Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KOMPERHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS DENGAN IKTERIK

Oleh :

Diana Nur Safitri

NIM.P07224321014

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN & PROFESI BIDAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga karena izin-Nya laporan komprehensif ini
dapat terselesaikan. Laporan ini berjudul “Laporan Komprehensif Asuhan Kebidanan
Neonatus dengan Ikterik"

Dengan tersusunnya laporan komprehensif ini saya harapkan dapat menjadi


pegangan dan pedoman mahasiswa khususnya untuk mahasiswa kebidanan dalam
pembelajaran mengenai Asuhan Kebidanan pada Neonatus.

Penulis sadar masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam Laporan
Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan Perdarahan Tali Pusat ini, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan dan menerima saran maupun kritikan yang
sifatnya membangun dari pembaca. Semoga penulisan Laporan ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun bagu pembaca. Aamiin.

Samarinda, 10 November 2023

Mahasiswa

Diana Nur Safitri


NIM. P07224321014

DAFTAR IS
I
KATA PENGANTAR....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4

A. Latar Belakang.....................................................................................................................4

B. Tujuan....................................................................................................................................5

1. Tujuan Umum......................................................................................................................5

2. Tujuan Khusus.....................................................................................................................5

BAB II............................................................................................................................................6

TINJAUAN TEORI.......................................................................................................................6

A. Konsep Dasar Teori..............................................................................................................6

B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Ikterik...15

I. PENGKAJIAN...................................................................................................................15

II. INTERPRETASI DATA DASAR....................................................................................24

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL.......................................25

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA.........................................25

V. PENATALAKSANAAN...................................................................................................25

BAB III........................................................................................................................................26

TINJAUAN KASUS....................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang

Setiap hari, hampir 5.400 bayi lahir meninggal, 40% dari kematian ini terjadi
sehubungan dengan persalinan (WHO, 2021). Menurut Data World
Health Organization (WHO) setiap tahun kirakira 3% (3,6 juta) dari
120 juta bayi baru lahir yang mengalami Ikterik dan hampir 1 juta bayi yang
mengalami Ikterik tersebut kemudian meninggal dunia. Peningkatan kadar bilirubin
dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal disebut dengan Ikterik . Nilai normal
bilirubin indirek 0,3- 1,1 mg/dl dan bilirubin direk 0,1-0,4 mg/dl (Departemen
kesehatan Indonesia, 2019).

Angka di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)


tahun 2018 sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. Kematian neonatus terbanyak di
Indonesia di sebabkan oleh asfiksia (37%), bayi berat lahir rendah (BBLR) dan
prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus neonatorum(6%),
postmatur
(3%), dan kelainan kongenital (1%) per 1000 kelahiran hidup (Nur dan Yulia, 2022).
Data yang dilaporkan kepada Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak menunjukkan
jumlah kematian pada masa neonatal di Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 20.154
kematian. Penyebab kematian neonatal terbanyak di Indonesia pada tahun 2021 adalah
kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebesar 34,5% (6.945), asfiksia sebesar
27,8% (5.599), kelainan kongenital sebesar 12,8% (2.569), infeksi sebesar 4%
(796),
covid-19 sebesar 0,5% (100), tetanus neonatorium sebesar 0,2% (45), dan penyebab lain
sebesar 4.056 kematian (Profil Kesehatan Indonesia, 2021).
Ikterik menjadi salah satu penyumbang angka kesakitan bayi di Indonesia karena
dapat mengakibatkan tubuh bayi menjadi lemas tidak mau menghisap, tonus otot
meninggi, leher kaku, spasme otot, kejang, gangguan indra, retardasi mental, kecacatan
bahkan kematian. Dalam keadaan normal kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat
adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24
jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2- 3, biasanya mencapai
puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun
sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl (Rahmadhani, 2022).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ikterik pada bayi baru lahir
seperti berat bayi lahir rendah (BBLR), faktor pemberian Air susu ibu (ASI), golongan
darah. Ikterus yang dialami oleh bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
disebabkan karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit. Proses
tersebut terjadi karena tingginya kadar eritrosit, masa hidup eritrosit yang lebih pendek
dan belum matangnya fungsi hepar (Rahmadhani, 2022).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus dengan kasus ikterik
neonates dengan menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan manajemen
kebidanan menurut Varney dan mendokumentasikanya dalam bentuk catatan SOAP.

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan konsep dasar teori ikterik pada neonatus
2. Menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada neonatus dengan
ikterik pada neonatus dengan menggunakan manajemen kebidaan menurut Varney
3. Melakukan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterik pada neonatus
4. Membandingkan kesenjangan anatara konsep teori ikterik pada neonatus dan
asuhan dilapangan.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori

1. Definisi Ikterik

Keluhan atau gejala terlihat kuning pada kulit atau mata disebut jaundice
atau ikterus. Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis yaitu "jaune" yang berarti
"kuning" atau ikterus yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu "icterus" yang berarti
perwarnaan kuning pada kulit, sklera, atau mukosa, keadaan ini disebabkan oleh
penumpukan bilirubin berlebihan pada jaringan (Widodo, 2023).
Ikterik merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan
rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus
produksi bilirubin 2 sampai 3 lebih tinggi dari pada orang dewasa normal. Hal ini
dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih
pendek. Ikterik merupakan suatu keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh warna
kuning pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi berlebihan
(Jubella, 2022).

