Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Bd. Kristin Natalia Napitupulu, SST, M.Kes
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat Rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah ini, serta banyak
mendapat pengalaman dan pengetahuan dalam judul“ Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi
Ny “S” Dengan Ikterus Fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Riau Tahun 2022 ” Khususnya
bagi mahasiswa Profesi Kebidanan Non-Reguler Institut Kesehatan Deli Husada Delitua,
walaupun didalamnya masih terdapat banyak kekurangan.
Adapun maksud dan tujuan makalah ini dibuat yaitu untuk memenuhi salah satu tugas
praktek yang diberikan dosen dan untuk dipelajari secara bersama-sama. Kami menyadari
penyelesaian asuhan ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara moral maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada ibu Bd. Kristin Natalia Napitupula, SST, M.Kes selaku dosen pembimbing
kami dan Ibu Klinik dari Klinik Pratama Bunda Fitria, Riau.
Semoga makalah asuhan ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pengembangan ilmu di
bidang kebidanan pada umumnya. Kami menyadari kekurangan yang tak dapat dihindari pada
makalah ini, sehingga kritik dan saran yang membangun dari segala pihak guna untuk
kesempurnaan makalah asuhan ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
1.4 Manfaat.............................................................................................................................3
1.4.1 Manfaat Teoritis.........................................................................................................3
1.4.2 Manfaat Praktis..........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................4
2.1 Konsep Dasar Teori..........................................................................................................4
2.1.1 Bayi Baru Lahir (BBL)....................................................................................................4
2.1.2 Ikterus Neonatorum...................................................................................................5
2.2 Tinjauan Tentang Proses Manajemen Kebidanan...........................................................15
2.2.1 Pengertian......................................................................................................................15
2.2.2 Tahapan dalam Manajemen Kebidanan...................................................................15
2.2.3 Pendokumentasian Asuhan Kebidanan....................................................................19
BAB III STUDI KASUS..............................................................................................................21
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................................39
BAB V PENUTUP.......................................................................................................................48
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................................48
5.2 Saran................................................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................50
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus neonatorum termasuk masalah kesehatan yang sering ditemukan pada bayi baru
lahir yang jika tidak ditangani sejak dini dapat berakibat fatal. Ikterus merupakan keadaan
klinis berupa pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit akibat penumpukan
bilirubin dalam darah (Mathindas, dkk, 2013).
Ikterus neonatorum dapat bersifat fisiologis atau patologis. Ikterus neonatorum fisiologis
timbul akibat peningkatan kadar bilirubin < 5 mg/dl/24 jam yaitu yang terjadi 24 jam pasca
salin. Ikterus neonatorum fisiologis timbul akibat metabolisme bilirubin neonatus yang belum
sempurna yaitu masih dalam masa transisi dari masa janin ke masa neonatus. Ikterus
neonatorum patologis adalah ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama pasca salin dimana
peningkatan dan akumulasi bilirubin indirek >5 mg/dl/24jam dan icterus akan tetap menetap
hingga 8 hari atau lebih pada bayi yang cukup bulan (matur) sedangkan pada bayi kurang
bulan (prematur) ikterus akan tetap ada hingga hari ke-14 atau lebih (Anik, dkk, 2013).
Ikterus neonatorum dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Zaben B, dkk, factor
risiko yang sering menyebabkan ikterus di wilayah Asia Tenggara antara lain:
inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, prematuritas, asfiksia, BBLR, sepsis
neonatorum. Terjadinya ikterus pada bayi baru lahir yaitu 25-50% neonates cukup bulan dan
lebih tinggi pada neonatus kurang bulan (Novianti, dkk, 2018).
Berdasarkan penelitian Siska (2017). Menurut World Health Organization (WHO) pada
tahun 2015 angka kejadian icterus sebesar 6,6 juta, tahun 2014 sebesar 73%, dan pada tahun
2015 sebesar 79,6% (Siska, 2017).
Menurut penelitian Indrianita (2018). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) pada tahun 2015 menunjukkan angka kejadian icterus neonatoum yang
terdapat pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47%, dengan faktor penyebabnya antara
lain Asfiksia 51%, BBLR 42,9%, Prematur 33,3%, dan sepsis 12% (Indrianita, 2018).
1
2
1.3 Tujuan
Melakukan Asuhan Kebidaan pada bayi Ny. S atas indikasi icterus fisiologis menggunakan
metode pendekatan tujuh Langkah varney.
1. Melakukan pengkajian Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas
indikasi ikterus fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
2. Menginterpretasikan data yang meliputi diagnosa Kebidanan masalah dan kebutuhan
Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas indikasi ikterus fisiologis di Klinik Pratama
Bunda Fitria Tahun 2022.
3. Menentukan diagnosa potensial Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas indikasi ikterus
fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
4. Mengantisipasi Penanganan Tindakan Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas indikasi
ikterus fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
5. Menyususn Rencana Asuhan Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas indikasi ikterus
fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
6. Melakukan rencana tindakan yang telah disusun Bayi Ny. S 1 hari post partum atas
indikasi ikterus fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
7. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang diberikan Pada Bayi Ny. S 1 hari post
partum atas indikasi ikterus fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
3
1.4 Manfaat
a. Pengertian
Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan genap 37 minggu
sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai Apgar lebih dari 7
dan tanpa cacat bawaan (Yulianti dan Rukiyah, 2013).
Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4 minggu dengan usia
kehamilan 38-42 minggu (Marmi dan Rahardjo, 2012).
Berdasarkan dari beberapa referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bayi
baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan aterm dengan berat badan
2500-4000 gram, nilai apgar lebih dari 7 dan tanpa cacat bawaan.
b. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal
Menurut Daru (2018), ciri bayi normal adalah:
1) Lahir aterm antara 37-42 minggu
2) Berat badan 2.500-4.000 gram.
3) Panjang badan 48-52 cm
4) Lingkar dada 30-38 cm
5) Lingkar kepala 33-35 cm
6) Gerakan aktif
7) Bayi lahir langsung menangis kuat
8) Bunyi jantung pada menit pertama kurang lebih 180x/menit menurun sampai
120-160x/menit.
9) Pernapasan bayi pada menit pertama 80x/menit menurun sampai 40x/menit.
10) Kulit merah muda, lanugo tidak nampak
11) Untuk laki-laki testis sudah turun dan untuk perempuan genitalia labia mayora
telah menutupi labia minora.
12) Eliminasi, urine dan mekoniu makan keluar 24 jam, pertama meconium berwarna
kecoklatan atau kehitaman
4
5
a. Pengertian
Ikterus neonatorum adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat dari
pada kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya dan
mengeluarkan dari dalam tubuh (Rohani, dkk, 2017)
Ikterus neonatorum atau penyakit kuning adalah kondisi umum pada neonatus
yang mengacu pada warna kuning didaerah kulit dan sklera yang disebabkan karena
terlalu banyaknya bilirubin dalam darah (Marmi, 2012).
Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang nampak pada sklera, selaput
lender, kulit atau organ lain pada nenonatus akibat kadar bilirubin dalam darah lebih dari
10 mg/dl pada 24 jam pertama kehidupan (Purnamaningrum, 2012).
Berdasarkan dari beberapa referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Ikterus
neonatorum adalah suatu kondisi dimana kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl
yang ditandai dengan warna kuning pada sclera, kulit atau organ tubuh lain.
b. Etiologi
Menurut Kusuma dan Anik, dkk (2013), ikterus pada bayi baru lahir yang paling
sering muncul karena fungsi hati masih belum sempurna untuk mengeluarkan bilirubin
dari aliran darah.
Ikterus juga bias terjadi karena beberapa kondisi klinik, diantaranya :
6
1) Ikterus fisiologis
Disebabkan karena terdapat kesenjangan antara proses pemecahan sel darah
merah dan kemampuan bayi untuk mantranspor, mengkonjugasi,serta mengekskresi
bilirubin tak terkonjugasi sehingga mengakibatkan :
a) Peningkatan pemecahan sel darah merah
b) Penurunan kemampuan mengikat albumin
c) Peningkatan reabsorbsi enterohepatic
d) Breast milk jaundice (Terdapat hormone didalam kandungan ASI)
e) Breastfeeding jaundice (ASI yang keluar masih belum lancar)
2) Ikterus patologis
Dapat disebabkan dari beberapa factor diatas dan ada beberapa faktor tambahan
yang meliputi :
a) Ketidak cocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO dan rhesus) ibu dan
janin.
b) Lebam pada kulit bayi (sefalhematom) karena trauma pada proses persalinan.
c) Ibu yang menderita penyakit diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning
karena memiliki sumber bilirubin 30% lebih besar sehingga membuat proses
konjugasi menjadi tidak efektif dan menyebabkan meningkatnya kadar bilirubin
tak terkonjugasi.
c. Proses Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah zat yang terbentuk secara normal dari proses penguraian dalam
sel darah merah (SDM). SDM yang sudah tua, dan imatur dibuang dari sirkulasi dan
dipecah di dalam system retikuloendotelial (hati, limpa, dan makrofag). Hemoglobin
dipecah menjadi produk sisa heme, dan globin. Globin dipecah menjadi asam amino,
yang digunakan kembali oleh tubuh untuk membuat protein. Heme akan berikatan
dengan oksigen (hem oksigenase) sehingga menghasilkan biliverdin dan kemudian
biliverdin akan melakukan reduksi (biliverdin reduktase) menjadi bilirubin tak
terkonjugasi.
Bilirubin tak terkonjugasi akan berikatan dengan albumin untuk ditranspor dalam
plasma ke hati. Kemudian, di hati akan dilakukannya proses ambilan yaitu bilirubin
dilepaskan dari albumin dan dengan bantuan enzim glukoronil transferase akan dirubah
7
menjadi bilirubin konjugasi (bilirubin yang mudah larut dalam air dan siap untuk
ekskresi).
