Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny “P”

DENGAN SINDROM GAWAT NAFAS (RDS)


DI RUANG PERINATOLOGI RUMAH SAKIT NAHDLATUL
ULAMA TUBAN
TANGGAL 15-27 November 2021

OLEH :

WIDA DWI YULIANTI


NIM : 19.17.1.149.032
PRODI DIII KEBIDANAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN
KEBIDANAN INSTITUT ILMU KESEHATAN
NAHDLATUL ULAMA TUBAN
Jl. P.Diponegoro No.17 Tuban 62313 Tlp (0356) 321287 Fax (0356) 333237
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan klinik kebidanan yang berjudul ASUHAN KEBIDANAN PADA


BAYI Ny “P” Dengan Sindrom Gawat Nafas (RDS) Di Ruang Perinatologi RS
Nahdlatul Ulama Tuban ini telah disetujui sebagai laporan praktik kebidanan.
Dalam rangka praktik klinik kebidanan yang dilaksanakan oleh mahasiswa
kebidanan Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban
Nama : Wida Dwi Yulianti
NIM : 19.17.1.149.032
Tanggal : 15 November s/d 27 November 2021
Tahun Akademik : 2021-2022

Menyetujui,
Kepala Unit Ruangan Perinatologi Pembimbing Ruangan

Diah Sri Lestari.,S.Kep.,Ns Eris Rahayuningtyas ,S.Kep.,Ns


NIK: 1020023 NIK: 10210033

Pembimbing Akademik
IIK NU Tuban Prodi D-III Kebidanan

ii
Eva Silviana Rahmawati,SST.,M.Kes
NIDN: 071107901

KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan kebidanan
dengan judul “ ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny “P” DENGAN
SINDROM GAWAT NAFAS (RDS) ”
Dalam penyusunan laporan asuhan kebidanan ini tidak lepas dari bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Mifahul Munir, S.KM, M.Kes, DIE selaku Rektor Institut
Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban yang telah memberikan
kesempatan untuk melaksanakan penelitian.
2. Ibu Aris Puji Utami,SST., M.Kes selaku Kaprodi D-lII Kebidanan Institut
Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama Tuban
3. Ibu Eva Siviana Rahmawati,SST.,M.Kes selaku dosen pembimbing
penulisan laporan asuhan kebidanan ini yang selalu menyempatkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan saran.
4. Ibu Eris Rahyuningtyas S.Kep.,Ns selaku pembimbing di lahan praktik
yang selalu bersedia membantu dan memberikan ilmunya saat berada di
lapangan.
5. Ny. P beserta keluarga yang sudah bersedia menjadi responden dalam
penulisan asuhan kebidanan ini.
6. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan do’a dalam setiap
langkah pembuatan laporan asuhan kebidanan.
7. Teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam
menyelesaikan laporan asuhan kebidanan.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah membantu atas
terselesainya laporan asuhan kebidanan.
Dalam penulisan laporan asuhan kebidanan ini, penulis menyadari
sepenuhnya adanya kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi pembahasan,
oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembimbing
dan pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan laporan
asuhan kebidanan selanjutnya. Harapan penulis semoga laporan asuhan kebidanan
yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca
umumnya. semoga laporan asuhan kebidanan ini berguna bagi semua pihak yang
memanfaatkan.

iii
Tuban , 15 November 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................2
1.2.1 Tujuan umum.........................................................................................2
1.2.2 Tujuan khusus.........................................................................................2
1.3 Metode Pembahasan................................................................................3
1.4 Sistematika Penulisan..............................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Syndrom Gawat Nafas...............................................................1
2.2 Tahapan dalam Manajemen Kebidanan..................................................16
2.3 Pendokumentasian Asuhan Kebidanan...................................................19
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir...............................................22
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan..............................................................................................32
4.2. Kritik dan Saran.....................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................33

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketidakefektifan pola nafas merupakan inspirasi dan atau ekspirasi yang
tidak memberi ventilasi adekuat (NANDA, 2015). Kejadian pola nafas tidak
efektif dapat dijumpai pada pasien dewasa maupun anak. Pada kasus pernafasan
yang sering dijumpai pada anak adalah sindrom gawat nafas atau Respirasi
Distress Syndrom (RDS) yang merupakan gangguan pernafasan sering terjadi
pada bayi dengan tanda-tanda takipnue (>60x/menit), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-
ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu
mengalami RDS (Lissuer dan Fanaroff, 2009).
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang (Suriadi dan Yulianni,
2006). Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea, pernapasan cuping
hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam
beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan
polisitema.
Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis
respiratory atau asidosis campuran (Kompas, 2012). Angka kejadian RDS di
Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan sebanyak
2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1998 - 1987. Secara
tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid
dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari

v
kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini
dari pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara
penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah
RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan
berat 501-1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan
berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Di negara berkembang
termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS (WHO, 2012).
Dampak lanjut dari kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi
paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Masalah
tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan baik berupa promotif,
preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan pendidikan
kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi klien agar
cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan secara optimal. Oleh
karena itu penulis mengangkat judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
RDS

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Setelah mempelajari teori tentang persalinan fisiologis diharapkan
mahasiswa mampu memberikan pengalaman yang nyata dan sesuai dengan
standar, Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Sindrom Gawat Nafas
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah mempelajari persalinan fisiologis diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian data subjektif dan objektif pada
bayi baru lahir dengan sindrom gawat nafas.
2. Mahasiswa mampu mengintrepretasi data pada bayi baru lahir dengan
sindrom gawat nafas.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa potensial yang ada/yang
mungkin terjadi pada bayi baru lahir dengan sindrom gawat nafas.

vi
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan segera pada bayi baru
lahir dengan sindrom gawat nafas.
5. Mahasiswa mampu merencanakan asuhan secara menyeluruh pada bayi
baru lahir dengan sindrom gawat nafas.
6. Mahasiswa mampu melaksanakan perencanaan pada bayi baru lahir
dengan sindrom gawat nafas.
7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi dan merencanakan asuhan secara
menyeluruh pada bayi baru lahir dengan sindrom gawat nafas.