2. Metabolisme Bilirubin

Hati mempunyai berbagai fungsi, antara lain tergantung pada kemampuan hati
mensekresi empedu. Melalui sekresi empedu hati dapat mengekskresikan toksin,
berperan dalam metabolisme kolesterol dan membantu pencernaan, penyerapan
lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak. Empedu terdiri dari air, asam empedu
(kolat dan kenodeoksikolat)fosfolipidkolesterol, bilirubin, elektrolitzenobiotik, dan
metabolit obat Terganggunya sekresi dan aliran empedu oleh hati akan
mengakibatkan akumulasi empedu dalam kanalikulus hati dan sel hati
(hepatosit)yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan hati.
Bilirubin merupakan hasil pemecahan heme dalam sel retikuloendotel limpa dan hati.
Produk akhir metabolisme tersebut adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam
air, yang terikat pada albumin dalam sirkulasi. Bilirubin indirek diambil dan
dimetabolisme oleh hati menjadi bilirubin direk.
Bilirubin direk kemudian akan disekresikan ke dalam sistem bilier oleh
transporter spesifik. Setelah disekresi oleh hati, empedu disimpan dalam
kandung empedu yang nantinya akan keluar sesuai rangsangan saat proses
makan Empedu akan terangsang keluar ke dalam duodenum.
Bilirubin indire tidak dapat direabsorpsi oleh epitel usus, namun dipecah oleh
flora usus menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang kemudian dikeluarkan
melalui tinja. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh ẞ-
glukoronidase yang terdapat pada epitel usus dan bilirubin indirek yang dihasilkan
akan direabsorpsi ke dalam sirkulasi dan kembali ke hati, yang dikenal sebagai
sirkulus enterohepatik.
Produksi bilirubin dalam 24 jam adalah 6-8 mg/ kgBB pada neonatus
cukup bulan sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang dewasa sehat. Pada
sekitar 80% bilirubin yang dihasilkan tiap hari berasal dari hemoglobin. Bayi
memproduksi bilirubin lebih besar per kilogram berat badan karena massa
eristrositnya lebih besar dan umur eritrositnya lebih pendek.
(Widodo, 2023)

3. Patomekanisme Ikterik
Berdasarkan metabolisme normal bilirubin tersebut mekanisme terjadinya
ikterik berkaitan dengan:
1. Produksi bilirubin
2. Ambilan bilirubin oleh hepatosit
3. Ikatan bilirubin intrahepatosit
4. Konjugasi bilirubin
5. Sekresi bilirubin
6. Ekskresi bilirubin.
Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu mekanisme terlibat, misalnya kelebihan
bilirubin akibat hemolisis dapat menyebabkan kerusakan sel hati atau kerusakan
duktus biliaris, yang kemudian dapat mengganggu transpor, sekresi, dan ekskresi
bilirubin. Selain itu, gangguan ekskresi bilirubin dapat mengganggu ambilan dan
transpor bilirubin Hepatoseluler yang rusak akan memperpendek umur eritrosit,
sehingga menambah hiperbilirubinemia dan gangguan proses ambilan bilirubin oleh
hepatosit. (Widodo, 2023)
4. Pendekatan Klinis
Secara klinis, pendekatan etiologi ikterik dilakukan berdasarkan jenis
hiperbilirubinemia dan usia munculnya ikterik, karena keduanya terkait dengan
penyebab yang spesifik. Hiperbilirubinemia dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
peningkatan kadar bilirubin direk dan kadar bilirubin indirek. Istilah
hiperbilirubinemia umumnya merujuk pada peningkatan bilirubin indirek,
sedangkan peningkatan kadar bilirubin direk umumnya dikenal sebagai kolestasis.
Peningkatan bilirubin indirek (lebih dominan dibandingkan dengan bilirubin direk)
merupakan akibat produksi berlebihan bilirubin, terganggunya ambilan bilirubin
oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. Sedangkan, peningkatan bilirubin direk
merupakan akibat penyakit hepatoseluler, gangguan ekskresi kanalikular, dan
obstruksi bilier (Widodo, 2023).

5. Ikterik Pada Neonatus

Ikterik pada neonatus memerlukan perhatian khusus karena berbeda dari ikterus
pada anak. Pertama, pada usia neonatus sedang terjadi proses maturasi yang mungkin
memengaruhi perjalanan penyakit. Kedua, bilirubin indirek dapat mencapai kadar
toksisitas (risiko kernikterus), sehingga diagnosis dini menjadi sangat penting.
Ketiga, dapat merupakan manifestasi klinis penyakit herediter pada periode usia ini.
Secara klinis ikterik terlihat bila kadar bilirubin serum >5 mg/dL. Pada minggu
pertama kehidupan, sebagian besar neonatus cukup gangguan bulan dan prematur
akan terlihat kuning. Ikterus sedang (bilirubin indirek serum >12 mg/dL) terjadi pada
12% neonatus yang mendapat ASI dan 4% neonatus yang mendapat formula,
sedangkan ikterus berat (bilirubin indirek serum >15 mg/dL) masing-masing terjadi
pada 2% dan 0,3%.
Manifestasi klinis ikterik terlihat dari kulit wajah lalu berkembang ke arah
ekstremitas bawah sesuai peningkatan kadar bilirubin. Hal ini berarti bahwa bayi
dengan kuning pada kaki diperkirakan mempunyai kadar bilirubin lebih tinggi
dibandingkan bayi dengan kuning hanya di kulit wajah.
Jenis dan derajat hiperbilirubinemia akan menentukan apakah ikterik tersebut
fisiologis atau patologis.
Kemungkinan sepsis pada neonatus dengan ikterik perlu dipertimbangkan, karena
keterlambatan diagnosis akan membahayakan; hiperbilirubinemia indirek pada
neonatus yang letargik, sulit minum, muntah, mungkin mengindikasikan sepsis.
Faktor risiko pada ibu, kehamilan, dan persalinan juga ikut berperan penting pada
terjadinya sepsis.
Hyperbilirubinemia Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia indirek terjadi pada
bayi sehat, akibat gangguan beberapa mekanisme. Ikterik fisiologis yang muncul
pada hari kedua atau ketiga kehidupan umumnya ringan dan hilang spontan (ikterik
fisiologis) Ikterik pada neonatus memerlukan evaluasi lebih lanjut jika: a. Ikterik
timbul pada saat lahir atau pada hari pertama kehidupan b.
Kenaikan kadar bilirubin cepat (>5 mg/dL per hari)
Kadar bilirubin serum >12 mg/dL
Ikterik menetap pada usia 2 minggu atau lebih
Peningkatan bilirubin direk >2 mg/dL
Apabila pola hiperbilirubinemia tidak sesuai dengan ikterik fisiologis, dipikirkan
kemungkinan penyebab lain hiperbilirubinemia indirek, dengan melakukan beberapa
pemeriksaan, yaitu :

