Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


HIPERBILIRUBINEMIA”

DI SUSUN OLEH :

NAJMIYATUZ ZUHRIYAH (1130120010)

PRODI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga saya mampu menyelesaikan makalah keperawatan
anak yang berjudul ”Asuhan Keperawatan pada Pasien Hiperbilirubinemia” tanpa suatu
halangan yang berarti.
Makalah ini disusun dengan tujuan supaya mahasiswa mampu memahami dengan
benar tentang lingkup asuhan keperawatan pada pasien hiperbilirubinemia dalam
keperawatan anak.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu segala saran dan kritik yang membangun akan penyusun
terima dengan senang hati.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua
pihak yang memerlukannya.

Surabaya, April 2021


Penyusun

Najmiyatu Zuhriyah
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................................
Halaman Kata Pengatar.................................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................................................
1.1 Latar belakang.........................................................................................................................
1.2 Tujuan.....................................................................................................................................
Bab II Tinjauan Teori.....................................................................................................................
2.1 Pengertian...............................................................................................................................
2.2 Etiologi....................................................................................................................................
2.3 Klasifikasi...............................................................................................................................
2.4 Patologi...................................................................................................................................
2.5 Manifestasi Klinik...................................................................................................................
2.6 Komplikasi..............................................................................................................................
2.7 Penatalaksanaan......................................................................................................................
2.8 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................................
2.9 Pathway...................................................................................................................................
2.10 Pengkajian.............................................................................................................................
2.11 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.................................................................................
Bab III Penutup...............................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................
3.2 Saran.......................................................................................................................................
Daftar Pustaka.................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25–50% bayi baru lahir menderita ikterus
pada minggu pertama. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi
kurang bulan, dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang
bulan terjadi sekitar 80%. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma
bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur
bayi atau lebih dari persentil 90. Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk dan
bilirubin indirek (Suriadi, Rita. 2010)
Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan,
gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. Setiap
bayi dengan ikterus harus dapat perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5
mg/dL dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang
berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan
keadaan yang menunnjukkan kemungkinan adannya ikterus patologis
(hiperbilirubinemia). Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus, yang
didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning. Ikterus merupakan
suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL). Ikterus terjadi
apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus
akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya (Hidayah, Alimul. 2012).
Angka kejadian ikterus pada bayi cukup bulan sekitar 60% dan pada bayi
kurang bulan sekitar 80%. Ikterus pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis
dan sebagian lagi bersifat patologis. Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila
waktu muncul, lama, atau kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara
bermakna dari ikterus fisiologis (Ngastiah. 2008)
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat
untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Efektifitas pemberian
fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi intensitas sinar pada fototerapi antara lain : jenis sinar, panjang
gelombang sinar, jarak sinar ke pasien, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan
sinar serta penggunaan media pemantulan sinar.
Ikterus terjadi akibat adanya akumulasi bilirubin dalam darah, pada sebagian
neonatus, ikterus ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Ikterus yang
bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, oleh karena itu setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi
atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis
darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin
direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan
adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus
dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan (IDAI. 2004)
