Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI SAKIT


PADA BY. P USIA 14 HARI DENGAN IKTERUS NEONATURUM
DI POLI ANAK RSUD SIMO BOYOLALI
Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan
Praktik Kebidanan Semester IV Program Studi Diploma Tiga Kebidanan

Disusun oleh:

NAMA : ISTIQOMAH
NIM : P27224021024
KELAS : D3 KEBIDANAN / SEMESTER IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2023
i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. 1


DAFTAR ISI ....................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ......................................................................... 3
BAB I .................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................ 4
B. Tujuan ........................................................................................ 6
C. Manfaat....................................................................................... 6
BAB II ................................................................................................. 7
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 7
BAB III .............................................................................................. 23
TINJAUAN KASUS .......................................................................... 23
BAB IV.............................................................................................. 31
PEMBAHASAN ................................................................................ 31
BAB V ............................................................................................... 33
PENUTUP ......................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 35

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas pencapaian target kasus dengan judul Asuhan Kebidanan Bayi Sakit pada
By. P Usia 14 Hari Dengan Ikterus Neonaturum Di RSUD Simo Boyolali
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu sehingga terselesainya tugas ini. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Sih Rini Handajani, M. Mid, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surakarta sekaligus selaku dosen pembimbing institusi
yang telah memberi dukungan dan motivasinya guna terselesainya laporan
kasus ini.
2. Ibu Dewi Susilowati, S.Si.T.,M.Kes. selaku Ketua Prodi D-III Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta yang telah memberi dukungan dan
motivasinya guna terselesainya laporan kasus ini.
3. dr. Ratmi Pungkasari, M.Kes. selaku direktur RSUD Simo, Boyolali
4. Ibu Anik Ekawati, S.Tr.Keb selaku Pembimbing Lahan yang senantiasa
membimbing dan memberikan arahan saat pelaksaan praktek di lapangan.
5. By.P dan keluarga yang telah bersedia untuk dilakukan pemeriksaan dan
bersedia meluangkan waktunya.
Penulis menyadari bahwa laporan yang telah dibuat ini jauh dari sempurna.
Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi sempurnanya laporan ini.

Boyolali, 18 Mei 2023

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum adalah kondisi perubahan warna kuning pada kulit,
mukosa dan sklera karena kadar serum bilirubin dalam darah mengalami pening-
katan > 85 µmol/L atau > 5mg/dl, Bilirubin terbentuk ketika komponen heme sel
darah merah dipecah dilimpa menjadi biliverdin dengan istilah lain adalah biliru-
bin tak terkojugasi, kondisi terjadinya peningkatan tersebut menyebabkan mun-
cul tanda dan gejala kuning pada bayi (Brits et al, 2017). Kejadian ikterus fisiol-
ogis terjadi pada 40 - 60% bayi cukup bulan sedangkan ikterus patologis terjadi
sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa sekunder seperti berat bayi lahir rendah
dan lain-lain (Seriana, Yusrawat & Lubis, 2015).
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang usia 0 - 28 hari, yang lahir
pada usia kehamilan 37 - 42 minggu Depkes (2018); Dewi (2013) dalam Oktari-
na dkk (2017). Tanda bayi lahir sehat dengan berat lahir 2500 – 4000 gram, me-
nangis kencang, reflek rooting, sucking, morro, grasping baik, kulit merah muda
dan tanpa kelainan kongenital. Masalah gangguan kesehatan yang sering terjadi
pada bayi lahir seperti asfiksia neonatorum, sindrom gangguan pernafasan idi-
opatik, kejang, trauma pasca kelahiran, dan ikterus neonatorum (Depkes, 2018;
Purwadianto et al 2013 dalam Muthmainnah, 2017).
Hasil survei berdasarkan SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indo-
nesia) angka kematian neonatus memberikan kontribusi besar terhadap angka
kematian bayi yaitu sebanyak 59%, angka kematian neonatus di Indonesia usia 0-
28 hari pada tahun 2012 menunjukkan hasil yang cukup besar yaitu sebayak 19
dari 1000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015). Angka Kematian Bayi (AKB) 23
per 1000 kelahiran hidup pada 2015, Angka Kematian Neonatal (AKN) menurun
dengan acuan SDKI 19 per 1000 2 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Kemenkes
RI, 2015).
Menurut WHO (2015) terdapat 50% bayi baru lahir normal mengalami
ikterus neonatorum, pada umumnya akan ditemukan beberapa tanda meliputi,
timbul pada hari ke tiga, kadar bilirubin ≥ 5mg/dl. Menurut Brits et al (2017), da-
lam jurnal yang berjudul The Prevalence Of Neonatal Jaundice and Risk Faktor
4
In Healthy Term Neonates At National District Hospital menyatakan insiden
ikterus sebanyak 96 responden, ikterus terjadi karena ibu merokok pada saat
hamil yaitu 81,8% dan cara persalinan seksio caesaria sebanyak 29 responden
(46,85), bayi berusia 24 sampai 48 jam terdapat 25 responden (29%). Penelitian
Kassa et al (2018) kejadian ikterus dari total 160 responden bayi baru lahir
disebabkan oleh bayi prematur 8,1%, cara menyusui ibu yang belum benar
18,8%, golongan darah ABO 35,6%, dan produksi ASI yang kurang 6,3%.
Ikterus neonatorum bila tidak ditangani secara cepat akan menimbulkan
masalah kesehatan serius yaitu kern ikterus yang timbul akibat akumulasi biliru-
bin indirek di susunan saraf pusat yang melebihi batas toksisitas bilirubin pada
ganglia basalis dan hipocampus. Ikterus neonatorum perlu mendapat perhatian
dan penanganan yang baik sehingga menurunkan bayi yang menderita kern
ikterus, bayi yang mengalami hal tersebut akan mengalami gangguan proses per-
tumbuhan dan perkembangan seperti retadrasi mental, serebral palsy dan
gangguan pendengaran. Oleh karena itu perlunya pencegahan dimulai dari faktor
resiko terjadinya hiperbilirubin hingga penatalaksanaan pada neonatus ikterus
(Nursanti, 2013 ; Pratama, 2018).
Manajemen pencegahan salah satu faktor resiko ikterus yaitu dengan
mempertahankan intake ASI (Air Susu Ibu) dengan manajemen laktasi yang te-
pat, karena hal tersebut mampu memenuhi kebutuhan bayi baik dari nilai gizi
yang terkandung, mencegah reabsorbsi bilirubin kedalam darah karena asupan
ASI yang cukup akan membantu mempercepat bilirubin terkonjugasi 3 terbuang
bersama mekonium dan urin, aman bagi sistem pecernaan (sangat mudah di cer-
na oleh organ pencernaan yang belum matur), mencegah konstipasi, memper-
cepat pembuangan mekonium, mencegah terjadinya dehidrasi, serta sebagai anti-
bodi alamiah bagi bayi yang retan dan sensitif terhadap mikro orgaisme (Wal-
yani, 2015; Karlina, 2019).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan kebidanan neonatal pada bayi dengan
Ikterus Neonatorum di RSUD Simo Boyolali.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif pada asuhan kebidanan pada bayi
dengan Ikterus Neonatorum di RSUD Simo Boyolali.
b. Melakukan pengkajian data objektif pada asuhan kebidanan bayi dengan
Ikterus Neonatorum di RSUD Simo Boyolali.

