Anda di halaman 1dari 18

“Oksitosin Untuk Augmentasi Persalinan Tertunda”

Tugas Mata Kuliah : Berpikir Kritis Dalam Kebidanan


Konversi Profesi Bidan Tahun 2022/2023

KELOMPOK 2 :

1. Ni Made Dian Pramasari 9. Sidowati


2. Desy Setiawati 10. Devlitasari
3. Ni Kadek Yusnia 11. Lolita Puspita Sari
4. Ni Ketut Parmini 12. Dwi Sri Isnawati
5. Lu’lu Nabila Abnurama 13. Dewi Ulfi Nurrohmah
6. Dwi Yuliani 14. Fransiska Simanjuntak
7. Ni Wayan Richa 15. Eli Zainun
8. Angestu 16. Eka Afriyani

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN - KONVERSI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2022/2023


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Persalinan adalah proses alamiah yang dialami perempuan, dan merupakan
proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah mampu hidup di luar
kandungan melalui beberapa proses seperti adanya penipisan dan
pembukaan serviks, serta adanya kontraksi yang berlangsung dalam waktu
tertentu tanpa adanya penyulit (Rohani, 2011:3). Ada tiga faktor penting
dalam persalinan seperti; Power (kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu
seperti kekuatan his dan kekuatan mengejan), Passage (keadaan jalan
lahir), dan Passenger (isi kehamilan/janinnya) (Prawirohardjo, 2014).

Power adalah kekuatan his atau kontraksi ibu dalam mengejan. His atau
kontraksi sudah mulai dirasakan sejak 2 minggu sebelum atau sesudah
tanggal perkiraan persalinan, pada kehamilan pertama persalinan akan
berlangsung tidak lebih 12-14 jam. Power atau kekuatan bisa menjadi
masalah dalam peralinan, penyulit pada his adalah aktivitas uterus
hipotonik, kontraksi hipertonik inersia uteri, tetania uteri, his yang tidak
terkoordinasi, kelelahan ibu mengedan, dan salah pimpinan kala II. Jika
persalinan tidak mengalami kemajuan maka bisa dilakukan augmentasi
dengan pemberian oksitosin untuk melanjutkan persalinan. Persalinan
yang bermasalah dengan his bila berlanjut dapat menyebabkan perdarahan
postpartum. (Manuaba, 1998; Davit, 2007).

Tindakan yang di lakukan untuk menangani masalah power ini dengan


memberikan uterotonika, uterotonika yang biasa digunakan adalah
oksitosin dengan cara di drip untuk meningkatkan kontraksi uterus.
Uterotonika banyak digunakan untuk induksi, penguatan persalinan,
pencegahan serta penanganan perdarahan postpartum, penanganan
perdarahan akibat abortus inkompletikus dan penanganan aktif pada kala
III persalinan. Oksitosik atau uterotonika adalah obat yang merangsang
kontraksi uterus. Jenis uterotonika ada 3, yaitu: oksitosin, misoprostol,
dan ergometrin (Manuaba, 1998).

Salah satu obat dari uterotonika yang paling umum digunakan adalah
oksitosin, oksitosin adalah ekstrak hipofisis yang menyebabkan kontraksi
otot polos dan kemudian menyebabkan kegiatan yang sangat kuat pada
otot-otot uterus. Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek
fisiologisnya yakni percepatan proses persalinan dengan merangsang
kontraksi otot polos uterus. Semua obat memiliki efek samping, begitu
juga dengan uterotonika (oksitosin) efek samping yang biasa terjadi yaitu
mual, muntah, dan efek samping terberat adalah reaksi alergi (ruam, gatal-
gatal, sesak nafas, pembengkakan mulut, mata, wajah, bibir, lidah),
masalah pembekuan darah, aritmia jantung, perdarahan berat atau lanjutan
setelah melahirkan, kemungkinan kehilangan darah meningkat,
penggumpalan darah di panggul. Penggunaan yang tidak tepat juga akan
menimbulkan masalah serius seperti rahim pecah dan asfiksia pada janin.
Efek samping yang berat ini yang dapat menyebabkan kematian ibu,
karena rahim berkontraksi dengan kuat atau terjadi kontraksi secara terus
menerus tanpa istirahat, hal ini dapat membuat uterus kelelahan, sehingga
uterus menjadi lemah dan perdarahan semakin bertambah banyak.
Oksitosin yang mudah larut dalam air dapat meningkatkan kontraksi
secara tiba-tiba sehingga menyebabkan kontraksi terlalu banyak dan
tekanan pada rahim, selain itu dapat memperbanyak reseptornya, dengan
demikian dapat merusak mekanisme oksitosin dan akan memberikan efek
rusaknya kontraktilitas uterus sehingga dapat menimbulkan perdarahan
postpartum.

