Anda di halaman 1dari 56

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “K” DENGAN

IKTERUS FISIOLOGIS DI KLINIK PRATAMA BUNDA FITRIA RIAU


TAHUN 2022

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Bidan


Di Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua

Disusun Oleh :

1. Debora Masdiana 6. Fitriani Ritonga


Lumbanraja 7. Hariyati
2. Destin Stevani Waruwu 8. Hesty Rinjani Br. Sinulingga
3. Esra Rusdamayanti 9. Meli Br. Ginting
4. Evalina Simamora 10. Rini Octaviani
5. Febri Ronauli Simatupang

Dosen Pembimbing :
Bd. Kristin Natalia Napitupulu, SST, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM


PROFESI INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat Rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah ini, serta banyak
mendapat pengalaman dan pengetahuan dalam judul“ Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi
Ny “S” Dengan Ikterus Fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Riau Tahun 2022 ” Khususnya
bagi mahasiswa Profesi Kebidanan Non-Reguler Institut Kesehatan Deli Husada Delitua,
walaupun didalamnya masih terdapat banyak kekurangan.
Adapun maksud dan tujuan makalah ini dibuat yaitu untuk memenuhi salah satu tugas
praktek yang diberikan dosen dan untuk dipelajari secara bersama-sama. Kami menyadari
penyelesaian asuhan ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara moral maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada ibu Bd. Kristin Natalia Napitupula, SST, M.Kes selaku dosen pembimbing
kami dan Ibu Klinik dari Klinik Pratama Bunda Fitria, Riau.
Semoga makalah asuhan ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pengembangan ilmu di
bidang kebidanan pada umumnya. Kami menyadari kekurangan yang tak dapat dihindari pada
makalah ini, sehingga kritik dan saran yang membangun dari segala pihak guna untuk
kesempurnaan makalah asuhan ini.

Riau, Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Hal

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
1.4 Manfaat.............................................................................................................................3
1.4.1 Manfaat Teoritis.........................................................................................................3
1.4.2 Manfaat Praktis..........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................4
2.1 Konsep Dasar Teori..........................................................................................................4
2.1.1 Bayi Baru Lahir (BBL)....................................................................................................4
2.1.2 Ikterus Neonatorum...................................................................................................5
2.2 Tinjauan Tentang Proses Manajemen Kebidanan...........................................................15
2.2.1 Pengertian......................................................................................................................15
2.2.2 Tahapan dalam Manajemen Kebidanan...................................................................15
2.2.3 Pendokumentasian Asuhan Kebidanan....................................................................19
BAB III STUDI KASUS..............................................................................................................21
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................................39
BAB V PENUTUP.......................................................................................................................48
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................................48
5.2 Saran................................................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................50

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus neonatorum termasuk masalah kesehatan yang sering ditemukan pada bayi baru
lahir yang jika tidak ditangani sejak dini dapat berakibat fatal. Ikterus merupakan keadaan
klinis berupa pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit akibat penumpukan
bilirubin dalam darah (Mathindas, dkk, 2013).
Ikterus neonatorum dapat bersifat fisiologis atau patologis. Ikterus neonatorum fisiologis
timbul akibat peningkatan kadar bilirubin < 5 mg/dl/24 jam yaitu yang terjadi 24 jam pasca
salin. Ikterus neonatorum fisiologis timbul akibat metabolisme bilirubin neonatus yang belum
sempurna yaitu masih dalam masa transisi dari masa janin ke masa neonatus. Ikterus
neonatorum patologis adalah ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama pasca salin dimana
peningkatan dan akumulasi bilirubin indirek >5 mg/dl/24jam dan icterus akan tetap menetap
hingga 8 hari atau lebih pada bayi yang cukup bulan (matur) sedangkan pada bayi kurang
bulan (prematur) ikterus akan tetap ada hingga hari ke-14 atau lebih (Anik, dkk, 2013).
Ikterus neonatorum dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Zaben B, dkk, factor
risiko yang sering menyebabkan ikterus di wilayah Asia Tenggara antara lain:
inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, prematuritas, asfiksia, BBLR, sepsis
neonatorum. Terjadinya ikterus pada bayi baru lahir yaitu 25-50% neonates cukup bulan dan
lebih tinggi pada neonatus kurang bulan (Novianti, dkk, 2018).
Berdasarkan penelitian Siska (2017). Menurut World Health Organization (WHO) pada
tahun 2015 angka kejadian icterus sebesar 6,6 juta, tahun 2014 sebesar 73%, dan pada tahun
2015 sebesar 79,6% (Siska, 2017).
Menurut penelitian Indrianita (2018). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) pada tahun 2015 menunjukkan angka kejadian icterus neonatoum yang
terdapat pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47%, dengan faktor penyebabnya antara
lain Asfiksia 51%, BBLR 42,9%, Prematur 33,3%, dan sepsis 12% (Indrianita, 2018).

1
2

Berdasarkan penelitian Hasyyati, dkk (2015). Di Kalimantan Selatan khususnya di daerah


Banjarmasin angka kejadian Ikterus neonatorum pada tahun 2013 sebanyak 12%, tahun 2014
sebanyak 27% dan pada tahun 2015 sebanyak 36% berdasarkan data tersebut kasus icterus
dari tahun ke tahun semakin meningkat (Hasyyati, dkk, 2015).
Kami tertarik untuk mengambil kasus icterus mengingat komplikasi yang dapat
ditimbulkan apabila bayi icterus tidak segera ditangani dan kadar bilirubinnya yang semakin
tinggi, maka dapat menyebabkan kern icterus dimana bayi dengan keadaan ini mempunyai
resiko terhadap kematian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka rumusan masalahnya yaitu, Bagaimana
Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir dengan Ikterus Fisiologis ?

1.3 Tujuan
Melakukan Asuhan Kebidaan pada bayi Ny. S atas indikasi icterus fisiologis menggunakan
metode pendekatan tujuh Langkah varney.
1. Melakukan pengkajian Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas
indikasi ikterus fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
2. Menginterpretasikan data yang meliputi diagnosa Kebidanan masalah dan kebutuhan
Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas indikasi ikterus fisiologis di Klinik Pratama
Bunda Fitria Tahun 2022.
3. Menentukan diagnosa potensial Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas indikasi ikterus
fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
4. Mengantisipasi Penanganan Tindakan Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas indikasi
ikterus fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
5. Menyususn Rencana Asuhan Pada Bayi Ny. S 1 hari post partum atas indikasi ikterus
fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
6. Melakukan rencana tindakan yang telah disusun Bayi Ny. S 1 hari post partum atas
indikasi ikterus fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
7. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang diberikan Pada Bayi Ny. S 1 hari post
partum atas indikasi ikterus fisiologis di Klinik Pratama Bunda Fitria Tahun 2022.
3

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilam secara


langsung dalam memberikan asuhan kebidanan terhadap deteksi dini Masa Nifas Post
Sc dengan Preeklamsi pada ibu nifas.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Tempat Pelayanan


Diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dalam membarikan asuhan pada
Bayi Baru Lahir dengan Ikterus.
2. Bagi Penulis
Diharapkan dijadikan sebagai tambahan informasi untuk meningkatkan
pengetahuan, wawasan, dan keterampilan dalam memberikan asuhan
kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Ikterus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori


2.1.1 Bayi Baru Lahir (BBL)

a. Pengertian
Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan genap 37 minggu
sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai Apgar lebih dari 7
dan tanpa cacat bawaan (Yulianti dan Rukiyah, 2013).
Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4 minggu dengan usia
kehamilan 38-42 minggu (Marmi dan Rahardjo, 2012).
Berdasarkan dari beberapa referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bayi
baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan aterm dengan berat badan
2500-4000 gram, nilai apgar lebih dari 7 dan tanpa cacat bawaan.
b. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal
Menurut Daru (2018), ciri bayi normal adalah:
1) Lahir aterm antara 37-42 minggu
2) Berat badan 2.500-4.000 gram.
3) Panjang badan 48-52 cm
4) Lingkar dada 30-38 cm
5) Lingkar kepala 33-35 cm
6) Gerakan aktif
7) Bayi lahir langsung menangis kuat
8) Bunyi jantung pada menit pertama kurang lebih 180x/menit menurun sampai
120-160x/menit.
9) Pernapasan bayi pada menit pertama 80x/menit menurun sampai 40x/menit.
10) Kulit merah muda, lanugo tidak nampak
11) Untuk laki-laki testis sudah turun dan untuk perempuan genitalia labia mayora
telah menutupi labia minora.
12) Eliminasi, urine dan mekoniu makan keluar 24 jam, pertama meconium berwarna
kecoklatan atau kehitaman

4
5

c. Komplikasi pada bayi baru lahir


Menurut Fauziah dan Sudarti (2012), komplikasi bayi baru lahir yaitu :
1) Asfiksia
2) BBLR
3) Ikterus Neonatorum
4) Tetanus Neonatorum

2.1.2 Ikterus Neonatorum

a. Pengertian
Ikterus neonatorum adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat dari
pada kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya dan
mengeluarkan dari dalam tubuh (Rohani, dkk, 2017)
Ikterus neonatorum atau penyakit kuning adalah kondisi umum pada neonatus
yang mengacu pada warna kuning didaerah kulit dan sklera yang disebabkan karena
terlalu banyaknya bilirubin dalam darah (Marmi, 2012).
Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang nampak pada sklera, selaput
lender, kulit atau organ lain pada nenonatus akibat kadar bilirubin dalam darah lebih dari
10 mg/dl pada 24 jam pertama kehidupan (Purnamaningrum, 2012).
Berdasarkan dari beberapa referensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Ikterus
neonatorum adalah suatu kondisi dimana kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl
yang ditandai dengan warna kuning pada sclera, kulit atau organ tubuh lain.
b. Etiologi
Menurut Kusuma dan Anik, dkk (2013), ikterus pada bayi baru lahir yang paling
sering muncul karena fungsi hati masih belum sempurna untuk mengeluarkan bilirubin
dari aliran darah.
Ikterus juga bias terjadi karena beberapa kondisi klinik, diantaranya :
6

