Anda di halaman 1dari 24

Hiperbilirubinemia 1

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERBILIRUBINEMIA

I. PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada
bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama
kehidupan disebabkan oleh keaadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat lebih
kuning, keaadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z,15Z bilirubin IX alpha) yang
berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degenerasi heme yang
merupakan komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum
berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal.
Keaadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi didalam darah. Pada
kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena
transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi terjadi peningkatan bilirubin secara
berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan
bila bayi tersebut dapat betahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele
neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning harus dibedakan apakah
ikterus yang terjadi merupakan keaadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah
mempunyai kecendrungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubin yang berat1.

Definisi

 Ikterus neonatorum adalah keaadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.
ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi lahir bila kadar bilirubin darah 5-7
mg/dl(1,6).
 Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin standar deviasi atau
lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90(1,6).

 Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali(2,5,6):

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 2

 Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.


 Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan
>10 mg/dL.
 Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
 Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
 Ikterus menetap pada usia >2 minggu.
 Terdapat faktor risiko.

Epidemiologi

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan.
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional
Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir
sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12
mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup
bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di
atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup
bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan
pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509
neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia(5,6).

II. ETIOLOGI

Hipebilirubin dapat disebabkan oleh bermacam-macam keaadaan. Penyebab yang


tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompibilitas golongan darah
ABO atau defesiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga timbul akibat perdarahan tertutup
(hematoma cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompibilitas darah Rh, infeksi juga
memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia . Keadaan ini terutama terjadi
pada penderita sepsis atau gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi
dan asidosis, hipoglikemia dan polisitemia(1,2,5,6) .

III. PATOFISIOLOGI

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 3

Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi.Langkah oksidasi yang
pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase
yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi
tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon
monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat
akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin,
bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.
Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin(1,6).

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 4

Transportasi Bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan


kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas
ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan
kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini
merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi
kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 5

syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap obat – obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat
– obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin
sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan
albumin. Obat- obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dari albumin dengan cara
menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid dan seperti yg
terlihat pada tabel berikut(1,2,4) :

Tabel : Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin

Analgetik ,antipiretik Natrium Salisilat, Fenilbutazon


Antiseptik, desinfektan Metil, Isopropil, dll.
Antibiotik dengan kandungan sulfa Sulfadiazin, Sulfamethiazole,Sulfamoxazole
Cefalosporin Ceftriakson, Cefoperazon
Penisilin Propicilin, Cloxacillin
Lain-lain Novabiosin, Tripthopan, Asam mendelik,
kontras x-ray

Asupan Bilirubin

Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin
terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran
yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik
lainnya(1,2).

Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam
air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl
transferase ( UDPG – T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi
bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 6

diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu.


Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum
endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya(1,2).

Eksresi Bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung


empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah
berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi,
kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta –
glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna
dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik(1,2).

Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi
keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI,
bayi kurang bulan dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia
terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih
sering terjadi pada bayi imatur.
Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibanding bayi
yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain; frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi
(Tabel 9.3).

Tabel 9.3 Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat ASI

Asupan cairan :
n Kelaparan
n Frekuensi menyusui
n Kehilangan berat badan/dehidrasi
Hambatan eksresi bilirubin hepatik
n Pregnandiol
n Lipase-free fatty acids

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 7

n Unidentified inhibitor
Intestinal reabsorption of bilirubin
n Pasase mekonium terlambat
n Pembentukan urobilinoid bakteri
n Beta-glukoronidase
n Hidrolisis alkaline
n Asam empedu

Sumber : Gourley.

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena


peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini
hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10 mg/dL (Tabel 9.4 dan Gambar
9.2). Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4
kali lipat.

