KELOMPOK 2 :
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Persalinan adalah proses alamiah yang dialami perempuan, dan merupakan
proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah mampu hidup di luar
kandungan melalui beberapa proses seperti adanya penipisan dan
pembukaan serviks, serta adanya kontraksi yang berlangsung dalam waktu
tertentu tanpa adanya penyulit (Rohani, 2011:3). Ada tiga faktor penting
dalam persalinan seperti; Power (kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu
seperti kekuatan his dan kekuatan mengejan), Passage (keadaan jalan
lahir), dan Passenger (isi kehamilan/janinnya) (Prawirohardjo, 2014).
Power adalah kekuatan his atau kontraksi ibu dalam mengejan. His atau
kontraksi sudah mulai dirasakan sejak 2 minggu sebelum atau sesudah
tanggal perkiraan persalinan, pada kehamilan pertama persalinan akan
berlangsung tidak lebih 12-14 jam. Power atau kekuatan bisa menjadi
masalah dalam peralinan, penyulit pada his adalah aktivitas uterus
hipotonik, kontraksi hipertonik inersia uteri, tetania uteri, his yang tidak
terkoordinasi, kelelahan ibu mengedan, dan salah pimpinan kala II. Jika
persalinan tidak mengalami kemajuan maka bisa dilakukan augmentasi
dengan pemberian oksitosin untuk melanjutkan persalinan. Persalinan
yang bermasalah dengan his bila berlanjut dapat menyebabkan perdarahan
postpartum. (Manuaba, 1998; Davit, 2007).
Salah satu obat dari uterotonika yang paling umum digunakan adalah
oksitosin, oksitosin adalah ekstrak hipofisis yang menyebabkan kontraksi
otot polos dan kemudian menyebabkan kegiatan yang sangat kuat pada
otot-otot uterus. Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek
fisiologisnya yakni percepatan proses persalinan dengan merangsang
kontraksi otot polos uterus. Semua obat memiliki efek samping, begitu
juga dengan uterotonika (oksitosin) efek samping yang biasa terjadi yaitu
mual, muntah, dan efek samping terberat adalah reaksi alergi (ruam, gatal-
gatal, sesak nafas, pembengkakan mulut, mata, wajah, bibir, lidah),
masalah pembekuan darah, aritmia jantung, perdarahan berat atau lanjutan
setelah melahirkan, kemungkinan kehilangan darah meningkat,
penggumpalan darah di panggul. Penggunaan yang tidak tepat juga akan
menimbulkan masalah serius seperti rahim pecah dan asfiksia pada janin.
Efek samping yang berat ini yang dapat menyebabkan kematian ibu,
karena rahim berkontraksi dengan kuat atau terjadi kontraksi secara terus
menerus tanpa istirahat, hal ini dapat membuat uterus kelelahan, sehingga
uterus menjadi lemah dan perdarahan semakin bertambah banyak.
Oksitosin yang mudah larut dalam air dapat meningkatkan kontraksi
secara tiba-tiba sehingga menyebabkan kontraksi terlalu banyak dan
tekanan pada rahim, selain itu dapat memperbanyak reseptornya, dengan
demikian dapat merusak mekanisme oksitosin dan akan memberikan efek
rusaknya kontraktilitas uterus sehingga dapat menimbulkan perdarahan
postpartum.
Menurut Pardosi (2005), ibu yang berumur di bawah 20 tahun atau di atas
30 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum 3,3 kali lebih
besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai 29 tahun. Selain itu
penelitian Najah (2004) menyatakan bahwa umur ibu di bawah 20 tahun
dan di atas 35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi
perdarahan postpartum. Kematian maternal adalah kematian seorang
wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan
oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang
dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat
dibagi dalam 2 golongan, yakni langsung yang disebabkan oleh
komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab
lain seperti penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya (Fransisca,
2012).
Angka kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan
postpartum. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal
melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO
menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh
perdarahan postpartum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap
tahunnya. Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan
pervaginam yaitu 5-8%. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling
umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua
tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang
hilang setelah persalinan (Depkes RI, 2002).
3. Tujuan
a. Apa saja yang dimaksud dengan Oksitosin Untuk Augmentasi
Persalinan Tertunda
b. Mengidentifikasi pemberian oksitosin pada saat persalinan.
c. Pembahasan mengenai kaitan jurnal dan teori mengenai Oksitosin
Untuk Augmentasi Persalinan Tertunda.