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
hiperbilirubin.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan hiperbilirubinemia
b. Mahasiswa dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
hiperbilirubinemia
c. Mahasiwa dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
hiperbilirubinemia
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Hiperbilirubin adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehinggaa
menimbulkan joundice pada neonatus. kondisi tersebut terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis
pada neonatus ditandai  joudince pada sklera mata, kulit, membrane mukosa dan
cairan tubuh. Nilai normal bilirubin direk 0– 0,2 mg/dl dan kadar bilirubin indirek
0- 0,3 mg/dl (Suriadi dan Rita, 2010)
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya hyperbilirubinemia antara lain : (Hidayah, alimul.A, 2012)
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah, misalnya
pada Inkompatibilitas terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah
anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Adanya gangguan metabolik yang terdapat pada bayi hipoksia atau
Asidosis.
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta),
diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toxion yang dapat merusak sel hati dan sel darah merah seperti Infeksi,
Toxoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus Obstruktif
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi terjadinya icterus terdiri dari : (Suriadi dan Rita, 2010)
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melakun konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati, sehingga terjadi
gangguan bilirubin tidak terkonjugasi, masuk ke dalam sel hati serta akibat
konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dan dikeluarkan ke dalam duktus
hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi, tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus, mengakibatkan
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi
tidak didapatkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena adanya penyakit atau infeksi, biasanya disertai suhu badan yang
meningkat dan berat badan tidak bertambah.
6. Kern Ikterus
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama
pada korpus striatum, thalamus, nukleus subthalamus, hipokampus, nukleus
merah , dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi hiperbilirubinemia berkaitan erat dengan proses metabolisme
bilirubin. Hiperbilirubinemia dapat terjadi bila hepar tidak dapat menjalankan
metabolisme atau ekskresi bilirubin dengan baik. Hiperbilirubinemia didefinisikan
sebagai kadar bilirubin darah lebih dari 3 mg/dL. Secara klinis, hiperbilirubinemia
tampak sebagai ikterus pada jaringan seperti sklera, mukosa, dan kulit, karena
penumpukan bilirubin di jaringan-jaringan tersebut.
Eritrosit / Sel darah merah pada neonatus memiliki masa hidup sekitar 70-90 hari,
lebih pendek dari pada sel darah merah orang dewasa kurang lebih 120 hari.
Kemudian, eritrosit difagositosis oleh makrofag pada sistem retikuloendotelial
(RES). Hemoglobin (Hb) dari eritrosit dipecah menjadi heme dan globin, sementara
heme mengalami degradasi oleh heme oxygenase menjadi biliverdin IX alfa,
karbon monoksida, dan Fe. Biliverdin IX alfa kemudian direduksi oleh biliverdin
reduktase menjadi bilirubin tidak terkonjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke plasma, kemudian berikatan secara reversibel dengan albumin. Bilirubin tidak
terkonjugasi kemudian dibawa ke hepar.
Dalam hepatosit, bilirubin berikatan dengan glutation-S-transferase dan dibawa ke
retikulum endoplasma, untuk mengalami konjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi
mengalami glukuronidasi sebanyak dua kali oleh enzim uridin 5-difosfo-glukoronil-
transferase 1A1 (UGT1A1) menjadi bilirubin diglukoronida (bilirubin
terkonjugasi). Bilirubin terkonjugasi lebih larut dalam air dan bersifat kurang
sitotoksik. Bilirubin kemudian melewati sistem bilier dan masuk ke usus
duodenum. Sebagian kecil bilirubin mengalami reabsorbsi dan masuk ke sirkulasi
enterohepatik. Setelah sampai pada kolon, bilirubin mengalami hidrolisis oleh
bakteri menjadi urobilinogen, yang kemudian diekskresikan pada feses. Sebagian
urobilinogen dan derivatnya juga direabsorbsi pada kolon, dibawa ke hepar, dan
diekskresi ulang atau masuk ke sirkulasi sistemik menuju ginjal untuk kemudian
diekskresikan melalui urin
2.5 Manifestasi klinik
Tanda dan gejala penderita hiperbilirubin antara lain : (Hidayah, Alimul. 2012)
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau ke 3, mencapai puncaknya pada hari
ke 3 dan ke 4, dan akan menurun pada hari ke 5 sampai ke 7 merupakan
jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk)
kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat seperti dempul
6. Perut membuncit dan adanya pembesaran hepar
7. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
8. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
9. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
2.6 Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kern ikterus : kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi icterus antara lain : (IDAI,2004)
1. Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada neonatus dan janin.
2. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana
dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam
empedu.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan
oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
Langkah-langkah pemberian fototerapi
 Baju bayi dilepas hingga ia hanya memakai popok, agar memungkinkan
sebanyak mungkin kulit tubuhnya  dapat terkena sinar
 Mata bayi ditutup dengan pelindung mata khusus, hal ini bertujuan untuk
mencegah komplikasi pada mata akibat cahaya dan melindungi lapisan saraf
di bagian belakang mata (retina) dari cahaya ultraviolet,

