Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR

RENDAH (BBLR)

KEPERAWATAN ANAK

oleh :
Kelompok 1/ Kelas D 2017
Muhammad Rofiqi NIM 172310101174
Ayu Dwi Afriliyanti NIM 172310101182
Jasmine Praditha Sari NIM 172310101191

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR
RENDAH (BBLR)

KEPERAWATAN ANAK

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak


Dosen pengampu : Ns.Peni Perdani Juliningrum, M.Kep

Oleh :
Kelompok 1/ Kelas D 2017
Muhammad Rofiqi NIM 172310101174
Ayu Dwi Afriliyanti NIM 172310101182
Jasmine Praditha Sari NIM 172310101191

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga


penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Asuhan
Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR”. Makalah ini disusun

ii
untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Keperawatan Anak Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Ira Rahmawati, M. Kep., Sp.Kep.An, selaku dosen penanggung jawab
mata kuliah Keperawatan Anak,
2. Ns.Peni Perdani Juliningrum, M.Kep, selaku dosen yang telah membimbing
dalam penyelesaian tugas ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini dengan baik,
3. Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doanya demi
terselesaikannya makalah ini,
4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidakdapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 23 September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................4
BAB 1. Pendahuluan...........................................................................5
1.1 Latar Belakang...........................................................................5
1.2 Tujuan........................................................................................6
1.3 Manfaat......................................................................................6
BAB 2. Studi Literatur........................................................................8
2.1 Definisi......................................................................................8
2.2 Klasifikasi..................................................................................8
2.3 Patofisiologi...............................................................................9
2.4 Penatalaksanaan.......................................................................10
BAB 3. Asuhan Keperawatan...........................................................14
3.1 Pengkajian...............................................................................14
3.2 Analisis Data...........................................................................19
3.3 Diagnosa..................................................................................20
3.4 Intervensi.................................................................................21
3.5 Pendidikan Kesehatan Satu Intervensi Terpilih.......................30
BAB 4. Web of Causation (WOC)....................................................39
BAB 5. Penutup.................................................................................40
5.1 Simpulan..................................................................................40
5.2 Rekomendasi Isu Menarik.......................................................40
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................42

4
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevelensi BBLR di Indonesia dari tahun 2007 sebesar 11,5%. Hingga


tahun 2013 sebesar 10,2% mengalami penurunan, namun melambat 7 tahun
terakhir (Kemenkes RI, 2014). Sementara itu, berdasarkan jumlah kelahiran yang
di timbang persentase BBLR di Jawa Timur meniungkat dari 2,79% pada tahun
2010 menjadi 3,32% pada tahun 2013. BBLR menjadi faktor utama kematian
neonatal di Jawa Timur yaitu 38,03% (Dinkes Provensi Jawa Timur 2013). Bayi
yang lahir dengan berat badan rendah beresiko tinggi mengalami mortalitas dan
morbiditas pada masa pertumbuhannya (Manuaba,2012).
Faktor yang mempengaruhi kejadian BBRL pemyebabnya adalah usia ibu,
penyakit ibu saat kehamilan, BMI Ibu disaat hamil, penurunan kunjungan ANC,
kadar HB, KEK, Paritas dan jarak kehamilan. Faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi diantaranya faktor janin, faktor penyakit, dan faktor plasenta
(Demelas et al, 2015).
Angka perinatal di Indonesia masih terbilang cukup tinggi. Menurut
Survei Demografi dan Kesehatan Indonisia (SDKI) tahun 2012, angka kematian
perinatal di indonesia sebanyak 26 bayi per 1000 kehamilan. Sebanyak 30,3%
kematian neonatal disebabkan oleh bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
dan prematur. Survei WHO pada tahun 2012 menyebutkan bahwa 15-20% bayi di
dunia, lahir dengan berat badan rendah. Di Indonesia, prevalensi BBLR dari tahun
2010-2013 cenderung menurun, yaitu dari 11.1% menjadi 10,2%
(Balitbangkes,2013). Pada tahun 2013, prevalensi BBLR di Provinsi Jawa Timur
sebesar 11% lebih besar dibandingkan dengan rata-rata prevalensi di indonisia
(Balitbangkes,2013).
Indonesia ialah salah satu negara berkembang dengan angka kematian ibu
(AKI) dan bayi (AKB) tertinggi. Jumlah kasus kematianbayi tahun 2015 sebanyak
33.278 kasus dan menurun jika dibandingkan pada tahun 2015 yaitu 32.007 dan
tahun 2017 sebanyak 10.294 kasus. Salah satu penyebab kematian di Indonesia
merupakan penyebab berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 38.85%. Di
samping itu BBLR juga beresiko 20 kali lebih besar penyebab kematian selama

5
masa pertumbuhan jika di bandingkan dengan bayi berat badan lahir normal.
Angka kematian bayi meningkat seiring dengan peningkatan insiden BBLR di
suatu negara.
Faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain karakteristik sosial
demografi ibu, resiko medis ibu sebelum hamil, status kesehatan reproduksi dan
status pelayanan antenatal. Karateristik sosial demografi meliputi umur ibu kurang
dari 20 tahun dan umur lebi dari 34 tahun, ras kulit hitam, status ekonomi yang
kurang, status perkawinan yang tidak sah, status pendidikan yang rendah. Resiko
medis ibu sebelum hamil juga berperan terhadap kejadian BBLR meliputi paritas,
berat badan dan tinggi badan pernah melahirkan BBLR, jarak kelahiran. Statsus
kesehatan reproduksi terhadap BBLR meliputi setatus gizi ibu,infeksi dan kualitas
pelayanan antenatal, tenaga kesehatan, tampa pemeriksaan kehamilan, usia
kehamilan saat pertama kali memeriksakan kehamilan juga beresiko untuk
melahirkan BBLR.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada masalah bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR)
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari bayi berat lahir rendah (BBLR)
2. Mengetahui klasifikasi bayi berat lahir rendah (BBLR)
3. Mengetahui patofisiologi bayi berat lahir rendah (BBLR)
4. Mengetahui penatalaksanaan bayi berat lahir rendah (BBLR)
5. Mengidentifikasi asuhan keperawatan bayi berat lahir rendah (BBLR)

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan pada
masalah keperawatan bayi berat badan lahir rendah (BBLR)

1.3.2 Bagi Pelayanan Masyarakat

6
Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada tindakan keperawatan
pada masalah keperawatan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
1.3.3 BagiMasyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan
kepada masyarakat sehingga dapat mengetahui tindakan keperawatan pada
masalah keperawatan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).