Tabel 9.4 Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek

Dasar Penyebab

- Peningkatan produksi bilirubin Incomptabilitas darah fetomaternal (Rh, ABO)


-Peningkatan penghancuran hemoglobin - Defisiensi enzim kongenital (G6PD, galakrosemia)
Perdarahan tertutup (sefalhematom, memarl Sepsis
- Peningkatan jumlah hemoglobin - Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA)
Keterlambatan klem tali pusat
- Peningkatan sirkulasi enterohepatik -Keterlambatan pasase mekonium, ileus mekonium,
Meconium plug syndrome
Puasa atau keterlambatan minum
Atresia atau stenosis intestinal
- Perubahan clearance bilirubin hati -Imaturitas
-Perubahan produksi atau aktivitas uridine - Gangguan metabolik/endokrin(Criglar-Najjar disease
Diphosphoglucoronyl transferase Hipotiroidisme, gangguan metaholismeasam amino)
- Perubahan fungsi dan perfusi hati Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi.
(kemampuan konjugasi) Sepsis (juga proses imflamasi)
Obat-obatan dan hormon (novobiasin, pregnanediol)
- Obstruksi hepatik (berhubungan dengan - Anomali kongenital (atresia biliaris, fibrosis kistik)
hiperbilirubinemia direk) Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)
Billirubin load berlebihan (sering pada hemolisis berat)

Sumber : Blackburn ST

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 8

Diagnosis
Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu
penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang
lebih awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada
dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya.
Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan
yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan
subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL.
Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus
patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kulit yang
berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar
bilirubin serum total (Gambar 9.3) beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat
(Tabel 9.5)

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 9

Tabel 9.5 Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan 35 mg

Faktor risiko major


- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada
daerah risiko tinggi (Gambar. 2)
- Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan
- Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau
penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETCO).
- Umur kehamilan 35-36 minggu
- Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi
- Sefalhematom atau memar yang bermakna
- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang
berlebihan
- Ras Asia Timur

Faktor risiko minor


- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada
daerah risiko sedang (gambar 2)
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 10

- Umur kehamilan 37-38 minggu


- Sebelum pulang, bayi tampak kuning
- Riwayat anak sebelumnya kuning
- Bayi makrosomia dari ibu DM
- Umur ibu 25 tahun
- Laki-laki

Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang
signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko makin
rendah)
- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko
rendah
- Umur kehamilan 41 minggu
- Bayi mendapat susu formula penuh
- Kulit hitam
- Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Sumber : AAP

Manajemen

Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan
tranfusi tukar.

Strategi pencegahan

American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan
dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau lebih ) dengan tujuan
untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin
serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya
breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan.Pencegahan dititik beratkan pada pemberian
minum sesegera mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang
kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Strategi pencegahan hiperbilirubinemia

1. Pencegahan primer
Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali
perhari untuk beberapa hari pertama. :
Rekomendasi 1.1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air
pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 11

2. Pencegahan sekunder
Rekomendasi 2.0
Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya hiperbili-
rubinemia berat. selama periode neonatal
 Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa
golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun
yang tidak biasa.
n Rekomendasi 2.1.1: Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,
dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe
Rh(D) darah tali pusat bayi.
n Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu 0, Rh positif, terdapat pilihan
untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi,
tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap
risiko sebelum keluar Rumah Sakit (RS) dan tindak lanjut yang memadai.
 Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa semua bayi
secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap
penilaian i ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi,tetapi tidak
kurang dari setiap 8-12 jam.
n Rekomendasi 2.2.1: Protokol untuk penilaian ikterus haws melihatkan seluruh
staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara
transkutaneus atau memeriksakan biliruhin serum total.

3. Evaluasi laboratorium
 Rekomendasi 3.0 : Pengukuran biliruhin transkutaneus dan atau bilirubin serum total
harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah
lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau
biliruhin serum total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak
(Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinemia.
 Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total
harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan,
pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau biliruhin serum hams dilakukan, terutama
pada kulit hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali salah.
 Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur
bayi dalam jam.

