DISUSUN OLEH :
NAMA :YULIANA
NIM :(202107119)
KELAS : I B
MAKASSAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
YULIANA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................3
A. Latar Belakang...................................................................3
B. Rumusan Masalah.............................................................5
C. Tujuan.................................................................................5
BAB II ISI.......................................................................................7
A. Kesimpulan...................................................................25
B. Saran.............................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi (AKB) karena bayi lebih rentan terhadap penyakit dan kondisi tubuh
yang tidak sehat. Selain itu AKB merupakan indikator penting dalam
Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada neonatus yang
sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% neonatus cukup
bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu memeriksa
neonatal/pada saat memeriksa bayi diklinik. (Depkes RI. 2006. him. 24)
AKB di Indonesia sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup Hasil ini mengalami
1000 kelahiran maka salah satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas
dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun
menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi
berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan
gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental
yang sangat mempengaruhi kualitas hidup (SDKI tahun 2007).
Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
dengan kompetensi dan fasilitas yang tersedia. Bidan dan perawat yang terampil
daerah DIY maka perlu penanganan yang memadai untuk mencegah terjadinya
masalah Ikterus maupun komplikasi lebih lanjut agar dapat menekan dan
menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, maka penulis merasa tertarik
untuk menyusun Karya Tubs Ilmiah tentang Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi
B. Rumusan Masalah
A. Tujuan
PEMBAHASAN
perubahan warna kekuningan pada kulit, konjungtiva, dan sklera akibat peningkatan
bilirubin plasma pada bayi baru lahir. Kondisi ini biasanya terjadi setelah hari kedua
atau ketiga setelah bayi lahir, puncaknya antara hari ke 4 sampai hari ke 5 pada
neonatus aterm dan hari ke 7 pada neonatus preterm, dan hilang dalam 2 minggu.
Ikterus neonatorum fisiologis tidak pernah terjadi dalam 24 jam pertama dan lebih
dari 2 minggu. Ikterik pada kondisi ini meluas secara sefalokaudal ke arah dada,
perut dan ekstremitas. Ikterus neonatorum seringkali tidak dapat dilihat pada sklera
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.
Ikterus adalah perubahan wama kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewamaan oleh bilirubin yang meningkat
Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sei darah merah oleh sistem
retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada
konsentrasi > 5 mg/dl bilirubin maka akan tampak secara klinis berupa pewamaan
kuning pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus akan ditemukan
terdapat pada 50% bayi cukup bulan (aterm) dan 75% bayi kurang bulan (preterm).
(Winkjosastro, 2007)
B. Klasifikasi Ikterus
a. Ikterus yang timbul pada hari kedua atau ketiga lalu menghilang setelah
2008)
Ikterus patologis Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan
12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
b. Ikterus dengan kadar bilirubin > 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan atau >10
setiap24jam
d. neonatus
e. Infeksi
h. Hiperosmolaritas darah
i. Proses hemolisis
1. Gejala akut:
gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
2. Gejala kronik :
tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi
yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan
dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah wama kuning (ikterik) pada
kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
muntah)
darah ekstravaskular.
g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan
l. Feses dempul disertai urin warna coklat. Pikirkan ke arah ikterus obstruktif.
D. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena
a. Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sei darah merah lebih banyak dan
b. Produksi bilirubin serum yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,
c. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi
hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sei
hepar.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sei otak.
e. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau
kerusakan sei liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar
E. Penyebab Ikterus
1. Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi
2. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
3. Polisitemia.
5. Ibu diabetes.
6. Asidosis.
7. Hipoksia/asfiksia.
enterohepatik.
10. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
12. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau
A. Penegakan Diagnosis
a. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat
digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus
masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif
segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat
dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang
kurang.
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui wama di
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.
b. Bilirubin Serum
bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
c. Bilirubinometer Transkutan
dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan
gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran
A. Faktor Resiko
Faktor Maternal
d. ASI
Faktor Perinatal
Faktor Neonatus
A. Prematuritas
B. Faktor genetik
C. Polisitemia
F. Hipoglikemia
G. Hipoalbuminemia
H. Patofisiologi
3. Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim
(bereaksi direk).
4. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal
5. Wama kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut dalam
7. Jundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan
kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak yang terdapat
dalam ASI terjadi 4- 7 hari setelah lahir dimana terdapat tkenaikan bilirubin tak
selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah.jika pemberian ASI
dihentikan,kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat biasanya 1-2 hari dan
8. Bilirubin yang patologi tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama
kelahiran.sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara 3-5 hari
sesedah kelahiran.
a. Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi
mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda
albumin, fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat.
salah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat
lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer (1958) yang
matahari, sinar lampui tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar
terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan efek
samping yang minimal, dan belum pemah dilaporkan efek jangka panjang yang
berbahaya.
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sei reproduksi bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
hemolisis.
h. Pengawasan nutisi/ASI
“ Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama 2 tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani
dengan kerelaan keduanya dan musyawaralymaka tidak ada dosa atas keduanya.
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,maka tidak ada dosa bagimu.
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. ”
ASI ekslusif yaitu pemberian ASI saja tanpa makanan pendamping lainnya selama 6
bulan penuh kemudian dilanjutkan sampai usia dua tahun dengan ditambah
Bila dievaluasi ternyata tidak banyak perubahan pada kadar bilirubin, perlu
diperhatikan kemungkinan lampuyang kkurang efektif, atau ada komplikasi pada bayi
2. Komplikasi
yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi sinar terhadap
tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya bersifat sementara, dan dapat
a. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus
diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin
berikan ASI.
b. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang
meningkat).
c. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.
e. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya
bersifat sementara.
penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupaka pilihan dalam mengatasi
kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada
janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa
persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat,
dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir,
biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 - jam 8 pagi
setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya. Edukasi dan promosi
kesehatan ikterus neonatorum fisiologis penting diberikan pada ibu bayi dan
kasar, yaitu:
Kremer I yakni bagian tubuh yang nampak kuning dari bagian kepala hingga
Kremer II meliputi bagian kepala hingga upper trunk, serum bilirubin pada
Kremer III meliputi bagian kepala hingga lower trunk dan paha bawah,
Kremer IV meliputi bagian kepala hingga tangan dan tungkai bawah, serum
Kremer V meliputi seluruh badan yakni kepala hingga telapak tangan dan
fototerapi, dan asupan nutrisi yang mencukupi. Kondisi ini akan sembuh sendiri
dan bayi tidak perlu dirawat. Paparan sinar matahari dapat menurunkan kadar
tinggi atau meningkat, bayi mungkin memerlukan pengobatan lebih lanjut untuk
PENUTUP
A. KESIMPULAN
dengan perubahan warna kekuningan pada kulit, konjungtiva, dan sklera akibat
peningkatan bilirubin plasma pada bayi baru lahir. Kondisi ini biasanya terjadi
setelah hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir, puncaknya antara hari ke 4
sampai hari ke 5 pada neonatus aterm dan hari ke 7 pada neonatus preterm, dan
hilang dalam 2 minggu. Ikterus neonatorum fisiologis tidak pernah terjadi dalam
24 jam pertama dan lebih dari 2 minggu. Ikterik pada kondisi ini meluas secara
tidak dapat dilihat pada sklera karena bayi baru lahir umumnya sulit membuka
neonatus. Asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada bayi baru lahir dengan
ikterus fisiologis yaitu dengan memberikan ASI sedini mungkin dan sesering
mungkin serta melakukan penjemuran dibawah sinar matahari pagi dengan
dikeluarkan melalui urin dan feses. Asuhan kebidanan pada ikterus patologis
bilirubin serum dalam darah sehingga tindakan ini akan mengurangi kebutuhan
transfusi tukar
B. SARAN
neonatorum fisiologis penting diberikan pada ibu bayi dan keluarganya agar
https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/ikterus-neonatorum-
fisiologis/etiologi
https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/ikterus-neonatorum-
fisiologis/etiologi
https://www.alodokter.com/komunitas/topic/ikterus-pada-
bayie9a5f5#:~:text=Ikterus%20neonatorum%20fisiologis%20adalah
%20penyakit,plasma%20pada%20bayi%20baru%20lahir.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2310/3/BAB%20II.pdf
https://www.sehatq.com/penyakit/ikterus-neonatorum
https://scholar.google.co.id/scholar?
q=pembahasan+ikterus+neonatorum+fisiologis&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=
scholart#d=gs_qabs&u=%23p%3DaFQsYhgbAnQJ
http://repository.unjaya.ac.id/3360/3/Bab%20I.pdf