DISUSUN OLEH :
NI KADEK YUSNIA
22390125
LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun Oleh:
Disetujui
Pembimbing Lapangan
Tanggal :
Di :
( Dwi Yuliani,S.ST )
Pembimbing Institusi
Tanggal :
Di :
( Ana Mariza,S.ST.,M.Kes )
NIDN. 0222058701
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat hidayah serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
Laporan Pendahuluan “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas di PMB Sidowati,S.ST”
Terwujudnya laporan pendahuluan ini adalah berkat bantuan, bimbingan dan arahan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Ibu Vida Wira Utami,S.ST,Bdn,M.Kes, ketua Program Studi Pendidikan Bidan
Universitas Malahayati Bandar Lampung, yang telah memberikan kesempatan dan
dorongan kepada kami untuk menyelesaikan tugas laporan pendahuluan
kehamilan
2. Ibu AnaMariza,S.ST.,M.Kes pembimbing institusi stase nifas
3. PMB Sidowati, S.ST yang telah menyediakan tempat maupun fasilitas dalam
memberikan asuhan
4. Ibu Dwi Yuliani,S.ST. selaku pembimbing lahan praktik stase nifas
5. Rekan-rekan mahasiswa profesi bidan dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, dan
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Tujuan....................................................................................................... 2
C. Manfaat..................................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN TEORI.......................................................................... 4
A. Konsep Dasar Masa Nifas ...................................................................... 4
B. Proses Laktasi dan Menyusui.................................................................. 7
C. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas................................................... 12
D. Kebutuhan Dasar Ibu Pada Masa Nifas................................................... 18
E. Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas dan Penanganannya............ 24
BAB III. KESIMPULAN............................................................................... 31
A. Kesimpulan............................................................................................... 31
B. Saran......................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR KONSULTASI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir hingga alat-alat
reproduksi kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil) dalam waktu kurang
lebih 40 hari. Postpartum atau masa nifas adalah masa sesudah persalinan terhitung
dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat-alat reproduksi kembali ke
keadaan sebelum hamil dan lamanya masa postpartum yakni kurang lebih 6 minggu
(Puji Wahyuningsih, 2018).
Menurut (Varney, 1997) masa nifas adalah akhir dari periode persalinan
dengan ditandai lahirnya selaput dan plasenta yang akan berlangsung selama 6
minggu. Dapat disimpulkan bahwa masa nifas merupakan masa sesudah persalinan
hingga pulihnya alat-alat reproduksi seperti semula yang proses pemulihannya
berlangsung sekitar 6 minggu atau kurang lebih 40 hari.
Berdasarkan hasil survey Profil Kesehatan Indonesia (2014), yang dapat
menyebabkan kematian ibu pada masa nifas diantaranya perdarahan postpartum
30,3%, hipertensi postpartum 27,1%, infeksi pasca melahirkan 7,3 %, dan penyebab
lain-lain 35,3%. Infeksi pasca melahirkan dapat terjadi salah satunya disebabkan
oleh adanya laserasi pada perineum, dimana luka pada perineum merupakan daerah
yang sulit kering (Marcelina dan Permatasari, 2021).
Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab Angka Kematian Ibu (AKI). Ibu
postpartum yang mengalami luka perineum salah satunya karena episiotomi sangat
rentan terhadap terjadinya infeksi, karena luka perineum yang tidak dijaga dengan
baik akan sangat berpengaruh terhadap kesembuhan luka perineum. Infeksi nifas
ditandai dengan suhu 38°C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 hari
postpartum dan diukur paling sedikit 4 kali sehari (Listinawati, 2013) sitasi (Ratih,
2020).
Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal mulai dari
6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar oleh tenaga kesehatan.
v
Periode kunjungan nifas yang sesuai dengan standar adalah KF1 yakni 6 jam
sampai hari ke 2 pasca persalinan, KF2 yakni hari ke 3 sampai hari ke 7 pasca
persalinan, KF3 yakni hari ke 8 sampai hari ke 28 pasca persalinan dan KF4 yakni
hari 29 sampai hari ke 42 pasca persalinan (Kemenkes RI, 2020).
Ketika masa nifas terjadi perubahan-perubahan penting, salah satunya yaitu
timbulnya laktasi. Laktasi adalah pembentukan dan pengeluaran air susu ibu.
Laktasi terjadi oleh karena pengaruh hormon estrogen dan progesterone yang
merangsang kelenjar-kelenjar payudara ibu. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 ini sangat penting
diberikan kepada bayi sejak bayi dilahirkan hingga selama enam bulan, tanpa
menambahkan atau mengganti dengan makanan atau minuman. Pemberian ASI
eksklusif bertujuan untuk memenuhi asupan ASI pada bayi sejak dilahirkan sampai
dengan berusia enam bulan karena ASI mengandung kolostrum yang kaya akan
antibodi dan mengandung zat-zat penting seperti protein untuk daya tahan tubuh
dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat
mengurangi risiko kematian pada bayi (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2016).
Faktor-faktor yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif yaitu produksi
ASI yang kurang (32%), masalah pada puting susu ibu (28%), dan bendungan pada
ASI (25%) (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). ProduksiASI
tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhi produksi ASI yaitu Makanan. Produksi ASI sangat dipengaruhi
apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan,
karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan
yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu harus
memenuhi jumlah kalori, protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup.
Jumlah produksi ASI yang sedikit bisa diatasi dengan mengkonsumsi sayur-
sayuran dan buah yang tepat (Sakka, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
vi
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis dan
mendeteksi dini adanya tanda bahaya pada ibu nifas
2. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian asuhan kebidanan pada ibu nifas secara
komprehansif
2. Mampu melakukan assesment asuhan kebidanan pada ibu nifas
3. Mampu melakukan penatalaksaan pada ibu nifas
4. Mampu melakukan pendokumetasian pada ibu nifas
C. Manfaat
a. Bagi Praktik Mandiri Bidan
Menambah wawasan dan pengetahuan terkait pemberian kurma terhadap
peningkatan produksi ASI pada ibu nifas, dan harapannya dapat di aplikasikan
pada ibu post partum atau yang mengalami gangguan produksi ASI
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai salah satu referensi bagi institusi kebidanan maupun mahasiswa untuk
menambah literasi serta mengembangkan dan memberikan saran dari
pemberian kurma terhadap ibu post partum
c. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman dapat memberikan asuhan kebidanan
pada ibu hamil aterem dengan menerapkan pemberian buah kurma untuk
mempercepat pengeluaran kolostrum.
vii
BAB II
TINJAUAN TEORI
viii
pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka kesehatan ibu dan bayi selalu
terjaga.
b) Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana bidan
harus melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu masa nifas secara
sistematis yaitu mulai pengkajian, interpretasi data dan analisa masalah,
perencanaan, penatalaksanaan dan evaluasi. Sehingga dengan asuhan
kebidanan masa nifas dan menyusui dapat mendeteksi secara dini penyulit
maupun komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi.
c) Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi penyulit atau
komplikasi pada ibu dan bayinya, ke fasilitas pelayanan rujukan.
d) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan nifas dan
menyusui, kebutuhan nutrisi, perencanaan pengaturan jarak kelahiran,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, perawatan bayi sehat
serta memberikan pelayanan keluarga berencana, sesuai dengan pilihan
ibu.
ix
c) Mendorong ibu untuk menyusui serta meningkatkan rasa nyaman ibu dan
bayi.
d) Mendeteksi penyulit maupun komplikasi selama masa nifas dan menyusui
serta melaksanakan rujukan secara aman dan tepat waktu sesuai dengan
indikasi.
e) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas dan
menyusui, pemenuhan nutrisi yang baik, serta mempraktekkan personal
higiene yang baik.
f) Melakukan manajemen asuhan dengan langkah-langkah; pengkajian,
melakukan interpretasi data serta menetapkan diagnosa, antisipasi tindakan
segera terhadap permasalahan potensial, menyusun rencana asuhan serta
melakukan penatalaksanaan dan evaluasi untuk mempercepat proses
pemulihan, mencegah komplikasi, serta untuk memenuhi kebutuhan ibu
dan bayi selama periode nifas
g) Memberikan asuhan kebidanan nifas dan menyusui secara etis
profesional.
x
Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan sehari-
hari serta konseling perencanaan KB.
d) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
terutama bilaselama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau
komplikasi.
B. Proses Laktasi dan Menyusui
1. Laktasi
Laktasi merupakan proses produksi ASI dimana alveoli berada diantara lobus-
lobus pada payudara dikelilingi oleh sel mioepitel yang dapat menstimulasi
saraf diantara mioepitel sehingga menimbulkan kontraksi yang dapat
merangsang pengeluaran ASI menuju duktus laktiferus. ASI disimpan didalam
duktus laktiferus hingga terdapat rangsangan Milk Ejection Reflex (MER) akan
menyebabkan sel mioepitel di sekeliling duktus laktiferus berkontraksi untuk
pengeluaran ASI melalui puting payudara. Laktasi atau Laktogenesis adalah
mulainya produksi ASI. Ada tiga fase laktogenesis; dua fase awal dipicu oleh
hormon atau respon neuroendokrin, yaitu interaksi antara sistem saraf dan
sistem endokrin (neuroendocrine responses) dan terjadi ketika ibu ingin
menyusui ataupun tidak, fase ketiga adalah autocrine (sebuah sel yang
mengeluarkan hormon kimiawi yang bertindak atas kemauan sendiri), atau atas
kontrol lokal.