1) Ikterus fisiologis
Disebabkan karena terdapat kesenjangan antara proses pemecahan sel darah
merah dan kemampuan bayi untuk mantranspor, mengkonjugasi,serta mengekskresi
bilirubin tak terkonjugasi sehingga mengakibatkan :
a) Peningkatan pemecahan sel darah merah
b) Penurunan kemampuan mengikat albumin
c) Peningkatan reabsorbsi enterohepatic
d) Breast milk jaundice (Terdapat hormone didalam kandungan ASI)
e) Breastfeeding jaundice (ASI yang keluar masih belum lancar)
2) Ikterus patologis
Dapat disebabkan dari beberapa factor diatas dan ada beberapa faktor tambahan
yang meliputi :
a) Ketidak cocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO dan rhesus) ibu dan
janin.
b) Lebam pada kulit bayi (sefalhematom) karena trauma pada proses persalinan.
c) Ibu yang menderita penyakit diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi kuning
karena memiliki sumber bilirubin 30% lebih besar sehingga membuat proses
konjugasi menjadi tidak efektif dan menyebabkan meningkatnya kadar bilirubin
tak terkonjugasi.
c. Proses Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah zat yang terbentuk secara normal dari proses penguraian dalam
sel darah merah (SDM). SDM yang sudah tua, dan imatur dibuang dari sirkulasi dan
dipecah di dalam system retikuloendotelial (hati, limpa, dan makrofag). Hemoglobin
dipecah menjadi produk sisa heme, dan globin. Globin dipecah menjadi asam amino,
yang digunakan kembali oleh tubuh untuk membuat protein. Heme akan berikatan
dengan oksigen (hem oksigenase) sehingga menghasilkan biliverdin dan kemudian
biliverdin akan melakukan reduksi (biliverdin reduktase) menjadi bilirubin tak
terkonjugasi.
Bilirubin tak terkonjugasi akan berikatan dengan albumin untuk ditranspor dalam
plasma ke hati. Kemudian, di hati akan dilakukannya proses ambilan yaitu bilirubin
dilepaskan dari albumin dan dengan bantuan enzim glukoronil transferase akan dirubah
7

menjadi bilirubin konjugasi (bilirubin yang mudah larut dalam air dan siap untuk
ekskresi).
Bilirubin terkonjugasi diekskresi melalui empedu dibawa ke dalam saluran
intestinal, dengan bantuan bakteri usus untuk mengubah menjadi urobilinogen,
kemudian urobilinogen diereksi dalam feses dinamakan strekobilin dan sebagian kecil
diserap kembali oleh usus menuju vena porta, kemudian ada yang diereksikan kembali
dalam empedu dan juga ada yang mencapai ginjal sehingga diereksikan lewat urin
(Asrining, dkk 2013).
d. Patofisiologi terjadinya Ikterus
Pada dasarnya proses terjadinya icterus sama dengan proses metabolisme
bilirubin. Hanya saja proses terjadinya icterus ketika hati masih belum berfungsi dengan
baik, dan jumlah bakteri dalam saluran intestinal tidak mencukupi untuk mengubah
bilirubin tak terkunjugasi menjadi konjugasi, maka akan membuat bilirubin yang ada
didalam tubuh menjadi menumpuk dan masuk kedalam sirkulasi darah yang
menyebabkan bilirubin akan disimpan dibawah lapisan kulit sehingga kulit bayi menjadi
kuning (Hartina, 2017).
e. Klasifikasi Ikterus
Menurut Yuliawati (2018), Ikterus dibagi menjadi 2 yatu :
1) Ikterus Fisiologis
a) Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan terlihat jelas pada
hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke-10.
b) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.
c) Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12mg/dL,
dan pada BBLR 10mg/dL dan akan akan hilang pada hari ke-14.

2) Ikterus Patologis

a) Ikterus timbul pada 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total


lebihdari 12mg/dLdan menetap lebih dari 10 hari.
b) Peningkatan bilirubin 5mg/dL atau lebih dari 24 jam.
c) Warna kuning pada kulit dan sclera akan menetap lebih dari 10 hari
8

d) Konsentrasi serum bilirubin melebihi 10mg/dL pada bayi kurang bulan


dan 12,5mg/dL pada bayi cukup bulan.

f. Jenis-jenisi Ikterus
Menurut Marmi & Rahardjo (2012), jenis ikterus meliputi :
1) Ikterus Hemolitik
Ikterus hemolitik merupakan golongan penyakit yang disebabkan oleh
inkompatibilitas rhesus, ABO, kelainan eritrosit kongenital.
2) Ikterus Obstruktif
Ikterus yang terjadi karena penyumbatan saluran empedu. Akibat
sumbatan ini akan terjadi penumpukan bilirubin secara tidak langsung.
3) Ikterus yang disebabkan oleh hal lain Pengaruh hormone atau obat yang
mengurangi kesanggupan hati untuk mengadakan konjugasi bilirubin.
Misalnya, icterus karena ASI ibu disebabkan hormon yang dihasilkan dalam
ASI ibu menghalangi penyingkiran bilirubin melalui usus.
g. Manifestasi Klinis Menurut Maulida, dkk (2014), Tanda dan gejala icterus yaitu :
1) Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ
lain akibat penumpukan bilirubin.
2) Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
3) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
4) Tidak mau menghisap.
h. Faktor Resiko
Menurut Mustarim, dkk (2013), factor resiko yang bisa menyebabkan ikterus
yaitu,
1) BBLR
2) Usia Kehamilan
3) Penyakit hemolisis karena inkompatibilitas gologan darah ABO.RHESUS
Asfiksia atau asidosis
9

4) Hipoksia, trauma serebral


5) Sefalhematom
6) Infeksi sistemik (sepsis neonatorum).

i. Komplikasi Ikterus
Komplikasi dari icterus yaitu Kern Ikterus yang terjadi karena bilirubin yang
menumpuk didalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu fungsi otak sehingga
dapat menyebabkan kejang dan kematian bayi (Anik, dkk. 2013).
j. Penilaian Ikterus
Menurut Mahtindas (2014), icterus dapat ada pada saat lahir atau muncul pada
setiap saat selama masa neonatus, bergantung pada keadaan yang menyebabkannya.
Ikterus biasanya mulai dari muka dan ketika kadar serum bertambah, maka turun ke
abdomen kemudian kaki.
Bayi baru lahir akan tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 5
mg/dl. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada
BBL menurut Kramer adalah dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut.
k. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Noviyanti (2018), Pada icterus pemeriksaan darah diperlukan untuk
mengetahui :
1) Kadar bilirubin indirect (tak terkonjugasi) dengan cara total bilirubin
dikurang jumlah bilirubin direct (terkonjugasi). Pada pemeriksaan ini juga
ada pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan darah lengkap.
2) Pemeriksaan golongan darah dan rhesus ibu dan bayi.
3) Pemeriksaan tes Coombs yaitu pemeriksaan untuk menemukan antibodi yang
merusak sel darah merah.
l. Penanganan Ikterus
Menurut Anil, dkk (2014), penanganan icterus yaitu :
10

1) Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan
dengan nasehat untuk kembali jika icterus berlangsung lebih dari 2 minggu.
2) Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI
ekslusif lebih sering minimal setiap 2 jam.
3) Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui pipa naso gastrik atau
dengan gelas dan sendok.
4) Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi selama 30
menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi selalu tetap hangat.
5) Setiap Ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca kelahiran maka membutuhkan
pemeriksaan laboratorium lanjut: minimal kadar bilirubin serum total,
pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis oleh karena itu selanjutnya
harus dirujuk.
6) Fototerapi : Berdasarkan jurnal penelitian (Wanda, 2018) menurut (Roharjdo,
2014). Cara kerja fototerapi adalah dengan mengubah bilirubin menjadi
bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
Ketika bilirubin mengabsorpsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya
bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui
empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat
fototerapi pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi
diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin.
Fotoisomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara
langsung bias dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk fotoksi dan saja
yang bias diekskresikan lewat urin.
a) Jenis lampu
Beberapa studi menunjukan bahwa lampu flouresen biru lebih
efektif dalam menurunkan bilirubin. Karena cahaya biru dapat
mengubah warna bayi, maka yang lebih disukai adalah lampu
flouresen cahaya normal karena dengan spektrum 420–460 nm
sehingga asuhan kulit bayi dapat diobservasi dengan baik mengenai
warnanya (jaundis, palor, sianosis) atau kondisilainnya. Agar
11

fototerapi efektif, kulit bayi harus terpajang penuh terhadap sumber


cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar bilirubin serum
meningkat sangat cepat 17 atau mencapai kadar kritis, dianjurkan
untuk menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik ini
melibatkan dengan menggunakan lampu over head konvensional
sementara itu bayi berbaring dalam selimut fiberoptik. Hasil terbaik
terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama fototerapi. Fototerapi
intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar bluegreen
spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling
kurang 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radio meter, atau diperkirakan
dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan
kulit bayi yang terpajang lebih luas). Bila konsentrasi bilirubin tidak
menurun atau cenderung naik pada bayi–bayi yang mendapat
fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.
b) Jarak
Dosis dan kemanjuran dari fototerapi biasanya dipengaruhi oleh
jarak antara lampu (semakin dekat sumber cahaya, semakin besar
radiasinya) dan permukaan kulit yang terkena cahaya, karena itu
dibutuhkan sumber cahaya di bawah bayi pada fototerapi.
Jarak antara kulit bayi dan sumber cahaya dengan lampu neon,
jarak harus tidak lebih besar dari 50 cm(20 in). Jarak ini dapat
dikurangi sampai 10-20 cm jika homeostasis suhu dipantau untuk
mengurangi resiko overheating
c) Berat badan
Untuk usia bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram,
memulai fototerafi sebesar 5-6 mg/dLpadausia 24 jam, kemudian
meningkat secara bertahap sampai usia 4 hari. Efisiensi fototerapi
tergantung pada jumlah bilirubin yang diradiasi.
Penyinaran area permukaan kulit lebih efisien daripada penyinaran
daerah kecil, dan efisiensi meningkat fototerapi dengan konsentrasi
bilirubin serum. Ikterus yang timbul pada usia 25-48 jam pasca
12

kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total


>12mg/dl (170mmol/L).
Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total >
15mg/dl (260mmol/L). Bila fototerapi 2x24 jam gagal menurunkan
kadar bilirubin serum total < 20mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan
untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20
mg/dl (>340mmol/L) dilakukan fototerapi dan harus dilakukan
tindakan tranfusi tukar.
Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (>260 mmol/L) pada
25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan
laboratorium ke arah hemolisis. Usia 49- 72 jam pasca kelahiran,
fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15
mg/dl(260mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar
bilirubin serum total 18 mg/dl (310mmol/L). Bila fototerapi 2x24
jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25mg/dl
(430mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar
bilirubin serum total >18 mg.dl (>310mmol/L) maka fototerapi
dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar
bilirubin serum total > 25 mg/dl(>430 mmol/L) pada 49-72 jam
pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan
laboratorium kearah penyakit hemolisis. Selanjutnya pada usia >72
jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar
bilirubin serum total >17 mg/dl (290mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24
jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 untuk
dilakukan tranfusi tukar. Jika kadar bilirubin serum total sudah
mencapai > 20 mg/dl (340mmol/L) maka dilakukan fototerapi
sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin
serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia>72 jam pasca
kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke
arah penyakit hemolisis.
d) Efek samping fototerapi
13

Efek samping ringan yang harus diwaspadai perawat meliputi


feses encer kehijauan, ruam kulit transien, hipertermia, peningkatan
kecepatan metabolisme, seperti hipokalsemia. Untuk mencegah atau
meminimalkan efek tersebut, suhu dipantau untuk mendeteksi tanda
hipotermia meupun hipertermia, dan kulit tetap diobservasi
mengenai dehidrasi dan kekeringan, yang dapat menyebabkan
ekskoriasi dan luka (Kosim, 2012).
7) Transfusi Tukar
Berdasarkan jurnal penelitian (Hartina, 2017) menurut (Usman, 2014),
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah darah pasien
yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang
sama dan dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah pasien
tertukar.
Pada pasien dengan ikterus, tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah
ensefalopati bilirubin dengan mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi.
Pada bayi icterus karena isoimunisasi, transfusi tukar mempunyai manfaat
lebih karena akan membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi
darah neonatus. Hal tersebut akan mencegah terjadinya hemolisis lebih lanjut
dan memperbaiki kondisi anemianya (Usman, 2014).
8) Terapi Obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya phenolbarbital atau
luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga
bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direk.
Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang
berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin
bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi
lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan, maka terapi obat-obatan
ini dikurangi bahkan dihentikan.
Efek sampingnya adalah mengantuk dan akibatnya bayi jadi banyak tidur
dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar
gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu,
14

terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani


hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi bayi sudah bias ditangani.
9) Menyusui Bayi
Dengan ASI Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan
feses dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti
diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar
buang air besar dan buang air kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga
harus dibawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru
meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice).
Kejadian ini biasanya muncul diminggu pertama dan kedua setelah bayi
lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu
tidak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru
boleh disusui lagi.
10) Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat dirumah sakit.
Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-
beda. Caranya seperempat jam dalam keadaaan terlentang, misalnya,
seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 07.00 sampai
09.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di
bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan diatas jam
sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.
Hindari posisi yang 48 membuat bayi melihat langsung ke matahari karena
dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi disekeliling, keadaan udara
harus bersih (Nurhayati, dkk.2013).
m. Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari ikterus fiisologis adalah dengan memberi bayi
cukup minum, lebih baik lagi jika diberi ASI.
Menurut Surasmi, dkk (2013), pencegahan dibagi menjadi dua yaitu:
1) Pencegahan primer
15

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya 8-12 kali/hari untuk beberapa


hari pertama dan tidak memberikan cairan tambahan air pada bayi yang
mendapat ASI.
2) Pencegahan sekunder
a) Semua wanita hamil harus di periksa golongan darah ABO dan rhesus
serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
b) Semua bayi harus dimonitor secara rutin terhadap timbulnya ikterus dan
menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda-tanda vital bayi yang dilakukan setiap 8-12 jam.

2.2 Tinjauan Tentang Proses Manajemen Kebidanan


2.2.1 Pengertian

Manajemen Kebidanan Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah


dengan metode pengaturan pemikiran dan tindakan dalam suatu urutan logis baik
pasien maupun petugas kesehatan. Proses itu digambarkan dalam arti kata perilaku
yang diharapkan dari klinis tersebut. Hal ini digambarkan dengan jelas bahwa proses
berpikir dan bertindak yang terlibat, tetapi juga tingkat perilaku dalam setiap langkah
yang akan dicapai dalam rangka memberikan asuhan/pelayanan yang aman dan
menyeluruh.
Proses asuhan kebidanan ada tujuh langkah yang secara periodik disaring
ulang, itu mulai dengan pengumpulan data dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh
langkah terdiri dari kerangka yang menyeluruh dan dapat diterapkan dalam setiap
situasi. Setiap langkah bagaimanapun dapat diuraikan dalam tugas yang terbatas dan
ini bervariasi sesuai dengan kondisi pasien.
2.2.2 Tahapan dalam Manajemen Kebidanan

a. Langkah I : Identifikasi Data Dasar


Pengunpulan data dasar secara komprehensif untuk evaluasi pasien. Data dasar
ini termasuk riwayat kesehatan, hasil; pemeriksaan fisik apabila perlu, tinjau
catatan saat ini atau catatan lama dari rumah sakit.
16

Tinjauan singkat dari data laboratorium dan pemeriksaan tambahan lainnya,


semua informasi pasien dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi
pasien. Bidan kumpulan data awal yang menyeluruh walaupun pasien itu ada
komplikasi yang akan dibutuhkan yang akan di ajukan kepada dokter. Dalam
pengumpulan data dasar pada kasus bayi ikterus fisiologi bayi tersebut biasanya
mengalami demam, terlihat kuning, susah menghisap, sering tidur.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : Melakukan anamnesa berupa
tanya jawab dengan keluarga pasien : Identitas bayi, Umur bayi, jenis kelamin,
Berat badan, Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu, Serta Riwayat
Penyakit ibu.Kadang-kadang langkah I mungkin tumpang tindih dengan langkah 5
dan 6 karena data yang diperlukan diperoleh hasil laboratorium atau hasil
pemeriksaan lainnya. Kadang-kadang bidan perlu memulai langsung dari langkah
keempat dalam rangka untuk mengumpulkan data awal yang lengkap untuk
diajukan ke dokter.
b. Langkah Ke II : Identifikasi Diangnosa/Masalah Aktual
Dikembangkan dari data dasar : interpretasi dari data ke masalah atau diagnosa
khusus yang teridentifikasi. Kedua kata masalah maupun diagnosa dipakai, karena
beberapa masalah tidak dapat didefenisikan sebagai diagnosa tetapi tetap perlu
dipertimbangkan untuk membuat wacana yang menyeluruh untuk pasien. Masalah
pada bayi baru lahir dengan ikterus fisiologi adalah gangguan pernafasan,
kurangnya masukan nutrisi, karena bayi malas minum.
c. Langkah III : Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial lainnya berdasarkan masalah
yang sudah ada adalah suatu bentuk antisipasi, pencegahan apabila perlu
menunggu dengan waspada dan persiapan untuk suatu pengakhiran apapun.
Langkah ini sangat vital untuk asuhan yang aman.
Diagnosis potensial pada bayi baru lahir dengan ikterus fisiologi adalah
potensial terjadinya kern ikterus yang berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin serta potensial kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
terapi sinar.Antisipasi tindakan yang dilakukan oleh bidan yaitu dengan cara
perbaikan KU dengan pemberian ASI secara adekuat.
17

d. Langkah IV : Tindakan Segera/Kolaborasi


Beberapa data menunjukkan situasi emergency dimana bidan perlu bertindak
segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukkan situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga
memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan yang lainnya. Bidan mengevaluasi
situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah
ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus ikterus fisiologi adalah
kolaborasi maupun konsultasi terhadap tim kesehatan lain dapat dilakukan dengan
cepat dan tepat. Kolaborasi mungkin dapat dilakukan dengan dokter spesialis anak
dalam pemberian terapi serta petugas laboratorium untuk melakukan pemeriksaan
penunjang.
e. Langkah V : Rencana Asuhan Kebidanan
Membuat suatu rencana asuhan yang komprehensif, ditentukan oleh langkah
sebelumnya, adalah suatu perkembangan dari masalah atau diagnosa yang sedang
terjadi atau terantisipasi dan juga termasukmengumpulkan informasi tambahan
atau tertinggal untuk data dasar.
Suatu rencana asuhan yang komprehensif tidak saja mencakup apa yang
ditentukan oleh kondisi pasien dan masalah yang terkait, tetapi juga
menggarisbawahi bimbingan yang terantisipasi (anticipatory guinde.) Penyuluhan
pasien dan konseling, dan rujukan-rujukan yang perlu untuk masalah sosial,
ekonomi, agama, keluarga, budaya, atau masalah psikologi. Dengan kata lain
meliputi segala sesuatu mengenai semua aspek dari asuhan kesehatannnya. Suatu
rencana asuhan harus sama-sama disetujui oleh bidan dan wanita itu agar efektif,
karena pada akhirnya wanita itulah yang akan melaksanakan rencana itu atau tidak.
Oleh karena itu tugas dalam langkah ini termasuk membuat dan mendiskusikan
rencana dengan keluarga pasien begitu juga termasuk penegasannya akan
persetujuannya.Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu asuhan
yang komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar, berlandaskan
pengetahuan teori yang berkaitan, sesuai, dan pengetahuan teori yang up to date
serta difalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan keluarga pasien
18

