Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN SEMINAR KASUS ASUHAN KEBIDANAN

BAYI BARU LAHIR PADA BY A USIA 9 BULAN 16


HARIDENGAN IMUNISASI MR 1 DI PUSKESMAS
SEWON SATU

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Kebidanan

Dosen Pembimbing : Ika Agustina S,S.Tr Keb

Disusun oleh :

Diva Kirana Ramadhani

P07124122014

PRODI DIII KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
TAHUN 2023
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN SEMINAR KASUS
“Asuhan Kebidanan By. A usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR 1 di Puskesmas
Sewon Satu”

Disusun oleh :

DIVA KIRANA RAMADHANI

P07124122014

Telah disetujui oleh pembimbing pada tanggal :

Tanggal : November 2023

Nama Pembimbing Tanda Tangan

Pembimbing Akademik
Ika Agustina S,S.Tr keb

ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN SEMINAR KASUS
“Asuhan Kebidanan By. A usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR 1 di
Puskesmas Sewon Satu”

Disusun oleh :

Diva Kirana Raadhani

P0712412122014

Telah mendapatkan persetujuan dan disahkan oleh pembimbing pada tanggal :

Tanggal : November 2023

Nama Pembimbing Tanda Tangan


Pembimbing Lahan
Sumirah,SKm,S.ST,Bdn

Pembimbing Akademik
Ika Agustina S,S.Tr keb

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Seminar Kasus Praktik
Klinik Kebidanan tahun 2023 ini. Laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan mahasiswa serta pembaca.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan


dukungan yang diberikan dalam penyusunan laporan ini kepada:

1. Dr. Heni Puji Wahyuni, S.SiT, M.Keb selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

Kemenkes Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan menyusun Laporan


Seminar Kasus Praktik Klinik Kebidanan ini.
2. Mina Yumei Santi, S.ST, M.Kes selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan menyusun


Laporan Seminar Kasus Praktik Klinik Kebidanan ini.
3. Ika Agustina S.S.Tr keb selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan

bimbingan dan arahan dalam meyusun Laporan Seminar Kasus Praktik Klinik
Kebidanan ini.
4. Sumirah,Skm,S.ST,Bdn selaku pembimbing lahan di Puskesmas Sewon Satu, yang

telah memberikan bimbingan dan arahan selama praktik.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna sempurnanya laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi kami sebagai penyusun.

Yogyakarta,22 November 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................................... ii


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................1
Latar Belakang .....................................................................................................................1
B. Tujuan ..............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................3
A. Konsep Dasar Bayi ...........................................................................................................3
B. Konsep Dasar Imunisasi ..................................................................................................5
C. Imunologi .................................................................................................................... 12
D. Penyelenggaraan Imunisasi ......................................................................................... 13
E. Pemberian Imunisasi Menggunakan Vaksin yang Aman dan Tepat ............................ 14
F. Penyuluhan Sebelum dan Sesudah Pelayanan Imunisasi ............................................. 16
G. Imunisasi MR .............................................................................................................. 19
BAB III................................................................................................................................. 24
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 24
A. Tinjauan Kasus ............................................................................................................ 24
b. Eliminasi ...................................................................................................................... 26
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 35
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 35
B. Saran ............................................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 37

v
BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Campak dan Rubella merupakan penyakit infeksi menular melalui saluran nafas yang
disebabkan oleh virus campak dan rubella. Batuk dan bersin dapat menjadi jalur masuknya
virus campak maupun rubella (Kemenkes, 2017). Gejala penyakit campak diantaranya
demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) dapat disertai batuk dan atau pilek
maupun konjungtivitis. Sedangkan gejala rubella sering menimbulkan demam ringan pada
anak (Kussanti, et al., 2018).
Pada tahun 2020 campak dilaporkan menyebabkan kematian 562.000 anak di
seluruh dunia. Pada tahun 2010 sampai tahun 2015 dilaporkan sekitar 23.164 kasus campak
dan 30.463 kasus rubella (Prabandari, et al., 2018). Global Vaccine Action Plan (GVAP)
menargetkan eliminasi campak dan rubella dengan pemberian imunisasi MR (Measles
Rubella) di tahun 2020. Dalam upaya mencapai target tersebut pemerintah mengadakan
kampanye imunisasi MR untuk memutuskan transmisi penularan virus campak dan rubella
(Kemenkes, 2017).
Imunisasi MR merupakan imunisasi yang digunakan untuk memberikan kekebalan
terhadap campak dan rubella, dalam imunisasi MR antigen yang dipakai adalah virus campak
strain edmosom yang dilemahkan, virus rubella strain RA 27/3, dan virus gondog. Vaksin ini
ditujukan untuk anak usia 9 bulan sampai kurang dari 15 tahun (Kussanti, et al., 2018).
Tujuan dan manfaat pemberian imunisasi MR adalah untuk merangsang terbentuknya
kekebalan terhadap kedua penyakit tersebut.Dengan didasarkan kajian tentang keamanan
dan efikasinya WHO (World Health Organization) mendukung sepenuhnya penggunaan
imunisasi MR (WHO, 2012). Total hasil pelaksanaan imunisasi MR di provinsi Jawa Tengah
tahun 2017 berjumlah 510.657 bayi (Kemenkes, 2018).
Pemberian imunisasi MR ternyata menimbulkan penolakan di dalam masyarakat.
Halhal yang menjadi penyebab adalah faktor demografi ibu memiliki pengaruh secara
signifikan dalam menyebabkan imunisasi tidak lengkap seperti usia, status pekerjaan (Sari,
et al., 2016), tingkat pendapatan (Rahmawati & W,C.U, 2014), dan pendidikan (Prihanti, et
al., 2016).

1
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sewon Satu Kota Yogyakarta karena
berdasarkan letak geografisnya mewakili dari puskesmas yang berada didaerah Yogyakarta.,
Puskesmas Sewon Satu juga secara rutin memiliki kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) untuk mengantisipasi penyakit campak dan melayani imunisasi MR setiap hari rabu
minggu ke-dua di Puskesmas Sewon.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaaskan dan mengimplementasikan asuhan kebidanan bayi baru
lahir khususnya asuhan imunisasi MR ( Measles Rubella ) menggunakan pola pikir
manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melaksanakan identifikasi pengumpulan data pada imunisasi By. A

usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR 1


b. Mahasiswa dapat menginterpretasi data dasar berdasarkan data subyektif dan data

obyektif pada By. A usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR 1


c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin

terjadi pada By. A usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR 1.


d. Mahasiswa dapat menentukan kebutuhan segera pada By. A usia 9 bulan 16 hari

dengan imunisasi MR 1
e. Mahasiswa dapat Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh pada By. A usia 9

bulan 16 hari dengan imunisasi MR 1.


f. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan untuk memberikan asuhan By. A usia 9
bulan 16 hari dengan imunisasi MR 1.
g. Mahasiswa dapat melaksanakan evaluasi dalam memberikan asuhan By. A usia 9

bulan 16 hari dengan imunisasi MR 1.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bayi

1. Pengertian Bayi
Bayi adalah manusia yang baru lahir sampai umur 12 bulan yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam
kebutuhan gizi. Bayi juga merupakan individu yang lemah dan memerlukan proses adaptasi.
Bayi harus dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian agar dapat tetap hidup yaitu
penyesuaian perubahan suhu, menghisap dan menelan, bernafas dan pembuangan kotoran.
Kesulitan penyesuaian atau adaptasi akan menyebabkan bayi mengalami penurunan berat
badan, keterlambatan perkembangan bahkan bisa sampai meniggal dunia (Mansur, 2016).
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah
kelahiran. Neonatus adalah bayi baru lahir umur 0-4 minggu sesudah lahir. Neonatus dini
adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari. Terjadi
penyesuaian sirkulasi dengan keadaan lingkungan, mulai bernafas dan fungsi alat tubuh
lainnya. Berat badan dapat turun sampai 10% pada minggu pertama kehidupan yang dicapai
lagi pada hari ke-14. (Muslihatun, 2014).
2. Tanda dan Kriteria Bayi Baru Lahir Normal

Bayi baru lahir dikatakan normal jika termasuk dalam kriteria sebagai berikut :
a. Berat badan lahir bayi antara 2.500-4.000 gram.

b. Panjang badan bayi 48-50 cm.

c. Lingkar dada bayi 32-34 cm.

d. Lingkar kepala bayi 33-35 cm.

e. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/ menit, kemudian turun sampai 140-120

kali/ menit pada saat bayi berumur 30 menit.


f. Pernafasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/ menit disertai pernafasan
cuping hidung, retraksi suprasternal dan intercostal, serta rintihan hanya berlangsung
10-15 menit.