1) Kontrol neuroendokrin
Laktogenesis I terjadi pada sekitar 16 minggu kehamilan ketika kolustrum
diproduksi oleh sel-sel laktosit dibawah kontrol neuroendokrin. Prolaktin,
walaupun terdapat selama kehamilan, dihambat oleh meningkatnya
progesteron dan estrogen serta HPL (Human Placental Lactogen), dan
faktor penghambat prolaktin (PIF = Prolactin Inhibiting Factor) dan karena
hal itu produksi ASI ditahan). Pengeluaran kolustrum pada ibu hamil,
umumnya terjadi pada kehamilan trimester 3 atau rata-rata pada usia
kehamilan 34-36 minggu. Laktogenesis II merupakan permulaan produksi
ASI. Terjadi menyusul pengeluaran plasenta dan membran-membran yang
mengakibatkan turunnya kadar progesteron, estrogen, HPL dan PIF
xi
(kontrol neuroendokrin) secara tiba-tiba. Kadar prolaktin meningkat dan
bergabung dengan penghambat prolaktin pada dinding sel-sel laktosit,
yang tidak lagi dinonaktifkan oleh HPL dan PIF, dan dimulailah sintesis
ASI. Kontak skin-to-skin dengan bayi pada waktu inisiasi menyusu dini
(IMD), merangsang produksi prolaktin dan oksitosin. Menyusui secara
dini dan teratur menghambat produksi PIF dan merangsang produksi
prolaktin. Para ibu harus didukung untuk mulai menyusui sesegera
mungkin setelah melahirkan untuk merangsang produksi ASI dan
memberikan kolustrum. Laktogenesis II dimulai 30-40 jam setelah
melahirkan, maka ASI matur keluar lancar pada hari kedua atau ketiga
setelah melahirkan.
a. Prolaktin
Prolaktin merupakan hormon penting dalam pembentukan dan
pemeliharaan produksi ASI dan mencapai kadar puncaknya setelah
lepasnya plasenta dan membran (200 µg l). Prolaktin juga dihasilkan
selama menyusui dan mencapai tingkat tertinggi 45 menit setelah
menyusui. Puncak tertinggi prolaktin adalah pada malam hari
(cicardian rhytm), oleh karena itu menyusui pada malam hari harus
dianjurkan pada ibu menyusui untuk meningkatkan produksi ASI.
b. Oksitosin
Oksitosin dilepaskan oleh kelenjar hipofisis anterior dan merangsang
terjadinya kontraksi sel-sel mioepithel di sekeliling alveoli untuk
menyemburkan (ejection) ASI melalui duktus laktiferus. Hal ini
disebut sebagai pelepasan oksitosin (oxcytocine releasing) atau reflek
penyemburan (ejection reflex). Kejadian ini mengakibatkan
memendeknya duktus laktiferus untuk meningkatkan tekanan dalam
saluran mammae dan dengan demikian memfasilitasi penyemburan
(ejection) ASI. Oksitosin sering disebut sebagai “hormon cinta”,
menurunkan kadar kortisol, yang mengakibatkan timbulnya efek
relaks, menurunkan kecemasan dan tekanan darah serta meningkatkan
perilaku keibuan. Let down reflex (reflek keluarnya ASI) pada hari-
xii
hari pertama setelah melahirkan dikontrol oleh pengisapan payudara
oleh bayi yang baru lahir dan oleh ibu yang melihat, meraba,
mendengar dan mencium baunya (Prime et al.,2007).
2) Kontrol autokrin
Laktogenesis III mengindikasikan pengaturan autokrin, yaitu ketika
suplaidan permintaan (demand) mengatur produksi air susu. Sebagaimana
respon neuroendokrin yang sudah kita bahas di atas, suplai ASI dalam
payudara juga dikontrol oleh pengeluaran ASI secara autokrin atau kontrol
lokal. Rekomendasi praktik yang perlu dilakukan oleh bidan berdasarkan
evidence based adalah sebagai berikut:
a. Pastikan posisi dan perlekatan yang benar pada payudara untuk
menjamin pengeluaran ASI secara efektif.
b. Anjurkan menyusui atas permintaan bayi (baby led feeding) dan atas
keinginan bayi (on demand).
c. Hindari pemberian makanan tambahan seperti susu formula, air atau
makanan tambahan lain, karena dapat menyebabkan keluarnya ASI
tidak teratur dan meningkatnya FIL menyebabkan menurunnya suplai
ASI.
d. Memperbanyak rangsangan pada payudara melalui aktifitas menyusui
atau memerah ASI dapat menambah tumbuhnya jaringan sekresi
payudara dan juga menginduksi laktasi.
xiii
a. Kolostrum (ASI hari ke 1-7)
Kolostrum merupakan susu pertama keluar, berbentuk cairan kekuningan
yang diproduksi beberapa hari setelah kelahiran dan berbeda dengan ASI
transisi dan ASI matur. Kolostrum mengandung protein tinggi sebesar
8,5%, sedikit karbohidrat sebesar 3,5%, lemak sebesar 2,5%, garam dan
mineral sebesar 0,4%, air sebesar 85,1%, dan vitamin larut lemak.
Kandungan protein kolostrum lebih tinggi, sedangkan kandungan
laktosanya lebih rendah dibandingkan ASI matang. Selain itu, kolostrum
juga tinggi imunoglobulin A (IgA) sekretorik, laktoferin, leukosit, serta
faktor perkembangan seperti faktor pertumbuhan epidermal. Kolostrum
juga dapat berfungsi untuk membersihkan saluran pencernaan bayi baru
lahir. Jumlah kolostrum per hari yang dapat diproduksi oleh ibu sekitar
36,23 mL atau setara dengan 7,4 sendok teh. Pada hari pertama bayi,
kapasitas perut bayi ≈ 5-7 mL (atau sebesar kelereng kecil), pada hari
kedua ≈ 12-13 mL, dan pada hari ketiga ≈ 22- 27 mL (atau sebesar
kelereng besar/gundu). Karenanya, meskipun jumlah kolostrum sedikit
tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi baru lahir (Wijaya, 2019)
xiv
akhir atau susu sekunder. Susu awal adalah ASI yang keluar pada saat
awal menyusui sebagai pemenuhan kebutuhan bayi terhadap air, semakin
banyak bayi memperoleh susu awal maka seluruh kebutuhan air pada bayi
akan terpenuhi. Susu akhir adalah ASI yang keluar pada saat akhir
menyusui. Pada susu akhir terdapat lebih banyak kandungan lemak
daripada susu awal sehingga menyebabkan warna susu akhir terlihat lebih
putih dibandingkan dengan susu awal. Kandungan lemak tersebut
berfungsi untuk memberikan banyak energi pada bayi. Oleh karena itu,
durasi waktu dalam pemberian ASI diharapkan lebih lama agar bayi dapat
memperoleh susu akhir dengan maksimal.