Suatu perdarahan pada persalinan dikatakan fisiologis apabila hilangnya


darah tidak melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih
dari 1000 cc pada persalinan sesar (sectio cesarean). Perdarahan
postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600cc dalam
24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Mochtar, 1998).

Perdarahan postpartum terbagi menjadi perdarahan postpartum primer dan


sekunder. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan
yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Frekuensi perdarahan
postpartum 4/5-15% dari seluruh persalinan. Penyebab utama perdarahan
postpartum adalah atoni uteri (50-60%), retensio plasenta (16-17%), sisa
plasenta (23-24%), laserasi jalan lahir (4-5%), dan inversio uteri (0,5-
0,8%). Terbanyak dalam 2 jam pertama adalah atoni uteri (Manuaba,
1998; Mochtar, 1998). Dr. Fransisca S.K menyatakan bahwa ada beberapa
faktor lain yang beresiko terjadinya perdarahan postpartum selain riwayat
perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya, yaitu paritas dengan
grande multipara, perpanjangan persalinan, kehamilan ganda,
perpanjangan pemberian oksitosin. Faktor resiko lain terjadinya
perdarahan postpartum, yaitu umur, pendidikan, paritas, jarak antara
kelahiran.

Menurut Pardosi (2005), ibu yang berumur di bawah 20 tahun atau di atas
30 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum 3,3 kali lebih
besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai 29 tahun. Selain itu
penelitian Najah (2004) menyatakan bahwa umur ibu di bawah 20 tahun
dan di atas 35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi
perdarahan postpartum. Kematian maternal adalah kematian seorang
wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan
oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang
dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat
dibagi dalam 2 golongan, yakni langsung yang disebabkan oleh
komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab
lain seperti penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya (Fransisca,
2012).
Angka kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan
postpartum. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal
melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO
menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh
perdarahan postpartum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap
tahunnya. Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan
pervaginam yaitu 5-8%. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling
umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua
tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang
hilang setelah persalinan (Depkes RI, 2002).

Kementerian Kesehatan telah mewajibkan persalinan ditolong oleh tenaga


kesehatan yang kompeten (Presiden Republik Indonesia, 2017). Hal ini
merupakan upaya untuk mencapai target Sustainable Development Goals
(SDG’s) dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dalam
menurunkan angka kematian ibu (AKI) secara global kurang dari 70 per
100.000 kelahiran hidup di tahun 2030. Hasil SDKI 2017 menunjukkan
bahwa 91% kelahiran hidup ditolong oleh tenaga kesehatan yang
kompeten, dengan rincian; 61% oleh bidan/bidan di desa/perawat, 29%
oleh dokter kandungan, dan 1% oleh dokter umum. Hampir 30% kelahiran
hidup dalam SDKI 2017 tidak mengalami komplikasi saat persalinan.
Sedangkan kelahiran lainnya mengalami 1 atau lebih komplikasi.
Komplikasi persalinan yang banyak dilaporkan adalah persalinan lama
(41%) oleh wanita 15-49 tahun. Persentase kelahiran hidup dari wanita
yang mengalami komplikasi persalinan lama cenderung meningkat dari
SDKI 2012 sebesar 35% menjadi 41% (SDKI, 2017:190).

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut kami tertarik untuk


membahas makalah tentang “Oksitosin Untuk Augmentasi Persalinan
Tertunda”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan “Apakah yang
dimaksud dengan Oksitosin Untuk Augmentasi Persalinan Tertunda”.