1.3 Metode Pembahasan


Makalah ini disusun dengan cara praktek studi kasus konsultasi dengan
pembimbing akademik dan pembimbing dilahan praktik

1.4 Sistematika Penulisan


Dalam makalah ini disusun sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Tinjauan Teori
BAB III : Tinjauan Kasus
BAB IV : Penutup
DAFTAR PUSTAKA

vii
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Syndrom Gawat Nafas


2.1.1 Definisi Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline
Membrane Disease (HMD)
Merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar
60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium,
suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah, 2005). Sindrom distres
pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2006).
2.1.2 Anatomi
1. Hidung dan Rongga Hidung Hidung dan rongga hidung merupakan
pembukaan eksternal utama dari sistem pernapasan. Mereka mewakili
pintu masuk ke saluran pernapasan – suatu bagian melalui tubuh yang
menggunakan udara untuk perjalanan untuk mencapai paru-paru. Hidung
terbuat dari tulang, otot, tulang rawan dan kulit, sedangkan rongga hidung,
lebih atau kurang, ruang berongga. Meskipun hidung biasanya dikreditkan
sebagai alat bantu pernapasan eksternal utama, perannya sebenarnya untuk
memberikan dukungan dan perlindungan kepada rongga hidung. Rongga
dilapisi dengan selaput lendir dan rambut kecil yang dapat menyaring
udara sebelum masuk ke saluran pernapasan. Mereka dapat menjebak

viii
semua partikel berbahaya seperti debu, jamur dan serbuk sari dan
mencegah mereka dari mencapai salah satu komponen internal. Pada saat
yang sama, dingin udara luar yang menghangat dan lembab sebelum
melalui saluran pernapasan. Selama pernafasan, udara hangat yang
dihilangkan mengembalikan panas dan kelembaban kembali ke rongga
hidung, jadi ini merupakan proses yang berkesinambungan.
2. Rongga mulut Rongga mulut, lebih sering disebut sebagai mulut, adalah
satu-satunya komponen eksternal lainnya yang merupakan bagian dari
sistem pernapasan. Sebenarnya, itu tidak melakukan apapun fungsi
tambahan dibandingkan dengan rongga hidung, tetapi bisa melengkapi
udara dihirup melalui hidung atau bertindak sebagai alternatif ketika
bernapas melalui rongga hidung tidak mungkin atau sangat sulit. Biasanya,
bernapas melalui hidung adalah lebih baik untuk bernapas melalui mulut.
Tidak hanya mulut tidak memiliki kemampuan untuk menghangatkan dan
melembabkan udara yang masuk, tetapi juga tidak memiliki rambut dan
selaput lendir untuk menyaring kontaminan yang tidak diinginkan. Di sisi
positifnya, jalur terkemuka dari mulut yang lebih pendek dan diameter
lebih lebar, yang berarti bahwa lebih banyak udara dapat masuk ke dalam
tubuh pada kecepatan yang sama.
3. Faring Faring adalah komponen berikutnya dari saluran pernapasan,
meskipun sebagian orang menyebutnya hanya sebagai tenggorokan. Ia
menyerupai corong terbuat dari otot yang bertindak sebagai perantara
antara rongga hidung dan laring dan esofagus. Hal ini dibagi menjadi tiga
bagian terpisah: nasofaring, orofaring dan laringofaring. Nasofaring adalah
daerah atas dari struktur, yang dimulai pada posterior rongga hidung dan
hanya memungkinkan udara untuk perjalanan melalui itu dan mencapai
bagian bawah. Orofaring melakukan sesuatu yang mirip, kecuali itu
terletak di posterior rongga mulut. Setelah udara mencapai laringofaring,
sesuatu yang disebut epiglotis akan mengalihkannya ke laring. Epiglotis
adalah flap yang melakukan tugas penting, dengan beralih akses antara
esofagus dan trakea. Hal ini memastikan bahwa udara akan melakukan

ix
perjalanan melalui trakea, tetapi bahwa makanan yang ditelan dan
perjalanan melalui faring dialihkan ke kerongkongan.
4. Laring Laring adalah komponen berikutnya, tetapi hanya mewakili bagian
kecil dari saluran pernapasan yang menghubungkan laringofaring untuk
trakea. Hal ini sering disebut sebagai kotak suara, dan terletak dekat
bagian anterior leher, tepat di bawah tulang hyoid. Epiglotis tersebut
merupakan bagian dari laring, seperti tulang rawan tiroid,kartilago krikoid
dan pita suara. Kedua kartilago menawarkan dukungan dan perlindungan
untuk komponen lain, seperti lipatan vokal dan laring sendiri. Kartilago
tiroid juga berjalan dengan nama yang lebih umum – jakun – meskipun,
bertentangan dengan kepercayaan populer, itu hadir pada pria dan wanita.
Hal ini biasanya lebih diucapkan pada laki-laki dewasa. Lipatan vokal
adalah selaput lendir yang tegang dan bergetar untuk menciptakan suara,
maka kotak suara istilah. Pitch dan volume suara ini dapat dikontrol
dengan memodifikasi ketegangan dan kecepatan pita suara.
5. Trakea Trakea adalah bagian lagi dari saluran pernapasan, berbentuk
seperti tabung dan sekitar 5 inci panjang. Ini memiliki beberapa tulang
rawan hialin cincin berbentuk C yang dilapisi dengan epitel kolumnar
bersilia semu. (2) Mereka cincin menjaga trakea terbuka untuk udara
sepanjang waktu. Mereka berbentuk C untuk memungkinkan ujung
terbuka untuk menghadapi kerongkongan. Hal ini memungkinkan
kerongkongan untuk memperluas ke daerah biasanya ditempati oleh trakea
untuk memungkinkan potongan yang lebih besar dari makanan untuk
melewati. Trakea, lebih sering disebut sebagai tenggorokan,
menghubungkan laring ke bronkus dan juga memiliki peran menyaring
udara sebelum itu memasuki paru-paru. Epitel yang melapisi cincin tulang
rawan menghasilkan lendir yang perangkap partikel berbahaya. Silia
kemudian memindahkan lendir ke atas menuju faring, di mana ia
diarahkan menuju saluran pencernaan dalam rangka untuk itu untuk
dicerna.
6. Saluran Pernapasan Ujung bawah trakea membagi saluran pernapasan
menjadi dua cabang yang bernama bronkus utama. Ini pertama kali