4. Penyebab kuning
 Rekomendasi 4.1 : Memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang
menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat
dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
n Rekomendasi 4.1.1: Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau
konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium
tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
n Rekomendasi 4.1.2: Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 12

dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk
mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan
galaktosemia.
n Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi.
meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis.
n Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase deh-
vdrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi
dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukkan
kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi
yang buruk.
5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan
 Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap
risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus
menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi
yang pulang sebelum umur 72 jam.
n Rekomendasi 5.1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:
n Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total
sebelum keluar RS , secara individual atau komhinasi untuk pengukuran yang
sistimatis terhadap risiko.
n Penilaian faktor risiko klinis.

6. Kehijakan dan prosedur rumah sakit


 Rekomendasi 6.1 : Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat
keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap
kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.
n Rekomendasi 6.1.1: tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas
kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk
menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat untuk
melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau
tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal
lainnya.
n Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :

Tabel 9.6 Saat tindak lanjut


Bayi Keluar RS Harus Dilihat Saat Umur
Sebelum umur 24 jam 72 jam
Antara umur 24 dan 47,9 jam 96 jam
Antara umur 48 dan 72 jam 120 jam

Sumber : AAP 6

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2 kunjungantindak lanjut
yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72- 120 jam.Penilaian klinik harus

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 13

digunakan dalam menentukan tindak lanjut.


Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak
lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko,
waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama.
n Rekomendasi 6.1.3: Menunda pulang dari Rumah Sakit : Bila tindak lanjut yang-
memadai tidak dapat dilakukan terhadap adanyapeningkatan risiko timbulnya
hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan penundaan kepulangan dari RS sampai
tindak lanjut yang memadai dapat dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati
(72-96 jam)
n Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut
Penilaian tindak lanjut harus termasa berat badan bayi dan perubahan persentaseberat lahir,
asupan yang adekuat, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kuning.
Penilaian klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan pemeriksaan
bilirubin. Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total
serum harus diperiksa. Perkiraan kadar bilirubinsecara visual dapat keliru, terutama pada
bayi dengan kulit hitam.°

7. Pengelolaan bayi dengan ikterus


• Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI
Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yang perlu diperhatikan pada pengelolaanearly
jaundice pada bayi yang mendapat ASI (label 9.7).

Tabel 9.7 Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI
1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak
keluar dalam waktu 24 jam
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang
singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuansi yang jarang
walaupun total waktu yang diberikan adalah sama
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganti.
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran/
produksi ASI dengan cara memompa, dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang
dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga
penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6
hari atau meningkat di atas 20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning .

Sumber : Blackburn ST

Penggunaan farmakoterapi

Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi


enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghan,curan heme, atau untuk
mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun. antara lain :
1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 14

inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan


tranfusi ganti.
2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan konsentrasi
UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin.
Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak
direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna ,
hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah
digunakan pertama kali pada inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan
tranfusi ganti. Penggunaan fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi
atau tranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil.
3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah
diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. ProtOporphyrin telah terbukti efektif sebagai
inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisjne heme
menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan
secara utuh didalam empedu.
4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa penyakit
hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan
kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP berhubungan
dengan timbulnya eritema foto toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika
digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru dengan penggunaan Sn-
MP maka fototerapi pada bayi cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi
kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam
percobaan dan keluaran jangka panjang belum dike tahui, sehingga pemakaian obat ini
sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian
hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai clinical
trial.
5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor β-glukuronidase pada bayi sehat cukup
bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hoidrolisat dalam jumlah
kecil (5 ml/dosis - 6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus
menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat
campuran whey/kasein (bukan inhibitor (β-glitkitronidase) kuningnya juga tampak
menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalurenterohepatik.

Foto terapi dan tranfusi tukar


 Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus meningkat
walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi hemolisis dan
direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi.

Tabel 9.8 Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.