3. Tujuan
a. Apa saja yang dimaksud dengan Oksitosin Untuk Augmentasi
Persalinan Tertunda
b. Mengidentifikasi pemberian oksitosin pada saat persalinan.
c. Pembahasan mengenai kaitan jurnal dan teori mengenai Oksitosin
Untuk Augmentasi Persalinan Tertunda.

4. Manfaat
a. Merupakan wadah untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam
rangka pembahasan hasil tugas kelompok berpikir kritis dalam
kebidanan penerapan teori yang telah didapat dan didiskusikan
bersama. Serta membuktikan teori dan kenyataan berdasarkan analisa
jurnal internasional yang didapat tentang judul makalah “Oksitosin
Untuk Augmentasi Persalinan Tertunda”.
b. Dapat menambah pengetahuan tentang dosis penggunaan yang tepat
dan efek samping yang ditimbulakn dari pengunaan obat uterotonika
(oksitosin) yaitu zat untuk kontraksi uterus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan
2.1.1 Pengertian
Persalinan adalah proses alamiah yang dialami perempuan, merupakan
pengeluaran hasil konsepsi yang telah mampu hidup di luar kandungan
melalui beberapa proses seperti adanya penipisan dan pembukaan serviks,
serta adanya kontraksi yang berlangsung dalam waktu tertentu tanpa
adanya penyulit. (Rohani, 2011 : 3)

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang


terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2009).

2.1.2 Tanda-Tanda Persalinan


1. Tanda pendahuluan menurut (Mochtar, 2013) adalah :
a. Ligtening atau setting atau dropping, yaitu kepala turun
memasuki pintu atas panggul.
b. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri turun.
c. Sering buang air kecil atau sulit berkemih (polakisuria)
karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
d. Perasaan nyeri di perut dan di pinggang oleh adanya
kontraksi-kontraksi lemah uterus, kadang-kadang disebut
“false labor pains”.
e. Serviks menjadi lembek; mulai mendatar; dan sekresinya
bertambah, mungkin bercampur darah (bloody show).
2. Tanda Pasti Persalinan meliputi :
a. Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat,sering, dan
teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena
robekan-robekan kecil pada serviks.
c. Kadang-kadang, ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah ada
pembukaan.

2.1.3 Faktor-Faktor Penting Dalam Persalinan


Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan ialah :
Kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan
mengejan, keadaan jalan lahir, janinnya sendiri. (Prawirohardjo, 2014:310)
1. Power (Tenaga/ Kekuatan)
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his,
kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dai ligament.
Kkeuatan primer yang di perlukan dalam persalinan dalah his,
sedangkan kekuatan sekundernya dalah tenaga meneran ibu.

a. His
His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan
terakhir pada kehamilan dan sebelum persalinan dimulai, sudah ada
kontraksi rahim yang disebut his. His di bedakan menjadi berikut :
1) His pendahuluan atau his palsu (false labor pain) yang
sebetulnya hanya peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks.
Bersifat tidak teratur, lamanya kontraksi pendek, tidak
bertambah kuat dan sering hilang.
2) His persalinan merupakan kontraksi rahim yang bersifat
otonom, artinya tidak di pengaruhi oleh kemauan, namun dapat
di pengaruhi dari luar seperti rangsangan atau jari-jari tangan.
b. Tenaga Meneran
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang
mendorong janin keluar selain his. Segera setelah bagian presentasi
mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah yakni mendorong
keluar. Ibu ingin meneran, usaha mendorong kebawah (kekuatan
sekunder). (Rohani, 2011 : 16)

2. Passage (jalan lahir)


Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari
rongga panggul, dasar panggul, serviks, dan vagina. Agar bayi dapat
melalui jalan tersebut maka jalan lahir tersebut harus normal. Passage
terdiri dari:
a. Bagian keras tulang-tulang panggul
b. Bagian lunak otot dan ligamen-ligamen
c. Bidang hodge, dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Bidang hodge I dibentuk pada bagian PAP dengan bagian atas
promontorium.
2) Bidang hodge II sejajar dengan hodge I setinggi pinggir bawah
simfisis.
3) Bidang hodge III sejajar dengan hodge I dan II setinggi spina
ischiadica.
4) Bidang hodge IV sejajar hodge I,II dan III setinggi os
coccygis. (Sulistyawati, 2012 : 13)