BAB II. STUDI LITERATURE

7
2.1 Definisi
Bayi BBLR yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah yang kuramg
dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada dibawah
persentil 10 dinyatakan ringan untuk umur kehamilan. Dahulu, neonatus dengan
barat badan lahir kurang dari 2.500 gram atau sama dengan 2.500 gram disebut
prematur. Pembagian berat badan ini sangat mudah tetapi tidak memuaskan,
sehingga lambat laun diketahui bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas pada
neonatus tidak hanya bergantung pada berat badan saja, tetapi juga pada tingkat
maturitas bayi sendiri
BBLR didefinikan srebagai bayi baru lahir dengan berat kurang dari 2.500
gram baik preterm maupun eterm. BBLR dapat diklasifikasikan menurut Centers
for Disease Control (CDC) yaitu BBLR dengan berat lahir kurang dari 2.500
gram, bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir kurang dari
1.500 gram, serta bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) yaitu berat lahir
kurang dari 1.000 gram (Gill et al, 2013).
Morbiditas dan mortalitas pada BBLR berkaitan dengan imaturitas organ
tubuh seperti imaturitas perkembangan otak, paru-paru, saluran gastrointestinal,
ginjal, dan hati. Imaturitas tersebut berakibat meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi seperti asfiksia, sepsis, necrotizing enterocolitis, dan hipoternia.
Dampak jangka panjang yang mungkin timbul pada kelahiran BBLR adalah
peningkatan resiko gangguan perkembangan seperti perkembangan bahasa,
kognitif, dan memori. BBLR jugaberdampak pada keluarga selama peraweatan di
ruang intensif (Gill et al, 2013).

2.2 Klasifikasi
Menurut (Proverawati, 2010) pengelompokan pada BBLR yaitu :
1. Menurut harapan hidupnya
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 100-1500 gram
c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000
gram.
2. Menurut masa gestasinya:

8
a. Prematuritas murni: masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa celamilan (NKB-
SMK).
b. Dismaturitas: bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil
untukmasakehamilannya (KMK).

2.3 Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) di samping itu juga di sebabkan dismaturitas.
Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38minggu) , tapi berat badan
(bb lahirnya lebih kecil lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu
tidak mencapai 2500 gram). Masalah ini terjadi karena adanya gangguan
pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit
ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan
lain yang menyebabkan suplay makanan ke bayi jadi berkurang (Nelson,
2010).
Gizi yang baik di perlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalamihambatan, dan selanjutkan akan melahirkan bayi dengan
berat badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi
normal, tidak mendrita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra
hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih
sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaiknya. Ibu dengan
kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR,
vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibumendrita
anemia (Nelson, 2010).
Ibu hamil umunya mengalami depresi atau penyusutan besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang di butuhkan untuk
metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel

9
otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan,
abortus, cacat bawaan, dan BBLR (Nelson, 2010).

Manifestasi Klinis Bblr


Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut:
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6. Kepala lebih besar
7. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
8. Otot hipotonik lemah
9. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
10. Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
11. Kepala tidak mampu tegak
12. Pernapasan 40-50 kali / menit
13. Nadi 100-140 kali/ menit

2.4 Penatalaksanaan
2.4.1 Penatalaksanaan Non Farmakologi Pada BBLR
a. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Bayidenganberatbadan lahir rendah (BBLR) akan cepat mengalami
kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan
panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan
permukaan badan yang relatif luas. Bayi dengan berat badan lahir rendah
harus dirawat di dalam inkubator. Bila belum memiliki inkubator, bayi
dengan dengan berat badan lahir rendah dapat dibungkus dengan kain dan
disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau menggunakan metode
kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi kangguru dalam
kantung ibunya (Proverawati, 2010).

b. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi


Pemberian Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling
utama untuk diberikan pada bayi BBLR. Pemberian ASI dapat diberikan

10
secara langsung oleh ibu apabila bayi mampu menghisap. Bila bayi belum
mampu menghisap maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan
sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde ke lambung. Jika ASI
tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat
digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula
khusus bayi BBLR. Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/
kgBB/hari. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului
dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap pada bayi masih
lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi
dengan frekuensi yang lebih sering (Proverawati, 2010).
c. Pemberian Makanan Bayi BBLR
Pemberian makanan pada bayi BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya
udara dalam usus. Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal,
tempat tidur atau kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi
kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi
dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat menghisap, dan
sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan
diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Jadwal pemberian makanan
disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian
makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan
lebihrendah (Proverawati, 2010).
d. Pencegahan Infeksi
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sangat mudah
mendapat infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomnial.
Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan memberi perlindungan terhadap
bayi BBLR dari bahaya infeksi dan tidak boleh kontak dengan penderita
infeksi dalam bentuk apapun. Upaya pencegahan infeksi dapat dilakukan
dengan menggunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptis
dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien
dibatasi, rasio perawat pasien idea, mengatur kunjungan, menghindari
perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian
antibiotik yang tepat (Proverawati, 2010).

