Anda di halaman 1dari 28

SEMINAR KASUS PADA BY.

NY E DENGAN

NBBLR 1700g + SGN DI RUANG PERINATOLOGI

RSUD M.NATSIR SOLOK

DI SUSUN OLEH :

FEGI AMI JEFONE (21149010 )

ANDINNA DWI UTAMI (2114901014)

EVI SUSANTI (2114901035)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI

TP : 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga makalah yang membahas tentang ”Asuhan Keperawatan
Dengan Kasus NBBLR 1700gr + SGN Di Ruang Perinatologi RSUD M. Natsir Solok”
dapat selesai tepat pada waktunya sebagai salah satu pelengkap tugas profesi ners yaitu
seminar kasus.
Kelompok menyadari makalah ini masih jauh dari harapan pembaca yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi. Oleh
karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga
dalam makalah berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.
Kelompok menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Solok, November 2021

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................


DAFTAR ISI ....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................................
B. Rumusan Masalah .................................................................................................
C. Tujuan ...................................................................................................................
D. Manfaat ………………………………………………………………………….......
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep BBLR .......................................................................................................


B. Konsep SGN...........................................................................................................
BAB III ASKEP TEORITIS ...........................................................................................
BAB IV ASKEP KASUS ………………………………………………………….…….....
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………………..........
B. Saran………………………………………………………………………….............
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram. Pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan
alatalat tubuh belum sempurna. BBLR akibatnya sering mengalami komplikasi dan
sering berujung pada kematian (Harsono, 2011). BBLR biasanya memerlukan
perawatan yang sangat istimewa dimana memerlukan inkubator dan dalam
pengawasan ketat di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Bayi berat lahir
rendah dengan tubuh yang kecil sangat sensitif terhadap perubahan suhu, oleh karena
itulah bayi perlu dimasukkan ke dalam inkubator yang telah diatur kesetabilan
suhunya (Proverawati, 2010). Berdasarkan hasil penelitian para pakar Perinatologi
didapatkan analisis terkini bahwa sekitar tiga juta kematian bayi dengan bayi berat
lahir rendah (BBLR) dapat dicegah dengan menggunakan intervensi dengan tepat
guna yaitu peawatan metode kanguru.

Kelahiran bayi dengan bayi berat lahir rendah hingga saat ini masih
merupakan masalah diseluruh dunia, karena merupakan penyebab kesakitan dan
kematian pada masa bayi baru lahir (WHO, 2007). Survey Demografi Kesehatan
Indonesia atau (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa kematian neonatal tidak menurun
dan stagnan diangka 19 kematian per 1000 kelahiran hidup. Kematian postnatal
sementara hanya turun dari sebelumnya 15 ditahun 2007 ke angka 13 per 1000
kelahiran hidup saat ini. Rata-rata kematian bayi di Indonesia masih cukup besar,
berdasarkan survey Kesehatan dasar Departemen Kesehatan, 2010 neonatus
merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya kematian bayi dan dalam
rentang tahun 2011-2012 angka neonatus tidak pernah mengalami penurunan. Hasil
survey menunjukkan kejadian angka kematian bayi di Singapura yaitu 5 per 1000
kelahiran hidup dan di Malaysia angka kematian bayi telah mencapai 10 per 1000
kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia angka kematian bayi 36 per 1000 kelahiran
hidup. Negara Indonesia memiliki angka kematian bayi paling tinggi. Menurut
Riskesdas (2007) dalam Pramono (2006) penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari
di Indonesia adalah prematuritas dan bayi berat lahir rendah 12,8%.
Bayi berat lahir rendah belum dapat mengatur suhu tubuhnya dengan
sempurna dalam menghadapi perubahan lingkungan dari kehidupan intra uterin ke
kehidupan ekstra uterin yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin menyebabkan berat
lahir rendah menggunakan cadangan lemak coklat untuk mengasilkan panas. Bayi
berat lahir rendah memiliki jaringan lemak subkutan, lemak coklat, dan penyimpanan
glikogen yang rendah sehingga berisiko mengalami masalah ketidakstabilan suhu
(Merenstein & Gardner, 2012). Bobak (2005) juga mengungkapkan bahwa bayi berat
lahir rendah memiliki lebih sedikit massa otot, lebih sedikit lemak coklat lebih sedikit
lemak subkutan untuk menyimpan panas, dan sedikit kemampuan untuk mengontrol
kapiler kulit dan mengakibatkan Bayi berat lahir rendah mudah mengalami
kehilangan panas tubuh dan berisiko terjadi hipotermia. Bayi berat lahir rendah
karenanya memerlukan perhatian khusus untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari
RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5
-10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500
gram.
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari
seluruh neonatus.4,5 Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan
Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan untuk
RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini
dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen
yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan, surfaktan
dari cairan amnion manusia, dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine dapat
dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan sebagai
pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang
disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.
Infant RDS atau Hyaline Membrane Disease (HMD) Merupakan gangguan
pada bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur karena kekurangan surfaktan.
Surfaktan mulai diproduksi oleh janin pada usia kehamilan 34 minggu, dan pada
umur kehamilan 37 minggu jumlahnya sudah cukup untuk pernafasan normal Puncak
keparahan terjadi pada 24-48 jam, akan membaik dalam waktu 72-96 jam (tanpa
terapi surfaktan) tergantung dari maturitas bayi. Salah satu dari bayi resiko tinggi
adalah bayi dengan sindroma gawat nafas (SGN/RDS). Respiratory distress
syndroma (RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi
dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan
dengan umur gestasi dan berat badan. Persentase kejadian menurut usia kehamilan
adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28
minggu; 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada
bayi yang cukup bulan. Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada
kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan
(nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuansi juga sering terjadi pada bayi yang lahir
dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya
ibu menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, secsio sesarea serta
perdarahan antepartum.(surasmi,dkk) Namun seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bayi resiko tinggi dapat hidup dengan baik tanpa
mengalami cacat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kelompok tertarik untuk merumuskan
masalah terkait asuhan keperawatan pada klien dengan kasus NBBLR 1700gr + SGN
di ruang Perinatologi RSUD M. Natsir Solok