tersebut dan apa yang dia tidak inginkan, rational yang berdasarkan asumsi-asumsi
dari perilaku pasien yang tidak di validasikan, pengetahuan teoritis yang salah atau
tidak memadai, atau data dasar yang tidak lengkap adalah tidak sah dan akan
menghasilkan asuhan pasien yang tidak mungkin juga tidak aman. Perencanaan
asuhan yang diberikan kepada bayi ikterus fisiologi yaitu, melakukan seperti
lainnya, berikan asuhan kepada keluarga untuk menjemur bayinya tiap pagi selama
kurang lebih 30 menit pada pukul 07:00-09:00 WITA, dibawah sinar matahari
dengan menutup mata dan genetalia bayi, menjelaskan kepada keluarga pemberian
ASI sedini dan sesering mungkin.
f. Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan
Melaksanakan perencanaan asuhan menyeluruh, perencanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh wanita tersebut, bidan atau anggota tim
kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanannya yaitu : memastikan langkah-langkah
tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan
dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami
komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap pelaksanannya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut.
Manajemen yang efesien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan
mutu dari asuhan pasien. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh
bidan yang menangani bayi sesuai dengan rencana asuhan yang direncanakan.
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa dengan mengecek kadar
bilirubin dan darah pada bayi.
g. Langkah VII : Evaluasi
Evaluasi langkah terakhir ini sebenarnya adalah merupakan pengecekan apakah
rencana asuhan tersebut, yang meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanannya dan dianggap tidak efektif jika memang tidak efektif. Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian
tidak.Sekali lagi, dengan mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini
19

merupakan suatu kontinum, maka perlu mengulang kembali dari awal setiap
asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi
megapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana
asuhan tersebut (Sudarti dan Afroh, 2012:177-182).
Evaluasi yang diharapkan pada bayi baru lahir dengan ikterus fisiologi yaitu:
keefektifan dalam pemberian terapi sudah sesuai dengan kebutuhan pasien, warna
pada kulit bayi sudah normal kemerahan tidak kuning bayi sudah dapat menyusu
dengan adekuat, dan setelah dilakukan fhototerapi tidak terdapat efek samping
yang terjadi pada bayi.

2.2.3 Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

Dokumentasi asuhan dalam pelayanan kebidanan adalah bagian dari kegiatan


yang harus dikerjakan oleh perawat dan bidan setelah memberi asuhan kepada pasien.
Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan kesehatan
pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan kebidanan serta respons pasien terhadap
asuhan yang diterimanya.
Dengan demikian dokumentasi kebidanan mempunyai porsi yang besar dari
catatan klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi
selama asuhan dilaksanakan. Disampingkan itu catatan juga dapat sebagai wahana
komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk
mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggungjawabkan.
Dokumentasi asuhan kebidanan merupakan bagian integral dari asuhan kebidanan
yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian pemahaman dan keterampilan
dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap
tenaga kebidanan agar mampu membuat dokumentasi kebidanan secara baik dan benar.
Manajemen kebidanan merupakan metode atau bentuk pendekatan yang
digunakan bidan dalam memberikan asuhan kebidanan, sehingga langkah-langkah dalam
manajemen merupakan alur pikir bidan dalam pemecahan masalah dan mengambil
keputusan klinis.
a. Subjektif (S)
20

Subjektif menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien


melalui anamnesa sebagai langkah 1 varney. Subjektif (S) ini merupakan informasi
yang diperoleh langsung dari klien. Informasi tersebut dicatat sebagai kutipan
langsung atau ringkasanyang berhubungan dengan diagnosa.Data subyektif pada
kasus bayi dengan ikterus fisiologi didapatkan dari hasil wawancara dengan
keluarga 56 mengenai perubahan setelah dilakukan evaluasi hasilnya.
b. Objektif (O)
Objektif menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan tes diagnosa lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung assesment sebagai langkah 1 varney. Data yang diperoleh dari apa
yang dilihat dan dirasakan oleh bidan pada waktu pemeriksaan termasuk juga hasil
pemeriksaan laboratorium, USG, dan lain-lain. Apa yang dapat diobservasi oleh
bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan
ditegakkan.Data objektif pada kasus bayi baru lahir dengan dengan ikterus
fisiologi adalah berupa hasil observasi keadaan umum dan vital sign, berat badan,
refleks menghisap, keaktifan gerak, pola nutrisi, eliminasi, dan hasil laboratorium
kadar bilirubin bayi.
c. Assesment (A)
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif
dan objektif dalam suatu identifikasi :
1) Diagnosa atau masalah (Diagnosa adalah rumusan dari hasil pengkajian
mengenai kondisi klien : hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil analisa data yang didapat. Masalah segala sesuatu yang
menyimpang sehingga kebutuhan klien terganggu, kemungkinan
mengganggu kehamilan atau kesehatan tetapi tidak masuk dalam diagnosa.
2) Antisipasi diagnosa atau masalah potensia. Perlunya tindakan segera oleh
Bidan atau Dokter, konsultasi atau kolaborasi atau rujukan sebagai langkah 2,
3, dan 4 varney.Pada kasus ikterus fisiologi, diagnosis yang dapat ditegakkan
berdasarkan data subjektif dan objektif, masalah yang dapat timbul yaitu
keadaan umum lemah dan malas minum.
d. Planning (P)
21

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan dan evaluasi


berdasarkan assesment sebagai langkah 5,6,7. Penatalaksanaan mencatat seluruh
perencanaan, dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan, antara lain sebagai
berikut : memonitor keadaan umum dan tanda-tanda vital, serta menimbang berat
badan, jika refleks menghisap sudah baik dan pengeluaran ASI kuat dapat
diberikan kembali secara on demand, melakukan kolaborasi dengan dokter
spesialis anak untuk melanjutkan terapi dan tindakan hingga bayi sembuh dari
ikterus.
BAB III
STUDI KASUS

Masuk tanggal / jam : 25 November 2022 / 08.00 WIB

I. PENGKAJIAN

Tanggal: 25 November 2022 / 08.00 WIB

A. DATA SUBJEKTIF

1. Biodata

Identitas anak

Nama : By. S

Tanggal Lahir, jam / umur : 22 November 2022, 02.30 WIB / 3 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke :1

Identitas orang tua

Nama Ibu : Ny. S Umur : 23 Th

Nama Suami : Tn. N Umur : 26 Th

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Padang / Indonesia

Pendidikan : SMA / SMA

Pekerjaan : IRT/Wiraswasta

Alamat : Jl. Flamboyan

No. Telp :-

22
23

-2. Alasan masuk

Ibu mengatakan ingin memeriksakan bayinya

3. Keluhan utama

Ibu mengatakan bayinya tidak mau menyusu dan menangis lemah

4. Riwayat Obstetri

Persalinan
Hamil
Umur Jns BB
ke - Tanggal Penolong Komplikasi JK
kehamilan persalinan Lahir

1 22/11/2022 Aterm Normal Bidan Tidak ada P 3500

gram

5. Riwayat Imunisasi

Jenis Pemberian Umur

Hb 0 I Tanggal : 22 November 2022 1 hari

6. Riwayat kesehatan

a. Penyakit yang pernah/sedang diderita ibu (menular, menurun, menahun)

Ibu mengatakan tidak pernah atau sedang menderita penyakit menular seperti hepatitis,

PMS, HIV/AIDS, menurun seperti hipertensi, DM, asma, ataupun menahun seperti

penyakit jantung.

b. Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga (menular, menurun, menahun)


24

Ibu mengatakan keluarga tidak pernah atau sedang menderita penyakit menular seperti

hepatitis, PMS, HIV/AIDS, menurun seperti hipertensi, DM, asma, ataupun menahun

seperti penyakit jantung.

c. Kesehatan anak

Ibu mengatakan bayinya lahir normal dan tidak ada kelainan bawaan.

A. Kebutuhan Sehari-Hari

a. Pola nutrisi Makan Minum

Frekuensi : Hanya memberikan ASI 3-4 jam sekali, durasi 3-5 menit.

Masalah pada bayi yaitu menyusu tidak efektif karena bayi

malas menyusu dan sering tidur

Macam :-

Porsi :-

Keluhan : Ibu mengatakan bayinya malas menyusu

Pantangan : Tidak Ada / Tidak Ada

b. Pola eliminasi BAB/BAK

Frekuensi : 1-2 x/hari / 3-4 x/hari

Warna : Kuning / Kuning pekat

Konsistensi : Lembek / cair

Keluhan : Tidak Ada / Tidak Ada

c. Personal hygiene

Mandi : 2 x/hari

Keramas : 2 x/minggu

Ganti baju : 2 x/hari.


25

d. Riwayat menyusui

Ibu mengatakan memberikan ASI ekslusif pada bayinya dan masih menyusui

bayinya hingga sekarang.

e. Pola Istirahat

Tidur Siang : ±9 jam /hari

Tidur Malam : ±10 jam/hari

B. DATA OBYEKTIF

1. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmetis

Tanda vital sign :

Nadi : 130 x/menit

Suhu : 36,7 oC

Pernafasan : 40 x/menit

2. Pemeriksaan fisik

Kepala : Bentuk simetris, tidak ada caput secedenum, tidak ada

cephal hematoma, dan kulit kepala bersih.

Rambut : Lurus, berwarna hitam, bersih.

Muka : Bentuk simetris, oval, tidak ada bekas luka, nampak kuning

Telinga : Simetris, Bersih, kulit Nampak kuning, pendengaran baik

Mata : Simetris, konjungtiva agak pucat, sclera kuning.