5
c. Melakukan analisa data dengan menentukan diagnose kebidanan, masalah
dan kebutuhan pada asuhan neonatal pada bayi dengan Ikterus Neonatorum
di RSUD Simo Boyolali.
d. Melakukan Penatalaksanaan yang sudah disusun pada asuhan kebidanan
neonatal pada bayi dengan Ikterus Neonatorum di RSUD Simo Boyolali.

3. Manfaat
a. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis dalam memberikan
asuhan kebidanan neonatal khususnya pada bayi dengan Ikterus Neonato-
rum
b. Bagi Institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber referensi khu-
susnya tentang asuhan kebidanan neonatal dengan Ikterus Neonatorum
c. Bagi Lahan Praktik
Sebagai masukan untuk dapat melakukan perawatan segera kepada bayi
baaru lahir yang berisiko mengalami Ikterus Neonatorum agar dapat men-
gurangi insiden kematian bayi, dan mengurangi kejadian Ikterus Neonato-
rum pada masa yang akan datang.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Ikterus
Ikterus adalah kondisi umum diantara neonatus, disebabkan oleh kom-
binasi heme meningkat dan ketidakdewasaan fisiologis hati dalam konjugasi
dan ekskresi bilirubin. Untuk bayi cukup bulan yang paling sehat, tingkat bili-
rubin tak tekonjugasi meningkat diatas 17 umol/L (10 mg/dL) antara hari ke-
tiga dan keenam hidup dan penurunan pada hari – hari berikutnya (Grohman-
na,et al,2018). Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang
ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bili-
rubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak
pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL (Kosim, dkk, 2014).
Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi
dalam dan ditandai dengan jaundis atau ikterus, suatu pewarnaan kuning pada
kulit, sklera, dan kuku (Wong,2019)Macam Ikterus Neonatorum ada2 yaitu :
a. Ikterus Fisiologis Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugatedbil-
irubin, UCB) pada neonates cukup bulan dapat mencapai6-8 mg/dL
pada usia 3 hari,setelah itu berangsur turun. Pada bayi prematur,
awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar bilirubin naik perlahan tetapi
dengan kadar puncak yang lebih tinggi, serta memiliki waktu yang la-
ma untuk menghilang, mencapai 2 minggu. Kadar bilirubin padane-
onatus prematur dapat mencapai 10-12 mg/dL padahari ke-5 dan
masih dapat naik> 15mg/dL tanpa adanyakelainan tertentu. Kadar bili-
rubin akan mencapai <2 mg/dL setelah usia 1 bulan,baik pada bayi
cukup bulan maupun prematur. Hiperbilirubinemia fisiologis dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme : peningkatan produksi bilirubin
(yang disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang lebih singkat, pen-
ingkatan eritopoiesis inefektif), peningkatan sirkulasienterohepatik,
defek uptakebilirubin oleh hati, defekkonjugasi karena aktifitasuridine
difosfat glukuroniltransferase (UDPG-T) yang rendah, penurunan ek-
7
skresihepatic
b. Ikterus Nonfisiologis
Keadaan dibawah ini menandakan kemungkinan hiperbilirubinemia
nonofisiologis dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut : Awitan
ikterus terjadi sebelum usia 24 jam, peningkatan bilirubin serum yang
membutuhkan fototerapi, peningkatan bilirubin serum > 5 mg/dL/24
jam, kadar bilirubin terkonjugasi > 2mg/dL, bayi menunjukkan tanda
sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan berat badan, apnea,
takipnea, instabilitas suhu), ikterus yang menetap > 2 minggu (Sudar-
manto, 2015)
2. Patofisiologis
Produksi bilirubin yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya bisa menjadi salah satu penyebab meningkatnya kadar
bilirubindalam darah, rnisalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompabilitas darah, Rh, ABO, golongan darah lain, detisiensi G6PD,
pendarahan tertutup dan sepsis.
Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh imatur hepar, kurangya substrat untuk konjugasi
bilirubin ganaguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (Criggler Najjer Syn-
drome).
Penyebab lainnya adalah defisiensi dalam hepar yang berperan pent-
ing dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar. Gangguan transportasi biliri-
bin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obatan
(salisilat, sulfaturazole). Difisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah mela-
kat ke sel otak.
Gangguan dalam eksresi.Gangguan ini dapat terjadi karena obstruksi da-
lam hepar atau di luar hepar, kelainan diluar hepar biasanya akibat infeksi
atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
3. Etiologi dan Faktor Resiko
a. Etiologi
Etiologi ikterus pada neonatus dapat berdiri sendiri atau disebabkan
oleh beberapa faktor menurut (Ngastiyah, 2014):
1) Produksi yang berlebiha: golongan darah ibu-bayi tidak sesuai,
hematoma, memar, spheratisosis congenital, enzim G6pd rendah.
8
2) Gangguan konjugasi hepar: Enzim glukoronil tranferasi belum
adekuat (premature).
3) Gangguan transportasi albumin rendah, ikatan kompetitif dengan
albumin, kemampuan mengikat albumin rendah.
4) Gangguan ekresi: obstruksi saluran empedu, obstruksi usus,
obstruksi pre hepatik.
b. Faktor Resiko
Ikterus Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiol-
ogis) menurut Moeslichan (2015) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
dibawah ini:
1) Faktor Maternal: rasa tau kelompok etnik tertentu, komplikasi
dalam kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO, Rh), penggunaan
oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI, mengonsumsi jamu-
jamuan.
2) Faktor perinatal: trauma lahir (chepalhematom, ekimosis): in-
feksi (bakteri, virus, protozoa).
3) Faktor Neonatus: prematuritas, faktor genetic, obat (streptomisin,
kloramfenikol, benzylalkohol, sulfisoxazol), rendahnya asupan
ASI (dalam sehari minimal 8 kali sehari), hipoglikemia, hiper-
bilirubinemia.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (2016) yaitu:
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar- putar.
b. Letargis (lemas).
c. Kejang.
d. Tidak mau menghisap.
e. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.
f. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
episiototonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
g. Perut membuncit.
h. Feses berwarna seperti dempul
i. Tampak ikterus: sklera, kuku, kulit dan membran mukosa.
j. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.
Gejala menurut Surasmi (2016) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi:
a. Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotonus.
9
b. Gejala kronik: tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada
saat kelahiran.
b. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada
24 jam pertama kelahiran.
Penilaian ikterus secara klinis dengan menggunakan metode KRAMER:
Kadar Bilirubin
No. Luas Ikterus
(mg%)
1. Kepala dan leher 5
2. Daerah 1 dan badan bagian atas 9
3. Daerah 1,2 dan badan bagian bawah dan 11
tungkai
4. Daerah 1,2,3 dan lengan serta kaki di bawah 12
dengkul
5. Daerah 1,2,3,4 dan jari tangan serta kaki 16
Sumber: Prawirohardjo (2018)
5. Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat mem-
bantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Terma-
suk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi
tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko
kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus atau
hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko antara lain adalah kehamilan
dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu hamil atau persalinan,
kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine,
infeksi intranatal dan lain-lain (Yulianti dan Rukiyah, 2014).
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir
atau setelah beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian biliru-
bin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, se-
dangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna
kuning kulit tampak kehijauan (Yulianti dan Rukiyah, 2014)
6. Komplikasi
1
0
Kernikterus (ensefalopati biliaris) adalah suatu kerusakan otak
akibat adanya bilirubin indirect pada otak. Kernikterus ditandai dengan
kadar bilirubin darah yang tinggi (lebih dari 20 mg% pada bayi cukup bu-
lan atau lebih dari 18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai dengan
gejala kerusakan otak berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau
mengisap, tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, dan sianosis,
serta dapat juga diikuti dengan ketulian, gangguan berbicara, dan retardasi
mental di kemudian hari (Nanny, 2015).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Yulianti dan Rukiyah (2014)
berdasarkan waktu timbulnya ikterus. Ikterus neonatorum dapat dicegah
berdasarkan waktu timbulnya gejala dan diatasi dengan penatalaksanaan
di bawah ini:
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang
dilakukan yaitu Kadar bilirubin serum berkala, darah tepi lengkap,
golongan darah ibu dan bayi diperiksa, pemeriksaan penyaring
defisiensi enzim G6PD biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir. Pemeriksaan yang perlu
diperhatikan yaitu bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat
dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, periksa kadar bilirubin
berkala, pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan
lainnya.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai ikterus yang
timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya. Pemeriksaan
yang dilakukan yaitu Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect berka-
la, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan penyaring G6PD biakan
darah, biopsi hepar bila ada indikasi.
d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan bilirubin berka-
la, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan penyaring G6PD, biakan
darah, biopsy hepar bila ada indikasi.
8. Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, anak
bayi harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini bermacam-
macam, disesuaikam dengan kadar kelebihan yang ada:
a. Terapi Sinar (fototerapi)
Ikterus klinis dan hiperbilirubin indirek akan berkurang kalau ba-
1
yi dipaparkan pada sinar1dalam spectrum cahaya yang mempunyai in-
tensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap cahaya secara maksimal da-
lam batas wilayah warna biru (mulai dari 420-470 mm). Bilirubin da-
lam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi
mengubah bilirubin tak terkonjugasi yang bersifat toksik menjadi
isomer-isomer terkonjugasi yang dikeluarkan ke empedu dan melalui
otosensitisasi yang melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi
oksidasi yang menghasilkan produk-produk pemecahan yang akan
diekskresikan oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugat. Indi-
kasi fototerapi hanya setelah dipastikan adanya hiperbilirubin
patologik. Komplikasi fototerapi meliputi tinja yang cair, ruam kulit,
bayi mendapat panas yang berlebihan dan dehidrasi akibat cahaya,
menggigil karena pemaparan pada bayi, dan sindrom bayi perunggu,
yaitu warna kulit menjadi gelap, cokelat dan keabuan (Rukiyah,
2014).
b. Terapi Transfusi
Dilakukan untuk mempertahankan kadar bilirubin indirek dalam
serum bayi aterm kurang dari 20 mg/dl atau 15 mg/dl pada bayi ku-
rang bulan. Dapat diulangi sebanyak yang diperlukan, atau keadaan
bayi yang dipandang kritis dapat menjadi petunjuk 17 melakukan
transfuse tukar selama hari pertama atau kedua kehidupan, kalau pen-
ingkatan yang lebih diduga akan terjadi, tetapi tidak dilakukan pada
hari ke empat pada bayi aterm atau hari ketujuh pada bayi premature,
kalau diharapkan akan terjadi segera terjadi penurunan kadar biliru-
bin serum atau akibat mekanisme konjugasi yang bekerja lebih efek-
tif. Transfuse tukar mungkin merupakan metode yang paling efektif
untuk mengontrol terjadinya hiperbilirubinemia (Rukiyah, 2014).
Tujuan dari tranfusi tukar atau transfuse darah yaitu menurunkan ka-
dar bilirubin indirek, mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis,
membuang antibody yang menyebabkan hemolisis, dan mengoreksi
anemia (Surasmi, dkk, 2015).
c. Terapi obat-obatan (Fenobarbital)
Meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian obat
ini akan mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada bayi neonatus,
kalau diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam beberapa hari
sebelum kelahiran atau bayi pada saat lahir dengan dosis 5
mg/kgBb/24 jam. Pada suatu penelitian menunjukkan pemberian
1
fenobarbital pada ibu untuk
2 beberapa hari sebelum kelahiran baik
pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan dapat mengontrol
terjadinya hiperbilirubinemia. Namun karena efeknya pada
metabolism bilirubin biasanya belum terwujud sampai beberapa hari
setelah pemberian obat dan oleh karena keefektifannya lebih kcil
dibandingkan fototerapi, dan mempunyai efek sedative yang tidak
diinginkan dan tidak menambah respon terhadap fototerapi, maka
fenobarbital tidak 18 dianjurkan untuk pengobatan ikterus pada bayi
neonatus (Rukiyah, dkk, 2014)
d. Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses
dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti
diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat mem-
perlancar buang air besar dan kecilnya (Kristiyanasari, 2016)
e. Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya memerlukan terapi
tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah
sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang
berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya,
seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 07.00
sampai 09.00 pagi. Inilah waktu dimana sinar surya efektif
mengurangi kadar bilirubin. Dibawah jam tujuh, sinar ultraviolet
belum cukup efektif, sedangkan diatas jam Sembilan kekuatannya
sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit. Hindari posisi yang
membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak
matanya. Perhatikan pula situasi disekeliling, keadaan udara harus
bersih (Kristiyanasari, 2016)