3. Passenger (Isi Kehamilan)


Passenger adalah sebagian besar mengenai ukuran kepala janin,
karena kepala adalah bagian terbesar dari janin dan paling sulit untuk
dilahirkan. Tulang-tulang penyusun kepala antara lain:
a. Dua buah tulang os. Parietalis
b. Satu buah os. Oksipitalis
c. Dua buah os. frontalis
Antara tulang satu dan tulang yang lainnya berhubungan melalui
membran yang kelak setelah hidup diluar uterus akan berkembang
menjadi tulang. Batas antara dua tulang disebut sutura, dan diantara
sudut-sudut tulang terdapat ruang yang ditutupi oleh membran yang
disebut fontanel. (Sulistyawati, 2012 : 28)
2.1.4 Mekanisme Persalinan Normal
Mekanisme persalinan seperti yang kita kenal sekarang pertama kali
diuraikan oleh William Smellie pada abad ke-18. Mekanisme persalinan
adalah cara penyesuaian diri dan lewatnya janin melalui panggul ibu. Ada
7 gerakan dalam Overlapping yang jelas, diantaranya :
1. Engagement
Mulai masuknya bagian terbesar kepala (transversal) ke dalam
pintu atas panggul (PAP). Posisi kepala saat masuk PAP dapat
dengan posisi sinklitismus yaitu bagian sutura sagitalis
janin yang menghubungkan UUK dengan UUB berada di tengah
antara tulang kemaluan (simfisis) dengan promontorium. Posisi
sutura sagitalis belum tentu tepat terletak di tengah antara
simfisis dengan promontorium keadaan ini disebut asinklitismus.
Jika sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga tulang
parietal anterior dapat diraba lebih banyak oleh jari pemeriksa,
disebut asinklitismus anterior. Jika sutura sagitalis mendekati
simfisis, jari pemeriksa dapat meraba lebih banyak tulang parietal
posterior, disebut asinklitismus posterior.
2. Descent (Penurunan kepala)
Syarat pertama agar bayi dapat laaahir adalah turunnya kepala.
Kepala dapat turun karena adanya tekanan cairan amnion,
tekanan langsung bagian rahim paling atas (fundus uteri) pada
bokong janin setiap kali terjadi kontraksi rahim, dan adanya ekstensi
dan pelurusan tubuh janin.
3. Flexi
Pada saat turun, kepala akan menghadapi tahanan dari jaringan
mulut rahim, dinding panggul dan dasar panggul sehingga terjadi
fleksi kepala (kepala menekuk, dagu mendekati dada janin).
Akibat dari mendekatnya dagu ke dada maka diameter sub-
oksipitobregmatika kepala janin yang lebih kecil menggantikan
diameter oksipitofrontalis. Diameter kepalayang lebih kecil dari
diameter rongga panggul akan memudahkan proses persalinan.
4. Internal Rotation (Putar Paksi Dalam)
Putar paksi dalam adalah putaran UUK secara bertahap dari posisi
awal ke arah anterior mendekati simfisis atau pada keadaan
yang sangat jarang, perputaran tersebut ke arah belakang. Putar paksi
dalam selalu berhubungan dengan penurunan kepala, yang
umumnya tidak akan berlanjut sampai kepala mencapai spina
ischiadika, kemudian engaged.
5. Ekstensi
Setelah putar paksi dalam, kepala janin yang semula mengalami
fleksi akan ekstensi. Hal ini membawa dasar oksiput (UUK)
pada kontak langsung dengan pinggir bawah simfisis. Dengan
peregangan progresif dari perineum dan vulva, kepala janin akan
keluar secara bertahap mulai dari oksiput, bregma, hidung, dagu, dan
seluruh kepala.
6. Eksternal Rotation (Putar Paksi Luar)
Terjadi saat kepala bayi telah lahir, kemudian mengalami putaran
restitusi yaitu kepala berputar kembali ke posisi punggung
janin. Putaran restitusi tersebut akan diikuti oleh putaran paksi luar
ke posisi transversal, yaitu gerakan yang mengikuti perputaran tubuh
bayi saat diameter bahu (biacromion) melewati diameter
anteroposterior pintu bawah panggul.
7. Ekspulsi
Setelah putar paksi luar, bahu depan janin akan ke luar di bawah
simfisis pubis dan perineum meregang karena bahu belakang
akan lahir. Setelah bahu sisa keluar, badan akan cepat keluar pula.
(Oxorn dan forte, 2010:86)