3
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan dilapisi

verniks kaseosa.

h. Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh baik.


i. Kuku telah agak panjang dan lemas.

j. Genetalia : testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia mayora telah menutupi labia
minora (pada bayi perempuan).

k. Refleks isap, menelan, dan moro telah terbentuk.

l. Eliminasi, urine, dan meconium normalnya keluar pada 24 jam pertama. Meconium
memiliki karakteristik hitam kehijauan dan lengket (Sondakh, 2013).
3. Pemeriksaan Umum pada Bayi
Pemeriksaaan umum pada bayi dilakukan untuk mengetahui bagaimana kesehatan
umum bayi dan adanya kelainan yang dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Pemeriksaan
umum yang dilakukan antara lain pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan tanda vital bayi dapat dikatakan dalam batas normal jika dalam rentang angka
berikut:
a. Kesadaran : Composmentis

b. Pernapasan : Normal (40-60 kali per menit)


c. Denyut jantung : Normal (120-160 kali/menit)

d. Suhu : Normal (36,5-37,5 C) (Sondakh, 2013).


4. Kenaikan Berat Badan Bayi
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosis bayi
normal atau BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Pada masa bayi balita berat badan digunakan
untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis
seperti dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Selain itu, berat badan dapat digunakan
sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan (Supriasa dkk, 2013).
Berat badan adalah indikator untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua
jaringan yang ada pada tubuh (tulang, otot, lemak, cairan 10 tubuh) sehingga akan diketahui

4
status gizi anak atau tumbu kembang anak. Berat badan juga dapat juga sebagai menghitung
dosis obat (Marmi, 2014).
Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjadi dua, yaitu 0–6 bulan dan usia
6–12 bulan. Usia 0–6 bulan pertumbuhan berat badan akan mengalami penambahan setiap
minggu sekitar 140–200 gram dan berat badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir
pada akhir bulan ke-6. Sedangkan pada usia 6–12 bulan terjadi penambahan setiap minggu
sekitar 25–40 gram dan pada akhir bulan ke-12 akan terjadi penambahan tiga kali lipat berat
badan lahir. Pada masa bermain terjadi penambahan berat badan sekitar empat kali lipat dari
berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun serta penambahan berat badan setiap
tahunnya adalah 2–3 kg. pada masa pra sekolah dan sekolah akan terjadi penambahan berat
badan setiap tahunnya kurang lebih 2–3 tahun (Supriasa dkk, 2013).
Kartu Menuju Sehat merupakan gambar kurva berat badan anak berusia 0–5 tahun
terhadap umurnya. Dalam aplikasi dengan menggunakan KMS menjadikan tumbuh normal
jika grafik pertumbuhan berat badan anak sejajar dengan kurva baku.

B. Konsep Dasar Imunisasi

1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Permenkes RI 12,
2017). Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah penularan penyakit
dan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita (Mardianti &
Farida, 2020). Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien
dalam mencegah beberapa penyakit berbahaya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2020). Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang efektif untuk mencegah
terjadinya penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi (Senewe et al., 2017).
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen
lemah agar merangsang antibody keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit
tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin
masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibody untuk melawan vaksin tersebut dan

5
sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar
dua atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibody akan tercipta lebih
kuat dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya. (Atikah, 2014). Vaksin adalah antigen
berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau
bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi
toksoid, protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu (Buku Ajar Imunisasi,
2015)

2. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang,
dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan
menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar
variola (Ranuh dkk, 2014). Menurut Mulyani (2018), tujuan dari pemberian imunisasi yaitu
untuk mencegah terjadinya penyakit menular, dengan diberikan imunisasi anak akan menjadi
kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada
anak dan tubuh tidak akan mudah terserang penyakit yang berbahaya dan menular. Untuk
dapat tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa atau kelurahan, selain itu agar
tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000
kelahiran hidup dalam satu tahun) (Rinawati, 2018).
Menurut Permenkes RI Nomor 12 tahun 2017 disebutkan bahwa tujuan umum
Imunisasi turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut:
a) Tercapainya cakupan Imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target RPJMN.

b) Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Prosentase minimal 80% bayi yang

mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan.

6
c) Tercapainya target Imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua tahun (baduta) dan

pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur (WUS).
d) Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah dengan

Imunisasi.

e) Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan berpergian ke daerah

endemis penyakit tertentu.


f) Terselenggaranya pemberian Imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah medis
(safety injection practise and waste disposal management). (Kemenkes RI, 2017).

3. Manfaat Imunisasi
Menurut (Dompas, 2014) ada 3 manfaat imunisasi bagi anak, keluarga dan negara.
Manfaat imunisasi bagi anak adalah untuk mencegah penderitaan yang disebabkan oleh
penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian, sedangkan manfaat imunisasi bagi keluarga
yaitu dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah pengeluaran biaya pengobatan yang
tinggi jika anak sakit dan bagi bangsa sendiri manfaat dari imunisasi yaitu dapat
memperbaiki tingkat kesehatan dan mampu menciptakan generasi penerus bangsa yang sehat
dan kuat.

4. Jenis Imunisasi
Imunisasi Program adalah Imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai
bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat
sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi. Imunisasi Program terdiri
atas Imunisasi rutin, Imunisasi tambahan, dan Imunisasi khusus (Kemenkes RI, 2017).
Dalam Permenkes RI Nomor 12 Tahun 2017 disebutkan bahwa Imunisasi program terdiri
dari Imunisasi rutin, imunisasi tambahan dan imunisasi khusus. Imunisasi program harus
diberikan sesuai dengan jenis vaksin, jadwal atau waktu pemberian yang ditetapkan dalam
pedoman penyelenggaraan Imunisasi.
Kementerian kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap
menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan

7
imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal (Kemenkes,2018)
1) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis
hidup yang dilemahkan. Vaksin BCG tidal mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi
resiko tuberkulosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosa primer. Imunisasi
BCG diberikan pada bayi < 2 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas,
Kementrian Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12
bulan. Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (> 1 tahun).
Vaksin BCG diberikan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas pada insersio M.
Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain mial bokong, paha (Ranuh dkk, 2014).
Kontra indikasi imunisasi BCG antara lain bayi yang mengalami defisiensi sistem
kekebalan, terinfeksi HIV asimtomastis maupun simtomatis, adanya penyakit kulit yang
berat/menahun, atau sedang menderita TBC (Sudarti, Endang. 2013). Reaksi lokal yang
timbul setelah imunisasi BCG adalah wajar, suatu pembengkakan kecil, merah, lembut
biasanya timbul pada daerah bekas suntikan, yang kemudian berubah menjadi vesikel kecil,
dan kemudian menjadi sebuah ulkus kecil dalam waktu 2-4 minggu. Reaksi ini biasanya
hilang dalam 2-5 bulan, dan umumnya pada anak-anak meninggalkan bekas berupa jaringan
parut dengan diameter 2-10 mm. Jarang sekali nodus atau ulkus tetap bertahan.
Kadangkadang pembesaran getah bening pada daerah ketiak dapat timbul 2-4 bulan setelah
imunisasi. Sangat jarang sekali kelenjar getah bening tersebut menjadi supuratif. Suntikan
yang kurang hati-hati dapat menimbulkan absesdan jaringan parut (Ranuh dkk, 2014).
2) Imunisasi Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinvasikan dan bersifat
non-infecious. Pemberian imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk mendapatkan kekebalan
terhadap penyakit
Hepatitis B. Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (satu) HB PID, pemberian suntikan
secara intramuskuler, sebaiknya anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis
pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu
(1 bulan) (Ranuh dkk, 2014). Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan

8
disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Kontra indikasi pemberian vaksin Hepatitis B pada bayi yang menderita infeksi berat yang
disertai kejang (Sudarti, Endang. 2010).
3) Imunisasi DPT-HB-Hib
Vaksin DPT-HB-Hib (vaksin Jerap Difteri, Tetanus, Pertusis, Hepatitis B Rekombinan,
Haemophilus Influen-zae tipe B) berupa suspensi homogen yang mengandung toksoid
tetanus dan difteri murni, bakteri pertusis (batuk rejan) inaktif, antigen permukaan Hepatitis
B (HBSAg) murni yang tidak infeksius, dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit
berupa kapsul polisakarida Haemophilus Influenzae tipe B tidak infeksius yang
dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus. Indikasi digunakan untuk pencegahan
terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus
Influenzae tipe B secara stimultan (Ranuh dkk, 2014).
Vaksin DPT-HB-Hib harus disuntikan secara intramuskular pada anterolateral paha
atas, dengan dosis anak 0,5 ml. Kontra indikasi pemberian vaksin DPT-HB-Hib anak yang
mempunyai hipersensitif terhadap komponen vaksin atau reaksi berat terhadap dosis vaksin
kombinasi sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi sejenis lainnya merupakan kontraindikasi
absolut terhadap dosis berikutnya. Terdapat beberapa kontraindikasi absolut terhadap dosis
pertama DPT; kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan syaraf
serius lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini vaksin
tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus diberikan sebagai
pengganti DPT, vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah. Vaksin tidak akan
membahayakan individu yang sedang atau sebelumnya telah terinfeksi virus Hepatitis B
(Sudarti, Endang. 2013).
Efek samping, jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara
bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib yang diberikan secara terpisah. Untuk
DPT, reaksi lokal dan sistemik ringan umum terjadi. Beberapa reaksi lokal sementara seperti
bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi penyuntikan disertai demam dapat timbul dalam
sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel),
dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian (Sudarti,
Endang. 2013).

9
4) Imunisasi Polio
Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio 1, 2 dan 3. OPV (oral polio
vaccine), hidup dilemahkan, tetes, oral. Sedangkan IPV (inactivated polio vaccine) inaktid
disuntikan. Kedua vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV dapat
diberikan pada anak yang sehat maupun anak yang menderita immunokompromais, dan
dapat diberikan sebagai imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapat juga diberikan
bersamaan dengan vaksin DPT-HB-Hib, secara terpisah atau kombinasi. Polio-0 diberikan
saat bayi lahir sesuai pedoman PPI atau pada kunjungan pertama sebagai tambahan untuk
mendapatkan cakpan imunisasi yang tinggi. Selanjutnya dapat diberikan vaksin OPV dan
IPV. Untuk imunisasi dasar (polio- 2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan. Interval
antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu (Sudarti, Endang.
2013).
Dalam rangka eradikasi polio (Erapo), masih diperlukan Pekan Imunisasi Nasional
(PIN) yang dianjurkan Kementrian Kesehatan. Pada PIN semua balita harus mendapat
imunisasi OPV tanpa memandang status imunisasinya (kecuali pasien imunokompromais
diberikan IPV) untuk memperkuat kekebalan dimukosa aluran cerna dan memutuskan
transmisi virus polio luar. Dosis OPV diberikan 2 tetes per-oral, IPV dapat diberikan
tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DtaP/IPV, DtaP/IPV). Imunisasi polio ulangan
diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (56 tahun)
(Ranuh dkk, 2014).
Kontra indikasi umumnya pada imunisasi; vaksin harus ditunda pada mereka yang
sedang menderita demam, penyakit atau penyakit kronis progresif. Hipersensitif pada saat
pemberian vaksin ini sebelumnya. Penyakit demam akibat infeksi akut ditunggu sampai
sembuh. Efek sampingnya berupa reaksi lokal pada tempat penyuntikan diantaranya nyeri,
kemerahan, indurasi dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan
bisa bertahan satu atau dua hari. Kejadian dan tingkat keparahan dari reaksi lokal tergantung
pada tempat dan cara penyuntikkan serta jumlah dosis yang sebelumnya diterima. Reaksi
sistemik yang ditimbulkan demam dengan atau tanpa disertai myalgia, sakit kepala atau
limfadenopati (Ranuh dkk, 2014).

10
5) Imunisasi MR
Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian
rubella/ Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2020. Salah satu strateginya untuk
mencapai target tersebut adalah pelaksanaan vaksin MR pada anak usia 9 bulan hingga 15
tahun secara bertahap dalam 2 fase (fase 1 pada bulan AgustusSeptember 2017 diseluruh
Pulau Jawa dan fase 2 pada bulan AgustusSeptember 2018 diseluruh Pulau Sumatra, Pulau
Kalimanatan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua). Introduksi vaksin MR ke
dalam program imunisasi rutin pada bulan Oktober 2017 dan 2018 (Kemenkes RI, 2017).
Vaksin MR (Measles Rubella) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated)
berupa serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin adalah 10 dosis per vial. Setiap dosis
vaksin MR mengandung 1000 CCID50 virus campak dan 1000 CCID50 virus rubella.
Dengan pemberian imunisasi campak dan rubella dapat melindungi anak dari kecacatan dan
kematian akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung
bawaan. Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml.
Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan dari produsen yang sama.
Vaksin yang telah dilarutkan harus segera digunakan paling lambat sampai 6 jam setelah
dilarutkan (Kemenkes RI, 2017).
Kontra indikasi imunisasi MR pada individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid,
imunosupresan dan radioterapi, wanita hamil, leukemia, anemia berat dan kelainan darah
lainnya, kelainan fungsi ginjal berat, decompensatio cordis, pasien transfusi darah dan
riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn). Pemberian imunisasi ditunda pada
keadaan seperti demam, batuk pilek dan diare (Kemenkes RI, 2017).

6) Jadwal Imunisasi Rutin Lengkap


Jadwal pemberian imunisasi dasar untuk bayi usia 0-11 bulan terdiri dari pemberian
imunisasi HB 0, BCG, DPT-HB-Hib, Polio, dan MR dengan masing-masing interval waktu
tertentu. Pemberian imunisasi dasar lanjutan pada batita terdiri dari imunisasi DPT-HBHib
booster pada usia 18 bulan dan MR booster pada usia 24 bulan (Kemenkes, 2017).

11
Tabel 3. Jadwal Imunisasi Dasar

Jenis Vaksin Umur Pemberian Imunisasi (Bulan)


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

12 patitis B

-Hb-Hib
lio
mpak-Rubella (MR)

CG
PT

Sumber : Buku KIA revisi 2020

Tabel 2. Jadwal Imunisasi Lanjutan

enis Vaksin mur Pemberian Imunisasi (Bulan)


8 24
PT-Hb-Hib Booster ampak-Rubella
(MR) Booster

Sumber : Buku KIA revisi 2020

C. Imunologi
1. Sistem Kekebalan
Sistem kekebalan adalah suatu sistem yang rumit dari interaksi sel yang tujuan
utamanya adalah mengenali adanya antigen. Antigen dapat berupa virus atau bakteri yang

12
hidup atau yang sudah diinaktifkan. Jenis kekebalan terbagi menjadi kekebalan aktif dan
kekebalan pasif.
a. Sistem kekebalan aktif adalah perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan

seseorang sendiri dan menetap seumur hidup. Sistem kekebalan aktif dibagi menjadi dua
berdasarkan cara perolehannya antara lain yaitu :
(1) Aktif alamiah, adalah kekebalan yang didapatkan ketika seseorang menderita suatu

penyakit
(2) Aktif buatan, adalah kekebalan yang didapatkan dari pemberian vaksin
b. Sistem kekebalan pasif adalah kekebalan atau perlindungan yang diperleh dari luar tubuh
bukan dibuat oleh tibuh itu sendiri. Sistem kekebalan pasif juga dibagi menjadi pasif
alamiah dan pasif buatan, dengan rincian sebagai berikut :
(1) Pasif alamiah contohnya adalah kekebalan yang didapatkan dari ibu melalui plasenta

saat masih berada dalam kandungan, selain itu juga dapa diambil contoh kekebalan
yang diperoleh dari pemberian air susu pertama (colostrum).
(2) Pasif buatan adalah kekebalan yang diperoleh dengan cara menyuntikkan antibody

yang diekstrak dari satu individu ke tubuh orang lain sebagai serum. Contohnya adalah
pemberian serum antibisa ular kepada orang yang dipatuk ular berbisa.

D. Penyelenggaraan Imunisasi
Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, Imunisasi dikelompokkan menjadi Imunisasi
Program dan Imunisasi Pilihan. Imunisasi Program terdiri atas Imunisasi rutin, Imunisasi
tambahan dan Imunisasi khusus. Imunisasi rutin terdiri atas Imunisasi dasar dan Imunisasi
lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Imunisasi dasar
terdiri atas Imunisasi terhadap penyakit hepatitis B, poliomyelitis, tuberculosis, difteri,
pertussis, tetanus, pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza
tipe b (Hib) serta campak. Sedangkan Imunisasi lanjutan merupakan ulangan Imunisasi dasar
untuk mempertahankan tingkat kekebalan dan untuk memperpanjang masa perlindungan
anak yang sudah mendapatkan Imunisasi dasar (Permenkes, 2017).