B. Manajemen Kebidanan
1. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang di peroleh oleh klien, baik dalam ben-
tuk pernyataan atau keluhan. Semua data yang di tanyakan mencakup
identitas klien. Keluhan yang di peroleh dari hasil wawancara langsung
kepada klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan (allo
anamnesis). (Varney, 2015).

1
3
2. Data Objektif
Data objektif adalah data yang di observasi dari hasil pemeriksaan
oleh bidan atau tenaga kesehatan lainnya. Pemereriksaan yang dilakukan
meliputi : pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan, pemeriksaan
penunjang, laboraturium, pemeriksaan radiodiagnostik. (Varney, 2015).
3. Assesment
Assesment merupakan kesimpulan dari data subjektif dan data objek-
tif. (Varney, 2015).
4. Planning
Planning adalah rencana tindakan yang akan di lakukan berdasarkan
Assesment atau analisa data.(Varney, 2015).

1
4
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI SAKIT

PADA BY. P USIA 14 HARI DENGAN IKTERUS NEONATURUM

DI RSUD SIMO BOYOLALI

PENGKAJIAN

Tanggal : 16 Mei 2023

Jam : 09.45 WIB

Tempat : Poli Anak RSUD Simo, Boyolali

Oleh : Perawat

A. DATA SUBJEKTIF

1. Identitas Pasien

Identitas Bayi

Nama : By. P

Tanggal, Jam Lahir : 2 Mei 2023, 23.30 WIB

Umur : 14 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Identitas Orang Tua

Nama Ibu : Ny. P Nama Ayah : Tn. A

Umur : 25 tahun Umur : 29 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : SWASTA Pekerjaan : SWASTA


1
Alamat 5
: Rejosari RT 02/02, Alamat : Rejosari RT 02/02,

Jaten, Klego Jaten, Klego


2. Keluhan Utama

Ibu mengatakan kulit bayinya terlihat kuning sejak kemarin.