x
menjalankan ke masing-masing paru-paru sebelum lanjut bercabang
menjadi bronkus yang lebih kecil. Ini bronkus sekunder terus membawa
udara ke lobus dari paru-paru, kemudian lebih lanjut dibagi menjadi
bronkus tersier. Bronkus tersier kemudian dipecah menjadi bagian yang
lebih kecil yang tersebar di seluruh paru-paru yang disebut bronchioles.
Masing-masing dari bronkiolus ini terus terpecah menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil disebut bronkiolus terminal. Pada tahap ini, ini jumlah
bronkiolus kecil di jutaan, kurang dari satu milimeter panjangnya, dan
bekerja untuk melakukan udara untuk alveoli paru-paru ‘. Bronkus yang
lebih besar berisi C-berbentuk tulang rawan cincin mirip dengan yang
digunakan dalam trakea untuk menjaga jalan napas terbuka. Sebagai
bronkus semakin kecil, begitu juga cincin yang menjadi semakin lebih
banyak spasi. Bronkiolus kecil tidak memiliki jenis tulang rawan dan
bukannya mengandalkan otot dan elastin. Sistem ini menciptakan pola
seperti pohon, dengan cabang yang lebih kecil tumbuh dari yang lebih
besar. Pada saat yang sama, itu juga memastikan bahwa pesawat dari
trakea mencapai semua daerah paru-paru. Selain hanya membawa udara,
bronkus dan bronkiolus juga memiliki lendir dan silia yang lebih
menyempurnakan udara dan menyingkirkan kontaminan lingkungan sisa.
Dinding bronkus dan bronkiolus juga dilapisi dengan jaringan otot, yang
dapat mengontrol aliran udara masuk ke paru-paru. Dalam kasus tertentu,
seperti selama aktivitas fisik, otot-otot rileks dan memungkinkan lebih
banyak udara masuk ke paru-paru.
7. Paru Paru-paru adalah dua organ yang terletak di dalam dada di sisi kiri
dan kanan. Mereka dikelilingi oleh membran yang menyediakan mereka
dengan cukup ruang untuk memperluas ketika mereka mengisi dengan
udara. Karena paru-paru kiri terletak lateral jantung, organ tidak identik:
paru-paru kiri lebih kecil dan hanya memiliki 2 lobus sedangkan paru-paru
kanan memiliki 3. Di dalam, paru-paru menyerupai spons yang terbuat dari
jutaan dan jutaan kantung kecil yang yang bernama alveoli. Alveoli ini
ditemukan di ujung bronkiolus terminal dan dikelilingi oleh kapiler
melalui darah melewati. Berkat lapisan epitel yang meliputi alveoli, udara

xi
yang masuk ke dalam mereka bebas untuk bertukar gas dengan darah yang
melewati kapiler.
8. Otot Respirasi Komponen terakhir dari sistem pernapasan adalah struktur
otot yang dikenal sebagai otot respirasi. Otot-otot ini mengelilingi paru-
paru dan memungkinkan menghirup dan menghembuskan nafas dari
udara. Otot utama dalam sistem ini dikenal sebagai diafragma, lembaran
tipis otot yang merupakan bagian bawah dada. Hal menarik di udara ke
paru-paru dengan kontrak beberapa inci dengan setiap napas. Selain
diafragma, otot-otot interkostal beberapa terletak antara tulang rusuk dan
mereka juga membantu menekan dan memperluas paru-paru.
2.1.3 Etiologi RDS
Terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin
muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor
penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada
paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan
masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat. RDS merupakan penyebab utama kematian bayi
prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru,
sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru
yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH), pneumonia, aspirasi. Faktor-faktornya antara
lain :
1. Faktor ibu Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida emmpat atau
lebih, sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang
mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes
mellitus, dan lain-lain.

xii
2. Faktor plasenta Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan
plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada
tempatnya.
3. Faktor janin Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
kelainan kongenital pada neonaatus dan lain-lain.
4. Faktor persalinan Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan
tindakan dan lain-lain.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS
disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya
menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi
prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit),
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan
gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak,
Menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)
sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
1. Pernapasan cepat
2. Pernapasan terlihat parodaks
3. Cuping hidung

xiii
4. Apnea
5. Murmur
6. Sianosis pusat
2.1.5 Klasifikasi
1. Sindrom aspirasi mekonium (Meconium Aspiration Syndrom, MAS)
Biasanya muncul sebagai gawat pernapasan dan sianosis segera setelah
lahir. Pada radiografi dada menunjukkan infiltrate kasar, konsolidasi yang
tersebar luas, dan daerah hiperaerasi. Beratnya kelainan ini dapat tidak
berkolerasi dengan beratnya penyakit klinis. Diagnosis prenatal dan
pengobatan asfiksia fetal penting dilakukan untuk mencegah sindrom
aspirasi mekonium, seperti dengan mengisap mekonium dari faring dan
trakea segera setelah lahir.
2. Hipertensi Pulmonar Persisten Pada bayi baru lahir berkaitan dengan
kegagalan penurunan resistensi pembuluh darah pulmonary (yang secara
normal terjadi setelah lahir). Hal ini dapat terjadi sebagai respons terhadap
hipoksia akut (missal, hipoksia perinatal, sindrom gawat pernapasan),
hipoksia kronis (missal, influenza plasenta), atau penurunan daerah
persilangan pada bantalan pembuluh darah pulmonary (missal,
herniadiafragmatika dan hipoplasia paru kongenital). Hipertensi pulmonar
persisten pada bayi baru lahir muncul sebagai hipoksemia labil yang tidak
seimbang sampai penyakit hipertensi parenkim paru yang luas. Sebagian
besar neonates ini tidak premature tetapi mengalami asfiksia perinatal.
Bayi-bayi ini biasanya mudah diberi ventilasi tetapi sulit dioksigenasi.
Secara khas, biasanya nila PO2 tidak meningkat selama tes hiperoksia.
Akan tetapi nilai peningkatan PO2 terlihat pada hiperventilasi (frekuensi
napas 100-150x/menit), yang menyebabkan turunnya nilai PO2 hingga
kira-kira 25mmHg. Selain terapi suportif, dapat digunakan induksi
alkalosis respiratorik atau alkalosis metabolic (atau keduanya) dan
vasodilator pulmonar (tolazoline hidroklorida). Pada kasus yang paling
berat digunakan oksigenasi membrane ekstrakorporeal.
3. Dysplasia Bronkopulmonar (Bronchopulmonary Dysplasia, BPD) Adalah
penyakit paru kronis pada bayi baru lahir yang diobati dengan oksigen dan