 Tempatkan bayi pada boks bayi atau incubator di bawah lampu terapi sinar

 Bayi bisa diposisikan tengkurap agar dapat menyerap cahaya dengan lebih
efektif.

 Ubah posisi bayi tiap 3 jam

 Pastikan bayi mendapatkan minum yang cukup (ASI)

Pemberian fototerapi pada bayi


7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
Teknik transfusi tukar ada 3 macam, antara lain :
a. Simple double volume (push pull method)
Untuk keluar masuk darah hanya di perlukan satu jalur transfusi (bisaanya
dari vena besar, seperti vena umbilikal). Teknik ini dipergunakan untuk
hiperbilirubinemia tanpa komlikasi seperti anemia, sepsis dll. Waktu rata-rata
perkali untuk keluar masuk kira-kira 3-5 menit, sehingga total transfusi akan
berlangsung selama 90-120 menit.
b. Isovolumetric double volume.
Pada teknik ini dilakukan pemasangan dua jalur, bisaanya arteri dan vena
(pada umbilikal atau perifer) ataupun vena dan vena, dibutuhkan dua operator
untuk memasukkan dan mengeluarkan darah. Jika di pakai jalur arteri dan
vena, darah dimasukkan dari vena dan di keluarkan dari arteri. Keuntungan
dari metode ini adalah proses masuk dan keluar darah bisa dilakukan pada
waktu bersamaan sehingga gangguan hemodinamik minimal, di samping itu
waktu pelaksanaan transfusi tukar juga lebih singkat (45-60 menit). Waktu
pelaksanaan bisa diperpanjang sampai 4 jam untuk memungkinkan ekuilibrasi
bilirubin di darah dan jaringan, hal ini akan meningkatkan kadar bilirubin
yang bisa dihilangkan. Pada kasus hidrops fetalis berat, teknik ini merupakan
pilihan, karena fluktuasi volume minimal, sehingga gangguan miokardium
juga minimal.
c. Transfusi tukar parsial
Dilakukan dengan plasma atau PRC, sesuai indikasi (polisistemia atau anemia
berat).
Langkah-langkah Pelaksanaan
a. Jelaskan tentang prosedur dan minta informed consent kepada orang tua.
b. Puasakan bayi selama 3-4 jam sebelum transfusi tukar dimulai. Pasang OGT
untuk mengosongkan lambung dan alirkan (buka tutupnya) selama prosedur.
Tindakan ini berguna untuk dekompresi, mencegah regurgitas serta aspirasi
cairan lambung.
c. Tidurkan bayi terlentang dan tahan posisinya dengan baik (tahan dengan erat,
tetapi tidak ketat, dengan bantuan bantal pasir ataupun plester ke tempat
tidur). Jangan lupa pasang urine collector.
d. Lakukan prosedur seperti tindakan mayor (lihat prosedur pemasangan kateter
umbilikal), kemudian pasang kateter vena umbilikal untuk teknik push and
pull, serta arteri atau vena umbilikal untuk teknik isovolumetrik.
e. Siapkan unit darah. Pastikan bahwa darah tersebut memang benar untuk
pasien, golongan darah cocok, dan temperature cocok. Kalau masih dingin,
hangatkan ke suhu tubuh (tidak lebih dari 37o C), jangan terlalu panas karena
bisa menyebabkan hemolisis.
f. Selanjutnya pasang darah ke set infuse, pastikan posisi three way stopcock
berada pada posisi yang tepat sebelum memulai prosedur.
1) Untuk teknik pull-push, pasang set transfusi di jalur vena (umbilicus atau
vena besar lain) dengan bantuan four way stopcock. Kalau tidak ada bisa
diganti dengan 2 buah three way stopcock yang dipasang seri. Di outlet
stopcock tersebut, dipasang satu buah spuit 10 atau 20 cc, darah yang akan
ditransfusikan dan set infuse untuk darah kotor. Pasang set transfusi
sedemikian rupa sehingga stopcock akan berotasi searah jarum jam dengan
urutan (1) tarik darah dari pasien (2) buang ke tempat darah kotor (3)
ambil darah baru dan (4) masukkan dengan perlahan. Jika vena umbilikal
tidak bisa digunakan, teknik pull-push boleh dilakukan di arteri umbilikal
dengan syarat ujung kateter berada di bagian bawah aorta (di bawah
lumbal 3)
2) Untuk teknik isovolumetrik, jalur vena dipasang satu buah three way
stopcock yang dihubungkan dengan satu buah spuit 10 atau 20 cc dan
darah yang akan ditransfusikan, sedangkan di jalur arteri, three way
stopcock dihubungkan dengan satu buah spuit 10 atau20 cc dan set infuse
untuk tempat darah kotor.
3) Darah kotor. Jika jalur arteri tidak bisa ditemukan, alternative dari teknik
ini adalah dengan penggunaan dua vena. Vena besar untuk menarik darah,
sedangkan vena perifer untuk memasukkan darah. Bilas jalur penarikan
dengan NaCl-heparin 1UI/cc tiap 10-15 menit sekali untuk mencegah
bekuan.
g. Mulailah prosedur transfusi tukar dengan perlahan, volume keluar masuk
darah disesuaikan dengan berat badan bayi (lihat table), rata-rata 5 ml/kgBB.
Volume perkali (aliquots), minimal 5cc dan maksimal 20cc.
2.8 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menentukan hyperbilirubinemia,
antara lain : (Tricia Lacy Gomella, 2004)
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur apabila kadar billirubin
lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.
2.9 Pathway
Hemoglobine

Heme Globine

Biliverdin Fe/co

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/ganggaun transportasi


bilirubin/peningkatan siklus enterohepatic)Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebihan,bilirubin yang tidak terikat dengan albumin meningkat

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar


Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk Kembali ke siklus enterohepatic