11
e. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan denganketat (Proverawati, 2010).
f. PemberianOksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Pemberian
oksigen untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi yang tidak
memuaskan harus berhati-hati agar tidak terjadi hiperoksia yang dapat
menyebabkan fibroplasia retrolental dan fibroplasias paru. Pemberian
oksigen dilakukan melalui tudung kepala, dengan alat CPAP (Continous
Positive Airway Pressure) atau pipa endrotakela untuk pemberian oksigen
yang aman dan stabil. Pemantauan tekanan oksigen (pO 2) arteri pada bayi
juga harus dilakukan terus-menerus agar porsi oksigen dapat diatur dan
sesuai sehingga bayi terhindar dari bahaya hipoksia atau hiperoksia.
Konsentrasi oksigen yang diberikan sekitar 30-35% dengan menggunakan
head box dengan dan menghindari penggunaan konsentrasi oksigen yang
tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Proverawati, 2010).
g. Pengawasan Jalan Nafas
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi dalam proses kelahiran sehingga
dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR juga berisiko mengalami
serangan apneu dan difesiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh
oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam
kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan
dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan tersebut gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakeal, pijatan jantung, dan pemberian
oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Melalui
semua tindakan diatas dapat mencegah sekaligus mengatasi asfiksia
sehingga memperkecil kematian bayi BBLR (Proverawati, 2010).

2.4.2 Penatalaksanaan Farmakologi Pada BBLR

12
a. Pemberian terapi antibiotik ceftazidime sebanyak 85 mg/12 jam. Pemberian
ceftazidime karena pada BBLR memiliki resiko tinggi terhadap infeksi
akibat bayi kurang bulan tidak mengalami transfer transplasental igG
maternal selama trimester tiga, fagositosis terganggu, dan tingginya infeksi
nosokomnial yang berasal dari alat-alat resusitasi, humidifier, inkubator,
susu formula, pompa payudara, rentang waktu perawatan bayi yang lama,
dan tangan petugas kesehatan pada unit perawatan intensif pada BBLR
(Ayu, 2014).
b. Pemberian Amino filin 10,2 mg loading dose dan 5 mg/12 jam untuk
merangsang pusat napas dengan meningkatkan kepekaan terhadap CO 2,
meningkatkan frekuensi nafas, menyebabkan relaksasi otot termasuk otot
polos bronkus, menurunkan hipoksia akibat depresi napas,
danmeningkatkanaktivitasdiafragma.JangkawaktupemberianAminofilin
diberikan berdasarkan usiagestasi (Ayu, 2014).
c. Pemberian trofik feeding menggunakan selang OGT karena bayi memiliki
refleks rooting dan isap yang lemah. Trofik feeding dimulai dengan dosis
0,5 – 1 cc/kgBB/jam dengan pemberian dosis dilakukan secara bertahap
(Ayu, 2014).
d. Pemberian cairan dan elektrolit tambahan yang disesuaikan dengan BB bayi
dan umur bayi (Ayu, 2014).

BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Tgl 30 agustus 2019 ibu hamil dengan usia kandungan 34 minggu mengalami
perdarahan pervagina dan dirujuk ke RSD dr. Soebandi dan MRS tanggal 4
september 2019 jam 10.00 wib ibu mengalami kenceng-kenceng kemudian Jam
22.00 ibu melahirkan seorang bayi di ruang bersalin RSD dr. soebandi jember

13
secara spontan dan ditolong oleh bidan. Saat dilahirkan bayi tidak menangis
spontan, kemudian dilakukan HAIKAP kemudian menangis pelan, kemudian
bayi di bawa ke ruang perinatologi untuk dilakukan tindakan selanjutnya. Bayi
dilahirkan dengan jenis kelamin perempuan, berat badan lahir1545 gram,
PB:43cm, Apgar score 6-7, Anus (+), cacat (-). Saat diruang perinatologi, bayi
mengalami sesak, sianosis, dan suhu:34.7oC. RR:64X/menit, N : 130 x/mnt
retraksi dada berat, sianosis menghilang dengan oksigen 2 lpm nasal canul, air
entry blateral, merintih dapat di dengar tanpa stetoskop (nilai score downes 5).
Reflek isap dan menelan lemah, reflek rooting tidak ada, talipusat terpotong dan
masih ada pada umbilicus bayi dengan panjang sekitar 4 cm dan bayi ditempatkan
di infant warmer

3.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama/ umur : Ny. A / 24 Tahun
Tanggal/ Jam MRS : 4 September 2019/ 10.00 WIB
Alamat : Jl. Letjen Panjaitan no. 165 Sumbersari - Jember
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Tanggal/ Jam pengkajian : 4 September 2019/ 10.00 WIB

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Ibu mengalami kenceng-kenceng dan melahirkan bayi perempuan secara
normal dalam usia kandungan 34 minggu dengan berat badan bayi < 2500
gram, bayi mengalami sesak, sianosis, merintih, reflek isap dan menelan
lemah, reflek rooting tidak ada.
2) Riwayat Penyakit Sekarang

14
Bayi masih terdengar merintih, reflek isap dan menelan lemah, reflek
rooting tidak ada
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Ibu mengatakan kelahiran anak sebelumnya tidak mengalami berat badan
lahir rendah (BBLR)
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada riwayat dari anggota keluarga yang pernah melahirkan bayi berat
badan lahir rendah (BBLR)
c. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepi dan tata laksana hidup sehat
Klien jarang berolahraga dan hanya bedrest ketika hamil
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien mengatakan sering mual dan muntah saat makan dan jarang
mengonsumsi sayur dan buah saat hamil
3) Pola aktivitas
Klien mengatakan saat hamil kondisi tubuhnya sering lemastetapi masih
mampu beraktivitas sehari-hari tanpa bantuan
4) Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan pola istirahatnya dan tidurnya normal. Klien tidur 7-8
jam / hari
5) Pola eliminasi
Klien tidak mengalami gangguan dalam pola eliminasi. Klien BAK
4x/hari dan BAB 2 hari sekali

6) Pola hubungan dan peran


Klien mengatakan bingung cara merawat dan meningkatkan berat badan
bayinya yang lahir rendah
7) Pola reproduksi dan seksual
Klien jarang melakukan hubungan seksual ketika sedang hamil
8) Pola penanggulangan stres/Koping – Toleransi stres
Jika ada masalah klien selalu bercerita kepada suaminya
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Saat dilahirkan bayi tidak menangis spontan, kemudian dilakukan
HAIKAP kemudian bayi menangis pelan
2) Tanda-tanda vital
Suhu Tubuh : 34.7oC Respirasi : 64x/menit
Nadi : 130x/ menit TB/BB : 1545 gr/ 43 cm
3) Kepala
Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut di puncak kepala