xv
dapat memberi bayi nutrisi yang mereka butuhkan untuk
pertumbuhan. ASI lebih mudah dicerna daripada susu formula.
b. ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi, karena ASI
mengandung banyak protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dan bakteri. Menyusui dapat mengurangi risiko bayi terkena asma atau
alergi. Selain itu, bayi yang mendapat ASI tanpa susu formula hanya
dalam enam bulan pertama memiliki risiko lebih rendah terkena
infeksi telinga, penyakit pernapasan, dan diare.
c. Bantu ibu dan bayi membangun ikatan. Bayi yang sering digendong
ibunya karena menyusui akan merasakan kasih sayang ibunya, mereka
juga akan merasa aman dan rileks, terutama karena masih bisa
mendengar sinyal detak jantung di dalam rahim.
d. Meningkatkan kecerdasan anak. Pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan dapat menjamin perkembangan terbaik kecerdasan anak. Ini
karena ASI mengandung nutrisi khusus yang dibutuhkan otak.
e. Bayi yang menyusui kemungkinan besar akan bertambah berat
badannya ideal.
f. Menyusui dapat mencegah Sindrom Kematian Bayi Mendadak
(SIDS); juga dipercaya dapat mengurangi risiko diabetes, obesitas,
dan kanker tertentu.
xvi
1) Pengerutan uterus (involusi uteri), Pada uterus setelah proses
persalinan akan terjadi proses involusi. Proses involusi merupakan
proses kembalinya uterus seperti keadaan sebelum hamil dan
persalinan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Perubahan uterus dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan palpasi dengan meraba bagian dari
TFU (tinggi fundus uteri)
a) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat
1000gram.
b) Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari dibawah pusat.
c) Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat
simpisis dengan berat 500gram.
d) Pada 2 minggu post partum, TFU teraba diatas simpisis dengan
berat 350gram.
e) Pada 6 minggu post partum , fundus uteri mengecil (tidak teraba)
dengan berat 50 gram.
2) Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan proses persalinan, setelah janin lahir,
berangsur-angsur mengerut kembali seperti sediakala. Tidak jarang
ligamentum rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak
uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita mengeluh
“kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligamen, fascia,
dan jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendur.
xvii
berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan
serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya
lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena
robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi selama persalinan, maka
serviks tidak akan pernah kembali lagi seperti keadaan sebelum hamil.
4) Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati
akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan
desidua tersebut dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah
muda atau putih pucat. Lokia merupakan ekskresi cairan rahim selama
masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada
pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita.
Sekret mikroskopik lokia terdiri atas eritrosit, peluruhan desidua, sel
epitel, dan bakteri. Lokia mengalami perubahan karena proses
involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan
warnanya di antaranya sebagai berikut:
a) Lokia rubra/merah (kruenta)
Lokia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah
dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan
serabut dari desidua dan chorion. Lokia terdiri atas sel desidua,
verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum, dan sisa darah.
b) Lokia sanguinolenta
Lokia ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir karena
pengaruh plasma darah, pengeluarannya pada hari ke 4 hingga
hari ke 7 hari postpartum.
xviii
c) Lokia serosa
Lokia ini muncul pada hari ke 7 hingga hari ke 14 pospartum.
Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan. Lokia ini terdiri
atas lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri atas
leukosit dan robekan laserasi plasenta.
d) Lokia alba
Lokia ini muncul pada minggu ke 2 hingga minggu ke 6
postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan, serta lebih
banyak mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lender serviks, dan serabut jaringan yang mati.
xix
atau jahitan laserasi. Proses penyembuhan luka episiotomy sama dengan
luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, dan bengkak)
atau tepian insisi tidak saling melekat bisa terjadi. Penyembuhan akan
berlangsung dalam dua sampai tiga minggu. Luka jalan lahir yang tidak
terlalu luas akan sembuh secara perpriman (sembuh dengan sendirinya),
kecuali luka jahitan yang terinfeksi akan menyebabkan sellulitis yang
dapat menjalar hingga terjadi sepsis.