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah Pengeluaran meconium


terlambat/obstruksi usus Tinja berwarna pucat

Ikterus pada sklera, leher, dan badan

Peningkatan bilirubin indirek >12mg/dl Gangguan


integritas kulit
Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resti Injuri Kurangnya volume Gangguan suhu tubuh


cairan tubuh
2.10 Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
golongan darah A,B,O). Polisistemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar obstruksi saluran pencernaan ibu menderita DM.
b. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang meningkatkan
ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses
konjungasi sebelum partus.
c. Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.
d. Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah dan kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit bayi
tampak kuning.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya perbedaan golongan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran
cerna dan hati (hepatitis)
f. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
g. Pengetahuan Keluarga
Penyebab, perawatan, pengobatan dan pemahaman orang tua pada bayi yang
ikterus
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi),
Reflek hisap  pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (hipotonus ,
tremor, kejan), ietargi, Hidrasi bayi mengalami penurunan, kulit tampak kuning
dan mengelupas, sklera mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada
retina), tangisan melengking , perubahan warna urine dan feses

2.11 Diagnosa dan Intervensi keperawatan


a. Ikterus neonatus (kode 0024)
Definisi
Kulit dan membrane mukosa neonates menguning setelah 24 jam kelahiran
akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi
Penyebab
1. Penurunan berat badan abnormal (>7-8%) pada bayi baru lahir yang menyusu
ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
2. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
3. Kesulitan tranmisi ke kehidupan ekstra uterin
4. Usia kurang dari 7 hari
5. Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
Outcome
Integritas Kulit Dan Jaringan Meningkat (L.14125)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Fototerapi Neonatus (I.03091)
Observasi :
1. Monitor ikterik oada sclera dan kulit bayi
2. Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gestasi dan berat badan
3. Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
4. Monitor efek samping fototerapi (mis. hipertermi, diare, rush pada kulit,
penurunan berat badan lebih dari 8-10 %
Terapi :
1. Siapkan lampu fototerapi dan incubator atau kotak bayi
2. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
3. Berikan penutup mata ( eye protector / biliband) pada bayi
4. Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi ( 30 cm atau tergantung
spesifikasi lampu fototerapi)
5. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan
6. Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
7. Gunakan linen berwarna putig agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin.

Kolaborasi :
Pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek
Edukasi :
1. Anjurkan ibu menyusui sekitar 20 – 30 menit
2. Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
b. Gangguan Integritas kulit (kode 0129)
Definisi :
Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa,
korneo, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligament)
Penyebab :
1. Perubahan sirkulasi
2. Suhu lingkungan yang ekstrim
3. Efek samping terapi radiasi
4. Kelembaban, dan perubahan pigmentasi
Outcome :
Integritas Kulit Dan Jaringan Meningkat (L.14125)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Observasi :
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis, perubahan sirkulasi, suhu
lingkungan yang ekstrem, Efek samping terapi radiasi, penurunan kelembaban,
Perubahan pigmentasi )
Terapeutik :
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
4. Gunakan produk berbahan ringan/alami, hipoalergi pada kulit sensitive
5. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum yang cukup (sesuai kebutuhan bayi)
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Hiperbilirubin berikut sebagai berikut :
1. Hiperbilirubinemia disebabkan oleh beberapa factor antara lain peningkatan
proses hemolitik yang di akibatkan oleh adanya perbedaan golongan darah dan
rhesus antara orang tua dan bayi, adanya trauma pada saat persalinan, atresia
biliar, dll
2. Penatalaksaan pada pasien hyperbilirubinemia adalah pemberian fototerapi dan
apabila tidak berhasil maka akan dilakukan tranfusi tukar.
3. Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami hyperbilirubinemia adalah
adanya pemberian fototerapi, adanya gangguan integritas kulit dan jaringan, resti
injuri, kurangnya volume cairan tubuh, dan gangguan suhu tubuh. Akan tetapi
yang menjadi prioritas adalah pemberian fototerapi dan gangguan integritas kulit
dan jaringan.
3.2 Saran
1. Dalam memberikan pelayanan perawat harus meningkatkan profesionalisme
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada bayi baru lahir agar dapat
mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya komplikasi. Hal
tersebut sebagai upaya dalam peningkatan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang diberikan.
2. Pemberian edukasi kepada terhadap orang tua bayi agar lebih memperhatikan
dalam merawat dan memantau bayinya dengan baik serta memberikan ASI
eksklusif minimal selama 6 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayah, Alimul A. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta. Salemba


Medika
IDAI. 2004. Manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di
Rumah Sakit. Jakarta Departemen Kesehatan RI
Lacy Gomella. 2004. Neonatology Management, Procedures, On-Call Problems,
Diseases and Drugs. The Mc Graw-Hill Companies. United states of america
Suriadi, dan Rita Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi 2. Sugeng Seto.
Jakarta.
Ngastiah. 2008. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai