suhu tubuh pasien sebelum dilakukan
bulan Januari 2016 sebanyak 528 kasus (Dinkes Sulsel, 2016). tindakan kompres hangat sebesar 38,9˚C dan sesudah dilakukan
Dinas kesehatan Kabupaten Sidrap merilis jumlah penderita intervensi rerata suhu tubuh pasien adalah 37,9˚C. Pada uji
demam atau febris di tahun 2015 berjumlah 1570 jiwa (Dinas analisis terjadi perubahan rerata suhu tubuh 0,97˚C dengan SD
kesehatan Kabupaten Sidrap, 2015) Berdasarkan hasil survey 0,35˚C nilai P = 0,0001yang berarti bahwa P <0,05.
pendahuluan di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas Tanru Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Tedong pada bulan Januari - Desember 2016 angka kejadian pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada
demam pada anak sebanyak pasien febris di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas Tanru
102 pasien (Puskesmas Tanru Tedong, 2016). Tedong Kabupaten Sidrap.
Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan BAHAN DAN METODE
penanganan tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan Lokasi dan desain penelitian
orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan dalam Lokasi penelitian ini dilakukan di ruangan instalasi
mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan gawat darurat Puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Sidrap
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif
Demam dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak experimental, dengan desain quasi eksperimen. Penelitian ini
ditangani dengan cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi menggunakan, rancangan pre-post test design, dimana penelitian
lain seperti, hipertermi, kejang dan penurunan kesadaran ini hanya menggunakan satu kelompok yaitu kelompok
(Maharani, 2011). intervensi untuk mengukur suhu tubuh sebelum dan sesudah
Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh diberikan intervensi berupa kompres hangat selama 20 menit.
darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada
area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal Populasi dan sample
hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien anak
meransang area preoptik mengakibatkan yang mengalami demam atau febris diruangan
instalasi gawat darurat Puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Tabel 1. Distribusi berdasarkan karakteristik
Sidrap responden di ruangan instalasi gawat darurat
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 17 sampel. puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Sidrap
Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling Karakteristik responden n %
yaitu pengambilan sampel didasarkan pada kenyataan bahwa
Umur
mereka kebetulan muncul. Dalam penelitian bisa saja
diperolehnya sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu, 2-3 tahun 6 35,3
melainkan secara kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi 4-5tahun 6 35,3
peneliti saat pengumpulan data dilakukan. Proses diperolehnya 6-7 tahun 3 17,6
sampel semacam ini disebut penarikan sampel secara kebetulan.
>8 tahun 2 11,8
Analisa dan penyajian data Jenis Kelamin
Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan Laki-Laki 11 64,7
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing- Perempuan 6 35,3
masing variabel diteliti. Analisis uji univariat ini akan
Total 17 100
mendeskripsikan tentang jenis kelamin, suhu tubuh sebelum dan
sesudah kompres hagat. Berdasarkan tabel 1. menunjukkan bahwa dari 17
Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji Responden didapatkan yang memiliki kelompok umur paling
pengaruh perbedaan antara dua variabel. Uji ini dilakukan untuk banyak adalah kelompok umur 2-3 tahun dan 4-5 tahun masing-
mengetahui pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu masing berjumlah 6 orang (35,3 %) dan kelompok umur paling
tubuh pada pasien febris dengan menggunakan uji statistik sedikit adalah kelompok umur >8 tahun berjumlah 2 orang (11,8
paired t-test dengan tingkat kemaknaan p < 0,05. %), serta kelompok umur 6-7 tahun berjumlah 3
orang (17,6 %).
HASIL Sedangkan untuk karakteristik responden menurut jenis
kelamin yaitu laki-laki berjumlah 11 orang (64,7%) dan yang
berjenis kelamin perempuan 6 orang (35,3%).