2. Perubahan Tanda-Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital biasa terlihat jika wanita dalam
keadaan normal, peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah
systole maupun diastole dapat timbul dan berlangsung selama sekitar 4 hari
setelah wanita melahirkan. Fungsi pernapasan kembail pada fungsi saat wanita
tidak hamil yaitu pada bulan keenam setelah wanita melahirkan. Setelah rahim
kosong, diafragma menurun, aksis jantung kembali normal, serta impuls dan
EKG kembali normal.
a. Suhu Badan
Satu hari (24 jam) post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5-38 C)
sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan
kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya
pada hari ke-3 suhu badan naik lagi kaena ada pembentukan ASI dan
payudara menjadi bengka, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila
suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastisis,
traktu genitalis, atau sistem lain.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
c. Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah
melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum
dapat menandakan terjadinya preeklamsia post partum
d. Pernapasan
xx
Keadaan pernapasan selalu berhubugan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya,
kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran napas.
xxi
2) Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setalah wanita melahirkan, keadaan ini
meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang
biasanya melintasi sirkulasi uteroplasenta tiba-tiba kembali ke
sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran.
xxii
jantung akan tetapi tinggi pada awal masa nifas dan dalam 2 minggu akan
kembali pada keadaan normal.
xxiii
b. Makan dengan diet seimbang, cukup protein, mineral, dan vitamin.
c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari, terutama setelah menyusui.
d. Mengkonsumsi tablet zat besi selama masa nifas.
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit).
Kekurangan gizi pada ibu menyusui dapat menimbulkan gangguan kesehatan
pada ibu dan bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang
anak, bayi mudah sakit, dan mudah terkena infeksi. Kekurangan zat-zat
esensial menimbulkan gangguan pada mata maupun tulang.
xxiv
gerakan dan jalan-jalan ringan sambil bidan melakukan observasi
perkembangan pasien dari hitungan jam hingga hari. Kegiatan ini dilakukan
secara meningkat berangsur-angsur frekuensi dan intensitas aktivitasnya
sampai pasien dapat melakukannya sendiri tanpa pendampingan, untuk
tercapainaya tujuan membuat pasien dapat beraktifitas secara mandiri.
xxv
b. Memperlambat proses involusi uterus, sehingga beresiko memperrbanyak
pendarahan
c. Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri
Bidan harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga bahwa untuk kembali
melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga, harus dilakukan secara bertahap.
Selain itu mengajurkan pada ibu post partum untuk istirahat selagi bayi tidur.
Kebutuhan istirahat ibu minimal 8 jam sehari, yang dapat di penuhi melalui
istirahat siang dan malam.
5. Aktivitas Seksual
Dinding vagina akan kembali ke keadaan seperti sebelum hamil dalam waktu
6-8 minggu. Secara fisik, aman untuk memulai hubungan suami istri setelah
berhentinya perdarahan, dan ibu dapat mengecek dengan menggunakan jari
kelingking yang dimasukkan ke dalam vagina. Begitu darah merah berhenti
dan ibu merasa tidak ada gangguan, maka aman untuk memulai melakukan
hubungan suami istri di saat ibu merasa siap. Banyak budaya yang mempunyai
tradisi memulai hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya
setelah 40 hari atau 60 hari setelah persalinan. Hubungan seksual dapat
dilakukan dengan aman ketika luka episiotomy telah sembuh dan lokia telah
berhenti. Sebaliknya hubungan seksual dapat ditunda sedapat mungkin sampai
40 hari setelah persalinan karena pada saat itu diharapkan organ-organ tubuh
telah pulih kembali
xxvi
senam nifas, pentingnya otot perut dan panggul kembali normal untuk
mengurangi rasa sakit punggung yang biasa dialai oleh ibu nifas.
Tujuan senam nifas di antaranya:
a. Mempercepat proses involusi uteri.
b. Mencegah komplikasi yang dapat timbul selama masa nifas.
c. Memperbaiki kekuatan otot perut, otot dasar panggul, serta otot
pergerakan.
d. Menjaga kelancaran sirkulasi darah.
Manfaat senam nifas
a. Mempercepat proses penyembuhan uterus, perut, dan otot pelvis, serta
organ yang mengalami trauma saat persalinan kembali ke kebentuk normal
b. Dapat memberikan manfaat psikologis dengan menambah kemampuan
secara fisik, menciptakan suasana hati yang baik sehingga dapat
menghindari stress, serta dapat bersantai untuk menghindari depresi pasca
persalian.
xxvii
depan dan gerakkan ke belakang, ulangi 8 kali.
5) Berbaringlah terlentang, silangkan kedua tangan pada dada Anda.
Angkatlah bagian atas tubuh ke posisi duduk. Bila anda merasa fit,
letakkan tangan di belakang kepala dan angkat tubuh ke posisi duduk.
6) Berbaringlah di lantai, angkat lutut Anda dan kedua telapak kaki lantai.
Angkatlah bagian tubuh dari pundak dan lakukan kontraksi pada otot
pantat.
7) Berbaringlah di lantai, ke dua lengan dibentangkan, lalu angkatlah kedua
lengan Anda hingga bersentuhan satu sama yang lain, perlahan-lahan
turunkan kembali ke lantai.
8) Berbaringlah terlentang, lipatkan salah satu kaki Anda dan angkatlah lutut
setinggi mungkin, hingga telapak kaki menyentuh pangkal paha.
9) Berbaringlah terlentang, angkat kepala Anda dan usahakan agar dagu
menyentuh dada. Tubuh dan kaki tetap pada tempatnya.