13
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
Imunisasi Program. Pelayanan Imunisasi Program dapat dilaksanakan secara massal atau
perseorangan. Pelayanan Imunisasi Program dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
keluarga untuk meningkatkan akses pelayanan imunisasi. Pelayanan Imunisasi Program
secara massal dilaksanakan di posyandu, sekolah, atau pos pelayanan imunisasi lainnya.
Pelayanan Imunisasi Program secara perseorangan dilaksanakan di rumah sakit, Puskesmas,
klinik, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan Imunisasi Program, wajib menggunakan Vaksin yang
disediakan oleh Pemerintah Pusat (Permenkes, 2017).
Pelaksanaan pelayanan Imunisasi rutin harus direncanakan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan penyelenggara pelayanan Imunisasi secara berkala dan berkesinambungan.
Perencanaan dalam pelaksanaan imunisasi meliputi jadwal pelaksanaan, tempat
pelaksanaan, dan pelaksana pelayanan Imunisasi. Pemerintah Daerah kabupaten/kota
bertanggung jawab menyiapkan biaya operasional untuk pelaksanaan pelayanan Imunisasi
rutin dan Imunisasi tambahan di Puskesmas, posyandu, sekolah, dan pos pelayanan
imunisasi lainnya (Permenkes, 2017).

E. Pemberian Imunisasi Menggunakan Vaksin yang Aman dan Tepat


1. Vaksin Carrier

Vaccine carrier diletakkan di meja yang tidak terkena sinar matahari secara langsung.
2. Sebelum Pelaksanaan Imunisasi :

a. Memeriksa label vaksin dan pelarut.

b. Memeriksa tanggal kadaluwarsa.

c. Memeriksa VVM.
d. Jangan gunakan jika vaksin tanpa label, kadaluwarsa, dan dengan status VVM telah

C atau D.
3. Penyuntikan yang Aman

Alat suntik yang bisa digunakan untuk menyuntikkan vaksin adalah sebagai berikut.
a. Menggunakan Alat Suntik Auto-Disable (AD)

14
Alat suntik auto-disable adalah alat suntik yang setelah satu kali digunakan secara
otomatis menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi.
Penggunaan ADS (Auto Disable Syringe)
1 Keluarkan syringe dari bungkus plastik (lepaskan dan buka ujung piston
syringe dari paket) atau lepaskan tutup plastiknya.
2 Pasang jarum pada syringe jika belum terpasang.
3 Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum.
4 Masukkan jarum ke dalam botol vaksin dan arahkan ujung jarum ke bagian
paling rendah dari dasar botol (di bawah permukaan vaksin).
5 Tarik piston untuk mengisi syringe. Piston secara otomatis akan berhenti
setelah melewati tanda 0,05 ml/0,50 ml dan
Anda akan mendengar bunyi “klik”.
6 Tekan/dorong piston hingga isi syringe sesuai dosis 0,05 ml/0,5 ml. Lepaskan
jarum dari botol. Untuk menghilangkan gelembung udara, pegang syringe
tegak lurus dan buka penyumbatnya. Kemudian tekan dengan hatihati ke
tanda tutup.
7 Tentukan tempat suntikan.
8 Dorong piston ke depan dan suntikkan vaksin. Setelah suntikan, piston secara
otomatis akan mengunci dan syringe tidak bisa digunakan lagi. Jangan lagi
menutup jarum setelah digunakan.
9 Buang jarum dan syringe langsung ke dalam safety box.
b. Syringe Sekali Buang (Disable)
Syringe yang hanya bisa dipakai sekali dan dibuang (disable singleuse) tidak
direkomendasikan untuk suntikan dalam imunisasi karena risiko penggunaan
kembali syringe disable menyebabkan risiko infeksi yang tinggi.
4. Melarutkan Vaksin dengan Pelarut
Cara Melarutkan Vaksin,
a. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir, keringkan.

15
b. Gunakan sarung tangan.

b. Amati VVM dan masa kadaluwarsa yang tertera pada vial vaksin
c. Goyang vial atau ampul vaksin, pastikan semua bubuk berada pada dasar vial.
d. Buka vial atau ampul vaksin, amati pelarut, dan pastikan tidak retak.
e. Baca label pada botol pelarut, pastikan berasal dari pabrik yang sama dengan vaksin
dan tidak kadaluwarsa.

f. Buka ampul kaca, Hisap pelarut ke dalam semprit pencampur. Gunakan ADS yang
baru untuk mencampur vaksin dengan pelarut., Masukkan pelarut ke dalam vial atau
ampul vaksin. Lalu, dikocok pelan-pelan sehingga campuran menjadi homogen.

g. Masukkan alat suntik dan jarum pencampur ke dalam safety box setelah digunakan.
h. Membersihkan sarung tangan di larutan klorin dan lepaskan secara terbalik.
i. Catat jam saat dilakukan pencampuran, untuk memastikan vaksin masih aman
digunakan.

j. Selama pelayanan, vaksin yang telah dilarutkan disimpan di atas bantalan busa yang
terdapat pada vaccine carrier.

F. Penyuluhan Sebelum dan Sesudah Pelayanan Imunisasi


Penyuluhan menjadi sangat penting untuk menurunkan, bahkan memberantas
kematian, khususnya agar anak terhindar dari kecacatan dan kematian akibat pneumonia,
diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung . orang dewasa, khususnya
orangtua bayi terlebih ibu dari bayi, untuk membawa bayinya ke sarana pelayanan kesehatan
terdekat, misalnya posyandu, untuk memperoleh imunisasi yang lengkap. Penyuluhan yang
diberikan berupa manfaat imunisasi, efek samping dan cara penanggulangannya, serta kapan
dan di mana pelayanan imunisasi berikutnya dapat diperoleh. Berbagai macam alat peraga
untuk mendukung penyuluhan yang akan Anda berikan terhadap sasaran, yaitu ibu yang
memiliki bayi, salah satunya poster. Poster bertujuan untuk memengaruhi seseorang atau
kelompok agar tertarik pada objek atau materi yang diinformasikan atau juga untuk

16
memengaruhi seseorang atau kelompok untuk mengambil suatu tindakan yang diharapkan.
Poster dapat diletakkan di ruang tunggu Puskesmas, digunakan sebagai alat bantu peragaan
saat melakukan ceramah atau penyuluhan, bahan diskusi kelompok, dan lainnya. Berikut ini
langkah-langkah dalam memberikan penyuluhan.

1. Pemberian Imunisasi kepada Bayi/Anak


a. Mengucapkan salam dan terima kasih kepada orangtua atas kedatangannya dan

kesabarannya menunggu.
b. Menjelaskan jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.

c. Menjelaskan manfaat pemberian imunisasi.


d. Menjelaskan efek samping setelah pemberian imunisasi dan apa yang harus

dilakukan jika terjadi efek samping.


e. Menjelaskan kapan ibu perlu membawa bayinya ke pusat kesehatan atau RS jika

terjadi efek samping yang hebat.


f. Menjelaskan secara lengkap jika bayi harus mendapatkan imunisasi lengkap secara
berurutan.
g. Menuliskan tanggal untuk pemberian imunisasi berikutnya pada buku KIA dan
memberitahukan kepada orangtua kapan harus kembali untuk mendapatkan
imunisasi berikutnya.
h. Menjelaskan kepada orangtua tentang alternatif tanggal dan waktu jika tidak bisa

datang pada tanggal yang sudah dituliskan (Buku Ajar Imunisasi, 2014).
2. Pemeriksaan Sasaran
Setiap sasaran yang datang ke tempat pelayanan imunisasi, sebaiknya diperiksa
sebelum diberikan pelayanan imunisasi. Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu
sebelum diputuskan vaksin mana yang akan diberikan, dengan langkah sebagai berikut: a.
Mengidentifikasi usia bayi.
b. Mengidentifikasi vaksin-vaksin mana yang telah diterima oleh bayi.

c. Menentukan jenis vaksin yang harus diberikan.