Bilirubin terkonjugasi diekskresi melalui empedu dibawa ke dalam saluran
intestinal, dengan bantuan bakteri usus untuk mengubah menjadi urobilinogen,
kemudian urobilinogen diereksi dalam feses dinamakan strekobilin dan sebagian kecil
diserap kembali oleh usus menuju vena porta, kemudian ada yang diereksikan kembali
dalam empedu dan juga ada yang mencapai ginjal sehingga diereksikan lewat urin
(Asrining, dkk 2013).
d. Patofisiologi terjadinya Ikterus
Pada dasarnya proses terjadinya icterus sama dengan proses metabolisme
bilirubin. Hanya saja proses terjadinya icterus ketika hati masih belum berfungsi dengan
baik, dan jumlah bakteri dalam saluran intestinal tidak mencukupi untuk mengubah
bilirubin tak terkunjugasi menjadi konjugasi, maka akan membuat bilirubin yang ada
didalam tubuh menjadi menumpuk dan masuk kedalam sirkulasi darah yang
menyebabkan bilirubin akan disimpan dibawah lapisan kulit sehingga kulit bayi menjadi
kuning (Hartina, 2017).
e. Klasifikasi Ikterus
Menurut Yuliawati (2018), Ikterus dibagi menjadi 2 yatu :
1) Ikterus Fisiologis
a) Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan terlihat jelas pada
hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke-10.
b) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.
c) Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12mg/dL,
dan pada BBLR 10mg/dL dan akan akan hilang pada hari ke-14.
2) Ikterus Patologis
f. Jenis-jenisi Ikterus
Menurut Marmi & Rahardjo (2012), jenis ikterus meliputi :
1) Ikterus Hemolitik
Ikterus hemolitik merupakan golongan penyakit yang disebabkan oleh
inkompatibilitas rhesus, ABO, kelainan eritrosit kongenital.
2) Ikterus Obstruktif
Ikterus yang terjadi karena penyumbatan saluran empedu. Akibat
sumbatan ini akan terjadi penumpukan bilirubin secara tidak langsung.
3) Ikterus yang disebabkan oleh hal lain Pengaruh hormone atau obat yang
mengurangi kesanggupan hati untuk mengadakan konjugasi bilirubin.
Misalnya, icterus karena ASI ibu disebabkan hormon yang dihasilkan dalam
ASI ibu menghalangi penyingkiran bilirubin melalui usus.
g. Manifestasi Klinis Menurut Maulida, dkk (2014), Tanda dan gejala icterus yaitu :
1) Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ
lain akibat penumpukan bilirubin.
2) Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
3) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
4) Tidak mau menghisap.
h. Faktor Resiko
Menurut Mustarim, dkk (2013), factor resiko yang bisa menyebabkan ikterus
yaitu,
1) BBLR
2) Usia Kehamilan
3) Penyakit hemolisis karena inkompatibilitas gologan darah ABO.RHESUS
Asfiksia atau asidosis
9
i. Komplikasi Ikterus
Komplikasi dari icterus yaitu Kern Ikterus yang terjadi karena bilirubin yang
menumpuk didalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu fungsi otak sehingga
dapat menyebabkan kejang dan kematian bayi (Anik, dkk. 2013).
j. Penilaian Ikterus
Menurut Mahtindas (2014), icterus dapat ada pada saat lahir atau muncul pada
setiap saat selama masa neonatus, bergantung pada keadaan yang menyebabkannya.
Ikterus biasanya mulai dari muka dan ketika kadar serum bertambah, maka turun ke
abdomen kemudian kaki.
Bayi baru lahir akan tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 5
mg/dl. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada
BBL menurut Kramer adalah dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut.
k. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Noviyanti (2018), Pada icterus pemeriksaan darah diperlukan untuk
mengetahui :
1) Kadar bilirubin indirect (tak terkonjugasi) dengan cara total bilirubin
dikurang jumlah bilirubin direct (terkonjugasi). Pada pemeriksaan ini juga
ada pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan darah lengkap.
2) Pemeriksaan golongan darah dan rhesus ibu dan bayi.
3) Pemeriksaan tes Coombs yaitu pemeriksaan untuk menemukan antibodi yang
merusak sel darah merah.
l. Penanganan Ikterus
Menurut Anil, dkk (2014), penanganan icterus yaitu :
10
1) Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan
dengan nasehat untuk kembali jika icterus berlangsung lebih dari 2 minggu.
2) Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI
ekslusif lebih sering minimal setiap 2 jam.
3) Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui pipa naso gastrik atau
dengan gelas dan sendok.
4) Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi selama 30
menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi selalu tetap hangat.
5) Setiap Ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca kelahiran maka membutuhkan
pemeriksaan laboratorium lanjut: minimal kadar bilirubin serum total,
pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis oleh karena itu selanjutnya
harus dirujuk.
6) Fototerapi : Berdasarkan jurnal penelitian (Wanda, 2018) menurut (Roharjdo,
2014). Cara kerja fototerapi adalah dengan mengubah bilirubin menjadi
bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
Ketika bilirubin mengabsorpsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya
bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui
empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat
fototerapi pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi
diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin.
Fotoisomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara
langsung bias dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk fotoksi dan saja
yang bias diekskresikan lewat urin.
a) Jenis lampu
Beberapa studi menunjukan bahwa lampu flouresen biru lebih
efektif dalam menurunkan bilirubin. Karena cahaya biru dapat
mengubah warna bayi, maka yang lebih disukai adalah lampu
flouresen cahaya normal karena dengan spektrum 420–460 nm
sehingga asuhan kulit bayi dapat diobservasi dengan baik mengenai
warnanya (jaundis, palor, sianosis) atau kondisilainnya. Agar
11
tersebut dan apa yang dia tidak inginkan, rational yang berdasarkan asumsi-asumsi
dari perilaku pasien yang tidak di validasikan, pengetahuan teoritis yang salah atau
tidak memadai, atau data dasar yang tidak lengkap adalah tidak sah dan akan
menghasilkan asuhan pasien yang tidak mungkin juga tidak aman. Perencanaan
asuhan yang diberikan kepada bayi ikterus fisiologi yaitu, melakukan seperti
lainnya, berikan asuhan kepada keluarga untuk menjemur bayinya tiap pagi selama
kurang lebih 30 menit pada pukul 07:00-09:00 WITA, dibawah sinar matahari
dengan menutup mata dan genetalia bayi, menjelaskan kepada keluarga pemberian
ASI sedini dan sesering mungkin.
f. Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan
Melaksanakan perencanaan asuhan menyeluruh, perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh wanita tersebut, bidan atau anggota tim
kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanannya yaitu : memastikan langkah-langkah
tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan
dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami
komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap pelaksanannya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut.
Manajemen yang efesien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan
mutu dari asuhan pasien. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh
bidan yang menangani bayi sesuai dengan rencana asuhan yang direncanakan.
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa dengan mengecek kadar
bilirubin dan darah pada bayi.
g. Langkah VII : Evaluasi
Evaluasi langkah terakhir ini sebenarnya adalah merupakan pengecekan apakah
rencana asuhan tersebut, yang meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanannya dan dianggap tidak efektif jika memang tidak efektif. Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian
tidak.Sekali lagi, dengan mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini
19
merupakan suatu kontinum, maka perlu mengulang kembali dari awal setiap
asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi
megapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana
asuhan tersebut (Sudarti dan Afroh, 2012:177-182).
Evaluasi yang diharapkan pada bayi baru lahir dengan ikterus fisiologi yaitu:
keefektifan dalam pemberian terapi sudah sesuai dengan kebutuhan pasien, warna
pada kulit bayi sudah normal kemerahan tidak kuning bayi sudah dapat menyusu
dengan adekuat, dan setelah dilakukan fhototerapi tidak terdapat efek samping
yang terjadi pada bayi.
I. PENGKAJIAN
A. DATA SUBJEKTIF
1. Biodata
Identitas anak
Nama : By. S
Anak ke :1
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT/Wiraswasta
No. Telp :-
22
23
3. Keluhan utama
4. Riwayat Obstetri
Persalinan
Hamil
Umur Jns BB
ke - Tanggal Penolong Komplikasi JK
kehamilan persalinan Lahir
gram
5. Riwayat Imunisasi
6. Riwayat kesehatan
Ibu mengatakan tidak pernah atau sedang menderita penyakit menular seperti hepatitis,
PMS, HIV/AIDS, menurun seperti hipertensi, DM, asma, ataupun menahun seperti
penyakit jantung.
Ibu mengatakan keluarga tidak pernah atau sedang menderita penyakit menular seperti
hepatitis, PMS, HIV/AIDS, menurun seperti hipertensi, DM, asma, ataupun menahun
c. Kesehatan anak
Ibu mengatakan bayinya lahir normal dan tidak ada kelainan bawaan.
A. Kebutuhan Sehari-Hari
Frekuensi : Hanya memberikan ASI 3-4 jam sekali, durasi 3-5 menit.
Macam :-
Porsi :-
c. Personal hygiene
Mandi : 2 x/hari
Keramas : 2 x/minggu
d. Riwayat menyusui
Ibu mengatakan memberikan ASI ekslusif pada bayinya dan masih menyusui
e. Pola Istirahat
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Kesadaran : Composmetis
Suhu : 36,7 oC
Pernafasan : 40 x/menit
2. Pemeriksaan fisik
Muka : Bentuk simetris, oval, tidak ada bekas luka, nampak kuning
menghisap lemah
Nampak kuning
wheezing
pembengkakan.
3. Reflek
4. Pengukuran Antropometri
BB : 3300 gram
PB : 51 cm
LK : 35 cm
LD : 37 cm
LILA : 11 cm
5. Eliminasi
Warna : kuning
A. Diagnosa Aktual
Dari Langkah pengumpulan data dasar, maka diagnose yang ditetapkan yaitu bayi cukup
bulan usia 3 hari, sesuai masa kehamilan ( 39 minggu 2 hari) dengan icterus fisiologis
neonatorum.