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk Memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien
dengan kasus NBBLR 1700gr + SGN di ruang Perinatologi RSUD M. Natsir
Solok.
2. Tujuan Khusus
a. Menyusun konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
NBBLR 1700gr + SGN di ruang Perinatologi RSUD M. Natsir Solok.
b. Melaksanakan pengkajian dan mengidentifikasi data dalam menunjang
asuhan keperawatan pada klien dengan kasus NBBLR 1700gr + SGN di
ruang Perinatologi RSUD M. Natsir Solok.
c. Menentukan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan pada klien
dengan kasus NBBLR 1700gr + SGN di ruang Perinatologi RSUD M. Natsir
Solok.
d. Menentukan perencanaan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
NBBLR 1700gr + SGN di ruang Perinatologi RSUD M. Natsir Solok.
e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada asuhan keperawatan pada
klien dengan kasus NBBLR 1700gr + SGN di ruang Perinatologi RSUD M.
Natsir Solok.
f. Mampu melaksanakan evaluasi pada asuhan keperawatan pada klien dengan
kasus NBBLR 1700gr + SGN di ruang Perinatologi RSUD M. Natsir Solok.

D. Manfaat Penulis
1. Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi penulis dalam
memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan kasus NBBLR
1700gr + SGN
2.Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi institusi dalam memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan kasus NBBLR 1700gr + SGN, sehingga dapat menambah pengetahuan
dan acuan dalam memahami asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
NBBLR 1700gr + SGN.
3.Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan laporan dalam bentuk dokumentasi asuhan keperawatan kepada tim
kesehatan Rumah Sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan kasus NBBLR 1700gr + SGN.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP BBLR

1. Defenisi BBLR

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang
dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan
dapat menggangu kelangsungan hidupnya.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction).

2. Klasifikasi BBLR
Klasifikasi Berat Bayi Lahir Rendah, yaitu :
a. BBLR prematur atau kurang bulan
1) Sindrom gangguan pernafasan ideopatik (penyakit membran hialin)
2) Pnemonia aspirasi karena refkek menelan dan batuk belum sempurna,
bayi belum dapat menyusu
3) Perdarahan periventrikuler dan perdarahan intraventrikuler (P/IVH) otak
lateral akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan)
4) Hipotermia karena sumber panas bayi prematur baik lemak subkutan yang
masih sedikit maupun brown fat  belum terbentuk.
Beberapa ciri jika seorang bayi terkena hipotermi antara lain :
a)    Bayi menggigil
b)   Kulit anak terlihat belang, merah putih atau timbul bercak-bercak.
c)    Anak terlihat apatis atau diam saja.
d)   Gerakan bayi kurang dari normal.
e)    Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir
dan ujung-ujung jarinya.
5)   Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang
b.    BBLR tidak sesuai usia kehamilan atau dimatur
1)   Sindrom aspirasi mekonium
2)   Hiperbilirubinemia
3)   Hipoglikemia
4)   Hipotermia