10) Berbaringlah terlentang, kedua tangan disisi tubuh. Angkatlah salah satu
kaki anda dengan tetap lurus hingga mencapai 90 derajat. Ulangi dengan
kaki yang lain. Bila Anda merasa lebih kuat, cobalah dengan bersamaan.
11) Berbaringlah terlentang kedua tungkai ditekuk, letakkan kedua lengan di
samping badan, tarik lutut kiri ke dada pelan-pelan, luruskan tungkai dan
kaki kiri, tekuk kaki kiri ke belakang ke arah punggung, turunkan perlahan
kembali pada posisi awal, ulangi 4 kali, ganti dengan tungkai kanan, ulangi
kembali 4 kali.
12) Berlututlah, kedua lutut terpisah, letakkan dada dilantai sedekat mungkin
kepada kedua lutut. Jagalah agar tubuh tetap diam dan kaki sedikit
terpisah.
13) Pada posisi duduk, kepala menunduk dan rileks, putar kepala ke kiri 4 kali
kemudian kepala ke kanan 4 kali.
14) Pada posisi duduk, kedua tangan saling memegang pergelangan tangan,
angkat setinggi bahu, geserkan tangan ke siku sekuat-kuatnya, kemudian
geser ke posisi awal pelan-pelan, ulangi 8 kali.
xxviii
E. Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas dan Penanganannya
1. Infeksi Masa Nifas
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam genital pada waktu persalnan dan masa nifas. Menurut
john committee on maternal welfare (amerika serikat), definisi morbiditas
puerpuralis adalah kenaikan suhu sampai 38o C atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari. Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan,
Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
ibu. Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas
kesaluran urinari, payudara, dan pasca pembedahan merupakan salah satu
penyebab terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi berupa suhu badan
panas, malaise, denyut nadi cepat. Gejala lokal dapat berupa uterus lembek,
kemerahan dan rasa nyeri pada payudara atau adanya disuria. Antibiotika
memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas,
asalkan pemilihan
Jenis antibiotika benar-benar berdasarkan hasil pertimbangan yang akurat.
2. Perdarahan Masa Nifas
Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage) adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir,
atau perdarahan dengan volume seberapapun tetapi terjadi perubahan
keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital sudah menunjukkan analisa
adanya perdarahan. Penyebab utama adalah atonia uteri, retensio placenta,
sisa placenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b. Perdarahan postpartum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage) adalah
perdarahan dengan konsep pengertian yang sama seperti perdarahan
postpartum primer namun terjadi setelah 24 jam postpartum hingga masa
nifas selesai. Perdarahan postpartum sekunder yang terjadi setelah 24 jam,
biasanya terjadi antara hari ke 5 sampai 15 postpartum. Penyebab utama
adalah robekan jalan lahir dan sisa placenta
xxix
3. Infeksi Saluran Kemih
ISK merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi pada ibu
postpartum dan memiliki angka morbiditas yang tinggi hingga 95%.
Peningkatan risiko terjadinya ISK postpartum antara lain dapat disebabkan
oleh karena trauma jalan lahir, inkontinensia urin, pemasangan instrumen
katater urin, dan anestesi yang menyebabkan ibu postpartum tidak dapat
berkemih secara normal. Pada ibu postpartum normal penyebab yang paling
sering terjadi adalah akibat trauma jalan lahir, namun hal itu biasanya tidak
berlangsung lama, pada keesokan harinya pasien sudah dapat berkemih secara
normal kembali.
Pada ibu postpartum caesar, pasien tidak dapat langsung berkemih secara
normal. Kesulitan berkemih normal pada pasien dapat disebabkan oleh karena
trauma dinding perut, inkontinensia urin, ataupun efek anestesi spinal. Selama
masa perawatan pasien harus dipasang kateter urin menetap minimal selama
tiga Hari. Pemasangan kateter ditujukan agar pasien dapat mengosongkan
kandung kemih, namun pemasangan kateter menetap kerap menjadi salah satu
sumber infeksi saluran kemih. Kemungkinan sumber infeksi saluran kemih
yang berasal
dari peasangan keteter urin menetap. Adapun rute infeksi yang ditentukan
dalam
69% dari kasus bakteriuria yang berhubungan dengan pemasangan kateter,
18%
ditemukan dari penyisipan kateter, 48% dari rute ekstralumen, dan 34% dari
rute
intralumen.
Tatalaksana terapi dapat diawali dengan pertimbangan faktor pasien, faktor
mikrobiologis dan data hasil klinis (Kurniawan, 2010). Antibiotik (antibakteri)
adalah zat yang diperoleh dari suatu sintesis atau yang berasal dari senyawa
nonorganik yang dapat membunuh bakteri patogen tanpa membahayakan
manusia (inangnya). Antibiotik harus bersifat selektif dan dapat menembus
membran agar dapat mencapai tempat bakteri berada (Priyanto, 2010).
xxx
4. Patologi Menyusui
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya
beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Pada sebagian ibu
tidak memahami masalah ini, kegagalan masalah menyusui sering dianggap
masalah pada anak saja. Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat
di mulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), pada masa pasca
persalianan dini dan masa pasca persalinan lanjut. Masalah pada bayi
umumnya berkaitan dengan menejemen laktasi sehingga bayi sering menjadi
‘bingung puting’ atau sering menangis, yang sering diinterpretasikan oleh ibu
dan keluarga bahwa ASI saja tidak tepat untuk bayinya.