1. Bayi cukup bulan usia 3 hari, sesuai masa kehamilan ( 39 minggu 2 hari)
Data Subjektif :
28
Data Objektif
2) PBL : 51 cm
1) Bayi cukup bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia gestasi 37 – 42 minggu
(Sarwono, 2014). Dari hasil pengkajian pada kasus bayi “S” hari pertama haid
terakhir ibu pada tanggal 20 Februari 2022 sampai bayi lahir tanggal 22
November 2022 berarti bayi lahir pada usia kehamilan 39 minggu sehingga bayi
2) Bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan adalah bayi yang dilahirkan dengan
berat badan lahir 2500 – 4000 gram dengan usia gestasi 37 – 42 minggu
(Sarwono, 2014). Dari hasil pengkajian pada kasus bayi “S” lahir pada usia
kehamilan 39 minggu 2 hari dengan berat badan lahir 3500 gram. Berdasarkan
kurva pertumbuhan berat badan lahir bayi “S’ dengan usia kehamilan 39 minggu
2. Ikterus Fisiologis
Data subjektif :
Data objektif :
Ikterus adalah warna kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Produksi bilirubin sebagian besar berasal
dari pemecahan sel darah merah yang menua (80%), (Maryunani A, 2014).
mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi. Ikterus fisiologi bisa juga di sebabkan karena hati dalam bayi tersebut
belum matang, atau di sebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat.
Adanya metabolisme normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu pertama.
Peningkatan kadar bilirubin pada hari-hari pertama kehidupan dapat terjadi pada
sebagian besar neonatus. Hal ini di sebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonatus
dan umur eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan fungsi hepar yang belum matang
Dari hasil pengkajian dan pemeriksaan yang dilakukan pada kasus bayi “S”
didapatkan kulit bayi nampak kuning, bayi balas minum yang ditandai dengan refleks
menghisap dan menelan bayi lemah, artinya bayi tersebut mengalami Ikterus
B. Masalah Aktual
Data dasar
Data subjektif :
Ibu pasien mengatakan bayinya malas menyusui sejak tanggal 23 November 2022
Data objektif :
30
Masalah yang sering dijumpai pada bayi dengan ikterus adalah bayi tidak mau
minum ASI, refleks isap dan menelan minuman (Manuaba, 2012). Dari hasil
pengkajian dan pemeriksaan yang dilakukan pada kasus bayi “S” bayi malas minum,
Berdasarkan keadaan klien maka dapat ditetapkan adanya suatu diagnose atau masalah
potensial yang akan terjadi pada bayi Ny. “S” yaitu terjadinya icterus patologis atau kern
ikterus.
Data subjektif :
Data objektif :
Apabila bayi dengan Ikterus tidak ditangani dengan baik dan kadar bilirubinnya semakin
tinggi maka akan menimbulkan komplikasi yang membahayakan karena bilirubin dapat
menumpuk diotak yang disebut dengan kern ikterus (Herawati dan Maya, 2017). Pada kasus
V. PERENCANAAN
bayi teratasi
Kriteria keberhasilan :
1) KU bayi baik
Pernapasan : 40-60x/i
Rencana Tindakan
1. Umum
Rasional : Agar keluarga koperatif atau memberi dukungan dengan Tindakan yang
dilakukan selanjutnya
3) Ajarkan perawatan tali pusat yang benar pada ibu yaitu tali pusat dibungkus dengan
32
kasa steril tanpa dibubuhi apapun dan menganjurkan ibu untuk selalu menjaga
1) Jemur bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7 sampai pukul 8 pagi selama
Rasional : Terapi sinar matahari pagi merupakan salah satu cara yang dapat
2) Anjurkan pada ibu untuk tetap menyusui bayinya sesering mungkin 8-10 x/ hari
Rasional : Nutrisi terbaik untuk bayi baru lahir adalah ASI yang dapat diberikan
kebutuhan bayi
pada bayi
(7) Suhu tubuh terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi)
Rasional : Agar ibu mengetahui secara dini tanda-tanda bahaya pada bayi.
VI. PELAKSANAAN
1. Umum
1) Memberitahu orang tua bayi bahwa akan dilakukan pemeriksaan fisik pada bayi
Hasil : Orang tua bayi mengerti dan mau bekerja sama dalam melakukan pemeriksaan
1) Menjemur bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7 sampai pukul 8 pagi selama
Hasil : Bayi telah dijemur dengan cahaya matahari pagi selama 15-30 menit dalam 3 hari
2) Menganjurkan pada ibu untuk tetap menyusui bayinya sesering mungkin 8-10 x/ hari
Hasil : Ibu selalu memeluk dan menggendong bayinya dengan penuh kasih saying, serta
Hasil : Ibu mengganti popok bayi setiap kali basah dan kotor
(7) Suhu tubuh terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi)
Hasil : Ibu mengerti dengan penjelasan bidan dan jika menemukan salah satu
dari tanda bahaya tersebut akan segera mendatangi bidan atau
petugas Kesehatan lainnya.
VII. EVALUASI
1. Bayi dalam keadaan sehat yang ditandai dengan keadaan umum bayi baik, tanda-tanda
a. HR : 136 x/i
b. RR : 40 x/i
c. T : 37,5 oC
2. Ikterus teratasi yang ditandai dengan warna kulit bayi tidak kuning, dan bayi telah
35
Catatan Perkembangan
Catatan perkembangan ini dilakukan pemantauan selama 3 hari, dengan menggunakan metode
pendekatan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny. “S” dengan Ikterus Fisiologis
Neonatorum di Klinik Pratama Bunda Fitria, Riau tanggal 25 November 2022 sd 28 November
2022
Warna : Kuning
BAB : 1-3 x/hari
Warna : Kuning, konsistensi lembek
7) Pemeriksaan refleks
a) Refleks moro : baik
b) Refleks rooting : baik
c) Refleks graps : baik
d) Refleks sucking : lemah
e) Refleks swallowing : lemah
c. Assesment (A)
d. Planning (P)
1) Memberitahu orang tua bayi bahwa akan dilakukan pemeriksaan fisik pada bayi
Hasil : Orang tua bayi mengerti dan mau bekerja sama dalam melakukan
pemeriksaan
dengan kasa steril tanpa dibubuhi apapun dan menganjurkan ibu untuk selalu
menjaga kebersihan tali pusat serta menjaga agar tetap kering.