Terapi
Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi (lihat Gambar 9.3 dan gambar 9.4)
 Lakukan pemeriksaan laboratorium:
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 15

n Bilirubin total dan direk


n Golongan darah (ABO, Rh)
n Test antibodi direct ( Coombs)
n Serum albumin
n Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi
n Jumlah retikulosit
n ETCO (bila tersedial
n G6PD1bila terdapat kecurigaan (berdasarkan etnis dan geografis) atau respon terhadap foto
terapi kurang)
n Urinalisis
n Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis lakukan
pemeriksaan kultur darah, urine, dan liquor untuk protein, glukosa, hitung sel dan kultur
 Tindakan:
n Bila billirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg pada bayi sakit atau bayi < 38 minggu, lakukan
pemeriksaan golongan darah dan cross match pada pasien yang akan direncanakan transfusi
°anti
n Pada bayi dengan penyakit otoimun hemolitik dan kadar bilirubin total meningkat walau
telah dilakukan foto terapi intensif atau dalam 2-3 mg/dL kadar transfusi ganti, berikan
imunoglohulin intravena 0,5-1 g/kg selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam
kemudian.
n Pada bayi yang mengalami penurunan herat hadan lebih dari 12% atau secara klinis atau
bukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi, dianjurkan pemberian susu formula atau
ASI tamhahan.Bila pemberian peroral sulit dapat diberikan intravena
 Pada bayi mendapat foto terapi intensif
n Pemberian minum dilakukan setiap 2-3 jam
n Bila Bilirubin total ≥ 25 mg IdL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3 jam
n Bila biliruhin total 20-25 mg/dL , pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4 jam, bila <20
mg/dl diulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun periksa ulang dalam 8-12 jam
n Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati kadar transfusi tukar atau
perbandingan billirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat mendekati angka
untuk transfusi tukar maka lakukan transfusi ganti.
n Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14 mg/dL foto terapi dihentikan
n Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan bilirubin ulangan boleh
dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat kemungkinan terjadinya
rebound.

Sumber : AAP

n Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan tranfusi ganti, kadar
bilirubin direk atau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total. Dalam kondisi
dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total, tidak tersedia data yang
baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk berkonsultasi kepada ahlinya
n Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk
rekomendasi dilakukan tranfusi ganti (Gambar 9.4) atau jika kadar bilirubin total sebesar
25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini merupakan keadaan emergensi dan
bayi harus segera masuk dan mendapatkan perawatan fototerapi intensif. Bayi-bayi ini

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 16

tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini dapat menunda terapi.
n Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personel yang terlatih di
ruangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan resusitasi.
n Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian 7-globulin (0,5-1 g/ kgBB
'selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat walaupun
telah mendapat fototerapi intensif atau kadar bilirubin total serum berkisar 2-3 mg/dL dari
kadar tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat diulang dalam 12 jam.

Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/albumin


n Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan utnuk mengukur kadar serum albumin dan
mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 g/dl sebagai satu faktor risiko untuk
menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi. (Gambar 9.3)
n Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganti, kadar albumin serum harus
diukur dan digunakan rasio bilirubin/albumin yang berkaitan dengan kadar bilirubin total
serum dan faktor-faktor lainnya yang menentukan dilakukannya tranfusi ganti.

Bilirubin ensefalopati akut


n Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan tranfusi ganti pada setiap
bayi ikterus dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari akut bilirubin
ensefalopati (hipertonia, arching, retrocollis, opistotonus, demam, menangis melengking)
meskipun kadar bilirubin total serum telah turun

 Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memiliki peralatan
untuk fototerapi intensif.

Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan


 Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi (Gambar 9.3),
AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus diteruskan. Juga
terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusui sementara dan menggantinya
dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan atau meningkatkan
efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang mendapat fototerapi , suplementasi dengan
pemberian ASI yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat,
berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi.