15
Palpasi : Tidak ada massa atau area lunak di tulang tengkorak
4) Wajah
Inspeksi : Mata segaris dengan telinga, hidung di garis tengah, mulut di
garis tengah wajah dan simetris
Palpasi : Tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan
5) Mata
Inspeksi : Kelopak mata tanpa petosis. Sklera tidak ikterik, konjungtiva
merah muda, iris berwarna merata, pupil bereaksi bila ada
cahaya, dan reflek mengedip ada
Palpasi : Kedua bola mata teraba lunak
6) Hidung
Inspeksi : Posisi hidung di garis tengah wajah, nares utuh dan bilateral,
bernafas melalui hidung
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada hidung

7) Mulut
Inspeksi : Bentuk dan ukuran proporsional dengan wajah, bibir berbentuk
penuh dengan berwarna biru dan pucat, palatum utuh, lidah dan
uvula berada di garis tengah
8) Leher
Inspeksi : Rentang pergerakan sendi bebas, bentuk simetris dan pendek
Palpasi : Tiroid di garis tengah, dan tidak ada massa
9) Thorax/Dada :
Inspeksi : Bentuk dada simetris, frekuensi nafas : 64x/menit, bayi
terlihat sesak
Palpasi : Teraba retraksi dada berat
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru , tidak terdengar adanya
penimbunan cairan
Auskultasi : Terdengar bayi merintih tanpa stetoskop (nilai score
downes 5)
10) Jantung
Palpasi : Ictus cordis di ICS IV teraba
1. Batas kiri jantung : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung), ICS IV kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri.
2. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan,
dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan
linea parasternalis kanan.
Perkusi : suara jantung pekak
Aukskultasi : tidak ada suara jantung tambahan
11) Payudara
Inspeksi : Jarak antar puting pada garis sejajar tanpa ada puting
tambahan

16
12) Abdomen
Inspeksi :Abdomen bundar dan simetris, talipusat terpotong dan
masih ada pada umbilicus bayi dengan panjang sekitar 4
cm
Palpasi : Abdomen lunak, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani kecuali redup pada hati, limfa, dan ginjal
Auskultasi : Terdengar bising usus
13) Genetalia
Inspeksi : Labia minora dan klitoris ada
14) Anus
Inspeksi : Posisi di tengah dan paten (uji dengan menginsersi jari
kelingking) dan terdapat lubang anus
15) Punggung
Inspeksi : Kolumna spinalis lurus tidak ada penyimpang yang terlihat
16) Ekstremitas
Ekstremitas atas
Inspeksi : Rentang pergerakan sendi bahu, klavikula, siku normal. Pada
tangan reflek genggam ada,dan kuat, terdapat 10 jari tanpa
berselaput, jarak antar jari sama, karpal dan metakarpal ada dan
sama pada kedua sisi, dan kuku terlihat panjang melebihi
bantalan kuku
Ekstremitas bawah
Inspeksi : Panjang sama kedua sisi dan sepuluh jari kaki tanpa selaput,
jarak antar jari sama, bantalan kuku berwarna merah muda,
panjang kuku melewati bantalan kuku. Pergerakan sendi penuh :
tungkai, lutut, pergelangan, kaki, tumit, dan jari kaki tarsal dan
metatarsal ada dan sama kedua sisi serta simetris.
17) Integumen
Inspeksi : Warna kulit sianosis
Palpasi : Kulit teraba dingin, tidak ada pengelupasan
e. Pemeriksaan Reflek
- Rooting : Reflek rooting tidak ada
- Menghisap: Reflek isap dan menelan lemah
f. Penatalaksanaan Medis
Pemberian oksigen 2 lpm nasal canul, dan air entry blateral,

3.2 Analisis Data

NO Data Etiologi Masalah


1 DS : Bayi mengalami sesak, Imaturitas organ Ketidakefektifan

17
sianosis, dan terdengar paru pola nafas
merintih.
Pembentukan
DO :
RR : 64 x/menit cairan surfaktan
N : 130 x/menit, retraksi
pada paru-paru
dada berat
tidak optimal
Klien terpasang nasal canul
dengan oksigen 2 lpm, dan Tekanan untuk
score downes 5. membuka alveolus
meningkat

Retraksi dada berat

Sesak napas

Ketidakefektifan
Pola Nafas
2 DS : Saat dilahirkan bayi Permukaan tubuh Hipotermia
tidak menangis spontan, relatif lebih luas
sianosis, dan jaringan lemak
Berat badan bayi
pada bayi terlihat tipis
kurang dari 2500
DO :
Suhu : 34.7oC gram
RR:64 x/menit
BB : 1545 gram Jaringan lemak
PB : 43 cm
subkutan lebih
Apgar score : 6-7
tipis

Kehilangan panas
melalui kulit lebih
cepat

Hipotermia

18
3 DS : Bayi klien memiliki Imaturitas Ketidakefektifan
reflek isap dan menelan neurologis pola makan bayi
lemah, dan tidak ada reflek
Imaturitas pusat
rooting
reflek medula
DO :
BB : 1545 gram spinalis
PB : 43 cm
Reflek fisiologis
terganggu

Reflek isap dan


menelan lemah

Ketidakefektifan
pola makan bayi

3.3 Diagnosa
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d pola napas abnormal dan takipnea d.d bayi
mengalami sesak, retraksi dada berat, sianosis, dan terdengar merintih
2. Hipotermia b.d sianosis dan hipoksia d.d berat badan lahir bayi rendah
3. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d ketidakmampuan memulai mengisap
yang efektif d.d reflek isap dan menelan lemah, reflek rooting tidak ada,
dan berat badan lahir rendah