Tabel 2. Nilai rata-rata suhu tubuh sebelum dan sesudah


Intervensi di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas
Tanru Tedong Kabupaten Sidrap
Variabel N Mean SD Min-Max
Pre 17 38,1 0,6 37,3-39,5
Post 37,5 0,6 36,7-38,9
Pada penelitian ini akan disajikan hasil penelitian Berdasarkan tabel 2. menunjukkan bahwa dari 17
pada analisis univariat dan analisis bivariat. Adapun penjelasan Responden uji analisis univariat didapatkan nilai rata-rata
hasil penelitian sebagai berikut: sebelum intervensi yaitu hasil mean 38,14 standar deviasi 0,61
dengan nilai min 37,3 nilai max 39,5. Kemudian nilai rata-rata
sesudah intervensi didapatkan
hasil mean 37,54 standar deviasi 0,57 dengan nilai min 36,7 nilai dari itu dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh kompres
max 38,9. hangat terhadap perubahan suhu tubuh pasien febris di ruangan
Tabel 3. Selisih nilai rata-rata sebelum dan setelah instalasi gawat darurat puskesmas Tanru Tedong Kabupaten
Intervensi di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas Sidrap yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak.
Tanru TedongKabupaten Sidrap Kompres adalah salah satu metode fisik untuk
Varia n Me SD Min- p menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam.
bel an max Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar
merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik
Pre- hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat
post 17 0,7 0,4 0,4-0,8 0,0001 yang dibawa oleh darah ini akan menuju area hipotalamus
suhu merangsang preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh
tubuh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya
pengeluarn panas tubuh yang lebih banyak melalui dua
Berdasarkan tabel 3. menunjukkan bahwa dari 17 mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat
Responden uji analisis bivariat didapatkan nilai selisih rata-rata (Potter & Perry, 2010).
skor suhu tubuh sebelum dan setelah intervensi yaitu mean 0,65 Dengan kompres hangat
standar deviasi 0,37 dengan nilai min 0,41 dan max 0,80 dengan menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat sehingga
nilai p =0,0001 dengan tingkat kemaknaan p <α (0,05) yang tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup
dimana 0,0001<0,05 maka dari itu dapat disimpulkan bahwa panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di
adanya pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan
tubuh pasien febris di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit
Tanru Tedong Kabupaten Sidrap yang berarti Ha diterima dan Ho melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit
ditolak. akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga
akan terjadi perubahan suhu tubuh.
PEMBAHASAN Penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwanti &
Hasil uji analisis univariat didapatkan nilai rata-rata Ambarwati (2013) menunjukkan bahwa rerata suhu tubuh pasien
sebelum intervensi yaitu hasil mean 38,14 standar deviasi 0,61 sebelum dilakukan tindakan kompres hangat sebesar 38,9˚C dan
dengan nilai min 37,3 nilai max 39,5. Kemudian nilai rata-rata sesudah dilakukan intervensi rerata