3. Riwayat Kehamilan Ibu

a. Ibu mengatakan ini merupakan anaknya yang pertama dan sebelumnya

tidak memiliki riwayat keguguran.

b. Ibu mengatakan selama kehamilan hanya mengkonsumsi obat-obatan

yang diberikan oleh bidan dan dokter, tidak pernah mengkonsumsi jamu.

c. Riwayat kesehatan: ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit sis-

temik, menurun dan menular seperti hipertensi, jantung, diabetes, hepati-

tis, TBC, dan HIV/AIDS

d. Komplikasi selama hamil: ibu mengatakan selama hamil tidak ada

penyulit apapun

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu mengatakan keluarganya dan keluarga suami tidak memiliki riwayat penya-

kit menurun (diabetes, hipertensi), penyakit menular (TBC, hepatitis, HIV),

maupun penyakit sistemil (jantung, ginjal)..

5. Riwayat persalinan terakhir

a. Tanggal/Jam : 2 Mei 2023/ 23.30 WIB

b. Usia Kehamilan : 35 Minggu

c. Jenis persalinan : Spontan

d. Penolong : Bidan

e. Air Ketuban : Jernih

f. Komplikasi : KPD

B. DATA OBJEKTIF
1
1. Pemeriksaan umum 6

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital : Suhu : 36,70C

Pernafasan : 52 x/menit

Denyut jantung : 148 x/menit

SpO2 : 97%

BB Lahir : 2300 gram

BB Sekarang : 2450 gram

2. Pemeriksaan fisik

a. Kepala : Normal, tidak terdapat caput succedaneum, tidak

terdapat cephal hematoma, wajah tampak

kekuningan.

b. Mata : Bentuk simetris, konjungtiva merah muda, sklera

agak kuning, tidak ada tanda-tanda infeksi.

c. Telinga : Simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen.

d. Hidung : Bersih, tidak ada sekret yang keluar, tidak ada pem-

bengkakan, tidak terdapat pernafasan cuping hidung.

e. Mulut : Bersih, tidak terdapat kelainan, reflek hisap baik,

tidak ada labiopalatoskizis.

f. Leher : Tidak terdapat benjolan atau pembesaran kelenjar

tiroid.

g. Dada : Putting susu simetris, tidak terdapat retraksi dinding

dada, tampak kekuningan.

h. Perut : Berbentuk bulat, tali pusat sudah lepas, tidak kem-

bung, tidak ada infeksi, kulit kekuningan.

i. Punggung : Terdapat lanugo, tidak terdapat spina bifida, kulit

tampak kekuningan.
1
j. Genetalia : Tidak ada7 kelainan, labia mayora sudah menutupi

labia minor
k. Anus : Berlubang, tidak ada kelainan.

l. Kulit : Tampak kuning, kramer IV, kuning sampai daerah

lengan, kaki bawah lutut.

m. Ekstremitas

1) Atas : Tidak ada kelainan, simetris tangan kanan dan kiri

sama panjang, jumlah jari-jari tangan kanan

berjumlah 5 dan kiri berjumlah 5, tidak ada

2) Bawah : polidaktil, gerak aktif.

Tidak ada kelainan, simetris, jumlah jari-jari kaki

kanan berjumlah 5 dan kiri berjumlah 5, tidak ada

poli daktil, gerak aktif.

3. Refleks
a. Moro

refleks terkejut positif, ketika diberi suara secara tiba – tiba bayi
menekuk kaki dan memanjangkan lengan tangan
b. Sucking

refleks menghisap positif, bayi dapat minum susu dengan baik me-
lalui dot
c. Grasping

refleks genggam positif, ketika telapak tangan bayi disentuh bayi re-
fleks menutup jari jari tangan seperti menggenggam
d. Rooting

refleks rooting positif, ketika pinggir mulut bayi disentuh bayi menoleh
ke arah pemeriksa
e. Babinski

refleks babinski positif, ketika telapak kaki bayi disentuh jari-jari bayi
refleks terbuka
1
4. Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar 8
a. Nutrisi : bayi minum ASI sebanyak 10-15 cc/2 jam dan dalam
24 jam bayi minum ASI sebanyak ± 100 cc.
b. Eliminasi : Selama pengkajian belum BAB dan sudah BAK 2 kali cair,
jernih.

c. Hygiene : By. P sudah dimandikan jam 07.30 WIB.

5. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 16 Mei 2023, Jam 09:30 WIB
Billirubin Total : 14,05 mg/dL

C. ANALISIS DATA
Diagnosa : By. P usia 14 hari dengan ikterus neonatorum.

D. PENATALAKSANAAN
Tanggal: 16 Mei 2023 Jam: 09:50 WIB
1. Memberitahu ibu dan keluarga mengenai hasil pemeriksaan bahwa kulit bayi tam-
pak kuning.
Rasionalisasi dengan mengetahui kondisi bayinya diharapkan psikologis ibu tenang
dan tidak mengkhawatirkan bayinya karena bayi sudah ditangani oleh tenaga
kesehatan.
Evaluasi ibu sudah mengetahui keadaan bayinya.
2. Menjaga kebersihan tubuh bayi (personal hygiene) dan kenyamanan bayi dengan
memandikan bayi 2 kali dalam sehari.
Rasionalisasi sebagai upaya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan untuk bayi
yang bertujuan mencegah timbulnya berbagai penyakit.
Evaluasi ibu sudah mengerti dan bayi telah dimandikan jam 07.30 WIB.
3. Mencegah infeksi pada bayi dengan memastikan tali pusat selalu bersih dan
kering.
Rasionalisasi sebagai pencegahan infeksi pada tali pusat bayi diharapkan ibu juga
mengerti.
Evaluasi ibu sudah mengetahui keadaan bayinya.
4. Menjaga kehangatan tubuh bayi yaitu dengan mengganti popok bayi jika basah,
memakaikan baju, dan membedong bayi serta di lakukan perawatan dalam
inkubator. Pengaturan suhu di sesuaikan dari berat badan bayi dan umur bayi
dilihat melalui strandart yang telah ditentukan.
1
Rasionalisasi sebagai pencegahan
9
hipotermi, suhu bayi yang rendah
mengakibatkan proses metabolik dan fisiologi melambat. Kecepatan pernafasan
dan denyut jantung sangat melambat, tekanan darah rendah dan kesadaran
menghilang. Bila keadaan ini terus berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan
maka dapat menimbulkan kematian pada bayi baru lahir.
Evaluasi ibu dan keluarga bersedia mengikuti anjuran yang diberikan oleh
petugas. Bayi telah di jaga kehangatannya serta di lakukan perawatan inkubator
dengan standart yang sesuaikan dengan berat bayi dan menurut umur bayi yaitu
dengan suhu 340C.
5. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI perah kepada bayinya sesering
mungkin atau setiap 2 jam sekali selam dirawat di ruang perinatologi. Selain itu
memberikan edukasi kepada ibu dan keluarga untuk memberikan ASI saja tanpa
makanan pendamping ASI selama 6 bulan.
Rasionalisasi frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga 12 kali
setiap hari, salah satu manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah menjadikan bayi
yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning (ikterus). Jumlah
bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya kolostrum yang
dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan
tidak diberi pengganti ASI. Ikterus merupakan penyakit yang sangat rentang
terjadi pada bayi baru lahir, terutama dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan
pemberian ASI yang sering, bilirubin yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus
akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine. Oleh sebab itu, pemberian ASI
sangat baik dan dianjurkan guna mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.
Pemberian ASI sangat penting pada 6 bulan pertama, dikarenakan kandungan yang
ada pada ASI tidak bisa didapatkan pada susu formula serta dapat membantu
pertumbuhan otak.
Evaluasi ibu sudah memberikan ASI perah. Ibu juga akan memberikan ASI
sesering mungkin. Bayi sudah minum ASI sebanyak 10-15 cc/2 jam dan dalam
24 jam bayi sudah minum ASI sebanyak ± 100 cc. ibu bersedia memberikan ASI
ekslusif selama 6 bulan pertama.
6. Melakukan kolaborasi dokter Spesialis Anak, advice dianjurkan untuk tindakan
fototerapi dengan menutup mata (eye protector) dan menutupi bagian genetalia
bayi.
Rasionaliasasi dilihat dari data penunjang kadar billirubin By. P adalah 14,05
mg/dL maka di anjurkan untuk dilakukan tindakan fototerapi, bertujuan untuk
menurunkan kadar billirubin yang ada pada tubuh.
2
Evaluasi bayi sudah dilakukan tindakan
0 fototerapi 12 jam on dan 6 jam off di
ruang perinatology.
Sesi I On jam 10.00-22.00 WIB dan Off jam 22.00-04.00 WIB .
CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 17 Mei 2023


Pukul : 10.00 WIB
Tempat : Ruang Perinatologi

A. SUBJEKTIF

Bayi sudah menyusu ASI perah dengan kuat, kulit sudah tidak kekuningan

B. OBJEKTIF

1. Keadaan Umum : Baik

2. Kesadaran : Composmentis

3. Vital sign

Nadi : 144x/m
Respirasi : 42x/m

Suhu : 36,6oC

SpO2 : 98 %
4. Pemeriksaan kulit : kulit sudah tidak tampak kuning

5. Pemeriksaan mata : mata sudah tidak tampak kuning

6. Bab/Bak : 1x meconium, lunak, kekuningan/1x cair, jernih

7. Nutrisi : bayi sudah minum ASI sebanyak 15-25 cc/2


jam dan dalam 24 jam bayi sudah minum ASI sebanyak ± 125 cc.

C. ANALISA

By. P usia 15 hari dengan ikterus neonatorum.