3. Etiologi BBLR
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah, yaitu:
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV)
dan Herpes simplex virus), danpenyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal
di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

4. Manifestasi Klinis BBLR


Menurut Jumiarni (2006), manifestasi klinis BBLR adalah sebagai berikut:
a. Preterm: sama dengan bayi prematuritas murni
b. Term dan posterm:
1) Kulit berselubung verniks kaseosa tipis atau tidak ada
2) Kulit pucat atau bernoda mekonium, kering keriput tipis
3) Jaringan lemak dibawah kulit tipis
4) Bayi tampak gesiy, kuat, dan aktif
5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan

Tanda dan gejala bayi prematur menurut Surasmi ( 2005) adalah :


1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
2) Berat badan sama dengan atau kerang dari 2500 gr
3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
4) Kuku panjangnya belum melewati ujung jarinya
5) Batas dahi dan ujung rambut kepala tidak jelas
6) Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
7) Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
8) Rambut lanugo masih banyak
9) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
10) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhanya, sehingga
seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
11) Tumit mengkilap, telapak kaki halus
12) Alat kelamin : pada bayi laki – laki pigmentasi dan rugae pada skrotum
kurang, testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris
menonjol, labia minora tertutup oleh labia mayora.
13) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakanya lemah
14) Fungsi syaraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks hisap,
menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisanya lemah.
15) Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan jaringan lemak
masih kurang
16) Verniks tidak ada atau kurang

Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
1) Berat kurang dari 2500 gram
2) Panjang kurang dari 45 cm
3) Lingkar dada kurang dari 30 cm
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
6) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
7) Kepala lebih besar
8) Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
9) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
10) Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada
lengan dan sikunya
11) Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
12) Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit mengkilap,
telapak kaki halus.
13) Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan
tangisnya lemah.
14) Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit

5. PATOFISIOLOGI
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi
resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh
sedikit, hamper semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi, kalsium,
fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan
hipoglikemia, anemia dan lain-lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang
terutama pada bayi BBLR Prematur.
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai
lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi antara
refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan
32-34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena
target pencapaian BB nya lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan
kalori yang meningkat.
e. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh tidak sebanding
dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit. Kehilangan
panas ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.

6. PATHWAY
Etiologi

Faktor Ibu F.plasenta Faktorjanin

BBLR / BLSR

Permukaan tubuh
Jaringan Lemak Prematuritas
relatif lebih luas
Sub.kutan lebih tipis

Fungsi organ
Penguapan Pemaparan Penurunan
Kehilangan Kekurangan belum baik
berlebihan dg suhu daya tahan
panas melalui cadangan
luar
kulit energi

Kehilangan Resiko infeksi


Kehilangan
cairan
panas Malnutrisi
Dehidrasi Hipotermia
Hipoglikemia
ia

Hati Paru Usus Ginjal Otak Mata Kulit

Konjugasi -Pertumbuhn Imaturitas Imaturitas Halus


-imaturitas
bilirubin belum dinding dada ginjal sentrum2 mudah
belum Dinding lensa mata
baik vital lecet
sempurna lambung Peristiltaltik -sekunder efek
-vaskuler lunak belum o2
Sekunde
paru imatur sempurna
Hiperilirubin r terapi
Resiko
Mudah Retrolentral infeksi
kembung fibroplasia pioderma
Ikterus Infus pernafasan Pengosonga
n lambung
kurang baik
Retinopaty
Penyakit Regulasi sepsis
membrane Efek menelan pernafasan
hialin blm smprna
Pernafasan
Resti pemenhan nutrisi periode pernafasan
kurang dari kebutuhan biot
Pola nafas
tubuh
tidak efektif

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Pantiawati (2010) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain :
a. Pemeriksaan skor ballard merupakan penilaian yang menggambarkan reflek
dan maturitas fisik untuk menilai reflek pada bayi tersebut untuk mengetahui
apakah bayi itu prematuritas atau maturitas
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan merupakan tes
pada ibu yang melahirkan bayi dengan berat kurang yang lupa mens
terakhirnya.
c. Darah rutin, glokoa darah, kalau perlu dan tersedia faslitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.
d. Foto dada ataupun babygram merupakan foto rontgen untuk melihat bayi lahir
tersebut diperlukan pada bayi lahir dengan umur kehamilan kurang bulan
dimulai pada umur 8 jam atau dapat atau diperkirakan akan terjadi sindrom
gawat nafas.