d. Imunisasi untuk bayi sakit atau mempunyai riwayat kejang demam sebaiknya

17
dikonsultasikan kepada dokter spesialis anak.
e. Kontraindikasi terhadap imunisasi.
Kontraindikasi antara lain anafilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang hebat, reaksi
berlebihan seperti suhu tinggi di atas 38,5o C dengan kejang, penurunan kesadaran, shock
atau reaksi anafilaktik lainnya, selain imunisasi DPT/HB1, DPT/HB/Hib1, dalam keadaan
kejang demam dan panas merupakan kontraindikasi sementara pemberian sampai anak
sembuh.
3. Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain dalam
membuat suatu keputusan atau memecahkan masalah melalui pemahaman terhadap
faktafakta, kebutuhan dan perasaan klien. Klien mempunyai hak untuk menerima dan
menolak pelayanan imunisasi. Petugas klinik berkewajiban untuk membantu klien dalam
membuat keputusan secara arif dan benar. Semua informasi harus diberikan dengan
menggunakan bahasa dan istilah yang mudah dimengerti oleh klien.
Lingkup konseling, antara lain:
a) Konseling membantu klien agar dapat membuat keputusan tentang imunisasi yang akan

diterima.
b) Konseling mencakup komunikasi dua arah di antara klien dan konselor.
c) Dalam konseling memberikan informasi yang objektif, pemahaman isi informasi dapat

diimplementasikan oleh klien.


d) Empat pesan penting yang perlu disampaikan kepada orangtua, yaitu manfaat dari
vaksin yang diberikan (contoh imunisasi MR 1 untuk mencegah anak dari kecacatan,
pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung), tanggal
imunisasi dan pentingnya buku KIA disimpan secara aman dan dibawa pada saat
kunjungan berikutnya, efek samping ringan yang dapat dialami dan cara mengatasinya,
serta tidak perlu khawatir, dan yang keempat adalah lima imunisasi dasar lengkap untuk
melindungi si buah hati sebelum usia 1 tahun (Buku Ajar Imunisasi, 2014).

18
G. Imunisasi MR
1. Pengertian Imunisasi MR ( Measles Rubella )
Vaksin MR (Measles Rubella) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated) berupa
serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin adalah 10 dosis per vial. Setiap dosis vaksin
MR mengandung 1000 CCID50 virus campak dan 1000 CCID50 virus rubella. Dengan
pemberian imunisasi campak dan rubella dapat melindungi anak dari kecacatan dan kematian
akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung bawaan..
Vaksin MR diberikan disuntik an pada ( pertengahan muscula deltodeus ) dengan langkah
awal mendinfeksi area penyuntikan dengan alkohol swab secara sirkuler,menyuntik secara
sub cutan dengan sudut 45 derajat terhadap permukaan kulit dengan dosis 0,5 ml, setelah
selesai dilanjutkan menekan dengan kapas kering pada area penyuntikan tanda massage dan
memasukan spuit ke dalam safety box tanpa recopping, serta menyampaikan kepada ibu
bahwa imunisasi MR telah diberikan.
Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang disediakan dari produsen yang sama.
Vaksin yang telah dilarutkan harus segera digunakan paling lambat sampai 6 jam setelah
dilarutkan (Kemenkes RI, 2017).
Kontra indikasi imunisasi MR pada individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid,
imunosupresan dan radioterapi, wanita hamil, leukemia, anemia berat dan kelainan darah
lainnya, kelainan fungsi ginjal berat, decompensatio cordis, pasien transfusi darah dan
riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn). Pemberian imunisasi ditunda pada
keadaan seperti demam, batuk pilek dan diare (Kemenkes RI, 2017).

2. Jadwal Pemberian

Menurut Buku KIA revisi 2020, pemberian imunisasi MR adalah sebagai berikut:
a) Jadwal anjuran pemberian imunisasi MR
Agar bayi terlindungi dari campak dan rubella, vaksin MR perlu diberikan dalam dua
tahap. Tahap pertama melibatkan program imunisasi MR yang ditujukan untuk semua
anak usia 9 bulan hingga kurang dari 15 tahun. Pemberian vaksin MR pada bayi usia 9
bulan didasarkan pada beberapa pertimbangan yang penting. Bayi mulai kehilangan
kekebalan yang diberikan oleh Mama sejak lahir. Kekebalan ini dikenal sebagai

19
kekebalan pasif, dan seiring berjalannya waktu, kekebalan ini akan menurun. Oleh
karena itu, memberikan vaksin MR pada usia 9 bulan akan membantu melindungi bayi
dari campak dan rubella setelah kekebalan pasif menurun.
Pemberian vaksin MR saat usia 9 bulan dipilih karena bayi pada usia ini memiliki
sistem kekebalan tubuh yang cukup matang untuk merespons vaksinasi. Sistem
kekebalan tubuh bayi terus berkembang seiring berjalannya waktu, dan pada usia 9
bulan, respons imun terhadap vaksin MR diharapkan sudah cukup baik. Tahap kedua
adalah penjadwalan vaksin MR dalam program imunisasi rutin. Dalam jadwal ini,
anak-anak akan menerima vaksin MR pada usia 9 bulan, diikuti dengan dosis kedua
pada usia 18 bulan, dan dosis ketiga pada kelas 1 SD atau usia yang setara. Namun,
dalam beberapa kasus, pemberian vaksin sebelum bayi berusia 9 bulan dapat segera
diberikan. Hal ini boleh dilakukan jika terjadi wabah campak yang cukup tinggi. Jadi,
sebagai perlindungan sejak dini, vaksin MR bisa diberikan sesuai dosis tahap pertama.

3. Dosis dan Cara Pemberian

Besar dosis dan cara pemberian imunisasi MR adalah sebagai berikut:


a) Vaksin MR tersedia dalam bentuk bubuk kering yang harus dilarutkan dengan 5 ml
NaCl 0,9%.

b) Batas waktu penggunaan larutan vaksin MR adalah 3 jam atau dapat disimpan pada
suhu
2-8°C sehingga dapat bertahan selama 1 tahun.
c) Dosis untuk pemberian imunisasi ini adalah 0,5 ml dan setiap dosis MR mengandung
1000 CCID50 virus campak dan 1000 CCID50 virus tu ella
d) Disuntikkan secara sub cutan pada bagian ( pertengahan muscula deltodeus ) dengan
sudut 45 derajat terhadap permukaan kulit dengan menggunakan ADS 0,5ml
(Saroha, et al., 2015).

4. Cara Kerja MR
Vaksin MR (Measles) Rubella merupakan vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated)
berupa suatu serbuk kering dengan pelarut. Melalui vaksin MR, tubuh dapat terbantu untuk
mengenal dan membentuk kekebalan (antibodi) untuk melawan virus penyebab campak dan

20
rubella. Vaksin ini wajib diberikan pada anak, mulai dari usia 9 bulan hingga kurang dari 15
tahun. Selain itu, orang dewasa juga dapat diberikan vaksin ini apabila belum divaksin MR
sebelumnya. Melalui vaksin MR, terdapat berbagai manfaat yang dapat diterima oleh tubuh
kita selain terlindungi dari penyakit campak dan rubella. Setelah seluruh dosis diberikan,
data menunjukan bahwa 97% tubuh akan terlindungi dari campak dan 97% terhadap rubella.
Melalui pemberian vaksin MR, tubuh juga dapat terlindungi dari kecacatan dan kematian
akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan, hingga penyakit jantung
bawaan. Dengan demikian, tubuh akan terlindungi dan memiliki kekebalan lebih terhadap
penyebaran campak dan rubella.

5. Efek Samping Pemberian Imunisasi MR


Efek samping setelah pemberian vaksin campak, dapat berupa efek samping sistemik,
misalnya demam atau sakit kepala, juga efek samping lokal pada tempat penyuntikan, seperti
nyeri atau bengkak. Pada individu dengan defisiensi sistem imun, dapat terjadi measles
inclusion body encephalitis. Adapun reaksi lokal pada imunisasi MR adalah Pada lokasi
penyuntikan, dapat timbul efek samping nyeri, rasa terbakar, eritema, edema, dan vesikulasi.

6. Penanganan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan antiseptik.
Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar anjurkan orangtua
membawa bayi ke ke tenaga kesehatan.