(Widodo, 2023)
6. Faktor Resiko Pada Bayi Ikterik
a. ASI yang kurang
Bayi yang tidak mendapatkan ASI yang cukup saat menyusu dapat bermasalah
karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memroses
pembuangan bilirubin dari dalam tubuh.

b. Peningkatan Jumlah Sel Darah Merah


Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun beresiko untuk
terjadinya hiperbilirubinemia. Contohnya, bayi yang memiliki golongan darah yang
berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat abnormalitas eritrosit, atau
mendapat transfusi darah, beresiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia.

c. Infeksi/Inkompabilitas ABO-Rh
Berbagai macam infeksi yang dapat terjadi pada bayi, atau ditularkan dari ibu ke
janin di dalam rahim dapat meningkatkan resiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini
dapat meliputi dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital,
rubela dan sepsis
(Jubella, 2022)

7. Klasifikasi Ikterik
Ikterik diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi yaitu sebagai berikut :
1) Ikterik Fisiologis
Ikterik fisiologis adalah ikterik yang timbul pada hari ke dua dan hari ke
tiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern ikterik dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterik fisiologis ini juga dapat
dikarenakan organ hati bayi belum matang atau disebabkan kadar
penguraian sel darah merah yang cepat.
Ikterik fisiologis ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan
yang mendapatkan susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar
8 mg/dL pada hari ke tiga kehidupan dan kemudian akan menurun secara cepat
selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama
satu sampai dua minggu.
Sedangkan pada bayi cukup bulan yang diberikan air susu ibu (ASI) kadar
bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi yaitu 7-14 mg/dL dan
penurunan akan lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan
sampai 6 minggu.

2) Ikterik Patologis
Ikterik patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterik yang
kemungkinan menjadi patologik atau dapat dianggap sebagai
hiperbilirubinemia adalah :
a. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam c.
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
d. Ikterik yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim C6PD dan sepsis)
e. Ikterik yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 200 gram yang
disebakan karena usia ibu dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun dan
kehamilan pada remaja, masa gestasi kurang dari 35 minggu, asfiksia,
hipoksia, syndrome gangguan pernapasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkopnia,
hiperosmolitas.
3) Kern Ikterik
Kern ikterik adalah sindrom neurologik akibat dari akumulasi
bilirubin indirek di ganglia basalis dan nuklei di batang otak. Faktor yang
terkait dengan terjadinya sindrom ini adalah kompleks yaitu termasuk adanya
interaksi antara besaran kadar bilirubin indirek, pengikatan albumin, kadar
bilirubin bebas, pasase melewati sawar darah-otak, dna suseptibilitas neuron
terhadap injuri.
4) Ikterik Hemolitik
Ikterik hemolitik atau ikterik prahepatik adalah kelainan yang terjadi
sebelum hepar yakni disebakan oleh berbagai hal disertai meningkatnya
proses hemolisis (pecahnya sel darah merah) yaitu terdapat pada
inkontabilitas golongan darah ibu bayi, talasemia, sferositosis, malaria, sindrom
hemolitikuremik, sindrom Gilbert, dan sindrom Crigler-Najjar.
Pada ikterik hemolitik terdapat peningkatan produksi bilirubin diikuti
dengan peningkatan urobilinogen dalam urin tetapi bilirubin tidak ditemukan di
urin karena bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air.

Pada neonatus dapat terjadi ikterus neonatorum karena enzim hepar masih
belum mampu melaksanakan konjugasi dan ekskresi bilirubin secara semestinya
sampai ± umur 2 minggu. Temuan laboratorium adalah pada urin
didapatkan urobilinogen, sedangkan bilirubin adalah negatif, dan dalam
serum didapatkan peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi, dan keadaan
ini dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kernikterus (ensefalopati
bilirubin).

8. Evaluasi Ikterik Pada Neonatus


Semua neonatus harus diperhatikan dan dievaluasi setiap 8-12 jam untuk
melihat ada atau tidaknya ikterik. Cara mengobservasi warna kulit dengan
menekan kulit bayi menggunakan jari. Awitan ikterik sebelum usia 24 jam
kehidupan meningkatkan risiko hiperbilirubinemia berat, umumnya disebabkan
penyakit hemolitik isoimun, sehingga pada awitan ikterus <24 jam perlu diperiksa
kadar total bilirubin atau bilirubin transkutan.
Pada neonatus usia >24 jam kehidupan, kadar bilirubin total atau kadar
bilirubin transkutan dapat dinilai jika ikterik terlihat berlebihan hingga
setinggi umbilikus. Pada semua bayi sebelum dipulangkan dari rumah sakit
perlu juga dinilai kadar bilirubin total untuk identifikasi risiko
hiperbilirubinemia berat. Intepretasi hasil kadar bilirubin total menggunakan
prediksi nomogram Bhutani.
a. Anamnesis
Usia penderita dan perjalanan penyakit memberikan informasi penting
mengenai penyebab ikterik. Pada awal kehidupan, penyebab kolestasis yang
sering antara lain atresia bilier, sindrom Alagille, dan penyakit metabolik bawaan.
Anamnesis harus meliputi riwayat kelahiran dan perinatal, riwayat penyakit
dahulu, riwayat keluarga, riwayat pengobatan.
b. Pemeriksaan Fisik
Klinisi harus memperhatikan apakah penderita tampak sehat atau sakit,
tampak irritabel atau lemah. Hal ini akan memberi indikasi ensefalopati,
infeksi, atau penyakit metabolik. Jika ditemukan mikrosefali, hal ini
mengarahkan pada penyakit bawaan.

Dismorfisme sangat penting juga untuk mencari penyebab kolestasis.