4. Manfaat
a. Merupakan wadah untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam
rangka pembahasan hasil tugas kelompok berpikir kritis dalam
kebidanan penerapan teori yang telah didapat dan didiskusikan
bersama. Serta membuktikan teori dan kenyataan berdasarkan analisa
jurnal internasional yang didapat tentang judul makalah “Oksitosin
Untuk Augmentasi Persalinan Tertunda”.
b. Dapat menambah pengetahuan tentang dosis penggunaan yang tepat
dan efek samping yang ditimbulakn dari pengunaan obat uterotonika
(oksitosin) yaitu zat untuk kontraksi uterus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan
2.1.1 Pengertian
Persalinan adalah proses alamiah yang dialami perempuan, merupakan
pengeluaran hasil konsepsi yang telah mampu hidup di luar kandungan
melalui beberapa proses seperti adanya penipisan dan pembukaan serviks,
serta adanya kontraksi yang berlangsung dalam waktu tertentu tanpa
adanya penyulit. (Rohani, 2011 : 3)
a. His
His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan
terakhir pada kehamilan dan sebelum persalinan dimulai, sudah ada
kontraksi rahim yang disebut his. His di bedakan menjadi berikut :
1) His pendahuluan atau his palsu (false labor pain) yang
sebetulnya hanya peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks.
Bersifat tidak teratur, lamanya kontraksi pendek, tidak
bertambah kuat dan sering hilang.
2) His persalinan merupakan kontraksi rahim yang bersifat
otonom, artinya tidak di pengaruhi oleh kemauan, namun dapat
di pengaruhi dari luar seperti rangsangan atau jari-jari tangan.
b. Tenaga Meneran
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang
mendorong janin keluar selain his. Segera setelah bagian presentasi
mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah yakni mendorong
keluar. Ibu ingin meneran, usaha mendorong kebawah (kekuatan
sekunder). (Rohani, 2011 : 16)
2. Kala II persalinan
Kala II persalinan adalah kala pengeluaran, dimulai saat serviks telah
membuka lengkap dan berlanjut hingga bayi lahir. Durasi kala II pada
persalinan spontan tanpa komplikasi adalah sekitar 40 menit pada
primigravida dan 15 menit pada multigravida. ( Rohani, 2011 : 79)
Pola persalinan yang baik terbentuk ketika ada tiga kontraksi dalam 10
menit, masing-masing berlangsung lebih dari 40 detik. Jika membrannya
utuh, dianjurkan latihan di kedua induksi dan augmentasi persalinan untuk
terlebih dahulu melakukan ketuban pecah buatan (ARM). Di dalam
beberapa kasus, hanya ini yang diperlukan untuk menginduksi persalinan.
Ketuban pecah, apakah spontan atau buatan, sering kali memicu rangkaian
peristiwa berikut:
Cairan ketuban dikeluarkan;
Volume uterus menurun;
Prostaglandin diproduksi, merangsang persalinan;
Kontraksi uterus dimulai (jika wanita tidak dalam proses persalinan) atau
menjadi lebih kuat (jika dia sudah melahirkan).
Gunakan oksitosin dengan sangat hati-hati karena gawat janin dapat terjadi
akibat hiperstimulasi dan, jarang, ruptur uteri dapat terjadi. Wanita
multipara memiliki risiko lebih tinggi untuk ruptur uteri. Dosis efektif
oksitosin sangat bervariasi antar wanita. hati-hati berikan oksitosin dalam
cairan IV (dekstrosa atau salin normal), secara bertahap meningkatkan
kecepatan infus sampai persalinan yang baik tercapai (tiga kontraksi dalam
10 menit, masing-masing berlangsung lebih dari 40 detik). Pertahankan
tarif ini sampai pengiriman. Rahim harus rileks di antara kontraksi. Pantau
denyut nadi wanita, tekanan darah dan kontraksi dan periksa denyut
jantung janin.
Catatan :
1. Perubahan posisi lengan dapat mengubah laju aliran
2. durasi dan frekuensi kontraksi
3. denyut jantung janin. Dengarkan setiap 30 menit, selalu segera setelah
kontraksi. Jika denyut jantung janin kurang dari 100 denyut per menit,
hentikan infus. Wanita yang menerima oksitosin tidak boleh dibiarkan
sendirian.
4. Jika terjadi hiperstimulasi (kontraksi berlangsung lebih dari 60 detik),
atau jika ada lebih dari empat kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus
dan rilekskan rahim menggunakan tokolitik.
5. Jangan gunakan oksitosin 10 unit dalam 500 mL (yaitu 20 mIU/mL)
pada multigravida dan wanita dengan operasi caesar sebelumnya.
6. Tingkatkan kecepatan infus oksitosin hanya sampai pada titik di mana
persalinan yang baik terjadi didirikan dan kemudian mempertahankan
infus pada tingkat itu.
Tabel 1. Dosis Oxytocin