KEPERAWATAN ANAK 1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBIN
OLEH:
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN HIPERBILIRUBIN tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata kuliah. Keperawatan muhammadiyah pontianak Kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini. Terdapat banyak
kesalahan dalam makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan agar pembaca dapat memberikan
sanggahan, kritik, dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat kepada semua pembaca.
PENYUSUN
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................................4
1.1 Latar belakang.......................................................................................................................................4
1.2 Tujuan......................................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................................6
2.1 Definisi.......................................................................................................................................................6
2.2 Anatomi fisiologi.....................................................................................................................................6
2.3 Etiologi......................................................................................................................................................9
2.4 Manifestasi Kinik...................................................................................................................................9
2.5 Patofisiologi............................................................................................................................................10
2.6 Klasifikasi...............................................................................................................................................11
BAB III.................................................................................................................................................................18
ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................................................18
A. Pengkajian................................................................................................................................................18
B. Diagnosa keperawatan...............................................................................................................................19
C. Intervensi..................................................................................................................................................19
E. Evaluasi.....................................................................................................................................................23
BAB IV PENUTUP..........................................................................................................................................24
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................................24
4.2 Saran......................................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................................25
3
BAB I
PENDAHULUAN
kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000per kelahiran hidup. Tingkat
kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara.
Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya
penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana. Menurut Pola penyakit
penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa proporsi
penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan Berat
Badan Lahir Rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6%). Penyakit penyebab
kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah
infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus 9,5%, sepsis, pneumonia, diare), kemudian
feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee, WHO
(World Health Organization), pada tahun 2003, kematian bayi terjadi pada usia neonatus
dengan penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%, BBLR 24%, kelainan bawaan 10%,
dan lain-lain 5%. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi
baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati
biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki
angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa
berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat
4
mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulkosa
yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam darah
dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern-
ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik.
Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang
patologik. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur kehamilan, berat badan
lahir, jenis persalinan dan penatalaksanaan.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada sebagian
neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam kehidupannya. Di
kemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60 %
bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin
bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama bilaikterus di temukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi. Proses
hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta
bilirubin direk lebih dari1 mg/dl juga keadaan yang menunjukan kemungkinan adanya
ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan harus di lakukan sebaik-baiknya
agar akibat buruk ikterus dapat di hindarkan.
1.2 Tujuan
Dengan adanya makalah ini pembaca diharapkan dapat mengetahui tentang
hiperbilirubinemia pada anak. Mulai dari pengertian, etiologi, manifestasi klinik,
patofisiologi dan klasifikasi, pemerisaan penunjang, komplikasi, dan
penatalaksanaan dari hiperbilirubinemia.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah
pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan sejumlah besar
substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat
penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien
langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau
mentransformasikan semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan
di bagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ
6
yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat
dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan utama dalam
proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus gastrointestinal. Organ
ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mengeksresikannya ke dalam
empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk
sementara waktu dalam kandung empedu (vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk
proses pencernaan; pada saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu
memasuki intestinum (usus).
Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel
pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia
mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih
dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi disekresikan
oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalam
empedu ke duodenum.
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian
akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi lewat mukosa intestinal ke
dalam darah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan
oleh hepatosit dan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik).
Sebagian urobilinogen memasuki
sirkulasi sistemik dan dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam
empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati,
bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila
terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu,
bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat
dalam urin.
Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam
7
hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan
hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada
bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran
biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian
bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi
persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang
membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya
proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan
pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai
sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah
proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari- hari
8
tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus,
masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3
dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke
10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi
cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus
fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau
konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin
yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak
yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
9
Gambar hati
2.3 Etiologi
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1.
Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin
tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen
bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah
otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air
dan tidak toksik untuk otak.
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :
10
1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya. Bila ditekan akan
timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus
berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat. 4. Bayi
menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
Letargi.
8. Tonus otot meningkat. 9.
Leher kaku.
10. Opistotonus.
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
2.5Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau
neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel
otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya
11
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah
otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia,
dan Hipoglikemia.
2.6 Klasifikasi
perlu.
- Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas pada hari ke
5-6 dan menghilang pada hari ke 10.
- Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa
- Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %, pada BBLR
10 mg %, dan akan hilang pada hari ke 14.
- Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z, enzim
12
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain.
Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24
jam.
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
- Polisetimia.
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar,
sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang
perlu dilakukan:
- Pemeriksaan darah tepi.
- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
- Sepsis.
- Dehidrasi dan Asidosis.
- Defisiensi Enzim G6PD.
- Pengaruh obat-obat.
- Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
13
- Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :
1. penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :
1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb indirek menandakan
adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes
Coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti- A, anti-B) sel darah merah
dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak
boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm
(tergantung pada berat badan).
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan,
14
pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %) dengan hemolisis dan anemia
berlebihan.
6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah lengkap
kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
bilirubin seru.