Hidung : Bersih, tidak ada polip, tidak ada pergerakan cuping

hidung, dan permukaan kulit terlihat kuning


26

Mulut : Tidak ada labiopalatokskisis, bibir kering, dan refleks

menghisap lemah

Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, parotis, limfe,

tidak ada pembesaran vena jugularis, dan pada permukaan

Nampak kuning

Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada

wheezing

Payudara : Simetris, puting susu tidak menonjol, tidak ada

pembengkakan.

Ekstremitas Atas : Simetris, jumlah jari normal, tidak polidaktili maupun

andaktili, gerakan aktif.

Abdomen : Tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka.

Genetalia : Bersih, uretra dan vagina berlubang, labia mayora menutupi

labia minora, kulit sekitar genetalia terdapat eritema.

Anus : Bersih, tidak ada hemoroid, terdapat lubang anus.

Ekstremitas Bawah : simetris, jari lengkap, tidak sianosis, tidak polidaktili

maupun andaktili, gerakan aktif.

Punggung : normal, tidak lordosis, kiposis, maupun skoliosis.

Kulit : sawomatang, tidak ada bercak mongol, tidak ada tanda

lahir, kulit sekitar wajah dan leher Nampak kuning.

3. Reflek

a. Reflek graps : baik

b. Reflek moro : baik


27

c. Refleks rooting : lemah

d. Refleks sucking : lemah

e. Refleks swallowing : lemah

f. Refleks tonickneck : baik

4. Pengukuran Antropometri

BB : 3300 gram

PB : 51 cm

LK : 35 cm

LD : 37 cm

LILA : 11 cm

5. Eliminasi

BAK : frekuensi 3-4 x/hari

Warna : kuning

BAB : 1-2 x/hari

Warna : kuning dempul, konsistensi lembek

II. INTERPRETASI DATA

A. Diagnosa Aktual

Dari Langkah pengumpulan data dasar, maka diagnose yang ditetapkan yaitu bayi cukup

bulan usia 3 hari, sesuai masa kehamilan ( 39 minggu 2 hari) dengan icterus fisiologis

neonatorum.

1. Bayi cukup bulan usia 3 hari, sesuai masa kehamilan ( 39 minggu 2 hari)

Data Subjektif :
28

1) Ibu mengatakan HPHT tanggal 20 Februari 2022

2) Ibu mengatakan melahirkan tanggal 22 November 2022 pukul 02.30 WIB.

Data Objektif

1) BBL : 3500 gram

2) PBL : 51 cm

Analisa dan interpretasi data:

1) Bayi cukup bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia gestasi 37 – 42 minggu

(Sarwono, 2014). Dari hasil pengkajian pada kasus bayi “S” hari pertama haid

terakhir ibu pada tanggal 20 Februari 2022 sampai bayi lahir tanggal 22

November 2022 berarti bayi lahir pada usia kehamilan 39 minggu sehingga bayi

termasuk kategori Bayi Cukup Bulan ( BCB ).

2) Bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan adalah bayi yang dilahirkan dengan

berat badan lahir 2500 – 4000 gram dengan usia gestasi 37 – 42 minggu

(Sarwono, 2014). Dari hasil pengkajian pada kasus bayi “S” lahir pada usia

kehamilan 39 minggu 2 hari dengan berat badan lahir 3500 gram. Berdasarkan

kurva pertumbuhan berat badan lahir bayi “S’ dengan usia kehamilan 39 minggu

2 hari sudah Sesuai Masa Kehamilan (SMK).

2. Ikterus Fisiologis

Data subjektif :

1) Ibu pasien mengatakan kulit bayinya terlihat kuning.

2) Ibu pasien mengatakan bayinya malas minum.

Data objektif :

1) Kulit bayi terlihat kuning


29

2) Refleks menghisap dan menelan lemah

Analisa dan interpretasi data:

Ikterus adalah warna kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena

meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Produksi bilirubin sebagian besar berasal

dari pemecahan sel darah merah yang menua (80%), (Maryunani A, 2014).

Ikterus Fisiologi tidak melewati kadar yang membahayakan atau yang

mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas

pada bayi. Ikterus fisiologi bisa juga di sebabkan karena hati dalam bayi tersebut

belum matang, atau di sebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat.

Adanya metabolisme normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu pertama.

Peningkatan kadar bilirubin pada hari-hari pertama kehidupan dapat terjadi pada

sebagian besar neonatus. Hal ini di sebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonatus

dan umur eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan fungsi hepar yang belum matang

(Marmi, Rahardjo, 2012).

Dari hasil pengkajian dan pemeriksaan yang dilakukan pada kasus bayi “S”

didapatkan kulit bayi nampak kuning, bayi balas minum yang ditandai dengan refleks

menghisap dan menelan bayi lemah, artinya bayi tersebut mengalami Ikterus

B. Masalah Aktual

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

Data dasar

Data subjektif :

Ibu pasien mengatakan bayinya malas menyusui sejak tanggal 23 November 2022

Data objektif :
30

Refleks isap dan menelan bayi lemah

Analisa dan interpretasi data :

Masalah yang sering dijumpai pada bayi dengan ikterus adalah bayi tidak mau

minum ASI, refleks isap dan menelan minuman (Manuaba, 2012). Dari hasil

pengkajian dan pemeriksaan yang dilakukan pada kasus bayi “S” bayi malas minum,

refleks isap dan menelannya lemah.

III. DIAGNOSA POTENSIAL

Berdasarkan keadaan klien maka dapat ditetapkan adanya suatu diagnose atau masalah

potensial yang akan terjadi pada bayi Ny. “S” yaitu terjadinya icterus patologis atau kern

ikterus.

Data subjektif :

1) Ibu pasien mengatakan kulit bayinya terlihat kuning

2) Ibu pasien mengatakan bayinya malas minum

Data objektif :

1) Kulit bayi terlihat kuning

2) Refleks menghisap dan menelan lemah

Analisa dan interpretasi data :

Apabila bayi dengan Ikterus tidak ditangani dengan baik dan kadar bilirubinnya semakin

tinggi maka akan menimbulkan komplikasi yang membahayakan karena bilirubin dapat

menumpuk diotak yang disebut dengan kern ikterus (Herawati dan Maya, 2017). Pada kasus

bayi “S” diantisipasi terjadinya ikterus patologi.

IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA

Kolaborasi dilakukan apabila ada kelainan atau komplikasi.


31

V. PERENCANAAN

Diagnosa actual : Bayi “S”, dengan ikterus fisiologi

Masalah aktual : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

Tujuan : Ikterus fisiologi dan masalah gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

bayi teratasi

Kriteria keberhasilan :

1) KU bayi baik

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal:

Frekuensi jantung : 120-160x/i

Pernapasan : 40-60x/i

Suhu : 36,5-37,5 derajat celcius

3) Bayi telah menyusu secara adekuat

4) Kulit bayi tampak tidak kuning

Rencana Tindakan

1. Umum

1) Beritahu orang tua bayi bahwa akan dilakukan pemeriksaan fisik

Rasional : Agar keluarga koperatif atau memberi dukungan dengan Tindakan yang

dilakukan selanjutnya

2) Observasi tanda-tanda vital

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum bayi dan perkembangan bayi

3) Ajarkan perawatan tali pusat yang benar pada ibu yaitu tali pusat dibungkus dengan
32

kasa steril tanpa dibubuhi apapun dan menganjurkan ibu untuk selalu menjaga

kebersihan tali pusat serta menjaga agar tetap kering.

Rasional : Untuk mencegah terjadinya perdarahan serta infeksi tali pusat

2. Ikterus fisiologis neonatorum

1) Jemur bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7 sampai pukul 8 pagi selama

15 – 30 menit dalaam keadaan telanjang dengan mata ditutupi

Rasional : Terapi sinar matahari pagi merupakan salah satu cara yang dapat

dilakukan untuk membantu mengatasi bayi kuning

2) Anjurkan pada ibu untuk tetap menyusui bayinya sesering mungkin 8-10 x/ hari

Rasional : Nutrisi terbaik untuk bayi baru lahir adalah ASI yang dapat diberikan

segera setelah bayi lahir, pemberiannya on demand atau terjadwal sesuai

kebutuhan bayi

3) Anjurkan ibu selalu berintaksi dengan bayinya untuk memberikan stimulasi

Rasional : Dengan selalu berinteraksi dengan bayinya, akan mempercepat stimulasi

pada bayi

4) Health Education (HE)

a) Ajarkan ibu untuk menjaga kebersihan bayinya

Rasional : Agar bayi merasa nyaman dan tidak terjadi infeksi

b) Jelaskan tentang tanda-tanda bahaya pada bayi

(1) Pemberian ASI sulit

(2) Bayi sulit mengisap

(3) Isapan lemah

(4) Kesulitan bernafas


33

(5) Bayi terus terlelap tanda bangun dan makan

(6) Mata bengkak mengeluarkan cairan

(7) Suhu tubuh terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi)

Rasional : Agar ibu mengetahui secara dini tanda-tanda bahaya pada bayi.