Pemeriksaan oftalmologis untuk melihat adanya embriotokson posterior atau
cincin Kayser Fleicher. Murmur sistolik pulmonal mencurigakan adanya sindrom
Alagille. Hepatomegali biasanya ada; hati yang mengecil memberi indikasi sirosis
atau penyakit hati terminal. Popok bayi diperiksa adanya tinja dempul dan
urin berwarna gelap. Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mendeteksi
ataksia dan asteriksis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hiperbilirubinemia indirek menunjukkan hemolisis berlebihan.
Hiperbilirubinemia direk menunjukkan penyakit hepatobilier. Transaminase hati
(SGOT, SGPT) meningkat pada kerusakan hepatoseluler. Kadar alkali fosfatase
dan GGT sering meningkat pada kelainan obstruktif. Uji fungsi hati di
antaranya waktu protrombin, albumin, dan kolesterol perlu diperiksa.
Pemeriksaan laboratorium lain diperiksa kasus per kasus, misalnya uji fungsi
tiroid, titer TORCH, kultur darah dan urin, alfa1-antitripsin, profil besi, sweat
test, reduksi urin (galaktosemia), dan skrining metabolik pada bayi.
(Widodo, 2023)

9. Penatalaksanaan Ikterik
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
b. Observasi KU dan tanda-tanda vital setiap 3 jam
Pada kasus bayi dengan ikterik rencana asuhan yang diberikan adalah observasi
KU umum yang bertujuan untuk memantau agar keadaan bayi tidak
mencapai nilai yang menimbulkan kern ikterus.
c. Berikan intake ASI 40cc setiap 3 jam
penuhi kebutuhan nutrisi secara baik karena bayi jarang minum
serta mencegah bayi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu
d. Jaga kehangatan bayi
observasi BAB dan BAK, juga lingkungan sekitar bayi dijaga agar tetap bersih
dan hangat.
e. Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk
melakukan tindakan fototerapi
f. Memberikan informasi dan penjelasan tentang hasil pemeriksaan
pada keluarga bayi saat ini
g. Lakukan informed consent atau persetujuan tindakan dengan pihak
keluarga untuk dilakukan tidakan fototerapi
h. Lakukan tindakan fototerapi 2x24 jam.

(Jubella, 2022)
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Ikterik

I. PENGKAJIAN
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua
informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi
klien.
Tanggal/Waktu Pengkajian
: Tanggal MRS :
Tempat Pengkajian
: Nama Pengkaji :
A. Data Subjektif
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama :
Umur/Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
b. Identitas Orangtua
Nama Ayah :
Nama Ibu :
Usia Ayah/Ibu : Usia produktif yang optimal untuk reproduksi sehat antara
20-35 tahun. Risiko persalinan akan meningkat pada usia dibawah 20 tahun
dan diatas 35 tahun (Sukma, 2020). Kelahiran di luar usia produktif dikaitkan
dengan peningkatan risiko hasil perinatal yang merugikan (King, 2019).
Pendidikan Ayah/Ibu
: Pekerjaan
Ayah/Ibu : Agama :
Suku/Bangsa :
Alamat :

2. Keluhan Utama/Alasan MRS


a. Keluhan Utama : Keluhan utama ditanyakan untuk
mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan
(Sulistyawati, 2014). Pada kasus Ikterus Neonatorum keluhan
utama tubuh bayi terlihat kuning.
b. Alasan MRS : Datang sendiri terkait keluhan atau rujukan

3. Riwayat Kehamilan Sekarang


a. Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care) : teratur/tidak
b. Frekuensi Kunjungan
Trimester I : 2 kali kunjungan (Kemenkes, 2021)
Trimester II : 1 kali kunjungan (Kemenkes, 2021)
Trimester III : 3 kali kunjungan (Kemenkes,
2021)

c. Imunisasi TT
Imunisasi tetanus toxoid adalah proses untuk membangun kekebalan
sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Imunisasi selama
kehamilan sangat penting dilakukan untuk mencegah penyakit yang dapat
menyebabkan kematian ibu dan dan bayi (Lubis, 2022).
d. Komplikasi Kehamilan :
Mengkaji ada atau tidak gangguan autoimun, diabetes, gangguan
gastrointestinal, gagguan hematologi, gangguan hati, hipertensi, infeksi,
gangguan neurologis, kondisi pernapasan, gangguan tiroid, dan gangguan urin
yang muncul slama kehamilan yang dapat berdampak pada kondisi kesehatan
bayi baru lahir (King, 2019).
Komplikasi kehamilan (DM, inkomptabilitas ABO, dan Rh)
menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia janin. Hal ini menyebabkan
terjadinya polisitemia. Pemecahan yang cepat sel darah merah dan
berlebih disertai dengan imaturitas relatif hati pada bayi baru lahir akan
menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi

4. Riwayat Kelahiran Yang Lalu

No. Tahun JK BB Keada Komplikasi Jenis Ket.


Kelahiran Lahir an Persalinan
Bayi

1.

2.
5. Riwayat Persalinan Sekarang
1) BB / TB Ibu : kg/cm
2) Keadaan Umum Ibu :
3) Tanda-Tanda Vital :
TD = 110-120/70-80 mmHg (King, 2019)
N = 60-100 x/menit (King, 2019)
RR = 16-25 x/menit (King, 2019)
T = 36,5-37,5 oC (King, 2019)
4) Jenis Persalinan :
Ibu yang melahirkan spontan berisiko terjadinya trauma lahir
pada neonatus yang mengakibatkan pecahnya eritrosit sehingga
meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi (Liza, 2022).
Ibu yang melahirkan dengan pembedahan SC merupakan salah
satu faktor yang berhubungan dengan penundaan menyusui sehingga
berpotensi meningkatkan kadar bilirubin (Liza, 2022).
5) Komplikasi
Persalinan : Ibu =
Bayi =
6) Keadaan Ketuban : Utuh/ Pecah
7) Lama Ketuban Pecah :
8) Kondisi Ketuban : Jernih / Keruh / Mekonium / Darah
9) Lama :

KALA I :

KALAII :