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 17

Fototerapi

 Sebagai patokan gunakan kadar billirubin total


 Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tubilh
yang tidak stabil, sepsis, asidosis,atau kadar albumin < 3 g/dL
 Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolelikan untuk melakukan foto
terapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line. Nicrupakan pilihan untuk
melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayibayi
yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi
untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu.
 Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau di rumah pada kadar
bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang
memiliki faktor risiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah.
Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum
(panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm: (diperiksa
dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah
sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas).
Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang
mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 18

Tabel 9.9 Efek samping fototerapi

Efek samping Perubahan spesifik Implikasi klinis


Perubahan suhu dan Peningkatan suhu lingkungan Dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori
metabolik lainnya dan tubuh (energi untuk merespon perubahan suhu),
Peningkatan konsumsi oksigen adekuat atau tidaknya penyesuaian terhadap
Peningkatan laju respirasi suhu pada unit fototerapi, jarak dari unit ke bayi
Peningkatan aliran darah ke dan inkubator (berkaitan dengan aliran udara
Kulit dan kehilangan udara pada radiant warmer),
penggunaan servocontrol
Perubahan Perubahan sementara curah Terbukanya kembali duktus arteriosus,
kardiovaskular jantung dan penurunan curah kemungkinan karena fotorelaksasi, biasanya
ventrikel kiri tidak signifikan terhadap hemodinamik
Perubahan hemodinamik terlihat pada 12 jam
pertama fototerapi, setelah itu kembali ke awal
atau meningkat
Status cairan Peningkatan aliran darahPerifer Meningkatkan kehilangan cairan Dapat
mengubah keperluan pemakaian medikasi
intramuskular
Peningkatan insensible wateloss Disebabkan oleh kehilangan cairan melalui
evaporasi, metabolik, dan respirasi
Dipengaruhi oleh lingkungan (aliran udara,
kelembaban, temperature), karakteristik unit
fototerapi, peruhahan suhu, perubahan suhu
kulit dan suhu inti bayi, denyut jantung,
laju.respirasi, laju metabolik, asupan kalori,
hentuk tempat tidur (meningkat dengan
penggunaan radiant warmer dan inkubator)
Fungsi SaluranCerna Peningkatan jumlah dan frekuensi Berkaitan dengan peningkatan aliran empedu
buang air besar yang dapat menstimulasi aktivitas saluran cerna
Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses
Feses cairberwarna Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses
hijaukecokelatan dan risiko dehidrasi
Penurunan waktu transit usus Perubahan mendadak pada cairan dan elektrolit
Penurunan absorpsi, retensi Intoleransi sementara laktosa dengan penurunan
air dan elektrolit laktase pada silia epitel dan peningkatan
Perubahan aktivitas frekuensi BAB dan konsistensi air pada feses
laktosariboflavin

Perubahan aktivitas Letargis,gelisah Dapat mempengaruhi huhungan orang tua —


bayi
Perubahan berat Penurunan nafsu makan Menyebabkan peruhahan asupan cairann dan
badan Penurunan pada awalnya kalori
namun terkejar dalam 2-4 Disebabkan oleh pemberian asupan makanan
minggu yang buruk dan peningkatan kehilangan melalui

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 19

saluran cerna
Efek okuler Tidak ada penelitian pada Menurunnya input sensoris dan stimulasi
manusia, namun perlu sensorism Penutup mata meningkatkan risiko
perhatian antara efek cahaya infeksi, aberasi kornea, peningkatan tekanan
intrakranial (jika terlalu kencang)
dibandingkan dengan efek
penutup mata
Perubahan kulit Tanning Disebabkan oleh induksi sintesa melanin atau
disperse oleh sinar ultraviolet
Rashes Disebabkan oleh cedera pada sel mast kulit
dengan pelepasan histamine, eretima dari sinar
ultraviolet.
Burns Disebabkan oleh pemaparan yang berlebihan
dari emisi gelombang pendek sinar fluorescent
Bronze baby syndrome Disebabkan oleh interaksi fototerapi danikterus
kolestasis, menghasilkan pigmen
cokelat(bilifuscin) yang mewarnai kulit, dapat
pulihdalam hitungan bulan
Perubahan endokrin Perubahan kadargonadotropin Belum diketahui secara pasti
serum(peningkatan LH dan FSH)
Perubahan Peningkatan turnover Merupakan masalah bagi bayi dengan trombosit
hematologi trombosit
Cedera pada sel darah merah Menyebabkan hemolisis, meningkatkan
dalam sirkulasi denganpenurunan kebutuhan energi
kalium danpeningkatan aktivitas
ATP
yang rendah dan yang dalam keadaan
sepsis