Hasil : Tali pusat telah terbungkus dengan kassa steril dan bersih
Hasil : Ibu selalu memeluk dan menggendong bayinya dengan penuh kasih saying,
(7) Suhu tubuh terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi)
Hasil : Ibu mengerti dengan penjelasan bidan dan jika menemukan salah satu dari
tanda bahaya tersebut akan segera mendatangi bidan atau petugas
Kesehatan lainnya.
38
c. Assesment (A)
39
1) Diagnosa actual : Bayi umur 6 hari sesuai masa kehamilan (39 minggu 2 hari)
dengan keadaan umum baik
2) Diagnosa potensial : -
3) Tindakan segera :-
d. Planning (P)
1) Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil : HR : 140 x/i
RR : 44 x/i
T : 37 oC
2) Menjemur bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7 pagi sampai pukul 8
pagi selama 15-30 menit dalam keadaan telanjang dengan mata ditutupi.
Hasil : Bayi telah dijemur dengan cahaya matahari pagi selama 15-30 menit
3) Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui banyinya sesering mungkin 8-10 x/hari
Hasil : Ibu menyusui bayinya setiap 2 jam
4) Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan bayinya
Hasil : Ibu mengganti popok bayi setiap kali basah dan kotor.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan kebidanan pada bayi “S” dengan
Ikterus Fisiologi di Klinik Pratama Bunda Fitria Riau menggunakan manajemen asuhan
kebidanan menurut Varney yang terdiri dari 7 langkah yaitu, pengumpulan data dasar,
identifikasi diagnosa atau masalah aktual, identifikasi diagnosa atau masalah potensial, perlunya
tindakan segera atau kolaborasi, merencanakan asuhan yang menyeluruh, melaksanakan
perencanaan, dan evaluasi.
40
umumnya pada hari ketujuh organ hati mulai melakukan fungsinya dengan baik
(Marmi,Rahardjo. 2012).
41
42
bilirubin dapat menumpuk diotak yang disebut dengan kern ikterus (Herawati dan Maya,
2017).
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi yang menimbulkan kern ikterus yang jika tidak ditangani
dengan baik dapat menyebabkan keterbelakangan mental (Maulike, Novie dan Nurjanah
Ade, 2012). Kondisi hiperbilirubinemia yang tak terkontrol dan kurang penanganan yang
baik dapat dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti kern ikterus akibat efek
toksik bilirubin pada sistem saraf pusat (Mastiningsih, Putu, 2012).
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah kern ikterus yang
merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat yang dapat menimbulkan
gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang
sangat mempengaruhi kualitas hidup (Maulida, Luluk Fajria, 2014).
Diharapkan penatalaksanaan yang baik dari tenaga kesehatan dapat mencegah
terjadinya yaitu dengan adanya pengawasan antenatal yang baik serta pertolongan
persalinan yang aman dengan berpedoman pada asuhan sayang ibu sehingga mampu
menurunkan angka kejadian ikterus neonatorum, karena jika tidak ditanggulangi dengan
baik maka 75% bayi hiperbilirubinemia akan meninggal dan dampak yang terjadi apabila
bayi mengalami hiperbilirubinemia 80% dari bayi yang hidup akan mengalami
keterbelakangan mental (Maulike, Novie dan Nurjanah Ade, 2012).
Pada kasus bayi “S” telah dilakukan observasi penanganan umum dan
penanganan segera dengan pemberian ASI sesering mungkin dan menjemur bayi di
cahaya matahari pagi sehingga masalah potensial (kern ikteus) tidak muncul. Hal ini
dikarenakan penanganan yang tepat dan baik, Sehingga pada tahap ini tidak terjadi
kesenjangan antara teori dan kasus nyata.
keterbatasan sarana dan tidak adanya petugas laboratorium di klinik Pratama Bunda
Fitria.
Pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi dan
pemantauan perkembangan icterus.
Berdasarkan kasus pada bayi Ny. “S” penulis melakukan Tindakan segera atau
kolaborasi jika ada kelainan atau komplikasi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Etismi (2014) yang melakukan kolaborasi dengan petugas laboiratorium
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium.
5. Rencana Asuhan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manjemen terhadap diagnosa
atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi dan pada langkah ini reformasi
data yang tidak lengkap bisa dilengkapi.