xiv
ventilasi mekanis tekanan positif untuk gangguan paru primer. Dysplasia
bronkopulmonar biasanya memiliki perjalanan penyakit berlarut-larut
yang diperberat dengan berbagai komplikasi (infeksi paru, gagal jantung
kongestif, dan atelektasis) yang menyebabkan ekaserbasi gejala respirasi,
termasuk sianosis. Kebanyakan bayi-bayi ini mengalami penyembuhan
fungsi paru secara perlahan dalam 2 tahun pertama kehidupan.

2.1.6 Komplikasi Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang


kemungkinan terjadi pada RDS yaitu:
1. Komplikasi jangka pendek
1) Kebocoran alveoli Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema
interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan
gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis
yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena,
kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2. Komplikasi jangka panjang Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan
oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan
penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu :
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) Merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi
36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan
yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya

xv
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat
dengan menurunnya masa gestasi.
2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-
70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia,
komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

2.1.7 Patofisiologi Bayi prematur


Lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi
sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam
terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah
substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps. Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi
paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan
fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps
alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan
parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas
berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai
usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar
seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin
lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan,
bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan
mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis. Tidak
adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular resistem
(PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di
samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi,
darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan
foramen ovale. Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi

xvi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi
vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik
menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi
dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain
adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan
terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-
sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran
gas. Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida
dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH
menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi
paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun
tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke
dalam alveoli. Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya
dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan.
Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi
dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan
surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran radiologis Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan
pemeriksaan foto rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting
untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan
mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya
pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang
ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa
infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa
sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk
mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis
belum jelas.

xvii
2. Gambaran laboratorium Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan
laboratorium diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila
kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan
yang sama. Kadar PaO 2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi
di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2
meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai
akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat
akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang
lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit
ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya
seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang,
functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang
terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan
terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler Penyelidikan dengan kateterisasi
jantung memperhatikan beberapa perubahan dalam fungsi
kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan
atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit),
menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi Pada otopsi, gambaran dalam paru
menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus
dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang
mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari
fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel
ductus yang nekrotik.
4. Pulse oximetry Berfungsi untuk menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan
oksigen.
2.1.9 Penatalaksanaan

xviii
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa
5 % Pantau selalu tanda vital Jaga patensi jalan nafas Berikan Oksigen (2-
3 liter/menit dengan kateter nasal)
2. Jika bayi mengalami apneu Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang
diperlukan Lakukan penilaian lanjut
3. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
4. Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami
gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut
“Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah
bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter
nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup Bayi
jangan diberi minum Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis. Suhu aksiler 39˚C,Air
ketuban bercampur mekonium Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi
berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam). Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-
39˚C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam,Bila

xix
suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan
antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis Jika suhu normal, teruskan
amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.Bila
tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam Apabila bayi
tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi
untuk kemungkinan besar sepsis Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda
perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap .
Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan
Gangguan nafas ringan Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam
berikutnya.Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan
nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi
mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu
cara alternatif pemberian minum.Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada
perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara
30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis: Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut
penyakit RDS adalah: Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunde Furosemid
untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
Fenobarbital Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.Salah satu pengobatan terbaru
dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian
surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari
cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan.
2.2 Tahapan dalam Manajemen Kebidanan
2.2.1 Langkah I : Identifikasi Data Dasar

xx
Pengumpulan data dasar secara komprehensif untuk evaluasi pasien.Data
dasar ini termasuk riwayat kesehatan, hasil; pemeriksaan fisik apabila perlu, tinjau
catatan saat ini atau catatan lama dari rumah sakit. Tinjauan singkat dari data
laboratorium dan pemeriksaan tambahan lainnya, semua informasi pasien dari
semua sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien. Bidan kumpulan data
awal yang menyeluruh walaupun pasien itu ada komplikasi yang akan dibutuhkan
yang akan di ajukan kepada dokter.Dalam pengumpulan data dasar pada khasus
bayi ikterus tersebut biasanya mengalami demam, terlihat kuning, susah
menghisap, sering tidur. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara
melakukan anamnesa berupa tanya jawab dengan keluarga pasien : Identitas bayi,
Umur bayi, jenis kelamin, Berat badan, Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
yang lalu, Serta Riwayat Penyakit ibu.
Kadang-kadang langkah I mungkin tumpang tindih dengan langkah 5 dan
6 karena data yang diperlukan diperoleh hasil laboratorium atau hasil pemeriksaan
lainnya. Kadang-kadang bidan perlu memulai langsung dari langkah keempat
dalam rangka untuk mengumpulkan data awal yang lengkap untuk diajukan ke
dokter.
2.2.2 Langkah Ke II : Identifikasi Diangnosa/Masalah Aktual
Dikembangkan dari data dasar : interpretasi dari data ke masalah atau
diagnosa khusus yang teridentifikasi. Kedua kata masalah maupun diagnosa
dipakai, karena beberapa masalah tidak dapat didefenisikan sebagai diagnosa
tetapi tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat wacana yang menyeluruh
untuk pasien. Masalah pada bayi baru lahir dengan ikterus fisiologi adalah
gangguan pernafasan, kurangnya masukan nutrisi, karena bayi malas minum.
2.2.3 Langkah III : Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial lainnya berdasarkan
masalah yang sudah ada adalah suatu bentuk antisipasi, pencegahan apabila perlu
menunggu dengan waspada dan persiapan untuk suatu pengakhiran apapun.
Langkah ini sangat vital untuk asuhan yang aman.Diagnosis potensial pada bayi
baru lahir dengan ikterus fisiologi adalah potensial terjadinya kern ikterus yang
berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin serta potensial kekurangan
volume cairan yang berhubungan dengan terapi sinar.Antisipasi tindakan yang