Perhatian terhadap Isolasi Efek diatasi oleh perawatan yang baik


perilaku psikologis Perubahan status organisasiBayidan Dapat diatasi dengan interaksi orangtua-
manajemen perilaku Dapat mempengaruhi ritme kardiak
Sumber: dari Blackburn ST

Tranfusi Tukar

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 20

n Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa patokan pasti karena
terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap foto terapi
n Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati akut
( hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch cry, demam) atau bila kadar
bilirubin total ≥ 5 mg/dL diatas garis patokan.
n Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tidak
stabil, sepsis, asidosis
n Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin (lihat tabel 9.9)
n Sebagai patokan adalah bilirubin total
n Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko sedang) transfusi tukar dapat
dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya

Tabel 9.10 Rasio bilirubin total/ albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi tukar

Rasio B/A Saat Transfusi tukar


Harus Dipertimbangkan
Katageri Risiko
Bil Tot ( mg/c11 )/ Bil Tot ((jtmol/L )
Alb, g/dl /Alb, tmol/L
Bayi ≥ 38 0/7 mg 8,0 0,94
Bayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat atau 380/7 mg
Bayi 350/7-37 6/7 mg jika risiko tinggi atau
jika risiko tinggi atau isoimmune hemolytic disease atau 7,2 0,84
defisiensiG6PD
Isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD 6,8 0,80

Dikutip dari AAP 2004.

Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat dililiat pada Tabel 9.11.
Penatalaksanaan fotorterpi dan tranfusi tukar berdasarkan berat badan pada Tabel 9.12

Tabel 9.11 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan
American Academy of Pediatrics

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL [µmol/L])


Usia (jam) Pertimbangkan Fototerapi Transfusi tukar Transfusi tukar
Fototerapi Jika fototerapi & Fototerapi
Intensif Gagal intensif
25-48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430)
79-79 ≥ 15 (260) ≥ 18 (310) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
> 72 ≥ 17 (290) ≥ 20 (290) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)

Sumber : Madan A dkk

Tabel 9.12 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru lahir yang
relatif sehat

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 21

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dl)


Sehat sakit
Berat Badan Fototerapi Transfusi tukar Fototerapi Transfusi tukar
Kurang bulan
< 1000 g 5–7 Bervariasi 4–6 Bervariasi
1001 – 1500 g 7 – 10 Bervariasi 6–8 Bervariasi
1501 – 2000 g 10 – 12 Bervariasi 8 – 10 Bervariasi
2001 – 2500 g 12 – 15 Bervariasi 10 – 12 Bervariasi
Cukup Bulan
> 2500 g 15 - 18 20 - 25 12 – 15 18 - 20

Sumber : Madan A dkk.

Komplikasi transfusi tukar:

1. Hipokalsemia dan hipomagnesia.


2. Hipoglikemia.
3. Gangguan keseimbangan asam basa.
4. Hiperkalemia.
5. Gangguan kardiovaskular
 Perforasi pembuluh darah.
 Emboli.
 Infark.
 Aritmia.
 Volume overload.
 Arrest.
6. Pendarahan.
 Trombositopenia.
 Defisiensi faktor pembekuan.
7. Infeksi.
8. Hemolisis.
9. Graft-versus host disease.
10. Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis nekrotikans

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 22

ANALISA KASUS

 Neonatus Cukup Bulan – Sesuai Masa Kehamilan


Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan maturitas
fisik neuromuscular maka diagnosa Neonatus cukup bulan – sesuai masa kehamilan
ditegakkan dengan menggunakan grafik Lubchenco. 1
Dikatakan pasien ini neonatus cukup bulan karena umur kehamilannya 40 minggu,
BBL: 3100 gram, PBL: 48 cm. Dan berdasarkan kurva yang memperlihatkan
hubungan antara berat badan dan masa gestasi, maka bayi ini disebut sesuai masa
kehamilan karena berat badannya terletak diantara persentil 10 dan 90.