Perencanaan ini disusun berdasarkan diagnosa, masalah dan kebutuhan. Pada
kasus bayi dengan ikterus fisiologi rencana asuhan yang dilakukan adalah observasi KU
umum yang bertujuan untuk memantau agar keadaan bayi tidak mencapai nilai yang
menimbulkan kern ikterik, penuhi kebutuhan nutrisi secara baik karena bayi malas
minum serta mencegah bayi tidak dehidrasi karena pengaruh sinar lampu, kolaborasi
dengan dokter spesialis anak, observasi BAB dan BAK, juga lingkungan sekitar bayi
dijaga agar tetap bersih dan hangat (Mufdillah, dkk, 2012).
Pada kasus bayi Ny.”S” dengan icterus fisiologis asuhan yang diberikan menjadi
3 bagian yaitu rencana umum yaitu rencana asuhan untuk bayi baru lahir, asuhan untuk
bayi icterus neonatorum, dan Health Education (HE). Rencana umum diantaranya adalah
beritahu orang tua bayi bahwa bayi akan dilakukan pemeriksaan fisik, observasi TTV,
ajarkan perawatan tali pusat yang benar.
Penanganan icterus fisiologis neonatorum, Tindakan yang dilakukan yaitu jemur
bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7-8 pagi selama 15-30 menit dalam
keadaan telanjang dengan mata ditutupi, menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
sesering mungkin 8-10 x/ hari, anjurkan ibu selalu berinteraksi dengan bayinya untuk
memberikan stimulasi. Health Education (HE) pada ibu tentang ajarkan ibu untuk
48
menjaga kebersihan bayinya, jelaskan tentang tanda-tanda bahaya pada bayi. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Etismi (2014) yang sesuai dengan teori
yang ada. Berdasarkan hal di atas, terdapat kesenjangan antara tinjauan Pustaka dengan
kasus yang didapatkan dimana tidak dilakukan pemeriksaan bilirubin dalam darah. Hal
ini dikarenakan terbatasnya persediaan alat sehingga pemeriksaan bilirubin tidak
dilakukan.
6. Penatalaksanaan Asuhan
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Penatalaksanaan ini bisa dilakukan
oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota kesehatan yang lain. Walaupun
bidan tidak melakukannya sendiri tetapi dia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaanya sehingga dapat meningkatkan mutu dan asuhan pada bayi
dengan ikterus fisiologi.
Pada tahap ini penulis tidak menemukan hambatan-hambatan yang berarti karena
adanya kerjasama dan penerimaan yang baik dari keluarga pasien dan dukungan dari
petugas kesehatan. Pentalaksanaan yang dilakukan pada bayi dengan ikterus fisiologi
adalah Pemberian ASI secara optimal perlu diingat bahwa bilirubin dapat dipecah apabila
bayi mengeluarkan feses dan urin. Sehingga pemberian ASI harus diberikan sebab ASI
sangat efektif dalam memperlancar BAB dan BAK. Namun demikian, pemberiannya
harus tetap dalam pengawasan dokter (Maulida, Fajria Luluk, 2014).
Pada kasus bayi Ny.”S” dengan icterus fisiologis asuhan yang diberikan menjadi
3 bagian yaitu rencana umum yaitu rencana asuhan untuk bayi baru lahir, asuhan untuk
bayi icterus neonatorum, dan Health Education (HE). Rencana umum diantaranya adalah
beritahu orang tua bayi bahwa bayi akan dilakukan pemeriksaan fisik, observasi TTV,
ajarkan perawatan tali pusat yang benar.
Penanganan icterus fisiologis neonatorum, Tindakan yang dilakukan yaitu jemur
bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7-8 pagi selama 15-30 menit dalam
keadaan telanjang dengan mata ditutupi, menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
sesering mungkin 8-10 x/ hari, anjurkan ibu selalu berinteraksi dengan bayinya untuk
memberikan stimulasi. Health Education (HE) pada ibu tentang ajarkan ibu untuk
menjaga kebersihan bayinya, jelaskan tentang tanda-tanda bahaya pada bayi. Hal ini
49
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Etismi (2014) yang sesuai dengan teori
yang ada. Berdasarkan hal di atas, terdapat kesenjangan antara tinjauan Pustaka dengan
kasus yang didapatkan dimana tidak dilakukan pemeriksaan bilirubin dalam darah. Hal
ini dikarenakan terbatasnya persediaan alat sehingga pemeriksaan bilirubin tidak
dilakukan.
7. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang sesuai dengan masalah dan
diagnosis klien, juga benar dalam pelaksanaanya. Disamping melakukan evaluasi
terhadap hasil asuhan yang telah diberikan, bidan juga dapat melakukan evaluasi terhadap
proses asuhan yang telah diberikan. Dengan harapan, hasil evaluasi proses sama dengan
hasil evaluasi secara keseluruhan. Pada teori bayi dengan ikterus keadaan yang ingin
dicapai adalah KU bayi baik, kenaikan berat badan bayi, warna kuning pada kulit bayi
sudah tidak terlihat, kebutuhan cairan bayi terpenuhi, refleks isap baik (Mufdillah, dkk,
2012).