VI. PELAKSANAAN

Tanggal/jam : 25-28 November 2022 Pukul : 07.30-09.00 WIB

1. Umum

1) Memberitahu orang tua bayi bahwa akan dilakukan pemeriksaan fisik pada bayi

Hasil : Orang tua bayi mengerti dan mau bekerja sama dalam melakukan pemeriksaan

2) Mengobservasi tanda-tanda vital


Hasil : HR : 140 x/i
RR : 42 x/i
T : 37 oC
3) Mengajarkan perawatan tali pusat yang benar pada ibu yaitu tali pusat dibungkus dengan
kasa steril tanpa dibubuhi apapun dan menganjurkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan
tali pusat serta menjaga agar tetap kering.
Hasil : Tali pusat telah terbungkus dengan kassa steril dan bersih

2. Ikterus fisiologis neonatorum

1) Menjemur bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7 sampai pukul 8 pagi selama

15 – 30 menit dalaam keadaan telanjang dengan mata ditutupi

Hasil : Bayi telah dijemur dengan cahaya matahari pagi selama 15-30 menit dalam 3 hari

2) Menganjurkan pada ibu untuk tetap menyusui bayinya sesering mungkin 8-10 x/ hari

Hasil : Ibu menyusui bayinya tiap 2 jam / secara on demand

3) Menganjurkan ibu selalu berintaksi dengan bayinya untuk memberikan stimulasi


34

Hasil : Ibu selalu memeluk dan menggendong bayinya dengan penuh kasih saying, serta

selalu menyenandungkan lagu untuk menidurkan bayinya

3. Health Education (HE)

a) Mengajarkan ibu untuk menjaga kebersihan bayinya

Hasil : Ibu mengganti popok bayi setiap kali basah dan kotor

b) Menjelaskan tentang tanda-tanda bahaya pada bayi

(1) Pemberian ASI sulit

(2) Bayi sulit mengisap

(3) Isapan lemah

(4) Kesulitan bernafas

(5) Bayi terus terlelap tanda bangun dan makan

(6) Mata bengkak mengeluarkan cairan

(7) Suhu tubuh terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi)

Hasil : Ibu mengerti dengan penjelasan bidan dan jika menemukan salah satu
dari tanda bahaya tersebut akan segera mendatangi bidan atau
petugas Kesehatan lainnya.
VII. EVALUASI

Tanggal/jam : 28 November 2022 Pukul : 09.00 WIB

1. Bayi dalam keadaan sehat yang ditandai dengan keadaan umum bayi baik, tanda-tanda

vital dalam batas normal

a. HR : 136 x/i

b. RR : 40 x/i

c. T : 37,5 oC

2. Ikterus teratasi yang ditandai dengan warna kulit bayi tidak kuning, dan bayi telah
35

menyusu secara adekuat.

Catatan Perkembangan

Catatan perkembangan ini dilakukan pemantauan selama 3 hari, dengan menggunakan metode
pendekatan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny. “S” dengan Ikterus Fisiologis
Neonatorum di Klinik Pratama Bunda Fitria, Riau tanggal 25 November 2022 sd 28 November
2022

1. Bayi umur 4 hari


26 November 2022 Pukul : 07.30-09.30 WIB
a. Data Subjektif (S)
Ibu mengatakan :
1) Bayi masih malas menyusu dan sering tidur
2) Bayinya masih Nampak kuning
b. Data Objektif (O)
1) Keadaan umum bayi masih lemah
2) Kesadaran komposmentis
3) Berat badan lahir : 3500 gram
4) Berat badan sekarang : 3300 gram
5) Tanda-tanda vital
a) HR : 136 x/i
b) RR : 42 x/i
c) T : 36,5 oC
6) Pemeriksaan fisik
a) Wajah Nampak kuning
b) Mata : Konjungtiva agak pucat
c) Hidung : Permukaan kulit terlihat kuning
d) Mulut : Refleks menghisap lemah
e) Leher : Pada permukaan agak kuning
f) Eliminasi :
BAK : 3-4 x/hari
36

Warna : Kuning
BAB : 1-3 x/hari
Warna : Kuning, konsistensi lembek
7) Pemeriksaan refleks
a) Refleks moro : baik
b) Refleks rooting : baik
c) Refleks graps : baik
d) Refleks sucking : lemah
e) Refleks swallowing : lemah

c. Assesment (A)

1) Diagnosa actual : Bayi umur 4 hari dengtan icterus fisiologis neonatorum


2) Diagnosa potensial : Terjadinya kern icterus
3) Tindakan segera : Kolaborasi dilakukan bila ada kelainan atau komplikasi

d. Planning (P)
1) Memberitahu orang tua bayi bahwa akan dilakukan pemeriksaan fisik pada bayi

Hasil : Orang tua bayi mengerti dan mau bekerja sama dalam melakukan
pemeriksaan

2) Mengobservasi tanda-tanda vital


Hasil : HR : 136 x/i
RR : 42 x/i
T : 36,5 oC
3) Menjemur bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7 pagi sampai pukul 8
pagi selama 15-30 menit dalam keadaan telanjang dengan mata ditutupi.
Hasil : Bayi telah dijemur dengan cahaya matahari pagi selama 15-30 menit
4) Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui banyinya sesering mungkin 8-10 x/hari
Hasil : Ibu menyusui bayinya setiap 2 jam
5) Mengajarkan ibu untuk menjaga kebersihan bayinya
Hasil : Ibu mengganti popok bayi setiap kali basah dan kotor
6) Mengajarkan perawatan tali pusat yang benar pada ibu yaitu tali pusat dibungkus
37

dengan kasa steril tanpa dibubuhi apapun dan menganjurkan ibu untuk selalu
menjaga kebersihan tali pusat serta menjaga agar tetap kering.
Hasil : Tali pusat telah terbungkus dengan kassa steril dan bersih

7) Menganjurkan ibu selalu berintaksi dengan bayinya untuk memberikan stimulasi

Hasil : Ibu selalu memeluk dan menggendong bayinya dengan penuh kasih saying,

serta selalu menyenandungkan lagu untuk menidurkan bayinya

8) Menjelaskan tentang tanda-tanda bahaya pada bayi

(1) Pemberian ASI sulit

(2) Bayi sulit mengisap

(3) Isapan lemah

(4) Kesulitan bernafas

(5) Bayi terus terlelap tanda bangun dan makan

(6) Mata bengkak mengeluarkan cairan

(7) Suhu tubuh terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi)

Hasil : Ibu mengerti dengan penjelasan bidan dan jika menemukan salah satu dari
tanda bahaya tersebut akan segera mendatangi bidan atau petugas
Kesehatan lainnya.
38

2. Bayi umur 6 hari


28 November 2022 Pukul : 07.30-09.30 WIB
a. Data Subjektif (S)
Ibu mengatakan :
Bayinya mulai menyusu dan warna kuning pada bayi mulai hilang
b. Data Objektif (O)
1) Keadaan umum bayi baik
2) Kesadaran komposmentis
3) Berat badan lahir : 3500 gram
4) Berat badan sekarang : 3400 gram
5) Tanda-tanda vital
a) HR : 140 x/i
b) RR : 44 x/i
c) T : 37 oC
6) Pemeriksaan fisik
a) Warna kuning pada daerah wajah dan leher sudah mulai menghilang
b) Tampak tali pusat bersih, kering, dan terbungkus kassa bersih
c) Eliminasi :
BAK : 6-7 x/hari
Warna : Kuning
BAB : 5-7 x/hari
Warna : Kuning, konsistensi lembek
7) Pemeriksaan refleks
f) Refleks moro : baik
g) Refleks rooting : baik
h) Refleks graps : baik
i) Refleks sucking : baik
j) Refleks swallowing : baik

c. Assesment (A)
39

1) Diagnosa actual : Bayi umur 6 hari sesuai masa kehamilan (39 minggu 2 hari)
dengan keadaan umum baik
2) Diagnosa potensial : -
3) Tindakan segera :-

d. Planning (P)
1) Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil : HR : 140 x/i
RR : 44 x/i
T : 37 oC
2) Menjemur bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7 pagi sampai pukul 8
pagi selama 15-30 menit dalam keadaan telanjang dengan mata ditutupi.
Hasil : Bayi telah dijemur dengan cahaya matahari pagi selama 15-30 menit
3) Menganjurkan ibu untuk tetap menyusui banyinya sesering mungkin 8-10 x/hari
Hasil : Ibu menyusui bayinya setiap 2 jam
4) Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan bayinya
Hasil : Ibu mengganti popok bayi setiap kali basah dan kotor.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan kebidanan pada bayi “S” dengan
Ikterus Fisiologi di Klinik Pratama Bunda Fitria Riau menggunakan manajemen asuhan
kebidanan menurut Varney yang terdiri dari 7 langkah yaitu, pengumpulan data dasar,
identifikasi diagnosa atau masalah aktual, identifikasi diagnosa atau masalah potensial, perlunya
tindakan segera atau kolaborasi, merencanakan asuhan yang menyeluruh, melaksanakan
perencanaan, dan evaluasi.

Adapun penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data dasar


Pada langkah ini kita menghimpun informasi tentang klien atau orang yang meminta
asuhan dan memilih informasi yang tepat diperlukan analisa. Untuk memperoleh data
dilakukan dengan cara:
1) Anamnesa, meliputi:
Melakukan tanggung jawab untuk memperoleh data meliputi, biodata pasien,
keluhan utama waktu masuk, riwayat penyakit, riwayat kehamilan, persalinan dan
nifas yang lalu dan riwayat operasi.
2) Pemeriksaan Fisik, meliputi:
Keadaan umum pasien, tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik yang dilakukan
secara inspeksi, palpasi dan dilakukan pemeriksaan penunjang bila perlu. Pada tahap
pengkajian dengan teori ikterus fisiologi adalah tidak melewati kadar yang
membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi, Ikterus fisiologi bisa juga disebabkan
karena hati dalam bayi tersebut belum matang, atau disebabkan kadar penguraian sel
darah merah yang cepat, Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun sulit
larut dalam air, Masalahnya organ bayi sebagian bayi baru lahir belum dapat
berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin tersebut. Barulah setelah beberapa
hari, organ hati mengalami pematangan dan proses pembuangan bilirubin bisa
berlangsung lancar, Masa “matang” organ hati pada setiap hati berbeda-beda, Namun

40
umumnya pada hari ketujuh organ hati mulai melakukan fungsinya dengan baik
(Marmi,Rahardjo. 2012).