sesudah intervensi didapatkan hasil mean 37,54 standar deviasi
0,57 dengan
nilai min 36,7 nilai max 38,9.
Uji analisis bivariat didapatkan nilai selisih rata-rata skor
suhu tubuh sebelum dan setelah intervensi yaitu mean 0,65
standar deviasi 0,37 dengan nilai min 0,41 dan max 0,80
dengan nilai p
=0,0001 dengan tingkat kemaknaan p <α (0,05) yang dimana
0,0001<0,05 maka
suhu tubuh pasien adalah 37,9˚C. Pada uji analisis terjadi Tedong kabupaten Sidrap dengan nilai mean 38,14 dan rerata
perubahan rerata suhu tubuh 0,97˚C dengan SD 0,35˚C nilai p suhu tubuh sesudah di berikan tindakan kompres hangat pada
= 0,0001 yang berarti bahwa p <0,05. Penelitian ini juga pasien febris di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas
sejalandengan penelitian Hartini & Puskesmas Tanru Tedong kabupaten Sidrap dengan nilai hasil
Pertiwi (2015) menunjukkan bahwa efektifitas penurunan mean 37,54. Sedangkan Pada analisis bivariat didaptkan nilai
suhu tubuh pada anak demam sebelum perlakuan kompres air selisih rerata 0,65 dan nilai p = 0,0001, sehingga ada pengaruh
hangat adalah 38,65˚C dan sesudah diberikan perlakuan kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien
kompres air hangat suhu tubuh menjadi 37,27˚C. febris.
Pada uji Paired T-test menunjukkan nilai p =0,0001 (p<0,05), di
rumah sakit Telogorejo Semarang. SARAN
Adapun asumsi penelitian kompres hangat memiliki Saran pada penelitian ini adalah diharapkan pihak
pengaruh terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien febris puskesmas atau pelayanan kesehatan setempat dapat menetapkan
khususnya anak-anak. Kompres hangat termasuk tindakan program penanganan Pasien febris nonfarmakologis pemberian
mandiri yang harus diketahui oleh semua tenaga kesehatan tindakan kompres hangat dalam memberikan perubahan suhu
begitupun dengan orang tua. Maka dari itu diharapkan bagi tubuh pada pasien febris.
orang tua untuk memberikan tindakan kompres hangat kepada
anaknya yang mengalami demam. Kompres hangat berpengaruh DAFTAR PUSTAKA
karena pembuluh tepi dikulit melebar dan mengalami Dinkes, Sul-Sel. (2016). Propil data pasien
vasodilatasi sehingga pori-pori kulit akan membuka dan febris.http:/pojoksulseL.com.
mempermudah pengeluaran panas, sehingga terjadi perubahan Hartina & Pertiwi. (2015).Efektifitas Kompres Air
suhu tubuh. Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh
Oleh dari itu penelitian ini peneliti mengambil kesimpulan Anak Demam Usia 1-3 Tahun Di SMC RS
bahwa kompres hangat berpengaruh terhadap perubahan suhu Telogorejo
tubuh pada pasien febris diruangan instalsi gawat darurat Semarang.http://publikasihilmia h.umc.ac.id.
puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Sidrap.
Maharani. (2011). Perbandingan Efektifitas Pemberian
Kompres Hangat Dan Tefid Water Spoge
KESIMPULAN
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Balita
Rerata suhu tubuh sebelum di berikan tindakan kompres
hangat pada pasien febris di ruangan instalasi gawat darurat Yang Mengalami Demam Di Puskesmas
puskesmas Puskesmas Tanru Rawat Inap Karya Wanita Rumbai Pesisir,
Jurnal Universitas
Riau.http://www.scribd.com/doc
/73195543/all-ok.
Andy Samuel | Bronkopneumonia On Pediatric Patient