KALA III :
Keadaan Bayi Saat Lahir
1. Tanggal : , Jam :
2. Jenis Kelamin :
3. Kelahiran : Tunggal / Gamelli
4. Jenis Persalinan : Pervaginam / Forceps / Vakum / Sectio Caesaria
5. Alasan Dilakukan Tindakan Persalinan :
Ketika komplikasi intrapartum ditemui, inisiasi intervensi dilakukan
sesuai dengan situasi. Hal ini mengharuskan bidan untuk waspada terhadap
tanda atau gejala yang memburuk. Pengambilan keputusan bersama dengan
wanita dan orang yang mendampingi mengenai perubahan dalam rencana
asuhan merupakan komponen penting dari manajemen kebidanan dan harus
digunakan jika ditemui keaadaan abnormal (King, 2019).
Memar dan sefal hematoma merupakan bentuk umum dari
perdarahan ekstravaskuler pada neonatus yang terjadi pada jaringan
periosteum karena tekanan jalan lahir pada persalinan normal yang
dapat menyebabkan hyperbilirubinemia (Liza, 2022).
6. Plasenta : Berat : ,Ukuran : ,Kelainan : Bentuk plasenta bulat atau agak
lonjong dan tebalnya kira-kira 2 sampai 3 cm, permukaan janin halus,
permukaan ibu biasanya halus dengan lekukan di tepi kotiledon tetapi
memiliki area berwarna putih berpasir, plasenta berwarna pucat dikaitkan
dengan neonatus preterm dan anemia dan berwarna hijau apabila terpapar
mekonium yang lama (King, 2019)
7. Tali Pusat : Panjang : ,Jumlah Pembuluh
Darah: Kelainan :
8. Kondisi ketuban : Jernih/keruh/mekonium/darah
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya
gawat janin. Tanda-tanda gawat janin jika DJJ <100 atau >180x/menit. Tapi
jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ketempat yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan gawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.

Tindakan Resusitasi
1. Langkah Awal : Ya / Tidak
2. Ventilasi : Ya / Tidak
3. Kompresi Dada : Ya / Tidak
4. Intubasi Endotrakeal : Ya / Tidak
5. Oksigen : Ya / Tidak
6. Terapi :
Resusitasi aktif diperlukan kira-kira 10 % bayi baru lahir untuk
merangsang pernapasan. Saat kekurangan oksigen, karbon dioksida akan
meningkat sehingga pernapasan menjadi cepat dan apabila berlanjut
mengakibatkan apnea primer. Simulasi pernapasan dapat mengembalikan
apnea primer (Cunningham, 2022).
Asfiksia disebabkan adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan. Bila gangguan
berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis
glikogen tubuh, sehingga glikogen pada hati berkurang dan akan
mengakibatkan neonates mengalami ikterus (Annisa, 2020)

Nilai APGAR
Kriteria 0 1 2 Jumlah

Frekuensi ( ) 0 tidak ( ) 0 < 100 ( ) 0 > 100


Jantung ada

Usaha Nafas ( ) 0 tidak ( ) 0 lambat ()0


ada menangis
kuat

Tonus Otot ( ) 0 lumpuh ()0 ()0


ekstremitas gerakan
fleksi sedikit aktif

Refleks ( ) 0 tidak ()0 ()0


bereaksi gerakan gerakan
sedikit melawan

Warna Kulit ( ) 0 biru/ ( ) 0 tubuh ()0


pucat kemerahan, kemerahan
tangan dan
kaki biru
(King, 2019)
➢ Penjumlahan kelima komponen ditentukan pada semua neonatus pada 1 dan 5
menit setelah melahirkan (Cunningham, 2022)
➢ Risiko kematian neonatal adalah sekitar 1 dalam 5000 untuk mereka yang
memiliki skor Apgar 7 sampai 10 (Cunningham, 2022)

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Mengkaji riwayat genetik orangtua dan anggota keluarga yang hidup
ataupun telah meninggal dengan kelainan fisik, mental, penyakit bawaan
(King, 2019).
Berbagai macam infeksi dapat ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim
dapat meningkatkan resiko hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat
meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela dan
sepsis.

7. Pola Fungsional Kesehatan


Pola Keterangan

Nutrisi ➢ Bayi menyusui sebanyak 8-12 kali perhari setiap 2-


3 jam untuk mencegah dehidrasi pada bayi (Liza,
2022)
➢ Bayi dengan ikterik biasanya bayi sulit menyusui
karena reflek hisap dan menelan lemah (Widodo,
2023)
➢ Pemberian ASI yang tidak tepat akan berdampak
pada penurunan berat badan, berkurangnya
asupan kalori, dan peningkatan kadar bilirubin
serum (Liza, 2022)
➢ IMD dapat membantu bayi mendapatkan
kolostrum yang mengandung antibody untuk
memperkuat sistem kekebalan tubuh bayi setelah
lahir, yang berguna untuk melawan infeksi serta
mencegah resiko bayi ikterik (Liza, 2022)

Eliminasi Bayi baru lahir mengekskresikan sejumlah kecil urin


dalam 48 jam pertama kehidupan, seringkali hanya 30
sampai 60mL (King, 2019)
➢ Bayi dengan bilirubin yang cukup tinggi urin berwarna
kuning tua
➢ Feses berwarna pucat seperti dempul

Istirahat Bayi baru lahir yang sehat menghabiskan sebanyak 60%


waktunya untuk tidur (King, 2019)

Personal Pasien dimandikan dengan air hangat sebanyak 1 kali


Hygiene sehari pada pagi hari menggunakan waslap, popok bayi
sering diganti untuk menghindari ruam dan rewel.