19
3.3 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional TTD


1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas 1. Memperlebar jalan nafas Թ
Ns. Y
nafas b.d pola napas tindakan keperawatan (3180) agar udara bisa masuk
abnormal dan takipnea selama 2 x 24 jam 1. Buka jalan nafas dengan secara optimal
2. Membantu pasien untuk
d.d bayi mengalami diharapkan masalah pola teknik chin lift atau jaw
menentukan posisi yang
sesak, retraksi dada nafas tidak efektif dapat thrust, sebagaimana
nyaman yang dapat
berat, sianosis, dan teratasi mestinya
Kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk memperlancar
terdengar merintih
Organisasi
memaksimalkan ventilasi pernafasannya
(Pengelolaan) Bayi 3. Masukkan alat 3. Memilih alat bantu yang
Prematur (0117) nasopharingeal airway sesuai untuk
1. Frekuensi pernafasan
(NPA), atau memperlancar
(30-60)
oropharyngeal airway pernafasan
dipertahankan dari 4. Mengurangi
(OPA), sebagaimana
skala 3 dan pengggunaan otot bantu
mestinya
ditingkatkan menjadi 4. Lakukan fisioterapi dada, pernafasan yang
skala 5 sebagaimana mestinya berlebihan
2. Termoregulasi
dipertahankan dari
Terapi Oksigen (3320) 1. Menghindari adanya
skala 3 dan
1. Bersihkan mulut, hidung, sumbatan pada saluran

20
ditingkatkan menjadi dan sekresi trakhea pernafasan
2. Menjaga kestabilan
skala 5 dengan tepat
3. Warna kulit 2. Pertahankan kepatenan dalam bernapas
3. Memastikan peralatan
dipertahankan dari jalan napas
3. Siapkan peralatan oksigen oksigen yang dibutuhkan
skala 3 dan
dan berikan melalui sistem lengkap
ditingkatkan menjadi
4. Membantu pola napas
humidifier
skala 5
4. Berikan oksigen tambahan menjadi stabil dan teratur
5. Memastikan aliran
seperti yang diperintahkan
5. Monitor aliran oksigen oksigen yang diberikan
6. Monitor efektifitas terapi
telah sesuai dengan
oksigen (misalnya tekanan
kebutuhan pasien
oksimetri, ABG’s dengan 6. Memantau adanya
tepat) perubahan pola napas
pasien menjadi stabil
dari sebelumnya

1. Memastikan alas atau


tempat tidur telah
Pengaturan posisi (0840)
nyaman bagi pasien
1. Tempatkan pasien diatas 2. Menentukan posisi yang
matras/ tempat tidur membuat pasien nyaman
terapeutik 3. Menghindari adanya

21
2. Tempatkan pasien dalam bagian tubuh yang
posisi terapeutik yang terkilir akibat posisi yang
telah dirancang tidak tepat
3. Posisikan pasien sesuai 4. Membantu kestabilan
dengan kesejajaran tubuh pola napas dengan posisi
yang tepat yang tepat
4. Posisikan pasien untuk
memfasilitasi
ventilasi/perfusi
2 Hipotermia b.d Setelah dilakukan Perawatan Bayi: Baru Lahir 1. Memantau kondisi Թ
Ns. Y
sianosis dan hipoksia tindakan keperawatan (6824) pasien berada dalam
d.d berat badan lahir dalam 2 x 24 jam 1. Lakukan evaluasi Apgar kondisi gawat darurat
bayi rendah diharapkan masalah pada menit pertama dan atau stabil
2. Mencegah mekanisme
hipotermia teratasi kelima setelah kelahiran
Kriteria hasil : 2. Jaga suhu tubuh yang kehilangan panas yang
Termoregulasi: Baru adekuat dari bayi baru cepat
3. Dapat memberikan
Lahir (0801) lahir (misalnya,
bantuan oksigen dengan
1. Berat badan dapat membedong bayi dalam
cepat jika pola napas
dipertahankan dari selimut, pakaikan topi
tidak teratur
skala 3 dan rajut bayi, dan letakkan
4. Membantu
ditingkatkan menjadi bayi baru lahir di bawah
menghangatkan suhu
skala 5 pemanas sesuai

22
2. Hipotermia dapat kebutuhan) tubuh bayi
3. Respon pada tanda-tanda 5. Membantu bayi pada
dipertahankan dari
distress pernafasan posisi yang nyaman
skala 3 dan
6. Mempertahankan
(misalnya takipnea,
ditingkatkan menjadi
kenyamanan pada bayi
retraksi)
skala 5
4. Letakkan bayi baru lahir
3. Takipnea dapat
dengan kontak kulit ke
dipertahankan dari
kulit dengan orang tua
skala 3 dan
secara tepat
ditingkatkan menjadi
5. Letakkan bayi baru lahir
skala 5
di dada segera setelah
4. Perubahan warna
persalinan
kulit dapat
6. Peluk dan sentuh bayi
dipertahankan dari
yang ada di ruang isolasi
skala 3 dan
bayi secara teratur
ditingkatkan menjadi
Pengaturan Suhu (3900)
skala 5
1. Monitor dan laporkan 1. Mampu mengembalikan
adanya tanda dan gejala suhu bayi dengan cepat
dari hipotermia dan jika terjadi hipotermi
hipertermia 2. Membantu memenuhi
2. Tingkatkan intake cairan asupan nutrisi pada bayi
dan nutrisi adekuat 3. Mempertahankan suhu

23
3. Selimuti bayi berat badan bayi agar tetap hangat
4. Menjaga kondisi
lahir rendah dengan
lingkungan sekitar bayi
selimut berbahan dalam
agar tetap hangat
plastik segera setelah
5. Memastikan bayi berada
lahir ketika masih
dalam lingkungan yang
tertutup cairan amnion,
hangat
sesuai kebutuhan dan
protokol instruksi
4. Pertahankan kelembapan
pada 50% atau lebih
besar dalam inkubator
untuk mencegah
hilangnyapanas
5. Gunakan matras
penghangat, selimut
hangat, dan hangatkan
lingkungan sekitar untuk
meningkatkan suhu tubuh
sesuai kebutuhan
3 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Pemberian Makan dengan 1. Memberikan pemenuhan Թ
Ns. Y
makan bayi b.d tindakan keperawatan Tabung Enteral (1056) nutrisi melalui jenis