xxi
dilakukan oleh bidan yaitu dengan cara perbaikan KU dengan pemberian ASI
secara adekuat.
2.2.4 Langkah IV : Tindakan Segera/Kolaborasi
Beberapa data menunjukkan situasi emergency dimana bidan perlu
bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukkan
situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter.
Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan yang lainnya. Bidan
mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling
tepat. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan.Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus ikterus adalah
kolaborasi maupun konsultasi terhadap tim kesehatan lain dapat dilakukan dengan
cepat dan tepat. Kolaborasi mungkin dapat dilakukan dengan dokter spesialis anak
dalam pemberian terapi serta petugas laboratorium untuk melakukan pemeriksaan
penunjang.
2.2.5 Langkah V : Rencana Asuhan Kebidanan
Membuat suatu rencana asuhan yang komprehensif, ditentukan oleh
langkah sebelumnya, adalah suatu perkembangan dari masalah atau diagnosa yang
sedang terjadi atau terantisipasi dan juga termasuk mengumpulkan informasi
tambahan atau tertinggal untuk data dasar. Suatu rencana asuhan yang
komprehensif tidak saja mencakup apa yang ditentukan oleh kondisi pasien dan
masalah yang terkait, tetapi juga menggarisbawahi bimbingan yang terantisipasi
(anticipatory guinde.)
2.2.6 Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan
Melaksanakan perencanaan asuhan menyeluruh, perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh wanita tersebut, bidan atau
anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanannya (yaitu: memastikan
langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana).
Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan
keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami
komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap pelaksanannya rencana
asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efesien akan

xxii
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan pasien.
Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan yang menangani bayi
sesuai dengan rencana asuhan yang direncanakan. Pemeriksaan laboratorium
untuk menegakkan diagnosa dengan mengecek kadar bilirubin dan darah pada
bayi.
2.2.7 Langkah VII : Evaluasi
Evaluasi langkah terakhir ini sebenarnya adalah merupakan pengecekan
apakah rencana asuhan tersebut, yang meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Rencana
tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanannya
dan dianggap tidak efektif jika memang tidak efektif. Ada kemungkinan bahwa
sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian tidak.Sekali lagi, dengan
mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, maka
perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
proses manajemen untuk mengidentifikasi megapa proses manajemen tidak efektif
serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Sudarti dan Afroh,
2012:177-182).
Evaluasi yang diharapkan pada bayi baru lahir dengan gangguan nafas
yaitu: keefektifan dalam pemberian terapi sudah sesuai dengan kebutuhan
pasien,nafas sudah kembali normal.
2.3 Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan kebidanan adalah bagian dari
kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat dan bidan setelah memberi asuhan
kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status
kesehatan kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan kebidanan serta
respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi
kebidanan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasien yang
menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan
dilaksanakan. Disampingkan itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi
dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk
mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggungjawabkan.

xxiii
Dokumentasi asuhan kebidanan merupakan bagian integral dari asuhan
kebidanan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian pemahaman dan
keterampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang
mutlak bagi setiap tenaga kebidanan agar mampu membuat dokumentasi
kebidanan secara baik dan benar.Manajemen kebidanan merupakan metode atau
bentuk pendekatan yang digunakan bidan dalam memberikan asuhan kebidanan,
sehingga langkah-langkah dalam manajemen merupakan alur pikir bidan dalam
pemecahan masalah dan mengambil keputusan klinis.
1. Subjektif
Subjektif menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data
klien melalui anamnesa sebagai langkah 1 varney. Subjektif (S) ini
merupakan informasi yang diperoleh langsung dari klien. Informasi
tersebut dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang
berhubungan dengan diagnosa. Data subyektif pada kasus bayi dengan
ikterus didapatkan dari hasil wawancara dengan keluarga mengenai
perubahan setelah dilakukan evaluasi hasilnya.
2. Objektif
Objektif menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan tes diagnosa lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung assesment sebagai langkah 1 varney. Data yang
diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh bidan pada waktu
pemeriksaan termasuk juga hasil pemeriksaan laboratorium, USG, dan
lain-lain. Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen
yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan.
Data objektif pada kasus bayi baru lahir dengan dengan ikterus fisiologi
adalah berupa hasil observasi keadaan umum dan vital sign, berat badan,
refleks menghisap, keaktifan gerak, pola nutrisi, eliminasi, dan hasil
laboratorium kadar bilirubin bayi.
3. Assasment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :

xxiv
a.) Diagnosa atau masalah (Diagnosa adalah rumusan dari hasil
pengkajian mengenai kondisi klien : hamil, bersalin, nifas dan bayi
baru lahir. Berdasarkan hasil analisa data yang didapat. Masalah
segala sesuatu yang menyimpang sehingga kebutuhan klien terganggu,
kemungkinan mengganggu kehamilan atau kesehatan tetapi tidak
masuk dalam diagnosa.
b.) Antisipasi diagnosa atau masalah potensia. Perlunya tindakan segera
oleh Bidan atau Dokter, konsultasi atau kolaborasi atau rujukan
sebagai langkah 2, 3, dan 4 varney.Pada kasus Gangguan Nafas
fisiologi, diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan data subjektif
dan objektif, masalah yang dapat timbul yaitu keadaan umum lemah
dan malas minum.
4. Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan dan
evaluasi berdasarkan assesment sebagai langkah 5,6,7.Penatalaksanaan
mencatat seluruh perencanaan, dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan,
antara lain sebagai berikut : memonitor keadaan umum dan tanda-tanda
vital, serta menimbang berat badan, jika refleks menghisap sudah baik dan
pengeluaran ASI kuat dapat diberikan kembali secara on demand,
melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk melanjutkan
terapi dan tindakan hingga bayi sembuh dari gangguan nafas.