41
42

Adapun tanda-tanda ikterus Fisiologi diantaranya Gejala kuning muncul pada 24


jam pertama, kenaikan kadar bilirubin < 37 minggu ( BBLR) dan 12,5 mg/dl pada
bayi cukup bulan, ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) dan sepsis, ikterus yang
disebabkan oleh bayi kurang dari 2000 gram yang disebabkan karena usia dibawah 20
tahun dan diatas 35 tahun dan kehamilan pada remaja, masa gestasi kurang dari 36
minggu, 93 asfiksia, hipoksia, syndrome gangguan pernapasan, infeksi, hipoglikemia,
dan hiperosmolaritas darah sepsis (Maulida,2014).
Etiologi ikterus pada BBL dapat berdiri sendiri ataupun disebabkan oleh
beberapa faktor, Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi sebagai berikut :
a. Produksi yang berlebihan lebih dari pada kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya misalnya hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
biliribun, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferasi (cringgler najjar syndrome).
Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting
dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar.
c. Gangguan dalam transfortasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut kehepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salsilitas, sulfatfurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang kemudian melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam sekresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau diluar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
43

e. Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat meningkatkan


hiperbilirubinemia unconjugated akibat penambahan dari bilirubin yang berasal
dari sirkulasi enterahepatik.
f. Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI). Ikterus akibat asi merupakan unconjugated
hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang
hari ke 6-14). Dapat dibedakan dari penyakit lain dengan reduksi kadar
bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2 hari. Hal
ini untuk membedakan pada bayi disusui ASI selama minggu pertama
kehidupan. Sebagai bahan yang terkandung dalam Air Susu Ibu (ASI) adalah
(beta glucoronidase) akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam
lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat, dan kemudian akan
direabsorpsi oleh usus. Bayi yang mendapatkan ASI bila dibandingkan dengan
bayi yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih
tinggi berkaitan dengan penurunan asupan beberapa hari pertama kehidupan.
Pengobatannya bukan dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan
meningkatkan frekuensi pemberian (Marmi dan Rahardjo, 2012).
Adapun yang menjadi faktor resiko pada bayi ikterus adalah :
a. Air Susu Ibu (ASI ) yang kurang
Bagi yang mendapat ASI yang cukup saat menyusui dapat bermasalah
karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk memproses
pembuangan bilirubin dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi pada bayi
prematur yang ibunya tidak memproduksi cukup ASI.
b. Peningkatan jumlah sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun beresiko
untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki
jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia
akibat abnormalitas eritrosit atau mendapat transfusi darah, kesemuanya
beresiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia.
c. Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu
ke janin didalam rahim dapat meningkatkan resiko hiperbilirubinemia.
44

Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis


kongenital, rubella dan sepsis (Maulida, 2014).
Menurut Maryuanik tanda dan gejala neonatus dengan hiperbilirubinemia
adalah kulit kuning, sklera ikterik, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10
mg % pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg % pada neonatus yang
kurang bulan, kehilangan berat badan sampai 5 %selama 24 jam yang
disebabkan oleh rendahnya intake kalori, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan
pernapasan, pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit, feses
berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya
kejan, epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung), terjadi pembesaran hati, tidak
mau minum ASI, letargi, refleks isap dan menelan bayi lemah ( Maryunani,
2014).
Ikterus dianggap patologis apabila waktu muncul, lama, atau kadar bilirubin
serum yang ditentukan berbeda secara bermakna dari ikterus fisiologis.
Peningkatan bilirubin darah khususnya bilirubin indirek yang bersifat toksik bisa
disebabkan oleh produksi yang meningkat dan ekskresinya melalui hati
terganggu. Berbagai faktor resiko yang merupakan penyebab dari
hyperbilirubinemia bisa dari faktor ibu maupun faktor bayi. Yang sering
ditemukan antara lain dari faktor maternal seperti komplikasi kehamilan
(inkomptabilitas golongan darah ABO dan Rh) dan pemberian air susu ibu (ASI).
Faktor perinatal seperti infeksi, dan trauma lahir (cephalhermaton) dan faktor
neonatus seperti prematuritas, rendahnya asupan ASI, hipoglikemia, dan faktor
genetik (Faiqah, Syajaratuddur, 2014). Dari hasil pengkajian dan pemeriksaan
yang dilakukan pada kasus bayi “S” dengan ikterus fisiologis melalui anamnesa
didapatkan ibu pasien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya karena kulit
bayinya berwarna kuning sejak tanggal 23 November 2022, ibu pasien
mengatakan bayinya malas menyusui sejak tanggal 23 November 2022, ibu
pasien mengatakan bayinya lahir cukup bulan dan pada saat dilakukan
pemeriksaan KU bayi lemah, kulit dan sklera bayi terlihat kuning refleks
menghisap dan menelan lemah.
45

2. Identifikasi diagnosa atau masalah aktual


Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosa yang spesifik.
Pada tahap pengkajian dengan teori ikterus fisiologis adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologi atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
dengan hiperbilirubinemia (Marmi dan Rahardjo, 2012).
Dari hasil pengkajian dan pemeriksaan yang dilakukan pada kasus bayi “S” ibu
pasien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya karena kulit bayinya berwarna
kuning sejak tanggal 23 November 2022, ibu pasien mengatakan bayinya malas
menyusui sejak tanggal 23 November 2022, ibu pasien mengatakan HPHT tanggal 20
Februari 2022 dan bersalin tanggal 22 November 2022 berdasarkan hasil perhitungan
berarti bayi lahir pada usia kehamilan 39 minggu 2 hari sehingga bayi termasuk kategori
Bayi Cukup Bulan (BCB), ibu pasien mengatakan berat badan lahir bayinya 3500 gram,
berdasarkan kurva pertumbuhan berat badan lahir bayi “S” dengan usia kehamilan 39
minggu sudah sesuai Masa Kehamilan (SMK) dan pada saat dilakukan pemeriksaan KU
bayi lemah, kulit dan sklera bayi terlihat kuning refleks menghisap dan menelan lemah,
Sehingga pada kasus bayi “S” ditegakkan diagnosa bayi lahir cukup bulan, sesuai dengan
masa kehamilan, ikterus fisiologi dengan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Sehingga pada tahap ini tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus nyata.

3. Identifikasi diagnosa atau masalah potensial


Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila masalah
potensial terjadi.
Apabila ikterus fisiologi tidak ditangani dengan baik dan kadar bilirubinnya
semakin tinggi maka akan menimbulkan komplikasi yang membahayakan karena
46

bilirubin dapat menumpuk diotak yang disebut dengan kern ikterus (Herawati dan Maya,
2017).
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi yang menimbulkan kern ikterus yang jika tidak ditangani
dengan baik dapat menyebabkan keterbelakangan mental (Maulike, Novie dan Nurjanah
Ade, 2012). Kondisi hiperbilirubinemia yang tak terkontrol dan kurang penanganan yang
baik dapat dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti kern ikterus akibat efek
toksik bilirubin pada sistem saraf pusat (Mastiningsih, Putu, 2012).
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah kern ikterus yang
merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat yang dapat menimbulkan
gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang
sangat mempengaruhi kualitas hidup (Maulida, Luluk Fajria, 2014).
Diharapkan penatalaksanaan yang baik dari tenaga kesehatan dapat mencegah
terjadinya yaitu dengan adanya pengawasan antenatal yang baik serta pertolongan
persalinan yang aman dengan berpedoman pada asuhan sayang ibu sehingga mampu
menurunkan angka kejadian ikterus neonatorum, karena jika tidak ditanggulangi dengan
baik maka 75% bayi hiperbilirubinemia akan meninggal dan dampak yang terjadi apabila
bayi mengalami hiperbilirubinemia 80% dari bayi yang hidup akan mengalami
keterbelakangan mental (Maulike, Novie dan Nurjanah Ade, 2012).
Pada kasus bayi “S” telah dilakukan observasi penanganan umum dan
penanganan segera dengan pemberian ASI sesering mungkin dan menjemur bayi di
cahaya matahari pagi sehingga masalah potensial (kern ikteus) tidak muncul. Hal ini
dikarenakan penanganan yang tepat dan baik, Sehingga pada tahap ini tidak terjadi
kesenjangan antara teori dan kasus nyata.

4. Antisipasi Tindakan Segera


Mengidentifikasi perlunya Tindakan segera oleh bidan atau dokter dan petugas
laboratorium atau ada hal yang perlu dikonsultasikan atau ditangani Bersama dengan
anggota tim Kesehatan lain sesuai kondisi bayi, contohnya dalah pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium pada bayi Ny. “S” tidak dilakukan karena
47

keterbatasan sarana dan tidak adanya petugas laboratorium di klinik Pratama Bunda
Fitria.
Pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi dan
pemantauan perkembangan icterus.
Berdasarkan kasus pada bayi Ny. “S” penulis melakukan Tindakan segera atau
kolaborasi jika ada kelainan atau komplikasi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Etismi (2014) yang melakukan kolaborasi dengan petugas laboiratorium
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium.