Potter & Perry. (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika
Puskesmas Tanru Tedong. (2017). Instalasi Gawat Darurat Puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Sidrap.
Purwanti & Ambarwati. (2013). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak
Hipertermia Di Ruang Rawat Inap RSUD
Dr.MoewardiSurakarta.http://pu blikasihilmiah.umc.ac.id.
Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 84


Andy Samuel | Bronkopneumonia On Pediatric Patient

Setyowati & Lina. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan


Orang Tua Dengan Penanganan Demam Pada Anak Balita Di Kampung
Bakalan Kadipiro Banjarmasin Surakarta. Jurnal Stikes
PKU Muhammadiyah Surakarta. http://stikespku.com.pdf.
Setiawati. (2009). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Dan Kenyamanan Pada Anak
Usia Pra Sekolah Dan Sekolah Yang Mengalami Demam Di Ruangan Perawatan Anak
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung, Jurnal
Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan. http://www.digilib.ui.ac.id

Jurnal yang dipilih :

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 85


Andy Samuel | Bronkopneumonia On Pediatric Patient

Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pasien Febris


Isi :
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar deman pada
anak akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus.
Penyakit-penyakit yang ditandai adanya deman dapat menyerang sistem tubuh.
Selain itu demam juga berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas
spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap
infeksi (Sodikin, 2012). Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan
tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini
dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat
maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu.
Demam dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan
cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang
dan penurunan kesadaran (Maharani, 2011).
Hasil :
dari 17 Responden uji analisis bivariat didapatkan nilai selisih rata-rata skor
suhu tubuh sebelum dan setelah intervensi yaitu mean 0,65 standar deviasi 0,37
dengan nilai min 0,41 dan max 0,80 dengan nilai p =0,0001 dengan tingkat
kemaknaan p <α (0,05) yang dimana 0,0001<0,05 maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa adanya pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu
tubuh pasien febris di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas Tanru Tedong
Kabupaten Sidrap yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak.
Kelebihan:
Jurnal ini memiliki penjelasan yang lengkap dan mudah difahami, sehingga
pembaca dapat mudah mengerti bagaimana pengaruh kompres hangat terhadap
pasien febris, dan memiliki ketersediaan sumber yang lengkap dengan
menggunakan penelitian langsung yang dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.

Kelemahan:

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 86


Andy Samuel | Bronkopneumonia On Pediatric Patient

Penulis belum menjelaskan berapa lama durasi efektif nya air pada kompres
hangat dapat diberikan, kemudian tidak menerangkan berapa lama kompres
hangat dilakukan ataupun berapa kali kompes hangat dapat diberikan, kemudian
penelitian juga tidak menjelaskan apakah kompres hangat ini memiliki efek
lainnya terutama pada penggunaan jangka panjang.
Saran:
Diharapkan jurnal ini bisa dikembangkan lebih luas lagi dengan menggunakan
banyak responden untuk meningkatkan data dan pembelajaran yang lebih baik.

Laporan Singkat Analisis Jurnal

Latar belakang Masalah


Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar deman pada
anak akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus.
Penyakit-penyakit yang ditandai adanya deman dapat menyerang sistem tubuh.
Selain itu demam juga berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas
spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap
infeksi (Sodikin, 2012). Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan
tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini
dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat
maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu.
Demam dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan
cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang
dan penurunan kesadaran (Maharani, 2011).
Berdasarkan World Healt Organization (WHO) memperkirakan jumlah
kasus deman di seluruh dunia mencapai 16 - 33 juta 500 – 600 ribu kematian tiap
tahunya (Setyowati, 2013). Data kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik di
Brazil terdapat sekitar 19% sampai 30% anak diperiksa karena menderita demam.
Penelitian oleh Jalil, Jumah, & Al-Baghli, 2007) di Kuwait menunjukkan bahwa
sebagian besar anak usia tiga bulan sampai 36 bulan mengalami serangan

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 87


Andy Samuel | Bronkopneumonia On Pediatric Patient

demam rata-rata enam kali pertahunnya (Setiawati, 2009)Di Indonesia


penderita demam sebanyak 465 (91.0%) dari 511 ibu yang memakai perabaan
untuk menilai demam pada anak mereka sedangkan sisanya 23,1 saja
menggunakan termometer (Setyowati, 2013). Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan,
merilis data penderita demam atau febris sepanjang bulan Januari 2016 sebanyak
528 kasus (Dinkes Sulsel, 2016). Dinas kesehatan Kabupaten Sidrap merilis
jumlah penderita demam atau febris di tahun 2015 berjumlah 1570 jiwa (Dinas
kesehatan Kabupaten Sidrap, 2015) Berdasarkan hasil survey pendahuluan di
ruangan instalasi gawat darurat puskesmas Tanru Tedong pada bulan Januari -
Desember 2016 angka kejadian demam pada anak sebanyak 102 pasien
(Puskesmas Tanru Tedong, 2016). Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan
penanganan tersendiri yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal
ini dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat
maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu.
Demam dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan
cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang
dan penurunan kesadaran (Maharani, 2011). Pemberian kompres hangat pada
daerah pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada
area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang
dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan meransang area preoptik
mengakibatkan
Pembahasan
Hasil uji analisis univariat didapatkan nilai rata-rata sebelum intervensi yaitu
hasil mean 38,14 standar deviasi 0,61 dengan nilai min 37,3 nilai max 39,5.
Kemudian nilai rata-rata sesudah intervensi didapatkan hasil mean 37,54 standar
deviasi 0,57 dengan nilai min 36,7 nilai max 38,9. Uji analisis bivariat didapatkan
nilai selisih rata-rata skor suhu tubuh sebelum dan setelah intervensi yaitu mean
0,65 standar deviasi 0,37 dengan nilai min 0,41 dan max 0,80 dengan nilai
p =0,0001 dengan tingkat kemaknaan p <α (0,05) yang dimana 0,0001<0,05
maka dari itu dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh kompres hangat
terhadap perubahan suhu tubuh pasien febris di ruangan instalasi gawat darurat