xxv
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
Tanggal : 15 Januari 2021 Pukul : 11.00 WIB Oleh : Wida Dwi
1. DATA SUBYEKTIF
a. Identitas
Nama bayi : By. Ny. “P”
Umur bayi : 7hari
Tgl/ Jam/ Lahir : 08 November 2021 / 06.28 WIB
Jenis kelamin : perempuan
Berat Badan : 2500 gram
Panjang Badan : 47 cm
Nama klien : Ny “p” Nama Suami : Tn “N”
Umur : 37 tahun Umur : 43tahun
Bangsa/Suku : Jawa Bangsa/Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pongpongan
b. Keluhan Utama
Bayi dengan ganguan pernafasan (bayi sesak)
c. Riwayat Penyakit Kehamilan
1) Perdarahan : Tidak ada
2) Pre Eklampsia : Tidak ada
3) Eklampsia : Tidak ada
4) Penyakit kelamin : Tidak ada
5) Lain-lain : Tidak ada
d. Kebiasaan Waktu Hamil
1) Makanan
Ibu mengatakan makan 3 kali sehari dengan porsi lebih banyak
dengan menu nasi, sayur, lauk-pauk, sayur, dan kadang buah, minum
7-8 gelas/hari dan kadang ditambah dengan segelas susu.

xxvi
2) Obat-obatan
Ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu-jamuan atau obat–obatan
selain obat yang di berikan bidan saat pemeriksaan kehamilan.
3) Merokok
Ibu tidak pernah mengkonsumsi rokok saat hamil maupun sebelum
hamil
4) Lain-lain : Tidak ada
e. Riwayat Persalinan Sekarang
1) Jenis persalinan : SC
2) Ditolong oleh : Dokter
3) Tempat Persalinan : RS NU TUBAN
4) Ketuban pecah : Spontan
5) Warna : Jernih
f. Komplikasi Persalinan
Ibu : Tidak ada
Bayi : Tidak ada
Keadaan bayi baru lahir
Lahir : SC
BB : 2500 gr
g. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan bahwa baik dari keluarga ibu maupun dari keluarga
suami tidak ada yang mempunyai penyakit yang menular, menurun,
maupun menahun seperti DM, asma, hipertensi, hepatitis, TBC, dll dan
tidak ada yang mempunyai riwayat kehamilan kembar (gemelli).
h. Riwayat Penyakit
Bayi lahir secara SC pada tanggal 09 November 2021, pukul 06.28
WIB, jenis kelamin perempuan, BB 2500 gram, PB 49 cm, A-S 8-9,
ketuban jernih, tanggal 9-15 november 2021 bayi sesak,
sianosis/retraksi,dipasang infus,OGT

i. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi : Bayi sudah mengkonsumsi ASI

xxvii
2) Istirahat : Bayi lebih banyak tidur, dan kadang terbangun.
3) Personal hygiene : Bayi diganti popok saat BAK/ BAB
4) Aktivitas : Bayi lebih banyak tidur dan jarang menangis serta
sesekali merintih.
j. Riwayat Imunisasi : HB0

2. DATA OBYEKTIF
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum : Baik
2) Suhu : 36,7C
3) Pernapasan : 40 x/menit
4) HR : 120 x/menit
5) BB : 2500 gram
6) PB : 49 cm.
7) ASI/PASI : +/-
8) BAB/BAK : 1x berwarna hitam kehijauan, konsistesi lembek/
5- 6x sehari
b. Pemeriksaan Fisik secara Sistematik
1) Inspeksi
Kepala : Bersih, tidak ada caput, tidak ada cepal hematom,
tidak ada kelainan kongenital, ubun-ubun besar dan
kecil belum menutup.
Muka : Merah muda, tidak ikterus.
Mata : Simetris, sklera tampak putih, konjungtiva merah
muda, tidak strabismus, nistakmus.
Telinga : Simetris, bersih, tulang rawan sudah terbentuk, daun
telinga sudah terbentuk.
Mulut : Tidak ada labioskisis, tidak ada labiospalatoskisis,
tidak ada labiospalatosgenetoskisis.
Hidung : Ada pernafasan cuping hidung
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena
jugularis

xxviii
Dada : Simetris, tidak pigeon chest breast/ flunel chest, tidak
ada retraksi dada.
Abdomen : Silindris, tidak ada pembengkakan abnormal
Tali pusat : Bersih, basah, tidak ada tanda-tanda infeksi tali pusat,
dan belum lepas
Punggung : Simetris, tidak ada spina bifida, tidak ada lordosis,
kifosis, skoliosis.
Genetalia : terdapat penis, 2 testis dan 1 skrotum
Anus : Ada lubang anus, tidak ada atresia ani dan atresia rekti
Ekstremitas : Simetris, jari-jari lengkap, tidak ada kelainan
sindaktili, polidaktili, dan lain-lain.
2) Palpasi
Hidung : Tidak ada fraktur, polip, bernafas melalui kedua
lubang hidung
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,vena jugularis
Abdomen : Tidak ada benjolan abnormal, tidak ada pembesaran
hepar (hepatomegali)
3) Auskultasi
Dada : Tidak ada whezing , stredor dan ronchi
c. Pemeriksaan Khusus
a) Lingkar dada : 28 cm
b) FO : 30 cm
c) Lingkar Abdomen : 26 cm
1) Reflek
a) Reflek moro : Ada (kuat), bayi kaget saat tempat tidurnya di
gebrak
b) Reflek rooting : Ada (kuat), bayi menoleh saat pipinya di
sentuh
c) Reflek sucking : Ada (kuat), bayi ingin menghisap saat
bibirnya di sentuh
d) Reflek menelan : Ada (tidak terlalu kuat), bayi berusaha untuk
menelan ASI

xxix
e) Reflek ekstruksi : Ada (kuat), bayi menjulurkan lidahnya
ketika didekatkan ke putting ibu
f) Reflek glaberal : Ada (kuat), bayi berkedip Ketika pangkal
hidungnya dirangsang
2) Perkembangan anak
a) Gerakan motorik kasar : Bayi mulai menggerakkan kepala,
tangan, dan kakinya
b) Gerakan motorik halus : Bayi hanya bisa menangis
c) Komunikasi pasif :-
d) Komunikasi aktif :-
e) Kecerdasan -
f) Menolong diri sendiri :-
g) Tingkah laku sosial :-
d. Pemeriksaan Penunjang : -