7. Kontraindikasi
Satgas Imunisasi IDAI (2016) menganjurkan bahwa imunisasi MR tidak dapat diberikan
pada kondisi pasien
• Tidak sehat (memiliki suhu lebih dari 38,5 derajat celcius).
• Memiliki reaksi serius terhadap komponen dalam vaksin apapun.
• Memiliki alergi parah terhadap apapun.
• Mendapatkan vaksin “hidup” dalam sebulan terakhir.
• Menjalani pengobatan imunoglobulin atau transfusi darah baru-baru ini.
• Memiliki penyakit atau sedang menjalani pengobatan yang menyebabkan sistem imun
lemah.

21
8. Teknik Pemberian Vaksin MR Langkah-langkah Pemberian Vaksin MR

a) Menyiapkan alat-alat secara ergonomis antara lain spuit dispossible 0,5CC , alat
suntik ADS, vaksin MR dan pelarutnya dalam termos es, kapas DTT dalam
tempatnya, bengkok, safety box, buku KIA, larutan klorin dalam tempatnya, tempat
sampah
b) Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu bayi mengenai prosedur yang
akan dilakukan
c) Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir
d) Menggunakan sarung tangan
e) Membuka tutup metal pada vaksin dengan menggunakan pengait jika vaksin
berbentuk vial
f) Menghisap pelarut dengan menggunakan spuit 0,5 cc. pastikan selurunya terhisap
g) Memasukkan pelarut ke dalam vial vaksin MR lalu dikocok sehinggan campuran
menjadi homogen
h) Memasukkan spuit yang digunakan untuk melarutkan vaksin ke dalam safety box
i) Mengambil spuit baru kemudian menghisap vaksin dari vial sebanyak 0,5 CC untuk
bayi

j) Mengatur posisi bayi miring


k) Membersihkan area penyuntikan dengan kapas DTT
l) Memegang lengan bayi dengan tangan kiri dan tangan kanan memegang syringe
dengan lubang jrum menghadap ke depan.
m) Memegang lengan sehingga permukaan kulit mendatar dengan menggunakan ibu jari
kiri dan jari telunjuk, letakkan syringe dan jarum dengan posisi hampir datar dengan
kulit bayi.
n) Memasukkan ujung jarum di bawah permukaan kulit, cukup masukkan bevel (lubang
di ujung jarum). Untuk memegang jarum dengan posisi yang tepat, letakkan ibu jari
kiri Anda pada ujung bawah alat suntik dekat jarum, tetapi jangan menyentuh jarum.

22
o) Memegang ujung penyedot antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan Anda.
Tekan penyedot dengan ibu jari tangan Anda. Menyuntikan 0,5 ml vaksin dan
memastikan semua vaksin sudah masuk ke dalam kulit.
p) Mencabut jarum suntik apabila vaksin sudah habis.
q) Bereskan semua peralatan yang sudah digunakan.
r) Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukan
dalam ember berisi larutan klorin.
s) Mencuci tangan setelah melakukan tindakan.

t) Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi
tersebut.
u) Dokumentasikan dan beritahukan hasil pada ibu bayi dan kunjungan ulang.

9. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah kejadian medis yang berhubungan
dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin atau efek samping toksisitas, reaksi sensitivitas,
efek farmakologis atau kesalahan program, reaksi suntikan, dan hubungan kausal yang tidak
dapat ditentukan. Pada vaksin MR sendiri reaksi KIPI yang biasanya terjadi adalah reaksi
lokal (Pambudy & Sekartini, 2014).

23
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI / BALITA
BY. A USIA 9 BULAN 16 HARI DENGAN IMUNISASI MR 1
DI PUSKESMAS SEWON SATU

MASUK RS TANGGAL, JAM 8 November 2023 , 09.15 WIB


DIRAWAT DIRUANG Poli KIA

Biodata

Nama Bayi : By. A

Tanggal lahir : 23 Januari 2023

Nama Ibu : Ny. A Ayah Tn. D

Umur : 25 tahun 27 tahun

Agama : Islam Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia

Pendidikan : S1 Gizi S1 Hukum


Pekerjaan : IRT Jaksa
Sudimoro
Alamat : Sudimoro Kidul, RT 07 Kidul

24
DATA SUBJEKTIF

1. Keluhan utama (anak/orang tua)

Ibu mengatakan hari ini jadwal imunisasi anaknya dan tidak memiliki keluhan
2. Riwayat penyakit sekarang
Ibu mengatakan bahwa saat ini anak dalam keadaan sehat, tidak demam, batuk pilek, ataupun
diare dan tidak memiliki riwayat penyakit.
3. Respon keluarga
Keluarga merespon positif dan mendukung jika By. A akan diimunisasi. 4.
Riwayat kesehatan yang lalu
a. Riwayat intranatal

Masa Kehamilan : 38 minggu Lahir tanggal


: 23 Januari 2023
Jenis persalinan : spontan
Penolong :
Lama persalinan : Kala I tidak teruji menit
Kala II tidak teruji menit Komplikasi
- Ibu : Hipertensi/hipotesis, partus lama, penggunaan obat, infeksi/suhu badan naik , KPD,
perdarahan
- Janin : Prematur/postmatur, malposisi/malpresentasi, gawat janin, ketuban
campur mekonium, prolaps tali pusar keadaan bayi baru lahir

BB/BP lahir : 3300 gram / 56 cm

Nilai APGAR: 1 menit/ 5 menit/ 10 menit: 9/9/9

b. Riwayat pemberian nutrisi

ASI Eksklusif ya/tidak. Lama pemberian ASI 9 bulan 16 hari


Keluhan = Ibu mengatakan tidak ada keluhan dalam pemberian nutrisi anak. By. A
mengonsumsi ASI eksklusif tanpa tambahan makanan atau minuman lain 5. Status
kesehatan terakhir

25
a. Riwayat alergi
Jenis Makanan : Ibu mengatakan By. A tidak memiliki alergi makanan
Debu : Ibu mengatakan By. K tidak alergi debu Obat : Ibu mengatakan
By. K tidak alergi obat
b. Eliminasi
BAB : Frekuensi 2x/hari, warna kecoklatan, konsistensi lembek, bau khas feses.
BAK : Frekuensi 8-9x/hari, warna jernih, konsistensi cair, bau khas urin. c.
Istirahat dan tidur
Frekuensi 15-16 jam per hari, belum teratur, terbangun jika merasa lapar atau tidak nyaman.
d. Imunisasi
Vaksin Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian
1 2 3 4

HB0 23-01-2023

BCG 23-02-2023

Polio 27-03-2023 30-04-2023 29-05-2023

DPT- 27-03 -2023 30-04-2023 29-05-2023


HBHiB

PCV 27-03-2023 30-04-2023

MR

e. Uji skrining : Tidak dilakukan uji skrin ing


f. Riwayat penyakit yang lalu
Ibu mengatakan By. A tidak memiliki riwayat penyakit lalu.
DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Umum

26
a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : Composmentis

c. Tanda vital : Nadi 99x/menit, Suhu 36˚C, Pernapasan


55x/menit
d. Status Gizi : TB 71 cm, BB 8,2 kg

LK 49 cm, LLA 14cm

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : Bersih dan berwarna kemerahan
b. Kuku : Bersih, pendek dan tidak pucat
c. Kepala
Rambut : Hitam dan halus
Ubun-ubun : Tidak ada cekungan
Wajah : Tidak pucat dan tidak ada pembengkakan
Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
Telinga : Simetris,bersih, tidak ada sekret
Hidung : Tidak ada sekret di hidung, tidak ada polip, tidak ada penapasan cuping
hidung
Mulut : Bibir berwarna merah muda,tidak ada Sariawan dan
tidak sumbing
Faring dan Laring : Tidak ada stritor
d. Leher : Tidak ada benjolan kelenjar tyroid, limfe, dan vena jugularis e. Dada
Bentuk dan besar : Normal, simetris kanan dan kiri, tidak ada pembesaran
Gerakan : Aktif, nafas teratur, tidak ada tarikan dinding dada
Payudara : Terdapat puting kanan dan kiri, tidak ada pembengkakan
Paru : Bunyi nafas normal , terdengar suara nafas kanan dan kiri, tidak ada bunyi
nafas tambahan
Jantung : Irama detak jantung teratur