2.1. 1 Tahapan dalam Persalinan


1. Kala I persalinan ( Pembukaan )
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-
10 cm (pembukaan lengkap). (Sulistyawati, 2012 : 7)
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu
persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
Tanda-Tanda Kala I Persalinan, anata lain:
a. Rasa sakit adanya his yang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan kecil pada servik.
c. Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Servik mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement)
(Sumarah, 2008).

Proses dalam kala I persalinan ini dibagi dalam 2 fase, yaitu:


a. Fase Laten :
Fase yang di mulai dari pembukaan 0 dan berakhir samapi
pembukaan serviks mencapai 3 cm, dan pada umumnya
berlangsung hampir 8 jam lamanya. Pada fase ini kontraksi uterus
meningkat. Frekuensi, durasi, dan intensitasnya setiap 10-20 menit,
lamanya 15-20 detik dengan intensitas cukup menjadi 5-7 menit,
lamanya 30-40 detik dengan intensitas kuat.
b. Fase Aktif :
Fase ini berlangsung lebih pendek dari fase persiapan. Kegiatan
Rahim mulai lebih aktif dan bayak kemajuan yang terjadi dalam
waktu singkat. Kontraksi semakin lama (berlangsung 40-60 detik)
kuat dan sering (3-4 menit sekali) pembukaan leger Rahim
mencapai 7 cm. Gejala-gejala pada fase aktif adalah sebagai
berikut, bertambahnya rasa tidak nyaman bersamaan dengan
kontraksi, bertambah sakit punggung, rasa tidak nyaman pada kaki,
keletihan, bertambahnya pengeluaran lendir dan darah. Jika
sebelumnya membrane (ketuban) belum pecah, mungkin akan
pecah saat ini. Secara emosional ibu gelisah, makin sulit tenang
maupun santai, makin tegang, tidak dapat berkonsentrasi, amkin
terpengaruh dengan kondisi yang sedang terjadi, rasa percaya diri
muali goyah sepertinya persalinan tidak akan selesai namun
mungkin juga terjadi sebaliknya ibu gembira dan bersemangat
karena persalinan mulai terjadi.
Fase aktif dibagi dalam 3 fase lagi yaitu :
1) Fase akselerasi yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm
2) Fase dilatasi maksimal yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
3) Fase deselerasi yaitu pembukaan menjadi lambat kembali
dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi 10 cm.
Pada ibu primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam,
sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. (Rohani, 2011 : 65).

2. Kala II persalinan
Kala II persalinan adalah kala pengeluaran, dimulai saat serviks telah
membuka lengkap dan berlanjut hingga bayi lahir. Durasi kala II pada
persalinan spontan tanpa komplikasi adalah sekitar 40 menit pada
primigravida dan 15 menit pada multigravida. ( Rohani, 2011 : 79)

3. Kala III ( mulai dari bayi lahir sampai plasenta lahir)


Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta.
Setelah kala II yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit, kontraksi
uterus berhenti sekitar 5 – 10 menit. Dengan lahirnya bayi dan proses
retraksi uterus, maka plasenta lepas dari lapisan Nitabusch.
(Sulistyawati, 2012:8)
4. Kala IV persalinan
Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
Kala IV berisi tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus,
kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan. Pemantauan pada
kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah terdapat
resiko atau terjadi perdarahan pasca persalinan. Pengisian
pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama
setelah melahirkan dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya.
(Prawirohardjo, 2014 : 329)