D. PENATALAKSANAAN

1. Lakukan observasi keadaan umum dan TTV, didapatkan KU :

baik, HR : 144x/m, RR : 42x/m, S: 36,6 oC, SPO2 : 98%


2
1
Hasil : Observasi telah telah dilakukan, keluarga mengerti hasilnya.
2. Menjaga kebersihan tubuh bayi (personal hygine) dan kenyamanan bayi
dengan memandikan bayi 2 kali dalam sehari.
Rasionalisasi sebagai upaya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan un-
tuk bayi yang bertujuan mencegah timbulnya berbagai penyakit.
Evaluasi ibu sudah mengerti dan bayi telah dimandikan jam 07.30 WIB.
3. Mencegah infeksi pada bayi dengan memastikan tali pusat selalu bersih
dan kering.
Rasionalisasi sebagai pencegahan infeksi pada tali pusat bayi diharapkan
ibu juga mengerti.
Evaluasi ibu sudah mengetahui keadaan bayinya.
4. Menjaga kehangatan tubuh bayi yaitu dengan mengganti popok bayi jika
basah, memakaikan baju, dan membedong bayi serta di lakukan
perawatan dalam inkubator. Pengaturan suhu di sesuaikan dari berat
badan bayi dan umur bayi dilihat melalui strandart yang telah
ditentukan.
Rasionalisasi sebagai pencegahan hipotermi, suhu bayi yang rendah
mengakibatkan proses metabolik dan fisiologi melambat. Kecepatan
pernafasan dan denyut jantung sangat melambat, tekanan darah rendah
dan kesadaran menghilang. Bila keadaan ini terus berlanjut dan tidak
mendapatkan penanganan maka dapat menimbulkan kematian pada bayi
baru lahir.
Evaluasi ibu dan keluarga bersedia mengikuti anjuran yang diberikan
oleh petugas. Bayi telah di jaga kehangatannya serta di lakukan perawatan
inkubator dengan standart yang sesuaikan dengan berat bayi dan menurut
umur bayi yaitu dengan suhu 340C.
5. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI perah kepada bayinya
sesering mungkin atau setiap 2 jam sekali selama dirawat di ruang
perinatologi.

Rasionalisasi frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga


12 kali setiap hari, salah satu manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah
menjadikan bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek
penyakit kuning (ikterus). Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak
berkurang seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi
kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak
diberi pengganti ASI. Ikterus
2 merupakan penyakit yang sangat rentang
terjadi pada bayi baru lahir,2 terutama dalam 24 jam setelah kelahiran,
dengan pemberian ASI yang sering, bilirubin yang dapat menyebabkan
terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine. Oleh
sebab itu, pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan guna mencegah
terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.
Evaluasi ibu sudah memberikan ASI perah pada bayi dan akan
memberikan ASI sesering mungkin. Bayi sudah minum ASI sebanyak
15-25 cc/2 jam dan dalam 24 jam bayi sudah minum ASI sebanyak ±
125 cc.
6. Melakukan kolaborasi dokter Spesialis Anak, advis dianjurkan untuk
tindakan fototerapi dengan menutup mata (eye protector) dan menutupi
bagian genetalia bayi.
Rasionaliasasi dilihat dari data penunjang kadar billirubin By. P adalah
14,05 mg/dL maka di anjurkan untuk dilakukan tindakan fototerapi, ber-
tujuan untuk menurunkan kadar billirubin yang ada pada tubuh.
Evaluasi bayi sudah dilakukan tindakan fototerapi 12 jam on dan 6 jam
0ff di ruang perinatology.
Sesi III On jam 10.00-22.00 WIB dan Off jam 22.00-04.00 WIB.