II. INTERPRETASI DATA


Diagnosa : Neonatus cukup bulan dengan gangguan pernafasan
Data Subyektif : Ibu mengatakan telah melahirkan anak keduanya pada
tanggal 08 November 2021 jam 06.28 WIB secara SC
berjenis kelamin perempuan, BB 2500 gram dan PB 49
cm.
Data Obyektif : Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum : Baik
2) Suhu : 36,5°C
3) Pernapasan : 40x/menit
4) HR : 120 x/menit
5) BB : 2500 gram
6) PB : 49 cm
Masalah : bayi merintih

III. DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL


Masalah Potensial : merintih karena susah nafas

xxx
Diagnosa Masalah : respiratory distress syndrome (rds)
IV. KEBUTUHAN SEGERA/KOLABORASI
Tanggal 9 November 2021
Terapi :1. Neo K dan Tetes Mata
2. Imunisasi
3. O2 Nasal JR
4. OGT Terbuka
5. Foto Thorax + hasil +
6. GDA 69
Tanggal 10 November 2021
Terapi : 1. O2 CPAP flow 8 Fi O2 21% F.insp 3.0
2.Infus D10 180 cc/24 jam
3. Drip Ca gluc 3cc
4. Drip aminosteril infant 10% 36 cc
5. injeksi ampicillin 2x125 mg
6. injeksi gentamycin 1x12,5 mg
7. Asi 12x5-10cc
Tanggal 11 November 2021
Terapi : 1. Infus D10% 100 cc/24 jam
2. Drip Ca Gluc 3cc/24 jam
3. Drip Kcl 3% 6 cc/jam
4. Aminosteril Infant 10% 50 cc/jam
5. Ampicillin 2x125 mg
6. Gentmycin 1x12,5 mg
7. ASI 12x7,5 cc-10 cc
8. O2 CPAP Apnea Fi O2 21% Flow 8 F insp 3.0
Tanggal 12 November 2021
Terapi : 1. Infus D12,5 60 cc/24 jam
2. Drip KCL 3cc
3. Drip Ca Gluc 3cc
4. Drip Nacl 3% 6 cc
5. Aminosteril Infant 10% (Stop)

xxxi
6. Ampicillin 2x125 mg
7. Gentamycin 1x12,5 mg
8. ASI 12x20-25 cc
9. O2 CPAP Apnea Fi O2 21% Flow 8 F.insp 3.0
Jam 08.00 diturunkan 7,5 tiap 6jam/0,5
14.00: 7 LPM, 20.00: 6,5 LPM, 02.00: 6 LPM
Tanggal 13 November 2021
Terapi : 1. O2 Apnea CPAP Fio2 21% Flow 7. F.insp 3.0
2. infus AFF tutup
3. Drip Kcl,Nacl 3%, lague,aminosteril (STOP)
4. Ampicillin 2x120 mg
5. Gentamycin 1x12,5 mg
6. ASI adlib
7. KMC
8. Rencana cek DL bill RSUD
Tanggal 14 November 2021
Terapi : 1. O2 CPAP Apnea FiO2 21% Flow 7 F,insp 3.0
2. infuse,drip kcl,nacl,ca gluc,aminosteril (AFF Tutup)
3. Ampicillin 2x125 mg
4. Gentamycin 1x12,5 mg
5. ASI adlib
6. cek Dl/bill di RSUD
Tanggal 15 November 2021
Terapi : 1. O2 CPAP apnew Fi O2 21% Flow 7 Finsp 3 (ganti O2 JR)
2. Ampicillin 2x125 mg
3. Gentamycin 1x12,5 mg
4. ASI adlib
5. KMC
6. CEK SE

V. INTERVENSI/PERENCANAAN
Diagnosa : Neonatus cukup bulan dengan gangguan pernafasan

xxxii
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan ±15 menit diharapkan
keadaan bayi tetap dalam keadaan stabil dan sehat.
Kriteria : TTV bayi dalam batas normal dan keadaan bayi baik
a. ASI eksklusif diberikan pada bayi
b. Tidak terjadi infeksi maupun perdarahan tali pusat..
Intervensi
No Intervensi Rasional
1. Lakukan pendekatan terapeutik Agar hubungan kerjasama dan
dengan keluarga kepercayaan akan tercipta
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah Mencegah kemungkinan terjadinya infeksi
Tindakan nosokomial dari petugas ke bayi
3. Observasi TTV dan Memantau kesehatan dan pemeriksaan
memberitahukan hasil keadaan bayi dan mengantisipasi adanya
pemeriksaan kepada keluarg komplikasi lebih lanjut
4. Lakukan pemasangan O2 Nasal Jr Bayi mendapat oksigen yang cukup
5. Lakukan perawatan tali pusat Menjaga agar tali pusat tetap kering dan
tidak terjadi infeksi
7. Beri kehangatan pada bayi Mencegah hipotermi pada bayi
8. Kolaborasi dengan dokter Agar pemantauan kondisi bayi lebih aman
spesialis anak