24
ketidakmampuan dalam 3 x 24 jam 1. Sisipkan selang tabung enteral yang
memulai mengisap diharapkan kebutuhan nasogastrik, sesuai dengan kondisi
yang efektif d.d reflek nutrisi pasien terpenuhi. nasoduodenal, atau bayi
Kriteria hasil : 2. Memastikan ketepatan
isap dan menelan nasojejunal, sesuai
Adaptasi Bayi Baru
posisi pada selang
lemah, reflek rooting peraturan lembaga
Lahir (0118)
2. Konfirmasi penempatan sebelum diberikan
tidak ada, dan berat 1. Berat badan dapat
selang dengan bantuan nutrisi enteral
badan lahir rendah dipertahankan dari
3. Menentukan jenis dan
pemeriksaan x-ray
skala 2 dan
jumlah nutrisi yang tepat
sebelum pemberian
ditingkatkan menjadi 4. Menghindari bayi
makanan atau obat
skala 5 tersedak saat dilakukan
2. Refleks mengisap melalui tabung
pemberian nutrisi secara
3. Konsultasikan dengan
dapat dipertahankan
enteral
anggota tim perawatan
dari skala 3 dan 5. Mempertahankan kontak
kesehatan lainnya dalam
ditingkatkan menjadi secara fisik dengan bayi
memilih jenis dan 6. Memberikan waktu jeda
skala 5
persentase makanan sebelum bayi
4. Tinggikan kepala tempat
disendawakan
tidur 30 sampai 45 derajat 7. Menjaga kebersihan
selama pemberian makan selang selama pemberian
5. Peluk dan bicara dengan
nutrisi masih diberikan
bayi selama diberikan
secara enteral
makan untuk mensimulasi 8. Menghentikan

25
kegiatan makan biasa pemberian asupan
6. Hentikan pemberian
makanan jika bayi
makanan 30 sampai
merasa kenyang
dengan 60 menit sebelum
meletakkan kepala pasien
dengan posisi kepala di
bawah
7. Irigasi selang setiap 4
sampai 6 jam saat
memberikan makan dan
setelah setiap pemberian
makan intermiten
8. Monitor pasien jika
merasa kenyang, mual,
dan muntah
Manajemen Berat Badan
(1260) 1. Mengetahui apakah
1. Hitung berat badan ideal pasien sudah mencapai
pasien berat badan ideal atau
2. Bantu pasien membuat belum
perencanaan makan yang 2. Menentukan jumlah
seimbang dan konsisten asupan nutrisi yang harus

26
dengan jumlah energi dipenuhi untuk mencapai
yang dibutuhkan setiap berat badan ideal
harinya
Pengajaran: Nutrisi Bayi 0-3
1. Memberikan edukasi
bulan (5640)
kepada orangtua
1. Instruksikan
mengenai makanan yang
orangtua/pengasuh untuk
tepat untuk bayi baru
memberi makan hanya
lahir
ASI atau susu formula 2. Menambah pengetahuan
untuk tahun pertama orangtua untuk
(tidak ada makanan padat memberikan intake
sebelum 4 bulan) cairan yang sesuai
2. Instruksikan
dengan kebutuhan bayi
orangtua/pengasuh untuk
membatasi intake air ½
sampai 1 ons pada satu
waktu, 4 ons tiap hari

27
3.4 Pendidikan Kesehatan Satu Intervensi Keperawatan Terpilih

ALTERNATIF PEMBERIAN ASI PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH

(BBLR)

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Oleh :
Kelompok 1/ Kelas D 2017
Muhammad Rofiqi NIM 172310101174
Ayu Dwi Afriliyanti NIM 172310101182
Jasmine Praditha Sari NIM 172310101191

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

28
Pokok Bahasan : Penanganan Bayi Berat Lahir Rendah
Sub Pokok Bahasan :Pengertian dari Metode Alternatif pemberian asi, Tujuan
Alternatif pemberian asi, Cara Perawatan Alternatif
pemberian asi, dan Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam
Alternatif pemberian asi.

Sasaran : Ibu Menyusui


Hari/Tanggal : Minggu, 20 September 2019
Tempat : Balai Desa Sumbersari
Pukul : 09.00-09.30 WIB
Penyuluh : Kelompok 1 Keperawatan Anak Kelas D

I. Analisa Data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Pada survei yang telah di lakukan ibu ibu hamil san menyusui pada desa
sumbersari tidak mengetahui bagaimana alternatif pemberian Asi pada bayi
baru lahir dengan berat badan rendah, mereka biasanya tidak bertanya atau
konsultasi kepada bidan dan tenaga kesehatan lainnya. karena kurangnya
informasi tersebut kita kelomlok 1 ingin mengedukasi bagaimana alternatif
pemberian asi terhadap bayi dengan berat badan rendah.
B. Karakteristik Peserta Didik
Masyarakat desa sumbersari rata rata lulusan sekolah dasar atau tidak
sekolah.

II. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mendapatkan penyuluhan kesehatan diharapkan peserta mampu
memahami tentang alternatif pemberian Asi selain menyusui pada Bayi Berat
Lahir Rendah dengan baik dan benar

III. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mendapatkan penyuluhan kesehatan diharapkan peserta mampu:
a. Menjelaskan kembali bagaimana cara pemberian asi tanpa menyusui
b. Menjelaskan kembali tentang metode tersebut dengan lugas

29
c. Menjelaskan kembali tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberiam asi selaim dengan menyusui

Materi Terlampir
a. Definisi Pemberian Asi selain menyusui
b. Tujuan Pemberian Asi selain menyusui
c. Cara perawatan metode tersebut
d. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan metode tersebut.