27
f. Abdomen
Ukuran dan bentuk : Simetris
Gerakan : Aktif, nafas teratur, tidak ada tarikan dinding dada
Dinding perut : Turgot kulit kembali < dari 2 detik
Auskultasi : Terdengar bising usus
Perkusi : Tidak kembung
Palpasi : Rata, konsistensi normal, tidak ada nyeri tekan
g. Anus dan rectum : Terdapat lubang anus, bersih dan tidak ada kelainan h.
Genetalia
Laki-laki (ukuran, bentuk penis, testis, kelainan/perdagangan) : Te
i. Ekstremitas : Jari lengkap, tidak ada kelainan ekstremitas
j. Neurologis : Anak tidak mengalami kejang dan tonus baik. k. Refleks

fisiologis
Moro : positif. Bayi mengangkat kedua tangan dan kaki
Rooting : positif. Bayi mencari sentuhan di sudut bibirnya
Walking : positif. Bayi berusaha menapak saat didirikan
Graphs : positif. Bayi menggenggam telapak tangan
Sucking : positif. Bayi menghisap dengan baik Tonic neck
: positif. Bayi mempertahankan leher

ANALISA
Dx : By. A usia 9 bulan 16 hari, cukup bulan, lahir spontan dalam keadaan sehat dijadwalkan
imunisasi MR 1 .
Masalah : Tidak ada masalah
Kebutuhan: KIE imunisasi MR 1

PENATALAKSANAAN

Tanggal 8 November 2023

28
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada ibu bahasa kondisi umum bayi sehat dengan hasil

tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 99 x/menit, Pernafasan 55 x/menit, Suhu 36,6 C,dengan
satuan gizi normal dan dapat diberikan imunisasi MR 1
Evaluasi : Ibu senang dengan hasil pemeriksaan anaknya
2. Menjelaskan kepada ibu mengenai tujuan pemberian imunisasi MR ( Measles Rubella ) yang

bertuankan untuk melindungi anak dari kecacatan dan kematian akibat pneumonia, diare,
kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung bawaan.
Evaluasi : Ibu paham dan mengerti tujuan imunisasi MR
3. Melakukan pendekatan dan memposisikan bayi agar dapat kooperatif saat tidakan imunisasi.

Evaluasi : Bayi lebih kooperatif saat tindakan

4. Melakukan tindakan imunisasi MR dengan langkah sebagai berikut:

a. Memakai sarung tangan


b. Menyedot vaksin yang telah dilarutkan sebanyak 0,5ml menggunakan spuit
c. Menentukan area injeksi yaitu lengan kanan atas bagian luar
(muskulus deltoideus)
d. Mendisinfeksi area injeksi menggunakan kapan DTT
e. Menyuntikkan jarum dengan sudut 45 derajat secara ( sub cutan ) mengusahakan jarum
sedikit mungkin mengenai kulit, menyuntikkan vaksin secara perlahan
f. Menarik jarum setelah vaksin habis disuntikkan
g. Menekan mengunakan alkohol swab atau kapas tanpa masase
h. Evaluasi : Imunisasi MR telah dilakukan sesuai prosedur
5. Memasukkan jarum ke safetybox dan membereskan semua alat.

Evaluasi : Ruangan rapi kembali dan tidak ada benda tajam berbahaya

6. Memberitahu ibu apabila ditemukan efek samping seperti demam > 37,5 C selama lebih dari
dua hari segera membawa ke fasilitas kesehatan. Jika terasa nyeri tekan dan bengkak pada

29
area penyuntikan rapat dikompres dengan air hangat dan memakai pakaian yang tipis saat
demam agar suhu panas dalam tubuh dengan mudah keluar dari tubuhS
Evaluasi: Ibu mengerti apa yang dilakukan jika ada terjadi deman.

7. Menjelaskan kepada ibu bahwa imunisasi MR tidak timbul Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

(KIPI).
Evaluasi: Ibu paham dan mengerti atas penjelasan yang diberikan

8. Melakukan penjadwalan kunjungan ulang imunisasi By. A selanjutnya pada tanggal 24


Januari 2024 untuk mendapatkan imunisasi PCV 3
Evaluasi : Ibu bersedia membawa anaknya imunisasi kembali sesuai jadwal
9. Melakukan dokumentasi pada buku KIA anak, dan buku register imunisasi

Evaluasi : Riwayat imunisasi anak tercatat

B. Pembahasan
Pada pembahasan ini akan dijelaskan tentang kesesuaian antara teori dan realita, fakta
yang terjadi pada kasus yang diambil dari pasien dan teori yang mendukung dalam melakukan
asuhan kebidanan pada By. A usia 19 bulan 14 hari dengan imunisasi MR di Puskesmas
Sewon Satu.
1. Data Subjektif
Dilakukan pengumpulan data dasar untuk mengumpulkan semua data yang diperlukan
guna mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap. Data subjektif dapat diperoleh melalui
anamnesa langsung, maupun meninjau catatan dokumentasi asuhan sebelumnya (Kepmenkes,
2017). Pada kasus ini, Ny. D datang ke Puskesmas Sewon Satu pada hari Rabu, 8 November
2023 dengan tujuan untuk mengimunisasikan anaknya By. A yang berusia 19 bulan 16 hari.
Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan Ny. D untuk mengantarkan anaknya mendapatkan
imunisasi sudah sesuai dengan Permenkes Nomor 12 Tahun 2017 yang menimbang bahwa

30
untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diperlukan upaya
untuk mencegah terjadinya suatu penyakit melalui imunisasi. Menurut World Health
Organization (2019).

• Saat ini By. A dalam keadaan sehat, tidak demam, batuk, pilek, maupun diare. Atas hal
tersebut, By. A tidak memiliki kontra indikasi imunisasi MR karena Satgas Imunisasi IDAI
(2016) menganjurkan bahwa imunisasi MR tidak dapat diberikan pada kondisi pasien
berikut ini
• Tidak sehat (memiliki suhu lebih dari 38,5 derajat celcius).
• Memiliki reaksi serius terhadap komponen dalam vaksin apapun.
• Memiliki alergi parah terhadap apapun.
• Mendapatkan vaksin “hidup” dalam sebulan terakhir.
• Menjalani pengobatan imunoglobulin atau transfusi darah baru-baru ini.
• Memiliki penyakit atau sedang menjalani pengobatan yang menyebabkan sistem imun
lemah.
• Sedang hamil atau berniat untuk hamil.

Ny. D mengatakan bahwa ia menyusui By. A secara eksklusif tanpa tambahan makanan atau
minuman lain. ASI Eksklusif adalah menyusui bayi secara murni, yang dimaksud secara murni adalah
bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan tanpa tambahan cairan apapun dan tanpa pemberian
makanan tambahan lain (Wiji, 2013). Pemberian ASI secara Eksklusif ini dianjurkan untuk jangka
waktu setidaknya selama 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan
makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Manfaat ASI akan sangat
meningkat bila bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai
dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama – sama dengan
makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan (Pomarida, 2017)
Dari anamnesa yang telah dilakukan, didapatkan informasi bahwa By. A telah mendapatkan
imunisasi HB0 saat bayi baru lahir yaitu pada tanggal 23 Januari 2023. Sesuai dengan teori jadwal
pemberian imunisasi oleh IDAI 2020 bahwa vaksin Hepatitis B sebaiknya diberikan kepada bayi
segera setelah lahir sebelum berumur 24 jam. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian vaksin BCG

31
yang sebaiknya diberikan kepada anak pada usia kurang dari 2 bulan pada tanggal 23 Februari 2023
setelah genap 3 bulan dilanjutkan pemberian imunisasi Polio satu,Pentabio satu,PCV satu pada
tanggal 27 Maret 2023, Dan setelah genap memasuki usia 4 bulan mendapatkan imunisasi Polio dua,
Pentabio dua dan PCV dua pada tanggal 30 Maret 2023, Setelah memasuki usia 5 bulan By. A
mendapatkan imunisasi Polio tiga dan Pentabio tiga pada tanggal 29 Mei 2023 dan saat setelah
memasuki usia 9 bulan By. A mendapatkan imunisasi MR pertama pada tanggal 8 November 2023.
2. Data Objektif
Dari pemeriksaan data objektif diperleh data keadaan umum baik, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 99x//menit, respirasi 55x/menit, dan suhu 36,0 C . pemeriksaan
tersebut dalam batas normal sesuai WHO, 2021 yang menyebutkan bahwa nadi normal pada anak
usia 6-12 bukan adalah 80-140X/menit. , respirasi normal bayi adalah dibawah 60x/menit, dan suhu
normal bayi adalah 36-37,5c.
KIE kepada Ny. D agar lebih sering menyusi bayinya secara eksklusif minimal 2 jam sekali.
Menurut Pomarida (2017) alasan pemberian ASI eksklusif adalah karena ASI mengandung zat gizi
yang ideal dan mencukupi untuk menjamin tumbuh kembang sampai umur 6 bulan. Dengan frekuensi
pemberian ASI yang baik yaitu sekitar 812x/hari akan meningkatkan berat badan bayi. Dan mencegah
kemungkinan terjadinya masalah misalnya gangguan petumbuhan dan perkembangan pada bayi
(Eduhealth, 2014).
3. Analisa
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Langkah awal perumusan diagnosis
atau masalah adalah pengolahan data dan analisis data dengan menggabungkan data satu dengan
lainnya sehingga tergambar fakta.
Dari langkah yang telah dilakukan berdasarkan pengkajian data subjektid dan bjektif,
didapatkan analisa kebidanan yaitu By. A usia 9 bulan 16 hari dalam keadaan sehat dengan imunisasi
MR Satu .
4. Penatalaksanaan
Berdasarkan analisa data penatalaksanaan pada kasus By. A usia 9 bulan 16 hari dengan
imunisasi MR yaitu yang pertama dilakukan dengan menyampaikan hasil pemeriksaan bahwa
keadaan umum anak bak, hasil pemeriksaan tanda vital anak dalam batas normal dengan hasil tekanan