2
3
BAB IV

PEMBAHASAN

Ikterus adalah suatu keadaan BBL dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg%
pada minggu pertama ditandai dengan ikterus, dikenal ikterus neonatorum yang bersifat
patologis atau hiperbilirubinemia. Ikterus adalah suatu gejala diskolorasi kuning pada kulit,
konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin.
Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir <2500 gram atau
usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu-minggu pertama kehidupannya.
Hiperbillirubin pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi
lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis
atau dapat merupakan hal patologis.
Secara evidence based sudah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Yanti
Herawati dan Maya Indriati (2017), menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara pemberian ASI
awal terhadap kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-14 hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori yang di sampaikan oleh Sunar yaitu salah satu manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah
menjadikan bayi yang d iberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning (ikterus).
Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya kolostrum yang dapat
mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi
pengganti ASI. ASI adalah sumber makanan terbaik bagi bayi selain mengandung komposisi
yang cukup sebagai nutrisi bagi bayi, Pemberian ASI juga dapat meningkatkan dan mengeratkan
jalinan kasih sayang antara ibu dengan bayi serta meningkatkan kekebalan tubuh bagi bayi itu
sendiri. Ikterus merupakan penyakit yang sangat rentang terjadi pada bayi baru lahir, terutama
dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan pemberian ASI yang sering, bilirubin yang dapat
menyebabkan terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine. Oleh sebab itu,
pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan guna mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru
lahir.
ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang
ibu pada anak yang baru dilahirkannya. Komposisinya berubah sesuai dengan kebutuhan bayi
pada setiap saat yaitu kolostrum (ASI awal) pada hari ke empat hingga ke tujuh dilanjutkan
dengan ASI peralihan dari minggu ke tiga hingga ke empat, selanjutnya ASI matur. ASI yang
keluar pada permulaan menyusu (foremilk =susu awal) berbeda dengan ASI yang keluar pada
24
akhir penyusuan (bindmilk =susu akhir). ASI yang diproduksi ibu yang melahirkan premature
komposisinya juga berbeda dengan ASI yang dihasilkan oleh ibu melahirkan cukup bulan. Selain
itu, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit
infeksi.
Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang paling tinggi dari pada ASI
sebenarnya, khususnya kandungan immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi
yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA juga membantu dalam mencegah
bayi mengalami alergi makanan. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar payudara.
Manfaat dari kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium
dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi
makanan yang akan datang, lebih banyak mengandung protein dari pada ASI yang matur, tetapi
berbeda dari ASI yang matur. Dalam kolostrum, protein yang utama adalah globulin (gamma
globulin), lebih banyak mengandung antibodi dari pada ASI yang matur. Selain itu, dapat
memberikan perlindungan bayi sampai umur 6 bulan. Terdapat tripsin inhibitor sehingga
hidroloisis protein yang ada di dalam usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih
banyak menambah kadar antibodi pada bayi.
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa kolostrum yang dihisap bayi sedini mungkin
akan membentuk antibodi bayi sehingga imunitas bayi lebih kuat terbentuk sehingga bayi dapat
terhindar dari berbagai pemaparan virus ataupun bakteri mengingat bayi baru lahir sangat rentan
karena harus beradaptasi dengan dunia luar. Mengingat pada saat baru lahir bayi membutuhkan
banyak cairan supaya dapat menguras kadar ikterus sisa hasil metabolisme dalam darah keluar
lewat urin dan feses. Pada By. P sudah di berikan ASI setiap 2 jam dan sesering mungkin, setiap
tindakan pemenuhan nutrisi pada By. P juga tercatat pada lembar observasi.
Selain itu dilakukan kolaborasi dengan dokter Spesialis Anak, advis dianjurkan untuk
tindakan fototerapi 12 jam on dan 6 jam 0ff di ruang perinatology pada bayi Ny P. Terapi pada
bayi Ny P dilakukan II Sesi dalam pemberian tindakan fototerapi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Thukrall A et all yang berjudul “Periodic change of body position
under phototherapy in term and preterm neonates with hyperbilirubinaemia (Review)” Fototera-
pi adalah andalan pengobatan hiperbilirubinemia neonatal. Perubahan berkala pada posisi neona-
tus di bawah fototerapi (dari posisi terlentang atau posisi lateral) dapat meningkatkan efisiensi
fototerapi dengan mempercepat akses cahaya fototerapi ke bilirubin yang tersimpan di berbagai
bagian kulit dan jaringan subkutan.
25
Berdasarkan uraian di atas, tindakan pemberian terapi fototerapy dapat menjadi rek-
omendasi untuk penanganan pengobatan hiperbilirubinemia neonatal, asuhan yang diberikan
maka dapat disimpulkan bahwa asuhan kebidanan terhadap By. P dengan ikterus neonatorum
telah sesuai dengan teori dan standar pelayanan yang ada.

26
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan dengan menggunakan manajemen kebidanan,
berdasarkan tinjauan kasus yang telah dibuat asuhan kebidanan kegawatdaruratan neonatal
pada By. P usia 14 hari dengan ikterus neonaturum, dapat disimpulkan:
1. Pada pengkajian didapatkan data subjektif dan objektif berdasarkan data yang telah
didapat melalui pemeriksaan fisik dan observasi pada By. P
2. Pada analisa data didapatkan diagnosa kebidanan yaitu By. P Usia 14 hari dengan
ikterus neonaturum.
3. Pada pelaksanaan, asuhan telah dilakukan sesuai dengan standar asuhan kebidanan.
B. Saran
1. Bagi Instansi Kesehatan
Diharapkan agar dapat terus meningkatkan mutu pelayanan kebidanan pada bayi
dengan ikterus neonaturum dengan selalu mengikuti perkembangan ilmu kebidanan me-
lalui pelatihan – pelatihan dan pengaplikasian evidance based practice.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan bermanfaat dan bisa dijadikan sebagai salah satu
referensi, dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan asuhan kebidanan keg-
awatdaruratan neonatal pada kasus ikterus neonaturum.
3. Bagi Mahasiswa
Dengan melakukan pengelolaan kasus ini, penulis diharapkan dapat melakukan
critical thinking terhadap suatu kasus yang ditemukan sehingga menemukan jalan keluar
yang sesuai dari kasus yang dihadapi.
4. Bagi Klien dan Keluarga
Sebaiknya ibu memberikan ASI nya sesering mungkin dan keluarga memberikan
dukungan berupa support pada ibu agar lebih sering dalam memberikan ASI pada bayi
baru lahir sehingga tidak terjadi ikterik pada bayi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian, 2017, Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak edisi 2,
Jakarta: Salemba Medika Diakses Tanggal : 04 juli 2019 -07-19
Referensi/Buku- Panduan-Gizi BOK Final.Pdf Diakses Tanggal : 04 juli
2019 (Online)
Kemenkes RI, 2012 pedoman pelaksanaan stimulasi dan intervensi dini
tumbuh kembang anak ditingkat pelayanan kesehatan dasar, jakarta:
Kemenkes RI Kemenkes asuhan kebidanan neonatus, bayi, balita dan anak
pra sekolah Kemenkes RI, 2016 RI, 2016 pedoman pelaksanaan stimulasi
dan intervensi tumbuh kembang anak ditingkat pelayanan kesehatan dasar,
jakarta:
Kemenkes RI Kemenkes RI, 2011. Panduan penyelenggaraan pemberian makanan
tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang.
Jakarta
Sulistyawati, Ari 2017, Deteksi tumbuh kembang anak jakarta: Salemba
Medika Winarsih, 2017, Pengantar Ilmu Gizi Dalam Kebidanan Jakarta :
Salemba Medika

28

Anda mungkin juga menyukai