VI. IMPLEMENTASI/PELAKSANAAN
Implementasi
Tanggal/ Implementasi
Jam
15 november 2021/ 13.00 Melakukan pendekatan terapeutik dengan keluarga
WIB
13.05 Mencuci tangan sebelum dan sesudah Tindakan
13.10 Memberitahu pada keluarga hasil pemeriksaan
13.15 Memasangkan O2 Nasal JR agar pernafasan bayi dapat stabil
13.20 Merawat Tali pusat dengan benar agar tdak terjadi infeksi pada
tali pusat
13.25 Menjelaskan tanda bahaya kepada orang tua/keluarga bayi
tentang bayi baru lahir yaitu pemberian ASI sulit/bayi sulit
menghisap, kesulitan nafas atau nafas cepat (60x/menit),
letargi, bayi berwarna kuning, suhu bayi terlalu panas atau
terlalu dingin
13.30 Menghangatkan bayi dengan ditaruh di inframen
13.35 Memberikan tetes mata,neo K, O2 Nasal JR, OGT terbuka dan
Foto Thorax

xxxiii
VII. EVALUASI
Tanggal : 15 Januari 2021 Jam : 13.35 WIB
S : Ibu mengatakan bayinya sehat dan sudah diberi ASI.
O : Keadaan umum : Baik
Suhu : 36,7°C
Pernapasan : 40x/menit
HR : 120 x/menit
BB : 2800 gram
PB : 49 cm
Tali pusat : Bersih, basah, tidak ada tanda-tanda infeksi tali pusat, dan
belum lepas
ASI/PASI : +/- (bayi berusaha untuk menghisap dan menelan ASI )
BAB/BAK : 1x berwarna hitam kehijauan, konsistensi lembek/5-6 x
sehari
A : Bayi Baru Lahir dengan Sindrom Gawat Nafas
P : Berikan HE :
 Lakukan Observasi TTV
 Beri minum asi 2 jam sekali/ saat bayi menangis sesuai dengan
protab pemberian ASI selama pandemic covid-19 menurut AIMI
 Menjemur bayi setiap pagi
 Menjaga suhu tubuh bayi
 Merawat tali pusat
 Personl hygine

Tanggal 16 November 2021


Implementasi
Tanggal/jam Implementasi
16, Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
November
2021 / 15.00

xxxiv
15.05 Mengobservasi TTV :
 S : 36,7 c
 HR : 130x/menit
 RR : 40x/menit
 Bayi sudah BAK dan BAB
15.10 Melakukan perawatan tali pusat dengan mengganti kasa
steril sesudah mandi
15.15 Menjaga kehangatan bayi dengan memakaikan baju dan
sarungan tangan dan kaki
15.20 Melakukan kolaborasi dengan dr.Sp.A
 O2 off
 Kmc
 Landing
 Ampicillin dan gentamycin (stop)
 Asi ad lib
 Foto terapi 1x24 jam (selesai)

CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal 16 November 2021
S :-
O : Keadaan umum bayi baik, muntah(-),kembung(-)
Sianosis/retaksi/PCH -/-/-, menangis(+), merintih(-)
SpO: 99 HR : 130x/menit RR: 48x/menit S: 36,7 c
Terapi :
 O2 off
 Kmc
 Landing
 Ampicillin dan gentamycin (stop)
 Asi ad lib
 Foto terapi 1x24 jam (selesai)
A : Masalah teratasi
P : Bayi KRS tanggal 16 November 2021 jam 16:00

xxxv
BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan apa yang telah penulis dapatkan dalam studi kasus dan
pembahasan pada asuhan kebidanan pada bayi Ny.P dengan sindrom gawat nafas
di RS NU Tuban maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran yang
mungkin dapat berguna untuk peningkatan pelayanan asuhan kebidanan
khususnya pada bayi dengan Ikterus.
4.1 Kesimpulan
1. Dalam melakukan pengumpulan data dasar pada bayi Ny.P dengan sindrom
gawat nafas dilaksanakan dengan mengumpulkan data subyektif yang
diperoleh dari hasil wawancara dimana ibu pasien mengatakan bayinya
sesak nafas, data objektif diperoleh dari pemeriksaan fisik seperti kulit dan
sklera bayi nampak kuning.
2. Identifikasi diagnosa atau masalah aktual dilakukan dengan pengumpulan
data secara teliti dan akurat, sehingga didapatkan diagnosa kebidanan pada
bayi Ny.P RDS/sindrom gawat nafas.
3. Diagnosa potensial pada kasus ini tidak muncul karena penanganan yang
cepat dan tepat.
4. Perlunya tindakan segera atau kolaborasi dalam langkah ini dilakukan
kolaborasi dengan dokter spesialis anak dalam melakukan tindakan.
5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh, pada kasus ini rencana asuhan
yang dilakukan cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, observasi
KU bayi dan tanda-tanda vital tiap 3 jam, berikan intake ASI atau susu
formula tiap 3 jam, jaga kehangatan bayi, memberikan informasi dan dan
penjelasan tentang hasil pemeriksaan pada keluarga bayi Ny.P tentang
kondisi bayi Ny.P saat ini.
6. Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan pada bayi Ny.P merupakan
pelaksanaan dari rencana tindakan.
7. Evaluasi, setalah dilakukan asuhan kebidanan selama 3 hari pada kasus bayi
Ny.P dengan sindrom gawat nafas didapat hasil KU bayi baik, refleks

xxxvi
menghisap dan menelan kuat, sklera dan kulit bayi sudah tidak kuning,
kebutuhan nutrisi tercukupi.
8. Penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata
dilapangan.
4.1 Saran
Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan kasus penulis memberikan
sedikit masukan atau saran yang diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi Puskesmas
Diharapkan lebih meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan
asuhan pada bayi agar dapat mempercepat proses penyembuhan khususnya
pada bayi dengan sindrom gawat nafas fisiologi dan mencegah terjadinya
komplikasi.
2. Bagi pendidikan
Diharapkan agar institusi pendidikan dapat lebih meningkatkan dan
menambah referensi sehingga dapat membantu penulis atau mahasiswa
yang akan mengambil kasus yang sama.
3. Bagi profesi
Meningkatkan mutu penanganan dan pelayanan bagi bayi dengan sindrom
gawat nafasfisiolog secara cepat, tepat dan komprehensif.

xxxvii
DAFTAR PUSTAKA

https://pdfcoffee.com/makalah-asuhan-keperawatan-pada-bayi-ny-r-dengan-
gangguan-pernafasan-respiratory-distress-syndrom-rds-free.html

xxxviii

Anda mungkin juga menyukai