8. PENATALAKSANAAN
Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
menurut Proverawati (2010), dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan
baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena
itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas
badannya mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi
prematuritas dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol
yang berisi air panas atau menggunakan metode kangguru yaitu perawatan
bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.
b. Pengawasan Nutrisi atau ASI
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung
kecil, enzim pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein 3
sampai 5 gr/ kg BB (Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB, sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam
setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek
menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi
sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.  ASI merupakan makanan
yang paling utama, sehingga ASI-lah yang paling dahulu diberikan. Bila
faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan
dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju
lambung. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan
tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan
pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif
dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas atau BBLR. Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi
prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
d. Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan dengan ketat.
e. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya
belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara
efisien sampai 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia,
memar hemolisias dan infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila
ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
f. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada
penyakit ini tanda- tanda gawat pernapasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus
dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus
dipaparkan untuk mengobserfasi usaha pernapasan.
g. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat
badan lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan
pemeriksaan gula darah secara teratur.

B. KONSEP SGN
1. Defenisi ARDS
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris
disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih
dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting);
dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi.
Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam
paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya
kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya
kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan
sindrom ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005).
Salah satu yang akan dibahas dalam makalah ini adalah idiopatic
respiratory distress syndrome (IRDS) atau disebut juga penyakit membran hialin
(PMH).
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD).
Sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus.
RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi-
bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan
(Donna L. Wong, 2003).

2. Etiologi

Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu


prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory
Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD)
didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada
bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada
paru yang matur.

3. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya
zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan
22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari
fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan
sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.

Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :

a. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan


asam laktat asam organic>asidosis metabolic.

b. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam


alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun,


penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.

Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia
pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress
intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.

4. Tanda dan Gejala

Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :

a. Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
b. Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
c. Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
d. Grunting : suara merintih saat ekspirasi
e. Pernapasan cuping hidung
Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes

Skor
Pemeriksaan
0 1 2

Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap


dengan 02 walaupun diberi O2

Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara


udara masuk masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar


dengan stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan

4-5 = gawat napas sedang

> 6 = gawat napas berat

5. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang

Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan

Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa

Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat


menyebabkan atau memperberat takipnea

Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas

Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi


Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis

Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen


6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat
(70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru,
kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai
harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun
harganya amat mahal.

Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan
berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi
baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat timbul.
Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold
injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesuakran dalam pemberian
makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan
psikologik) (Ngastiyah, 2005).

7. Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang
belum sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini
ialah mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturitas
paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah
berlangsung baik. Gluck (1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui
maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin
dalam cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari
2, bayi yang akan lahir tidak akan menderita penyakit membran hialin, sedangkan
bila perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan
mengalami penyakit membran hialin. Pemberian kortikosteroid oleh beberapa
sarjana dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Penelitian
mengenai hal ini masih terus dilakukan saat ini. Cara yang paling efektif untuk
menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas dan hal ini tentu agar
sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi kehamilan tertentu.

8. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :

a. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,


pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen
yang menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang


disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
b. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial,
dan adanya infeksi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan
terganggu
2. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu tubuh
rendah
3. Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat badan
kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3
menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10
normal
4. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru, tumor
kandungan, kista, hipertensi
6. ADL

a. Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi
kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu

b. Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia

c. Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan

d. Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas

e. Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium, produksi
urin rendah

7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran compos mentis

2) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-


140X/menit

3) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 40X/menit

4) Suhu : kurang dari 36,5 C

b. Pemeriksaan Fisik

1) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-rata


120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi
sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill  (kurang dari 2-3 detik).

2) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot


aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor,
wheezing atau ronkhi.

3) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit


mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau),
BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan
dan mengisap yang lemah.

4) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah,


warna, berat jenis, dan PH).

5) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro,


menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi,
ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago
telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.

6) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.

7) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.

8) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram,
panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama
dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang
dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis, halus,
lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita klitoris menonjol,
sedangkan pada laki-laki skrotum belum berkembang, tidak menggantung
dan testis belum turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput.

c. Pengkajian Reflek Bayi


1) Reflek moro (kaget) : Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila
kepala tiba-tiba digerakkan.
2) Reflek rooting (mencari) : Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh
pipi.
3) Refleks sucking (isap) : Terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir,
yang disertai refleks menelan.
4) Reflek Swallowing : Terjadi apabila bayi menelan Air susu ibu.
5) Refleks Tonikneck : Terjadi apabila kepala bayi kita angkat dan mendapat
tahanan pada kepala bayinya.
6) Refleks Plantar : Terjadi apabila tangan kita dapat di genggam oleh tangan
bayi
7) Refleks Babinsky : Terjadi apabila telapak kaki bayi kita sentuh dan akan
terjadi kerutan pada telapak kaki bayinya itu menandakan turgor kulit bayi
negative / jelek , sebaliknya apabila tidak ada kerutan pada telapak kaki
bayinya berarti turgor kaki bayi negative /baik .
8) Reflek Walking : Terjadi apabila bayinya kita angkat akan terjadi reaksi
pada kakinya seperti berjalan.
d. Pengkajian Ballard Score

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar
surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi/kelelahan,
keterbatasan pengembangan otot.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.