Aktivitas Aktivitas bayi baru lahir terbagi dalam dua kategori utama
perilaku: periode terjaga dan periode tidur. Keadaan
terjaga termasuk menangis, aktivitas motorik yang cukup,
waspada, dan mengantuk. Kondisi tidur meliputi tidur
aktif (ringan) dan tidur nyenyak. (King, 2019)
➢ Bayi dengan ikterik biasanya lemas dan gerak
kurang aktif (Widodo, 2023)

8. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (Genogram) Dari data ini
dapat diketahui antara lain apa keluarga pasien termasuk keluarga batih
(nuclear family) atau keluarga besar (extended family), yang masing
masing mempunyai implikasi dalam praktik pengasuhan anak. Selain itu,
terdapatnya perkawinan dengan keluarga dekat (konsanguinasi) antara
ayah dan ibu juga dapat berpengaruh terhadap penyakit
bawaan/keturunan (Marmi, 2017).
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
Ketidaksetaraan sosial ekonomi dalam fasilitas perawatan sangat
berkontribusi terhadap ketidaksetaraan dalam perawatan Bayi, Balita, dan
APRAS.

c. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan


Ramuan tradisional umumnya masih banyak digunakan oleh
masyarakat pedesaan, terutama oleh dukun bayi atau keluarga. Telah
didapati bahwa 60% dukun bayi memakai ramuan seperti kunyit, kapur, dan
abu sebagai bahan perawatan tali pusat. Alasan digunakannya obat/bahan
tradisional masyarakat yaitu karena dianggap manjur dan cocok, sudah
merupakan kebiasaan keluarga, mudah didapat, murah, dan masyarakat
lebih yakin terhadap khasiat obat atau bahan tradisional tersebut (Soedarmo,
2016).

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum :
a. Keadaan Umum :
b. TTV :
- Tekanan sistolik usia aterm rata-rata 63 mmHg (King, 2019)
- Pernapasan 40-60 x/menit, kadang ronki muncul beberapa jam
pertama setelah lahir karena sisa cairan paru janin (King, 2019).
- Nadi 100-160 bpm, terdengar di tepi sternum kiri atau di atas nadi
apikal (King, 2019).
- Suhu aksila 35,5-37,5°C (King, 2019)
c. Antropometri: BB : 2.500 – 4000 gram
➢ Prevalensi dan tingkat keparahan ikterus
neonatorum lebih tinggi pada bayi berat lahir rendah
(BBLR). Hal ini dapat disebabkan karena pada BBLR
masih terdapat imaturitas dari hepar, enzim glukoronil
transferase yang belum tercukupi, serta kadar albumin
yang rendah di
dalam darah (Susanti, 2022).

PB : 48 – 52 cm
LK =
Ukuran lingkar kepala :
1. Circumferentia sub occipito bregmatica (lingkaran
kecil kepala) 32 cm
2.Circumferenrtia fronto occipitalis (lingkaran sedang kepala)
34 cm
3. Circumferentia mento oksipitalis (lingkaran besar kepala)
35 cm (King, 2019).

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Bulat, tidak ada / ada moulding, tidak ada/ada

caput succedaneum, tidak teraba massa di atas

tulang tengkorak (King, 2019)


b. Mata : Sejajar dengan telinga, jarak kedua mata sekitar
2,5cm (King, 2019)
c. Hidung : Tepat di tegah, nares sejajar (King, 2019)
d. Telinga : Sejajar dengan mata, sudut vertikal lebih
besar, tulang rawan kaku (King, 2019).
e. Mulut : Simetris, warna bibir merah muda, mukosa
bibir lembab, palatum mole dan durum tidak
ada kelainan (King, 2019)
f. Leher : Simetris, gerakan sendi penuh, tidak teraba
pembengkakan kelenjar getah bening dan massa,
klavikula rata tanpa benjolan (King, 2019).
g. Dada : Tulang rusuk simetris, jarak puting payudara
sejajar tanpa pengeluaran cairan (King, 2019)
h. Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, bising usus 8x/menit dan
tidak ada pembesaran pada perut,
i. Anus : Terdapat lubang anus, tidak terdapat kemerahan
j. Eksremitas : Simetris, capillary refill time kembali < 2 detik
3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks

- Refleks Moro adalah gerakan ekstensi lengan dengan tangan terbuka, dan ibu
jari dan jari telunjuk semifleksi membentuk "C". Gerakan kaki dapat terjadi,
tetapi tidak seragam seperti gerakan lengan. Dengan mengembalikan lengan ke
arah tubuh, bayi menjadi rileks atau menangis Positif : terkejut saat ada suara
(King, 2019)
- Refleks Rooting merupakan bentuk maturitas normal saraf trigeminal Positif
membuka mulut jika ada yang menyentuh bibir (King, 2019)

- Refleks Sucking merupakan bentuk maturitas normal saraf hipoglosal Positif


dapat menghisap putting susu (Asuhan Persalinan Normal,2008: hal.131)
- Reflek Swallowing merupakan kumpulan ASI di dalam mulut bayi mendesak
otot - otot di daerah mulut dan faring untuk mengaktifkan refleks menelan dan
mendorong ASI ke dalam lambung bayi . Positif : dapat menelan (King, 2019)

4. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) :


Tes laboratorium dan penelitian pendukung adalah komponen esensial dari
pengujian fisik sebagai tes dan penelitian yang dilakukan sebagai bagian dari
skrining rutin dapat bervariasi tergantung pada usia dan status resikonya. -
Hiperbilirubinemia direk menunjukkan penyakit hepatobilier. Transaminase
hati (SGOT, SGPT) meningkat pada kerusakan hepatoseluler. Kadar alkali
fosfatase dan GGT sering meningkat pada kelainan obstruktif. Uji fungsi hati di
antaranya waktu protrombin, albumin, dan kolesterol perlu diperiksa.
Pemeriksaan laboratorium lain diperiksa kasus per kasus, misalnya uji fungsi
tiroid, titer TORCH, kultur darah dan urin, alfa1-antitripsin, profil besi, sweat test,
reduksi urin (galaktosemia), dan skrining metabolik pada bayi (Widodo, 2023).

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis : NCB SMK usia ….. hari dengan …..
Masalah : Reflek menghisap dan menelan masih lemah, sclera, conjungtiva, kulit
terlihat kuning dan bayi nampak lemah (Sondakh, 2022).
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL
Diagnosis potensial : Diagnosis Potensial : Diagnosa potensial pada kasus bayi
baru lahir dengan ikterus derajat II akan muncul apabila kadar bilirubin semakin
meningkat dan menyebabkan ikterus derajat III (Walyani, 2015).
Masalah potensial : Masalah Potensial : Masalah yang sering dijumpai pada bayi
dengan ikterus adalah kekurangan cairan dan reflek menghisap lemah (Kusuma dan
Nurarif, 2015).