5. Rencana Asuhan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manjemen terhadap diagnosa
atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi dan pada langkah ini reformasi
data yang tidak lengkap bisa dilengkapi.
Perencanaan ini disusun berdasarkan diagnosa, masalah dan kebutuhan. Pada
kasus bayi dengan ikterus fisiologi rencana asuhan yang dilakukan adalah observasi KU
umum yang bertujuan untuk memantau agar keadaan bayi tidak mencapai nilai yang
menimbulkan kern ikterik, penuhi kebutuhan nutrisi secara baik karena bayi malas
minum serta mencegah bayi tidak dehidrasi karena pengaruh sinar lampu, kolaborasi
dengan dokter spesialis anak, observasi BAB dan BAK, juga lingkungan sekitar bayi
dijaga agar tetap bersih dan hangat (Mufdillah, dkk, 2012).
Pada kasus bayi Ny.”S” dengan icterus fisiologis asuhan yang diberikan menjadi
3 bagian yaitu rencana umum yaitu rencana asuhan untuk bayi baru lahir, asuhan untuk
bayi icterus neonatorum, dan Health Education (HE). Rencana umum diantaranya adalah
beritahu orang tua bayi bahwa bayi akan dilakukan pemeriksaan fisik, observasi TTV,
ajarkan perawatan tali pusat yang benar.
Penanganan icterus fisiologis neonatorum, Tindakan yang dilakukan yaitu jemur
bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7-8 pagi selama 15-30 menit dalam
keadaan telanjang dengan mata ditutupi, menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
sesering mungkin 8-10 x/ hari, anjurkan ibu selalu berinteraksi dengan bayinya untuk
memberikan stimulasi. Health Education (HE) pada ibu tentang ajarkan ibu untuk
48

menjaga kebersihan bayinya, jelaskan tentang tanda-tanda bahaya pada bayi. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Etismi (2014) yang sesuai dengan teori
yang ada. Berdasarkan hal di atas, terdapat kesenjangan antara tinjauan Pustaka dengan
kasus yang didapatkan dimana tidak dilakukan pemeriksaan bilirubin dalam darah. Hal
ini dikarenakan terbatasnya persediaan alat sehingga pemeriksaan bilirubin tidak
dilakukan.
6. Penatalaksanaan Asuhan
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Penatalaksanaan ini bisa dilakukan
oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota kesehatan yang lain. Walaupun
bidan tidak melakukannya sendiri tetapi dia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaanya sehingga dapat meningkatkan mutu dan asuhan pada bayi
dengan ikterus fisiologi.
Pada tahap ini penulis tidak menemukan hambatan-hambatan yang berarti karena
adanya kerjasama dan penerimaan yang baik dari keluarga pasien dan dukungan dari
petugas kesehatan. Pentalaksanaan yang dilakukan pada bayi dengan ikterus fisiologi
adalah Pemberian ASI secara optimal perlu diingat bahwa bilirubin dapat dipecah apabila
bayi mengeluarkan feses dan urin. Sehingga pemberian ASI harus diberikan sebab ASI
sangat efektif dalam memperlancar BAB dan BAK. Namun demikian, pemberiannya
harus tetap dalam pengawasan dokter (Maulida, Fajria Luluk, 2014).
Pada kasus bayi Ny.”S” dengan icterus fisiologis asuhan yang diberikan menjadi
3 bagian yaitu rencana umum yaitu rencana asuhan untuk bayi baru lahir, asuhan untuk
bayi icterus neonatorum, dan Health Education (HE). Rencana umum diantaranya adalah
beritahu orang tua bayi bahwa bayi akan dilakukan pemeriksaan fisik, observasi TTV,
ajarkan perawatan tali pusat yang benar.
Penanganan icterus fisiologis neonatorum, Tindakan yang dilakukan yaitu jemur
bayi dengan cahaya matahari pagi sekitar pukul 7-8 pagi selama 15-30 menit dalam
keadaan telanjang dengan mata ditutupi, menganjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
sesering mungkin 8-10 x/ hari, anjurkan ibu selalu berinteraksi dengan bayinya untuk
memberikan stimulasi. Health Education (HE) pada ibu tentang ajarkan ibu untuk
menjaga kebersihan bayinya, jelaskan tentang tanda-tanda bahaya pada bayi. Hal ini
49

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Etismi (2014) yang sesuai dengan teori
yang ada. Berdasarkan hal di atas, terdapat kesenjangan antara tinjauan Pustaka dengan
kasus yang didapatkan dimana tidak dilakukan pemeriksaan bilirubin dalam darah. Hal
ini dikarenakan terbatasnya persediaan alat sehingga pemeriksaan bilirubin tidak
dilakukan.
7. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang sesuai dengan masalah dan
diagnosis klien, juga benar dalam pelaksanaanya. Disamping melakukan evaluasi
terhadap hasil asuhan yang telah diberikan, bidan juga dapat melakukan evaluasi terhadap
proses asuhan yang telah diberikan. Dengan harapan, hasil evaluasi proses sama dengan
hasil evaluasi secara keseluruhan. Pada teori bayi dengan ikterus keadaan yang ingin
dicapai adalah KU bayi baik, kenaikan berat badan bayi, warna kuning pada kulit bayi
sudah tidak terlihat, kebutuhan cairan bayi terpenuhi, refleks isap baik (Mufdillah, dkk,
2012).
Berdasarkan studi kasus bayi Ny. “S” setelah mendapatkan asuhan selama 3 hari,
sejak tanggal 25 November 2022 s.d 28 November 2022 didapatkan hasil icterus dapat
teratasi yang ditandai dengan warna kuning pada wajah dan leher menghilang, bayi telah
menyusu secara adekuat, keadaan umum bayi baik dan TTV dalam batas normal yaitu
HR : 140 x/I, RR : 44 x/i, dan T : 37 oC. Serta tidak terjadi kern icterus yang ditandai
dengan feses dan urine berwarna kuning. Berdasarkan hal tersebut terdapat kesamaan
abtara tinjauan Pustaka dengan kasus yang didapatkan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Dalam melakukan pengumpulan data dasar pada bayi “S” dengan ikterus Fisiologi
dilaksanakan dengan mengumpulkan data subyektif yang diperoleh dari hasil
wawancara dimana ibu pasien mengatakan kulit bayinya berwarna kuning, data objektif
diperoleh dari pemeriksaan fisik seperti kulit dan sklera bayi nampak kuning, refleks
isap dan menelan bayi lemah.
2. Identifikasi diagnosa atau masalah aktual dilakukan dengan pengumpulan data secara
teliti dan akurat, sehingga didapatkan diagnosa kebidanan pada bayi “S”, BCB, SMK
dengan ikterus fisiologi yang disertai dengan masalah kekurangan kebutuhan nutrisi.
3. Diagnosa potensial pada kasus ini tidak muncul karena penanganan yang cepat dan
tepat.
4. Tidak diperlukannya Tindakan segera karena tidak ada kelainan atau komplikasi yang
terjadi pada bayi Ny. “S”
5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh, pada kasus ini rencana asuhan yang dilakukan
yaitu melakukan pemeriksaan TTV pada bayi, menganjurkan ibu untuk menyusui
bayinya sesering mungkin, menjemur bayi pada sinar matahari pagi pukul 07-08 pagi
dengan mata ditutupi, menganurkan ibu untuk sering berinterasi dengan bayinya, dan
memberikan HE pada ibu tentang menjaga kebersihan bayinya juga tnda-tanda bahaya
pada bayi baru lahir.
6. Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan pada bayi “S” merupakan pelaksanaan
dari rencana tindakan.
7. Evaluasi, setalah dilakukan asuhan kebidanan selama 3 hari pada kasus bayi “S”
dengan ikterus fisiologi didapat hasil KU bayi baik, refleks menghisap dan menelan
kuat, sklera dan kulit bayi sudah tidak kuning, kebutuhan nutrisi tercukupi.

50
51

5.2 Saran
Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan kasus penulis memberikan sedikit masukan
atau saran yang diharapkan dapat bermanfaat:

1. Bagi Klinik
Diharapkan lebih meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan asuhan
pada bayi agar dapat mempercepat proses penyembuhan khususnya pada bayi dengan
ikterus fisiologi dan mencegah terjadinya komplikasi.
2. Bagi pendidikan
Diharapkan agar institusi pendidikan dapat lebih meningkatkan dan menambah
referensi sehingga dapat membantu penulis atau mahasiswa yang akan mengambil
kasus yang sama.
3. Bagi profesi
Meningkatkan mutu penanganan dan pelayanan bagi bayi dengan ikterus fisiolog
secara cepat, tepat dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Anggaraini Yetti. Hubungan antara Persalinan Premature dengan Hiperbilirubin pada Neonatus.
Lampung: Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 2, Oktober 2014, hlm 109-112.2014.

Dewi Lia Nanny. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Timur. 2013.

Faiqah, Syajaratuddur. Hubungan Usia Gestasi dan Jenis Persalinan Dengan Kadar
Bilirubinemia pada Bayi Ikterus di RSUP NTB: Jurnal Kesehatan Prima, Vol 8,
No.2.Agustus 2014.

Indrayani dan Moudy Emma Unaria Djami. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
CV Trans Info Media. 2013.

Kementerian Agama Al-Qur’an dan Terjemahannya. 2013. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia Tahun 2015.

Khadijah, Rahmawati dwi, Mahmudah. 2015. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Ikterus Fisiologi pada Bayi Baru Lahir. Banjarmasin: Dinamika Kesehatan,
Vol.6 No. 2. 2013.

Krishnan Elango, dkk.2016. Evaluation Of Cord Bilirubin and Hemoglobin Analysis in


Predicting Pathological Jaundice in Term Babies at Introduction Risk of ABO
Incompatibility.

International Journal of Research in Medical Sciences. 2016. Vol 4. Issue 10. Page 4545.
Mala, Viya Yanti. Analisa Penyebab Angka Kematian Bayi (AKB) Intervensi Program KKB
mencapai sasaran MDG’S.2015

Manggiasih, Vidia Atika dan Pongki Jaya. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Prasekolah. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media. 2016.

Maryuni, dan Anik. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Pra-sekolah: In Media. 2014.

Marmi, dan Kukuh Rahardjo. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Media. 2012.

Maulida, Luluk Fajria. Ikterus Neonatorum: PROFESI. Vol.10, No.3. September, 2013-
Februari 2014.

52
Maulike, Novie dan Nurjannah Ade. Faktor-Faktor Pada Ibu Bersalin Yang Berhubungan
dengan Kejadian Hiperbilirubin Pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Kesehatan Kartika.Vol.8
No.4 Maret 2013.

Nadyah, Kegawatdaruratan Neonatal, Anak dan Maternal. Alauddin University Press, 2013.

Nurhayati, dkk. Konsep Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. 2013.

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka. 2012.

RN Lochart Anita, dan Lyndon Saputra. Asuhan Kebidanan Neonatus Normal dan Patologi.
Tangerang Selatan: Pustaka Pelajar. 2014.

Rohsiswatmo, dan Rina. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo. 2014.

53

Anda mungkin juga menyukai