IV. Metode Penyuluhan


Ceramah dan Diskusi

V. Media
Leaflet
Power Point

VI. Kegiatan Penyuluhan

30
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1 Pembukaan - Memberikan salam
5 menit
- Memperkenalkan diri
- Menyelesaikan tujuan
penyuluhan
- Menyebutkan
materi/pokok bahasan
yang akan diberikan
2. Inti 20 menit - Menanyakan
kabar/keadaan audience
- Menyelesaikan materi
penyuluhan secara
berurutan materi
- Menyelesaikan definisi
dari pemberian asi
alternatif
- Menyelesaikan tujuan
perawatan pemberian
asi alternatif
- Menyelesaikan cara
perawatan pemberian
asi alternatif
- Menyelesaikan hal-hal
yang perlu di perhatikan
dalam pemberian asi
alternative
3 Penutup - Menutup pertemuan
5 menit
dengan memberikan
kesimpulan yang
disampaikan,
- Mengajukan
pertanyaan, menutup
pertemuan dan memberi
salam

31
VII. Evaluasi
1. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2. Peserta dapat mengerti dan memahami tentang alternatif pemberian asi
selain menyusui
3. Peserta dapat memahami cara alternatif pemberian asi selain menyusui

VII. LAMPIRAN MATERI

Materi Penyuluhan Alternatif Pemberian Asi Selain Menyusui Pada Bayi


BBLR

A. DEFINISI
World Health Organization (WHO) menyatakan Preterm atau Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) merupakan neonatus yang terlahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram.
Permasalahan nutrisi khusus pada BBLR
a. Rendahnya cadangan nutrisi
b. Imaturitas fungsi organ dan fungsi saluran cerna
c. Kemampuan pengosongan lambung lebih lambat daripada bayi cukup
bulan

32
d. Fungsi mengisap dan menelan masih belum sempurna

Sumber Nutrisi pada BBLR


1. ASI merupakan pilihan utama
2. Susu formula sebagai alternatif jika ASI tidak keluar

B. TUJUAN PEMBERIAN ASI SELAIN MENYUSUI


1. Memenuhi dan mempertahankan kebutuhan nutrisi pada BBLR terutama
melalui oral.
2. Menghindari pemberian ASI menggunakan dot untuk mencegah bayi
bingung putting
3. Memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral
yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhanbayi terutama
padabayi baru lahir amat sangat rendah (BBLASR) dan bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR)

C. CARA PEMBERIAN ASI SELAIN MENYUSUI

1. ENTERAL
a) Cangkir atau Sendok
1. Dianjurkan pada bayi hanya membutuhkan sedikit ASI
2. Digunakan pada bayi sering tersedak atau muntah
b) Sonde Lambung (Nasogastrik/Orogastrik)
1. Dianjurkan pada bayi dengan masa gestasi < 32 minggu
2. Frekuensi nafas < 80x/ menit
3. Digunakan pada bayi dengan intubasi atau gangguan neurologik
c) Transpilorik
1. Tidak dapat mentoleransi cara oro-/nasogastrik
2. Terdapat risiko terjadinya aspirasi
3. Bayi diintubasi
4. Motilitas usus menurun
5. Harus menunggu pasase pipa sebelum mulai pemberian nutrisi
6. Memerlukan pemeriksaan radiologi
7. Dapat terjadi komplikasi dumping syndrome, perubahan mikroflora usus,
malabsorpsi nutrien, dan perforasi usus
d) Gastrostomi
1. Malformasi gastrointestinal
2. Gangguan neurologik
3. Dalam intubasi
4. Motilitas usus menurun

33
5. Harus menunggu terjadinya pasase pada pipa sebelum pemberian makan
6. Perlu pemeriksaan radiologik
7. Dapat terjadi komplikasi sindrom dumping, perubahan rnikroflora usus,
malabsorbsi, perforasi

3. PARENTERAL
Nutrisi Parenteral (NP) merupakan cara pemberian nutrisi tambahan dan energi
secara intravenaterutama pada Bayi Baru Lahir Amat Sangat Rendah
(BBLASR) di mana belum/tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi
enteral.
Pemberian Nutrisi Parenteral Total (NPT)
a) NPT Perifer
Nutrien diberikan melalui vena perifer yang biasanya vena pada kaki atau
tangan. Osmolaritas cairan yang diberikan antara 300-900 mosm/L.
Maksimum konsentrasi dekstrose yang digunakan adalah 12,5%, asam
amino 2% dan 400 mg/dl kalsium glukonas.
b) NPT Sentral
Osmolaritas cairan yang digunakan dapat diatas 900 mosm/L, konsentrasi
dekstrose 15-25%.

D. HAL-HAL YANG HARUS DI PERHATIKAN DALAM PEMBERIAN


ASI SELAIN MENYUSUI
a. Berat lahir 1750 – 2500 gram
b. Bayi sehat
Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi, ingat bayi kecil lebih
mudah merasa letih dan malas minum. Pantau pemberian minum dan
kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi
kurang dapat menghisap tambahkan asi peras dengan menggunakan
salah satu alternatifpemberian ASI.
c. Bayi sakit
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan
intraena (IV) berikan minum seperti bayi sehat. Apabila bayi
memerlukan cairan intravena :
a) Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
b) Mulai berikan peroral pada hari kedua atau segera setelah bayi
stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi
menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.