32
darah 90/70mmHg, nadi 99x/menit, pernapasan 55x/menit dan suhu 36,0 C .
Ny. D selaku orang tua dari By. A diberikan penjelasan mengenai manfaat pemberian vaksin
MR yang berguna untuk melindungi anak dari kecacatan dan kematian akibat pneumonia, diare,
kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung bawaan.. dan menjelaskan prosedur yang
akan dilakukan
Melakukan tindakan imunisasi MR 1 kepada By. A dengan tata laksana sesuai prosedur yang
telah ditentukan oleh Kemenkes, WHO, dan sesuai SOP Puskesmas Srandakan, antara lain diawali
dengan menyiapkan peralatan yang akan digunakan, menyiapkan vaksin MR yang sudah dilarutkan
hingga kemudian mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
Selanjutnya membedong bayi agar bayi dapat lebih kooperatif saat tindakan dan memposisikan
bayi sedikit miring ke kiri. Kemudian menentukan area injeksi. Tempat penyuntikan MR yang
dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) adalah daerah lengan atas (deltoid). Setelah
ditentukan area injeksi, kemudian dilakukan disinfeksi menggunakan kapas DTT, tujuan
digunakannya kapas DTT adalah agar vaksin yang diberikan tidak akan rusak. Setelah didisinfeksi
kemudian dilanjutkan dengan melakukan penyuntikan dengan jarum secara Sub Cutan atau dengan
sudut 45 derajat. Injeksi Sub cutan adalah memasukkan obat ke dalam lapisan dermal kulit tepat di
bawah epidermis dengan menggunakan jarum suntik khusus (Debby, 2015).
Guna pencegahan infeksi, setelah selesai dilakukan penyuntikan kemudian memasukkan jarum
bekas suntik ke dalam safetybox. Safetybox adalah tempat sampah untuk limbah medis seperti
membuang jarum suntik yang telah dipakai oleh pasien. Tempat sampat safetybox didesain khusus
untuk melindungi dari bahaya agar tidak menimbulkan infeksi. Safetybox terbuat dari bahan kardus
tebal dan tidak tembus tusukan jarum.
Selain membuang sampah ke safetybox, hal yang perlu dilakukan adalah mencuci tangan
dengan air mengalir, sabun dan menggunakan enam langkah cuci tangan secara lengkap. Menurut
Kemenkes, cuci tangan menggunakan sabun terbukti efektif mencegah penularan virus karena tangan
yang bersih dapat mengurangi risiko masuknya virus ke dalam tubuh. Enam langkah cuci tangan
menggunakan sabun antara lain yang pertama adalah menggosok telapak tangan satu ke telapak
tangan lainnya, kedua adalah dengan menggosok punggung tangan dan sela jari, ketiga yaitu
menggosok telapak tangan dan sela jari dengan posisi saling bertautan, selanjutnya menggosok
punggung jari ke telapak tangan dengan posisi jari saling bertautan, yang kelima adan menggenggam

33
dan basuh ibu jari dengan posisi memutar, dan yang terakhir adalah menggosok bagian ujung jari ke
telapak tangan agar bagian kuku terkena sabun (Kemenkes, 2020).

Memberikan KIE pemberian ASI untuk pertambahan berat badan anak yaitu dengan pemberian
ASI teratur. Dengan frekuensi pemberian ASI yang baik yaitu sekitar 8-12x/hari akan meningkatkan
berat badan bayi. Dan mencegah kemungkinan terjadinya masalah misalnya gangguan petumbuhan
dan perkembangan pada bayi (Eduhealth, 2014).
Berdasarkan penanganan kasus tersebut dapat dilihat bahwa penatalaksanaan imunisasi MR 1
di Poli KIA Puskesmas
Sewon Satu sudah sesuai dengan teori tatalaksana imunisasi MR yang dipaparkan Kemenkes,
dan WHO.

34
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada bayi By. A usia 9 bukan 16 hari dengan
imunisasi MR Satu di Puskesmas Sewon Satu, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Asuhan kebidanan pada By. A usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR Satu dilakukan
berdasarkan pengkajian dan pemeriksaan fisik, dan didapatkan hasil pemeriksaan tanda vital
dalam batas normal.
2. Asuhan kebidanan pada By. A usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR Satu telah dilakukan

tindakan dengan pemerian imunisasi MR Satu sesuai prosedur..


3. Asuhan kebidanan pada By. A usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR Satu dengan

melakukan evaluasi yaitu ibu By. A mengetahui bahwa By. A telah mendapatkan vaksin MR
Satu.
4. Asuhan kebidanan pada By. A usia 9 bulan 16 hari dengan imunisasi MR Satu di Puskesmas

Sewon Satu sudah dilakukan pendokumentasian.

B. Saran
Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan kasus, penulis memberikan saran yang
diharapkan dapat bermanfaat yaitu :
1. Bagi Bidan di Puskesmas Sewon Satu
Diharapkan bidan dapat mempertahankan dan meningkatkan pelayanan dalam menangani
kasus atau melaksanakan asuhan kebidanan khususnya pada bayi baru lahir dengan imunisasi.
2. Bagi Mahasiswa Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Dapat dijadikan
referensi tambahan secara alternatif untuk pemecahan masalah dan untuk membandingkan
teori yang telah dipelajari di bangku kuliah dan kenyataan di lapangan, dan menambah

35
wawasan terkait asuhan atau penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien dengan
imunisasi.
3. Bagi Ibu yang Memiliki Bayi
Diharapkan pasien atau keluarga sasaran imunisasi memiliki kesadaran penuh dan kemauan
untuk mendapatkan imunisasi lengkap guna mencegah diri dari terpaparnya penyakit menular.

36
DAFTAR PUSTAKA

Akib, & Purwanti. (2014). Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Adverse Events Following
Immunization (AEFI). Dalam Pedoman Imunisasi di Indonesia.
Jakarta: IDAI.

Atikah, P., & Citra, A. D. (2013). Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Dinas Kesehatan LIngkungan. (2020). Panduan Cuci Tangan Pakai Sabun.


HUbungan Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif dengan Pertambahan Berat Badan Bayi Usia 0-6
bulan. (2014). Jurnal Eduhealth, 4(1).
IDAI. (2016). Skar BCG. IDAI. Retrieved from
https://www.idai.or.id/artikel/seputarkesehatan-anak/skar-bcg IDAI. (2020). Jadwal
Imunisasi IDAI. IDAI.
IDAI. (2020). Kurva Pertumbuhan WHO. IDAI. Retrieved from https://www.idai.or.id/professional-
resources/kurva-pertumbuhan/kurvapertumbuhan-who

Kemenkes. (2014). Buku Ajar Imunisasi. Jakarta: Pusdiknakes.


Kemenkes RI. (2017). Peraturan Pemerintah Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
Marmi, & Raharjo, K. (2015). Asuhan Neonates Bayi, Balita dan Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Natalia, Y. E., & Rika, O. S. (2014). Panduan Lengkap Posyandu. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rustono. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Efek Samping Imunisasi BCG Motivasi
Imunisasi Pada Ibu Bayi Di BPS Sri Wanito anRahayu Dan Di BPS Maryatun Kecamatan
Dawe Kapupaten Kudus. Jurnal Ilmu Kebidanan Online.

37

Anda mungkin juga menyukai