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan
dan masalahnya. Kebutuhan yang harus diberikan pada bayi dengan ikterus adalah
pemberian cairan/ASI yang cukup (Kusuma dan Amin, 2015).

V. PENATALAKSANAAN
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Realisasi dari
perencanaan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, pasien dan anggota keluarga
yang lain. JIka bidan tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan penatalaksanaannya manajemen yang efisien akan menyingkat
waktu, biaya dan meningkatkan mutu dan asuhan pada bayi baru lahir dengan
ikterus.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Tanggal : 10 November 2023


Tempat : RSUD. PARIKESIT
Pengkaji : Diana Nur Safitri

S:
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 10 November 2023 pukul 10.50 WITA
yang meliputi :
1. Identitas (Data Rekam Medik)
a. Identitas Bayi
Nama Bayi : By. Ny. F
Umur : 4 Hari
Tgl./Jam Lahir : 13 Oktober 2023 / 08.38 WITA
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB Lahir : 2810 gram
Panjang Badan : 48 cm

b. Identitas Orang Tua


Nama Istri : Ny. F Nama Suami : Tn. B
Umur : Umur :
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Alamat : Puan Cepak RT 06 Muara Kaman

2. Keluhan Utama / Alasan dirawat


a. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan kehawatiran dengan kulit bayinya berwarna kuning
sejak tanggal 14 Oktober 2023 dan Ibu pasien juga mengatakan bahwa air susu
ibu nya susah keluar.

b. Alasan dirawat
Pasien dirawat karena pada saat hari pertama dilahirkan dengan riwayat BBL
SC, bayi lahir dengan usia kehamilan 37 minggu

3. Riwayat Kehamilan
Pada kehamilan ke 1 ini ibu berhati-hati terhadap kesehatan diri dan
janinnya. Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya di bidan Praktek Mandiri
sebanyak TMI = 2 kali, TMII = 1 kali, TMIII = 3 kali.
Pada saat hamil ibu tidak pernah mengalami pendarahan, tekanan darah
tinggi atau sakit yang lain, ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan selain
yang diberikan pada saat periksa. Ibu sudah memperoleh Imunisasi TD 3 kali.

4. Riwayat Obstetri : P1011


No Tahun Uk Penolo Jenis Tempat Jk/bb Komplikasi
ng persalina persalina
persalin n n

an

1. 2023 37mg Dokter Sechio RS Laki-laki/ -


Caesar 2810 grm

5. Riwayat persalinan
Bayi lahir pada tanggal 13 Oktober 2023, UK 37 minggu, di RS, ditolong
oleh Dokter, secara SC, bayi lahir tungggal, keadaan bayi baru lahir menangis
spontan, tonus otot kurang kuat, warna kulit bayi kemerahan. Lama Persalinan :

Kala I : 8 jam
Kala II : 30 menit
Kala III : 15 menit
Kala IV : 2 jam
Total : 10 jam 45 menit
6. Riwayat apgar score
Apgar score 1 menit 5 menit
Denyut jantung 2 2
Pernapasan 2 2
Refleks 1 2
Tonus otot 1 2
Warna kulit 1 2
Jumlah 7 9

7. Riwayat Kesehatan Pasien (RS)


KU cukup, bayi menangis kuat, reflek menghisap kurang kuat terutama
pada hari I, turgor kulit elastis, tonus otot normal, abdomen normal, tali pusar
kering, pernafasan normal, tidak terdapat suara ronchi, kulit berwarna kuning
pada muka dan leher,bayi berada di dalam incubator.

8. Riwayat kesehatan keluarga


Ibu pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit
menurun seperti hipertensi, DM (diabetes militus) pada ayah (kakek dari pihak
ibu), serta tidak ada yang menderita penyakitmenular seperti TBC, hepatitis,
HIV/AIDS.

9. Pola Fungsional

Kebutuhan Dasar Keterangan

Pola Nutrisi Jenis nutrisi yang diberikan adalah ASI eksklusif dan susu
formula namun ibu mengatakan masih lemah dan susah
untuk menyusui sehingga bayi kekurangan cairan.

Pola Eliminasi Pasien BAK rata-rata 4-6 kali dengan cairan berwarna
gelap yang dikeluarkan sekitar 70 cc dalam sehari dan
BAB 3-4 kali sehari dengan tinja berwarna dempul
Pola Istirahat Pasien tidur dengan baik, tidak mudah terbangun, jarang
rewel. Lama tidur kurang lebih 18-20 jam dalam sehari

Pola Personal Pasien dimandikan dengan air hangat sebanyak 1 kali


Hygiene sehari pada pagi hari dengan cara menggunakan waslap,
popok bayi sering diganti

Pola Aktivitas Pasien jarang menangis. Pasien menangis ketika popoknya


basah atau penuh, ketika haus, atau merasa kurang nyaman
karena selimutnya terlepas. Gerakan pasien aktif.

10. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (Genogram)
Didalam keluarga terdapat ayah, ibu, seorang bayi yang merupakan
anak pertama keluarga.
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
Ibu mengatakan rumah selalu dibersihkan dan dirapikan. Didalam keluarga
pasien tidak ada adat istiadat ataupun kebiasaan yang telah dipercaya yang
dapat mempengeruhi kondisi kesehatan pasien.

O:
1. Pemeriksaan Umum Kesadaran :
- Keadaan Umum : Cukup
- Kesadaran : Composmentis
- Tanda Vital : Tekanan darah : tidak dilakukan
Nadi : 140 x/mnt
Pernapasan : 42 x/mnt
Suhu : 36,6oC

- Antropometri :
Panjang badan : 48 cm
Berat badan : 2810 gram
Lingkar lengan : 12 cm
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar dada : 31 cm
Lingkar perut : 27 cm
2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : bersih, rambut tumbuh merata, tidak ada ruam pada kulit kepala,
Ubun-ubun datar, sutura tidak teraba penyusupan,tidak ada caput
succedaneum dan tidak ada cepal hematoma.