C. INTERVENSI

No Diagnosa
SLKI SIKI
. Keperawatan
1. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan a. Pertahankan kepatenan
pertukaran gas keperawatan selama ...x... jam jalan nafas
berhubungan dengan diharapkan pola nafas efektif. b. Posisikan pasien untuk
ketidakadekuatan KH: mendapatkan ventilasi
kadar surfaktan, a. Jalan nafas bersih yang adekuat(mis., buka
ketidakseimbangan b. Frekuensi jantung 100- jalan nafas dan tinggikan
perfusi ventilasi. 140 x/i kepala dari tempat tidur)
c. Pernapasan 40-60 x/i c. Monitor hemodinamika
d. Takipneu atau apneu tidak status (CVP & MAP)
ada d. Monitor kadar pH, PaO2,
e. Sianosis tidak ada PaCO2 darah melalui
hasil AGD
e. Monitor tanda-tanda
gagal napas
f. Monitor status neurologis
g. Monitor status
pernapasan dan status
oksigenasi klien
h. Atur intake cairan
i. Auskultasi bunyi napas
dan adanya suara napas
tambahan (ronchi,
wheezing, krekels, dll)
j. Kolaborasi pemberian
nebulizer, jika diperlukan
k. Kolaborasi pemberian
oksigen, jika diperlukan.

2. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan a. Observasi pola Nafas.


efektif berhubungan keperawatan selama ...x... jam b. Observasi frekuensi dan
diharapkan status pernafasan bunyi nafas
dengan penurunan
pasien teratasi dengan kriteria: c. Observasi adanya
energi/kelelahan, a. RR 30-60 x/mnt sianosis.
keterbatasan b. Spo2 diatas 93% d. Monitor dengan teliti
c. Sianosis (-) hasil pemeriksaan gas
pengembangan otot.
d. Sesak (-) darah.
e. Ronchi (-) e. Tempatkan kepala pada
f. Whezing (-) posisi hiperekstensi.
f. Beri O2 sesuai program
dokter
g. Observasi respon bayi
terhadap ventilator dan
terapi O2.
h. Atur ventilasi ruangan
tempat perawatan klien.
i. Kolaborasi dengan tenaga
medis lainnya

3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Observasi intake dan


pemenuhan keperawatan selama ...x... jam output.
diharapkan dapat mendukung
kebutuhan nutrisi : b. Observasi reflek hisap
intake nutrisi dengan kriteria:
kurang dari a. Reflek hisap dan menelan dan menelan.
kebutuhan tubuh baik c. Beri minum sesuai
b. Muntah (-)
berhubungan dengan c. Kembung (-) program
ketidak mampuan d. BAB lancar d. Pasang OGT bila reflek
e. Berat badan meningkat 15
mencerna nutrisi gr/hr menghisap dan menelan
karena imaturitas. f. Turgor elastis tidak ada.
e. Monitor tanda-tanda
intoleransi terhadap
nutrisi parenteral.
f. Kaji kesiapan untuk
pemberian nutrisi enteral
g. Kaji kesiapan ibu untuk
menyusu.
h. Timbang BB setiap hari.

4. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tanda-tanda infeksi.


berhubungan dengan keperawatan selama ...x... jam b. Isolasi bayi dengan bayi
diharapkan keparahan lain.
pertahanan
infeksi:baru lahir pasien c. Cuci tangan sebelum dan
imunologis yang teratasi dengan kriteria: sesudah kontak dengan
kurang a. Suhu dalam rentang bayi.
normal 36-37C d. Gunakan masker setiap
b. Tidak ada tanda-tanda kontak dengan bayi.
infeksi (kemerahan/nanah) e. Cegah kontak dengan
pada umbilikus orang yang terinfeksi.
c. Leukosit 5.000-10.000 f. Pastikan semua
perawatan yang kontak
dengan bayi dalam
keadaan bersih/steril.
g. Kolaborasi dengan
dokter.
h. Berikan antibiotic sesuai
program.

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Anda mungkin juga menyukai