Berdasarkan studi kasus bayi Ny. “S” setelah mendapatkan asuhan selama 3 hari,
sejak tanggal 25 November 2022 s.d 28 November 2022 didapatkan hasil icterus dapat
teratasi yang ditandai dengan warna kuning pada wajah dan leher menghilang, bayi telah
menyusu secara adekuat, keadaan umum bayi baik dan TTV dalam batas normal yaitu
HR : 140 x/I, RR : 44 x/i, dan T : 37 oC. Serta tidak terjadi kern icterus yang ditandai
dengan feses dan urine berwarna kuning. Berdasarkan hal tersebut terdapat kesamaan
abtara tinjauan Pustaka dengan kasus yang didapatkan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dalam melakukan pengumpulan data dasar pada bayi “S” dengan ikterus Fisiologi
dilaksanakan dengan mengumpulkan data subyektif yang diperoleh dari hasil
wawancara dimana ibu pasien mengatakan kulit bayinya berwarna kuning, data objektif
diperoleh dari pemeriksaan fisik seperti kulit dan sklera bayi nampak kuning, refleks
isap dan menelan bayi lemah.
2. Identifikasi diagnosa atau masalah aktual dilakukan dengan pengumpulan data secara
teliti dan akurat, sehingga didapatkan diagnosa kebidanan pada bayi “S”, BCB, SMK
dengan ikterus fisiologi yang disertai dengan masalah kekurangan kebutuhan nutrisi.
3. Diagnosa potensial pada kasus ini tidak muncul karena penanganan yang cepat dan
tepat.
4. Tidak diperlukannya Tindakan segera karena tidak ada kelainan atau komplikasi yang
terjadi pada bayi Ny. “S”
5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh, pada kasus ini rencana asuhan yang dilakukan
yaitu melakukan pemeriksaan TTV pada bayi, menganjurkan ibu untuk menyusui
bayinya sesering mungkin, menjemur bayi pada sinar matahari pagi pukul 07-08 pagi
dengan mata ditutupi, menganurkan ibu untuk sering berinterasi dengan bayinya, dan
memberikan HE pada ibu tentang menjaga kebersihan bayinya juga tnda-tanda bahaya
pada bayi baru lahir.
6. Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan pada bayi “S” merupakan pelaksanaan
dari rencana tindakan.
7. Evaluasi, setalah dilakukan asuhan kebidanan selama 3 hari pada kasus bayi “S”
dengan ikterus fisiologi didapat hasil KU bayi baik, refleks menghisap dan menelan
kuat, sklera dan kulit bayi sudah tidak kuning, kebutuhan nutrisi tercukupi.
50
51
5.2 Saran
Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan kasus penulis memberikan sedikit masukan
atau saran yang diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi Klinik
Diharapkan lebih meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan asuhan
pada bayi agar dapat mempercepat proses penyembuhan khususnya pada bayi dengan
ikterus fisiologi dan mencegah terjadinya komplikasi.
2. Bagi pendidikan
Diharapkan agar institusi pendidikan dapat lebih meningkatkan dan menambah
referensi sehingga dapat membantu penulis atau mahasiswa yang akan mengambil
kasus yang sama.
3. Bagi profesi
Meningkatkan mutu penanganan dan pelayanan bagi bayi dengan ikterus fisiolog
secara cepat, tepat dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Anggaraini Yetti. Hubungan antara Persalinan Premature dengan Hiperbilirubin pada Neonatus.
Lampung: Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 2, Oktober 2014, hlm 109-112.2014.
Dewi Lia Nanny. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Timur. 2013.
Faiqah, Syajaratuddur. Hubungan Usia Gestasi dan Jenis Persalinan Dengan Kadar
Bilirubinemia pada Bayi Ikterus di RSUP NTB: Jurnal Kesehatan Prima, Vol 8,
No.2.Agustus 2014.
Indrayani dan Moudy Emma Unaria Djami. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
CV Trans Info Media. 2013.
Khadijah, Rahmawati dwi, Mahmudah. 2015. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Ikterus Fisiologi pada Bayi Baru Lahir. Banjarmasin: Dinamika Kesehatan,
Vol.6 No. 2. 2013.
International Journal of Research in Medical Sciences. 2016. Vol 4. Issue 10. Page 4545.
Mala, Viya Yanti. Analisa Penyebab Angka Kematian Bayi (AKB) Intervensi Program KKB
mencapai sasaran MDG’S.2015
Manggiasih, Vidia Atika dan Pongki Jaya. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Prasekolah. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media. 2016.
Maryuni, dan Anik. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Pra-sekolah: In Media. 2014.
Marmi, dan Kukuh Rahardjo. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Media. 2012.
Maulida, Luluk Fajria. Ikterus Neonatorum: PROFESI. Vol.10, No.3. September, 2013-
Februari 2014.
52
Maulike, Novie dan Nurjannah Ade. Faktor-Faktor Pada Ibu Bersalin Yang Berhubungan
dengan Kejadian Hiperbilirubin Pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Kesehatan Kartika.Vol.8
No.4 Maret 2013.
Nadyah, Kegawatdaruratan Neonatal, Anak dan Maternal. Alauddin University Press, 2013.
RN Lochart Anita, dan Lyndon Saputra. Asuhan Kebidanan Neonatus Normal dan Patologi.
Tangerang Selatan: Pustaka Pelajar. 2014.
Rohsiswatmo, dan Rina. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo. 2014.
53