Wajah : bersih, tidak bengkak, kulit pada wajah agak berwarna kuning
Mata : bersih, mata tidak cekung, sklera berwarna kuning,
konjungtiva merah muda, simetris.
Telinga : bersih, tidak ada pengeluaran cairan dan serumen, kanan
dan kiri simetris berwarna kuning.
Hidung : bersih, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada sekred,
simetris dan berwarna kuning.
Mulut : bersih, bibir tidak pucat, tidak ada labioskisis dan labiopalatoskisis,
tidak ada stomatitis.
Kulit : bersih, kering, turgor masih bagus, tampak kekuningan
pada tubuh bagian atas yaitu bagianmuka hingga
atas umbilikus dan anggota tubuh lain berwarna kemerahan.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjarlimfe serta
vena jugularis, pewarnaan kuning.
Dada : tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada
suara ronci dan wezing, serta dada berwarna kuning.
Perut : Tidak teraba benjolan, tiadak ada perdarahan tali pusat,
tali pusat sudah kering, dan tidak ada tanda-tanda infeksi, serta perut
berwarna kemerahan dan dinding perut tidak lembek.
Ekstermitas : Gerak tidak terlalu aktif, jari kaki dan tangan lengkap, dan
tidak terjadi fraktur pada ekstremitas, pewarnaan pada
ekstremitas tidak kuning.
Genetalia : labia mayora kanan dan kiri menutupi labia minora kanan dan kiri,
terdapat 1 lubang uretradan 1 lubang vagina
Anus : berlubang
3. Pemeriksaan Penunjang
No Tanggal/Jam Hasil Normal

1. 27 Agustus Bilirubin Bilirubin total :


pukul 08.40 total : 13,90 < 10 mg/dl pada bayi prematur. <
WITA mg/dl 12,5 mg/dl pada bayi cukup bulan.

A.

Diagnosis : NCB SMK usia 4 hari dengan Ikterus Neonatorum Derajat II

Masalah : Bayi tampak kekuningan pada tubuh bagian atas yaitu bagian wajah
sklera, hingga leher dan anggota tubuh lain berwarna kemerahan,
kadar bilirubin 13,89 mg/dl, Reflek menghisap dan menelan masih
lemah.

Diagnosis Potensial : Ikterus Neonatrum Derajat III

Masalah Potensial : Kekurangan cairan, nutrisi dan reflek menghisap lemah

Kebutuhan Segera :
1. Kolaborasi dengan dokter Sp. A
2. Terapi transfusi tukar
3. Pemberian ASI secara optimal
4. Terapi sinar matahari
5. Terapi sinar (fototerapi)

P:
Jam Penatalaksanaan Paraf

08.40 Memberi tahu ibu dan keluarga bahwa bayi masih dalam keadaan ✓
lemah. E : Ibu dan keluarga sudah mengetahui tentang keadaan
bayinya.

08.45 Melakukan advis dokter untuk pemberian terapi, yaitu melakukan ✓


foto terapi 2x24 jam.
E : Terapi sudah diberikan.

08.50 Mengobservasi keadaan ikterik : warna kulit dan reflek menghisap. E ✓


: Kepala, leher sampai perut nampak kuning dan reflek menghisap
lemah.

08.55 Menjaga kehangatan suhu inkubator 320C. ✓


E : Bayi sudah terjaga kehangatannya dalam inkubator dengan
suhu320C.

09.00 Memberikan ASI sesuai kebutuhan bayi dengan menggunakan dot ✓


setiap 2 jam.
E : Bayi sudah diberi ASI 4 cc dengan menggunakan dot.

09.15 Menjaga lingkungan sekitar bayi agar tetap bersih dan ✓


hangat. E : Lingkungan disekitar bayi bersih dan hangat.

09.40 Mengganti pakaian yang basah dan kotor. ✓


E : Pakaian bayi yang basah dan kotor sudah diganti dan bayi tampak
nyaman.

10.30 Mengobservasi BAB dan BAK setiap 2 jam. ✓


E : Bayi sudah BAB 1 x warna kuning kecoklatan, konsistensi
lembek dan BAK 4 x warna kuning jernih.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, P. (2020). LITERATUR REVIEW TENTANG FAKTOR - FAKTOR


PENYEBAB IKTERUS PADA NEONATUS. UNIVERSITAS ‘AISYIYAHN
YOGYAKARYA.

Cunningham, F. G. (2022). Williams Obstetrics 2. New York: McGraw Hill.

Jubella, M. (2022). Manajemen Asuhan Kebidanan Segera Bayi Baru Lahir Berkelanjutan
pada Bayi Ny “M” dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di Rumah Sakit Umum
Bahagia Makassar Tahun 2021. Jurnal Midwifery.
King, T. L. (2019). Varney's Midwifery. Burlington: Jones & Bartlett Learning.

Liza, M. (2022). FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN IKTERIK NEONATORUMPADA


BAYI DI RSUD SAWAHLUNTO. Community of Publishing in Nursing (COPING).

Lubis, M. S. (2022). Penyuluhan Tentang Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) Pada Ibu Hamil Di
Desa Siuhom Kecamatan Angkola Barat. Jurnal Pengabdian Masyarakat Aufa .

Profil Kesehatan Indonesia. (2021). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Rahmadhani, E. (2022). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ikterus Pada


Bayi Baru Lahir Di RSU UMMI. SEHATRAKYAT (Jurnal Kesehatan Masyarakat) .

Sukma, D. R. (2020). Pengaruh Faktor Usia Ibu Hamil Terhadap Jenis Persalinan di
RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Majority.

Susanti, S. (2022). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ikterus Pada Neonatus.
Jurnal Keperawatan Medika.

Widodo, S. T. (2023). Pendekatan Klinis Bayi Dan Neonatus Ikterus. Cermin


Dunia Kedoteran.

Anda mungkin juga menyukai