2.2 Oksitosin Untuk Augmentasi Persalinan Tertunda


Oksitosin adalah hormon yang diproduksi di hipotalamus dan dilepaskan
ke dalam aliran darah oleh kelenjar pituitari. Fungsi utamanya adalah
untuk memperlancar persalinan, yang salah satu alasannya disebut "obat
cinta" atau "hormon cinta". Oksitosin merangsang otot-otot rahim untuk
berkontraksi, dan meningkatkan produksi prostaglandin, yang juga
meningkatkan kontraksi rahim. Wanita yang proses persalinannya lambat
terkadang diberikan oksitosin untuk mempercepat prosesnya. Begitu bayi
lahir, oksitosin membantu memindahkan ASI dari saluran di payudara ke
puting, dan menumbuhkan ikatan antara ibu dan bayi. Tubuh kita juga
memproduksi oksitosin saat kita bergairah dengan pasangan seksual kita,
dan saat kita jatuh cinta. Itu sebabnya ia mendapat julukan, "hormon cinta"
dan "hormon pelukan."

 Augmentasi persalinan adalah intervensi yang berguna dan penting ketika


pengobatan yang tepat, berdasarkan bukti yang diinformasikan pedoman,
disediakan untuk keterlambatan persalinan. Proses stimulasi uterus untuk
meningkatkan frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi setelah awitan
persalinan spontan. Ini telah umum digunakan untuk mengobati persalinan
tertunda ketika kontraksi rahim dinilai sebagai kurang kuat.
 Intervensi ini bertujuan untuk mencegah persalinan lama sekaligus
mengatasi masalah tingginya angka seksio sesarea, yang berkembang
secara global masalah.
 Penggunaan yang tidak tepat dari intervensi ini dapat menyebabkan
kerusakan, mengakibatkan hiperstimulasi uterus dengan efek samping,
seperti: asfiksia janin dan ruptur uteri.

Dalam praktik klinis, mengidentifikasi penyebab pasti dari kemajuan


persalinan yang lambat dapat menjadi tantangan. Dengan demikian,
"kegagalan untuk maju" telah menjadi deskripsi yang semakin populer
tentang persalinan yang tertunda dan salah satu indikasi utama untuk
operasi caesar primer. Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa operasi
caesar dilakukan terlalu cepat dalam banyak kasus, tanpa pertimbangan
untuk intervensi kurang invasif yang dapat menyebabkan kelahiran
pervaginam.

Augmentasi persalinan secara tradisional telah dilakukan dengan


penggunaan infus oksitosin intravena dan/atau ruptur buatan selaput
ketuban (amniotomi). Meskipun augmentasi persalinan mungkin
bermanfaat dalam mencegah persalinan lama, penggunaan yang tidak tepat
dapat menyebabkan kerusakan. Augmentasi dengan oksitosin sintetis
dapat menyebabkan hiperstimulasi uterus de efek, seperti asfiksia janin
dan ruptur uteri, dan, dengan demikian, meningkatkan risiko kaskade
intervensi selama persalinan. (Maternal and child survival program, 2015)

2.2.1 Induksi dan Augmentasi Persalinan


Induksi persalinan dan augmentasi persalinan dilakukan untuk berbagai
indikasi tetapi metodenya sama.
 Induksi persalinan : merangsang uterus untuk memulai persalinan.
 Augmentasi persalinan: merangsang rahim selama persalinan untuk
meningkat frekuensi, durasi dan kekuatan kontraksi.

Pola persalinan yang baik terbentuk ketika ada tiga kontraksi dalam 10
menit, masing-masing berlangsung lebih dari 40 detik. Jika membrannya
utuh, dianjurkan latihan di kedua induksi dan augmentasi persalinan untuk
terlebih dahulu melakukan ketuban pecah buatan (ARM). Di dalam
beberapa kasus, hanya ini yang diperlukan untuk menginduksi persalinan.
Ketuban pecah, apakah spontan atau buatan, sering kali memicu rangkaian
peristiwa berikut:
 Cairan ketuban dikeluarkan;
 Volume uterus menurun;
 Prostaglandin diproduksi, merangsang persalinan;
 Kontraksi uterus dimulai (jika wanita tidak dalam proses persalinan) atau
menjadi lebih kuat (jika dia sudah melahirkan).