9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam
2.7 Komplikasi
menghasilkan sel darah merah, serta tersensititasi dari sel darah merah dilakukan dengan
cara berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia) atau menambahkan
bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin
dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu diingat adanya zat-zat
yang merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat
bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstrasi bilirubin
15
meningkat, ini tidak berbahaya karena bilirubin tersebut berada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 gram/kgBB sebelum
maupun sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
2.8 Penatalaksanaan
16
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya
: pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan
plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi
1. Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup (maksmal 500 jam) agar sinar dapat
yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya. (untuk
mencegah kerusakan retina)
3. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila mungkin, agar
sinar merata.
4. Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 C, dan observasi suhu tiap 4- 6 jam sekali. Jika
17
terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan
banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu
tubuh bayi.
6. Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka.
8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan walaupun
18
9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin dalam serum terus
naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya
hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar.
10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.
Komplikasi terapi sinar :
1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan insesible
water loss.
2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan
5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan terapi
diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan
sementara, bayi dikompres dingin, dan berikan ektra minum.
6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan ( kemandulan )
positif.
Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang
natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek, dan
memperbaiki anemia.
19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
- Mungkin pucat, menandakan anemia.
- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
c. Eliminasi
- Bising usus hipoaktif.
- Pasase mekonium mungkin lambat.
20
- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intrakranial.
- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal
tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek samping
fototerapi.
h. Seksualitas
- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan
ibu diabetes.
- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
- Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.
B.Diagnosa keperawatan
1. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan dengan
C. Intervensi
1. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan dengan
21
Kriteria hasil : a. menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada bayi cukup
bulan pada usia 3 hari
Rasional : stress dingi berpotensi melepaskan asam lemak, yang bersaing pada sisi ikatan
pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas (
tidak berikatan ).
b. Observasi bayi dalam sinar alamiah, perhatikan sclera dan mukosa oral, kulit
menguning segera setelah pemutihan, dan bagian tubuh tertentu terlibat. Kaji mukosa oral,
bagian posterior dari palatum keras, dan kantung konjungtiva pada
bayi baru lahir yang berkulit gelap.
Rasional : Mendeteksi bukti / derajat ikterik. Penampilan klinis dari ikterik jelas
pada kadar bilirubin lebih besar dari 7 – 8 mg/dl pada bayi cukup bulan. Perkiraan derajat
ikterik adalah sebagai berikut, dengan ikterik yang dimulai dari kepala ke
jari kaki, 4 – 8 mg/dl ; batang tubuh 5 – 12 mg/dl; lipat paha, 8 – 16 mg/dl; lengan / kaki,
11 – 18 mg/dl; dan tangan / kaki, 15 – 20 mg/dl. Pigmen dasar kuning mungkin
normal pada bayi berkulit gelap.
2. Risiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi berhubungan dengan sifat
kriteria hasil :
22
BBL akan : - mempertahankan suhu tubuh dan kesembingan cairan dalam batas normal
- bebas dari cedera kulit atau jaringan
Rasional : mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva dari sinar intensitas
tinggi. Pemasangan yang tidak tepat dapat menyebabkan irirasi, abrasi
kornea, dan konjungtivitis dan penuruna pernafasan oleh obstruksi pasase nasal. c.
Ubah posisi bayi setiap 2 jam
Rasional : memungkinkan pemajanan seimbang dari permukaan kulit terhadap sinar
fluoresen, mencegah pemajanan berlebih dari bagian tubuh individu.
d. Pantau masukan dan haluaran cairan
Rasional : mencegah terjadinya dehidrasi pada anak/bayi.
e. Pantau pemeriksaan labolatorium sesuai indikasi seperti : kadar bilirubin, kadar
3. Risiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar berhubungan dengan
23
a. Observasi tali pusat bayi sebelum transfusi bila vena umbilical digunakan. Bila tali
pusat kering, berikan pencucian saline selama 30-60 menit sebelum prosedur
Rasional : pencucian digunakan untuk melunakan tali pusat dan vena umbilicus
24
D. Implemntasi
Adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dan sebuah rencana yang sudah disusun
secara matang dan terperinci. Pada implementasi maka tindakan yang dilakukan
mengacu kepada intervensi yang dibuat untuk mengatasi masalah.
E.Evaluasi
a. Resiko tinggi cedera terhadap keterlibatan system saraf pusat tidak terjadi
b. Resiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah
c. Resiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar tidak terjadi
d. Pengetahuan klien bertambah
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah bayi dismatur lebih sering menderita
hiperbilirubinemia dibanding bayi yang bertanya sesuai engan masa kehamilan.
Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan
gangguan pertumbuhan hati. Penyebabnya yaitu dari Bilirubin tidak terkonjugasi
atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air,
berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak
serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak. Sedangkan
Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut
dalam air dan tidak toksik untuk otak. Manifestasi klinik dari hiperbilirubinemia
adalah Letargi, Tonus otot meningkat, Leher kaku,Opistotonus, Muntah, anorexia,
fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
4.2 Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat
menambah pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan pada anak
khususnya dengan hiperbilirubinemia.
26
DAFTAR PUSTAKA
Betz, & Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli bahasa,
Eny Meiliya
R Dwienda octa, & Liva maita, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi/Balita dan Anak Prasekolah untuk Bidan ed 1. Yogyakarta : ECG
27