34
c) Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh;
gangguan nafas, kejang) , berikan ASI peras melalui pipa lambung:

35
3.5 Leaflet

36
37
BAB 4. Web of Caution Etiologi
Pathway

Faktor Ibu Faktor Janin


Faktor Plasenta

BBLR

Permukaan tubuh relatif Jaringan lemak Prematuritas Fungsi organ-organ belum baik
lebih luas subkutan lebih tipis

Penurunan Mata
Hati Usus Ginjal
Penguapan Pemaparan dengan Kehilangan Kekurangan daya tahan
berlebih suhu luar panas cadangan
Imaturitas
melalui kulit energi Konjugasi Dinding Peristaltik Imaturitas
lambung blm ginjal Lensa
Dk Resiko bilirubin
Kehilangan Kehilangan lunak sempurna mata
Infeksi blm baik
cairan panas Malnutrisi Sekunder
Mudah Pengosongan Retrolentral
Hiperbilirubin terapi
kembung lambung blm Fibroplasia
Dehidrasi Dk Hipotermia Hipoglikemi baik

Ikterus Retinopaty

Paru Otak Kulit

Reflek menelan
-Pertumbuhan dinding Imaturitas sentrum2 vital Halus & mudah lecet
blm sempurna
dada blm sempurna
-Vaskuler paru imatur
Regulasi pernafasan Resiko infeksi
Dk Ketidakseimbangan pioderma
Insufiensi pernafasan Nutrisi Kurang dari
Dk Pernafasan periodic Kebutuhan Tubuh
Ketidakefektifan 38 Sepsis
Peny. membran hialin Pola Nafas
Pernafasan biot
BAB V. PENUTUP

5.1 Simpulan
Bayi BBLR yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah yang
kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada
dibawah persentil 10 dinyatakan ringan untuk umur kehamilan. Adapun
tanda-tanda bayi BBLR adalah umur kehamilan sama dengan atau kurang
dari 37 minggu, berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram,
rambut lanugo masih banyak, jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
Faktor penyebab terjadinya bayi bblr secara umum bersifat multifaktoril,
sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan
pencegahan. Namun penyebab terbanyak terjadinya bayi bblr adalah
kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan semakin besar resiko
jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi. Kita sebagai tenaga kesehata
perawat harus dapat membantu mengurangi pencegahan kejadian bblr dengan
cara memberikan promosi kesehatan contohnya mendorong perawatan
kesehatan remaja putri, mengusahakan semua ibu hamil mendapatkan
perawatan antenatal yang komperhensif, memperbaiki status gizi ibu hamil
dengan mengkonsumsi makanan yang lebih sering atau lebih banyak dan di
utamakan makanan yang mengandung utriient yang memadai, meningkatkan
pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4kali.

1.2 Rekomendasi Isu Menarik


Menurut data WHO, Indonesia terdaftar sebagai negara urutan ke-8
berdasarkan jumlah kematian neonatal per tahun. Penyebab utama Angka
kematian neonatal (AKN) salah satunya adalah bayi berat lahir rendah
(BBLR) dan hipotermia. Menurut WHO, sebesar 42% kematian bayi baru
lahir disebabkan oleh hipotermia karena mekanisme termoregulasi yang
belum sempurna dan ukuran tubuh yang masih kecil (Rosha, 2018).
Isu yang terjadi di masyarakat pada perawatan bayi berat badan lahir
rendah (BBLR) seperti munculnya beberapa masalah terbatasnya jumlah
inkubator, biaya yang tinggi untuk perawatan di rumah sakit, dan resiko
infeksi nosokomnial yang tinggi(Rosha, 2018).

39
Perawatan bayi berat badan lahir rendah yang dilakukan masyarakat
menggunakan cara tradisional dengan membuat suasana sekitar bayi menjadi
hangat dengan meletakkan lampu yang menyorot langsung pada bayi. Hal
tersebut sangat efektif dan dapat digunakan sebagai alternatif
inkubator(Rosha, 2018).
Selain itu pemerintah kesehatan juga mengembangkan perawatan
untuk menjaga suhu tubuh bayi dan perawatan bayi BBLR dengan perawatan
metode kanguru (PMK) yang digunakan sebagai alternatif pengganti
inkubator dalam perawatan BBLR. Perawatan metode kanguru (PMK) ini
merupakan menjaga suhu bayi dengan menghangatkan bayi dengan cara
kontak langsung antara kulit ibu dengan kulit bayi (skin to skin contact)
dalam waktu tertentu dan juga dapat melakukan IMD (inisiasi menyusu dini)
secara bersamaan ketika melakukan metode kanguru(Rosha, 2018).
Manfaat perawatan metode kanguru (PMK) diantaranya memudahkan
pemberian ASI meningkatkan berat badan bayimenghindari terjadinya
hipotermia pada bayi menurunkan kejadian infeksi nosokomnial(Rosha,
2018).

DAFTAR PUSTAKA

Agustina S,A.dan L. Barokah. 2018. Determinal Berat Badan Lahir Rendah


(BBLR). Jurnal Kebidanan, 8(2):2252-8121.

Anggraini D.I.dan S Septira. 2016. Nutrisi Bagi Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) Untuk Mengoptimalkan Tumbuh Kembang. Mojorty. 5(3):151

40
Astina D.D. 2016. Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Enteral Pada Bayi
Berat Lahir Rendah(BBLR) Melalui PEngaturan Posisi Dengan Pendekatan
Teori Konservasi Levine. Skripsi. Depok:Universitas Indonisia.

Ayu, A. dan M. Rahmanoe. 2014. Drug Therapy of Infant With Low Birth Weight
(BLW). Jurnal Medula. 2(3): 1-7.

Fajriana F.dan a Buanasita. 2018. Factor Resiko Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Bayi Berat Lahir Remdah Di Kecamatan Semampir Surabaya.
Media Gizi Indonisia. 13(1):71-81

Proverawati, A. dan C. I. Sulistyorini. 2010. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).


Cetakan I. Yogyakarta: Nuha Medika.Ibu Dan Anak. 11(2):8-14

Rosha, B. C., I. Yunita, K. Sari, N. Amaliah. 2018. Pengetahuan Ibu Mengenai


BBLR dan Cara Menghangatkan Bayi BBLR dengan Perawatan Metode
Konvensional, Skin to Skin, dan Tradisional di Kota Bogor. Jurnal
Penelitian Kesehatan. 46(3): 169-176.

Sholiha H. dan S. sumarmi. 2015. Analisi Resiko Kejadian Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) Pada PrimigravidaI. Media Gizi Indonisia, 10(1):57-63

Sujianti. 2017. Literature Reviiew Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Kesehatan

41

Anda mungkin juga menyukai