Gunakan oksitosin dengan sangat hati-hati karena gawat janin dapat terjadi
akibat hiperstimulasi dan, jarang, ruptur uteri dapat terjadi. Wanita
multipara memiliki risiko lebih tinggi untuk ruptur uteri. Dosis efektif
oksitosin sangat bervariasi antar wanita. hati-hati berikan oksitosin dalam
cairan IV (dekstrosa atau salin normal), secara bertahap meningkatkan
kecepatan infus sampai persalinan yang baik tercapai (tiga kontraksi dalam
10 menit, masing-masing berlangsung lebih dari 40 detik). Pertahankan
tarif ini sampai pengiriman. Rahim harus rileks di antara kontraksi. Pantau
denyut nadi wanita, tekanan darah dan kontraksi dan periksa denyut
jantung janin.

Catatan :
1. Perubahan posisi lengan dapat mengubah laju aliran
2. durasi dan frekuensi kontraksi
3. denyut jantung janin. Dengarkan setiap 30 menit, selalu segera setelah
kontraksi. Jika denyut jantung janin kurang dari 100 denyut per menit,
hentikan infus. Wanita yang menerima oksitosin tidak boleh dibiarkan
sendirian.
4. Jika terjadi hiperstimulasi (kontraksi berlangsung lebih dari 60 detik),
atau jika ada lebih dari empat kontraksi dalam 10 menit, hentikan infus
dan rilekskan rahim menggunakan tokolitik.
5. Jangan gunakan oksitosin 10 unit dalam 500 mL (yaitu 20 mIU/mL)
pada multigravida dan wanita dengan operasi caesar sebelumnya.
6. Tingkatkan kecepatan infus oksitosin hanya sampai pada titik di mana
persalinan yang baik terjadi didirikan dan kemudian mempertahankan
infus pada tingkat itu.
Tabel 1. Dosis Oxytocin

Kelompok Dosis Awal Peningkatan Dosis


Dosis Maksimal
Dosis 0,5 – 1 miliunit/menit 1 miliunit setiap 20 miliunit/menit
rendah 30 – 40 menit
1 – 2 miliunit/menit 2 miliunit setiap 40 miliunit/menit
15 menit
Dosis tinggi 4,5 miliunit/menit 4,5 miliunit setiap 40 miliunit.menit
15 – 30 menit
6 miliunit/menit 6 miliunit/menit 40 miliunit/menit
setiap 15 menit
7 miliunit/menit 7 miliunit setiap 40 miliunit/menit
15 menit

Penelitian telah membuktikan efektivitas dari oxytocin. Telaah sistematis


dari Cochrane menyimpulkan bahwa pemberian oxytocin dosis tinggi pada
wanita hamil yang mengalami partus lama berhubungan dengan penurunan
angka sectio caesarea, peningkatan kelahiran pervaginam secara spontan,
dan durasi persalinan yang lebih singkat dibandingkan dengan oxytocin
dosis rendah. Akan tetapi, pemberian oxytocin yang terlalu dini terbukti
berhubungan dengan peningkatan hiperstimulasi rahim dengan perubahan
denyut jantung janin sehingga memerlukan intervensi.
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL

3.1 Tela’ah Jurnal


Dalam jurnal penelitian “Dosage of oxcytocin for augmentation of labour and
womens childbirth experiences : A Randomized controlled trial”, oleh Selin Lotta,
dkk., tahun 2020. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 1351
wanita yang diacak dalam RCT (671 wanita dialokasikan untuk rejimen oksitosin
dosis tinggi dan 680 wanita untuk rejimen dosis rendah) yang menjawab
kuesioner pengalaman melahirkan. Menggunakan uji coba terkontrol acak
multisenter, paralel,double-blind yang berlangsung dienam bangsal di Swedia. Uji
coba terkontrol secara acak membandingkan pemberian oksitosin dosis tinggi dan
dosis rendah yang digunakan untuk augmentasi persalinan yang tertunda. Hasil
penelitian diperoleh pengalaman melahirkan memiliki skor yang sama pada
kelompok wanita dengan oksitosin dosis tinggi dan dosis rendah. Jumlah total
oksitosin yang diberikan dan dosis maksimum oksitosin per menit lebih tinggi
pada kelompok dosis tinggi ( P = >.001) dan durasi persalinan adalah 29 menit
lebih pendek daripada kelompok dosis rendah ( P = 0,018 ).

Hasil diskusi jurnal

Anda mungkin juga menyukai