Masalah menyusui dapat pula diakibatkan karena keadaan khusus. Selain
itu, ibu sering kali mengelukan bayinya sering menangis, ‘menolak’ menyusu,
dan sebagainya yang sering diartikan bahwa ASI tidak cukup, atau ASI tidak
enak, tidak baik, atau apapun pendapatnya sehingga sering menyebabkan
diambilnya keputusan untuk menghentikan pemberian ASI. Berikut ini
beberapa hal yang dapat menimbulkan masalah dalam pemberian ASI :
a. Salah informasi
b. Puting susu datar atau terbenam
Puting seperti ini sebenarnya masih dapat menyusui bayinya dan upaya
selama antenatal umumnya kurang berguna, misalnya dengan
memanipulasi Hofman , menarik-narik putting, ataupun pengguna breast
shield dan breast shell.
c. Putting Susu Lecet (Abraded And Or Cracked Nipple)
Putting susu lecet disebabkan oleh trauma saat menyusui. Selain itu, dapat
pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada putting susu
dapat sembuh sendiri dalam waktu 48 jam.
d. Putting melesak (masuk ke dalam)
Jika putting susu melesak diketahui sejak kehamilan, hendaknya putting
susu di Tarik-tarik dengan menggunakan minyak kelapa setiap mandi 2-3
xxxi
kali sehari. Jika putting susu melesak di ketahi setelah melahirkan dapat
dibantu dengan tudung putting (nipple hoot).
e. Payudara bengkak
Perbedaan anatara payudara penuh karena berisi ASI dengan payudara
bengkak yakni, jika payudara penuh karena terisi ASI akan terasa berat,
panas, dank eras, bila diperiksa ASI keluar dan tidak ada demam.
Sedangkan pada payudara bengkak, akan tampak adanya odem, sakit,
putting kencang, kulit mengkilap walau tidak merah, dan bila di pencet
atau diperiksa ASI tidak keluar, akan muncul demam setelah 24 jam.
f. Abses payudara (mastitis)
Mastitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada payudara.
Payudara menjadi merah, bengkak, terkadang di ikuti rasa nyeri dan panas.
Serta suhu tubuh meningkat. Pada bagian dalam terasa padat (lump), dan
di luarnya kulit berwarna merah. Kejadian ini dapat terjadi pada masa nifas
hari ke 1-3 minggu setelah persalinan yang diakibatkan oleh sumbatan
saluran ASI yang berlanjut.
g. Sindrom ASI kurang
Pada kenyatannya sering kali ASI tidak benar-benar kurang, tanda-tanda
yang mungkin saja produksi ASI kurang antara lain :
1) Bayi tidak puas setiap setelah menyusui, seringkali menyusu dengan
waktu yang sangat lama, akan tetapi terkadang bayi juga lebih cepat
menyusu. Akibatnya menimbulkan prasangka produksi ASI berkurang
padahal bayi sdh pandai menyusu.
2) Bayi sering menangis atau bayi menolak untuk menyusu.
3) Tinja bayi keras, kering atau berwarna hijau.
4) Payudara tidak membesar selama kehamilan, atau ASI tidak langsung
keluar pasca persalinan.
5) Berat badan bayi meningkat kurang dari rata-rata500gram perbulan.
6) Berat badan bayi tidak naik atau belum kembali dalam waktu 2
minggu
xxxii
7) Mengompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam : cairan urine
pekat, bau dan berwarna kuning.
h. Bayi sering menangis
Perhatikan sebab bayi menangis, jangan biarkan bayi menangis terlalu
lama, puaskan bayi menyusu. Beberapa penyebab bayi menangis anata lain
sebagai berikut :
1) Bayi mearasa tidak nyaman.
2) Bayi merasa skait
3) Bayi basah
4) Bayi kurang gizi
i. Bayi bingung putting
Nipple confution adalah keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu
formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu. Terjadi
karena mekanisme menyusu pada putting berbeda dengan botol. Tanda-
tanda bayi bingung putting antara lain : menghisap putting seperti
menghisap dot, menghisap terputus-putus dan sebentar, serta bayi menolak
menyusu. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain jangan mudah
memberi PASI, jika terpaksa berikan dengan menggunakan sendok atau
pipet
j. Bayi premature
Pada bayi premature berikan ASI seserang mungkin, walapun hanya
sebentar-sebentar. Rangsang dengan sentuh langit-langit bayi dengan jari
ibu yang bersih, , jika tidak dapat menghisap berikan pipa nasogastric,
tangan dan sendok, uraian sesuai dengan umur bayi adalah sebagai berikut:
1) Bayi umur kehamilan <30 minggu : BBL <1.250gr. biasanya
diberikan cairan infus selama 24-48jam. Lalu diberikan ASI
menggunakan pipa nasogastric.
2) Usia 30-32minggu : BBL 1.250gr-1500gr. Dapat menerima ASI dari
sendok, 2 kali sehari namun masih dapat menerima makanan melalui
pipa, namun lama-kelamaan makanan melalui pipa dapat dikurangi
dan pemberian ASI dapat di tingkatkan.
xxxiii
3) Usia 32-34 minggu : BBL 1.500-1.800gr bayi mulai menyusui
langsung dari payudara namun harus dengan penuh kesabaran.
4) Usia >34 minggu : BBL >1.800gr mendapatkan semua kebutuhan dari
payudara
k. Bayi kuning
Pencegahan ; segera menyusui setelah lahir dan jangan di batasi atau
berikan ASI sesering mungkin. Berikan bayi kolostrum, kolostrum
mengandung purgative ringan, yang dapat membantu bayi untuk
mengeluarkan meconium. bilirubin dikeluarkan melalui feses, jadi
kolostrum berfungsi mencegah dan menghilangkan bayi kuning.
l. Bayi kembar
Ibu optimis ASI-nya cukup, sesuai dengan football position, sesuai pada
payudara dengan bergantian untuk variasi bayi, dan kemampuan
menghisap bayi mungkin berbeda. Yakinkan pada ibu bahwa tuhan telah
menyiapkan air susu untuk semua makhluk, sesuai dengan kebutuhan.
Oleh karena itu semua ibu sebenarnya sanggup menyusui bayinya,
walaupun bayinya kembar.
m. Bayi sakit
Tidak ada alasan untuk menghentikan pemberian ASI. Untuk bayi dengan
keadaan tertentu seperti diare, justru lebih banyak membutuhkan ASI
untuk menghindari terjadinya dehidrasi
n. Bayi sumbing
Bayi tidak akan mengalami kesulitan menyusu, cukup berikan posisi yang
sesuai untuk bayi dengan sumbing pallatum molle (langit-langit lunak) dan
pallatum durum (langit-langit keras). Manfaat menyusui untuk bagi bayi
sumbing : melatih kekuatan otot rahang dan lidah, memperbaiki
perkembangan bicara , mengurangi resiko terjadinya otitis media. Untuk
bayi dengan palatoskisis (celah pada langit-langit) : menyusui dengan
posisi duduk, putting dan areola dipegang saat menyusui, untuk ibu jari ibu
xxxiv
di gunakan sebagai penyumbat lubang . kalau mengalami labiopalatoskisis,
berikan ASI dengan menggunakan sendok pipet dan dot panjang
o. Bayi dengan lidah pendek (lingual frenulum)
Keadaan ini jarang terjadi, dimana bayi mempunyai jaringan ikat
penghubung lidah dan dasar mulut yang tebal dan kaku sehingga
membatasi gerak lidah, dan bayi tidak dapat menjulurkan lidah untuk
menangkap dan mengikat putting dan areopa dengan benar
p. Bayi yang memerlukan perawatan
Ibu ikut dirawat supaya pemberian ASI bisa dilanjutkan. Seandainya tidak
memungkinkan, ibu dianjurkan untuk memerah ASI setiap 3 jam dan
disimpan di dalam lemari utuk kemudian sehari sekali dan diantar ke
rumah sakit. Perlu ditandai pada botol waktu ASI tersebut ditampung,
sehingga dapat diberikan sesuai jamnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir hingga alat-alat
reproduksi kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil) dalam waktu kurang
lebih 40 hari. Postpartum atau masa nifas adalah masa sesudah persalinan
xxxv
terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat-alat reproduksi
kembali ke keadaan sebelum hamil dan lamanya masa postpartum yakni kurang
lebih 6 minggu (Puji Wahyuningsih, 2018).
Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab Angka Kematian Ibu (AKI).
Ibu postpartum yang mengalami luka perineum salah satunya karena episiotomi
sangat rentan terhadap terjadinya infeksi, karena luka perineum yang tidak dijaga
dengan baik akan sangat berpengaruh terhadap kesembuhan luka perineum.
Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal mulai dari 6
jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar oleh tenaga kesehatan.
3.2 Saran
a. Bagi mahasiswa
Dapat memberikan asuhan kebidanan serta mampu mendeteksi dini adanya
tanda bahaya pada ibu saat masa nifas yang sesuai dengan standar.
b. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan dapat melakukan pelayanan asuhan kebidanan pada ibu nifas
sesuai SOP secara mandiri maupun kolaboratif.
c. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat khususnya ibu nifas agar dapat meningkatkan pengetahuan
berkaitan dengan kesehatan dalam masa nifas
DAFTAR PUSTAKA
Desta Ayu Cahya Rosyida,dkk.2022. Asuhan Kebidanan Pada Nifas. Jawa Tengah :
Eureka Media Aksara
Heny Puji Wahyuningsih,2018. Buku Ajar Asuhan Kebidanan NIfas dan Menyusui.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pusat Pendidikan Sumber Daya
manusia Kesehatan
xxxvi
Nurul Azizah, Rafhani Rosyidah. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan NIfas dan
Menyusui. Sidoarjo: UMSIDA Press
Triana Septianti Purwanto,dkk. 2018. Modul Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Dan
Menyusui. Surabaya : Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya
LEMBAR KONSULTASI
xxxvii
No. Hari/Tanggal Catatan Pembimbing Paraf
Pembimbing
( Ana Mariza,S.ST.,M.Kes )
NIDN. 0222058701
xxxviii