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 88


Andy Samuel | Bronkopneumonia On Pediatric Patient

puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Sidrap yang berarti Ha diterima dan Ho


ditolak. Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh
anak yang mengalami demam. Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh
darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik
hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh
darah ini akan menuju area hipotalamus merangsang preoptik mengakibatkan
pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya
pengeluarn panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi
pembuluh darah perifer dan berkeringat (Potter & Perry, 2010). Dengan kompres
hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat sehingga tubuh
akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya tubuh
akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu
pengatur tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh darah tepi
dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit akan
membuka dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga akan terjadi
perubahan suhu tubuh. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Purwanti &
Ambarwati (2013) menunjukkan bahwa rerata suhu tubuh pasien sebelum
dilakukan tindakan kompres hangat sebesar 38,9˚C dan sesudah dilakukan
intervensi rerata suhu tubuh pasien adalah 37,9˚C. Pada uji analisis terjadi
perubahan rerata suhu tubuh 0,97˚C dengan SD 0,35˚C nilai p = 0,0001 yang
berarti bahwa p <0,05. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hartini &
Pertiwi (2015) menunjukkan bahwa efektifitas penurunan suhu tubuh pada anak
demam sebelum perlakuan kompres air hangat adalah 38,65˚C dan sesudah
diberikan perlakuan kompres air hangat suhu tubuh menjadi 37,27˚C. Pada uji
Paired T-test menunjukkan nilai p =0,0001 (p<0,05), di rumah sakit Telogorejo
Semarang. Adapun asumsi penelitian kompres hangat memiliki pengaruh
terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien febris khususnya anak-anak.
Kompres hangat termasuk tindakan mandiri yang harus diketahui oleh semua
tenaga kesehatan begitupun dengan orang tua. Maka dari itu diharapkan bagi
orang tua untuk memberikan tindakan kompres hangat kepada anaknya yang
mengalami demam. Kompres hangat berpengaruh karena pembuluh tepi dikulit

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 89


Andy Samuel | Bronkopneumonia On Pediatric Patient

melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit akan membuka dan
mempermudah pengeluaran panas, sehingga terjadi perubahan suhu tubuh. Oleh
dari itu penelitian ini peneliti mengambil kesimpulan bahwa kompres hangat
berpengaruh terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien febris diruangan instalsi
gawat darurat puskesmas Tanru Tedong Kabupaten Sidrap.
Simpulan
Rerata suhu tubuh sebelum di berikan tindakan kompres hangat pada pasien
febris di ruangan instalasi gawat darurat puskesmas Puskesmas Tanru Tedong
kabupaten Sidrap dengan nilai mean 38,14 dan rerata suhu tubuh sesudah di
berikan tindakan kompres hangat pada pasien febris di ruangan instalasi gawat
darurat puskesmas Puskesmas Tanru Tedong kabupaten Sidrap dengan nilai hasil
mean 37,54. Sedangkan Pada analisis bivariat didaptkan nilai selisih rerata 0,65
dan nilai p = 0,0001, sehingga ada pengaruh kompres hangat terhadap perubahan
suhu tubuh pada pasien febris.

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 90

Anda mungkin juga menyukai