 Hiperbilirubin
 Pada pasien ini, hiperbilirubinemia ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik didapat pada usia 4 hari setelah dilahirkan, kulit bayi tampak kuning mulai
dari mata, leher, dada, dan perut ( Kremer III). Menurut kepustakaan bahwa
ikterus yang timbul pada 24 jam pertama merupakan ikterus patologiskarena
memiliki kadar bilirubin diatas 12,5 mg/dl untuk neonatus cukup bulan dan kadar
bilirubin diatas 10 mg/dl untuk neontus kurang bulan sehingga disebut
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia yang timbul pada akhir minggu pertama
dan selanjutnya menurut besarnya kemungkinan disebabkan oleh:
a) Biasanya karena obstruksi
b) Hipotiroidisme
c) Breast Milk Jaundice
d) Infeksi
e) Neonatal hepatitis dan lain-lain
 Pada pasien ini kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia disebabkan oleh
Breast Milk Jaundice, karena pasien sejak hari pertama lahir minum ASI dan tidak
minum susu formula. Menurut kepustakaan pada sebagian bayi yang mendapat
ASI ekslusif, dapat terjadi ikterik yang berkepanjangan, biasanya mulai hari ke7
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 23

dan bertahan hingga 2-3 minggu kehidupan. Peningkatan serum bilirubin indirek
maksimal 10-30 mg/dl. Hal ini dapat terjadi dicurigai karena terdapat
glukoronidase pada ASI. Namun, bila pemberian ASI tetap dilanjutkan, maka
ikterus akan menghilang dalam 3-10 minggu. Pemberian ASI dengan frekuensi
sering 10x dalam 24 jam dan pemberian ASI pada malam hari dapat mengurangi
resiko Breast Milk Jaundice.
 Pada pasien ini BAB & BAKnya baik , frekuensi BABnya ±6kali sehari berwarna
kuning,dan frekuensi BAKnya ±8kali berwarna kuning .Mual & muntah jg tidak
ada. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat obstruksi pada saluran
pencernaanya.
 Infeksi. Dugaan adanya infeksi perinatal dapat dipikirkan , menurut kepustakaan
adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan hati dengan invasi langsung ke
hepatosid atau tidak langsung melalui produksi toksin sehingga ikterus yang
terjadi dapat disebabkan karena infeksi. Namun pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan CRP sehingga hal ini mungkin saja dapat terjadi.
 Hepatitis neonatal. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan seperti
pemeriksaan hepar dan lien tidak teraba. Sehingga dapat disingkirkan, untuk
memastikannya dapat kita lakukan pemeriksaan penunjang.
 Tatalaksana pada kasus ini sesuai dengan kepustakaan yaitu dengan pemberian
terapi sinar, sesuai dengan indikasi pada bayi yaitu gejala klinis kuning kramer III
dengan kadar bilirubin indirek > 10 mg/dl.

DAFTAR PUSTAKA

1. Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. “ Buku Ajar Neonatologi Edisi I “. Jakarta :


Perpustakaan Nasional

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta
Hiperbilirubinemia 24

2. Hasan, Rusepno. 1985. “Ilmu Kesehatan Anak 3 edisi ke 4“. Jakarta : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.

3. Behrman,dkk. ”Ilmu Kesehatan Anak Vol 2 Nelson edisi 15”, Jakarta,Penerbit buku
kedokteran EGC,1999.hlm 1387-1392.

4. Mengenal ikterus neonatorum. Diambil dari www. small crab online.org. Diakses pada
tanggal 21 Juni 2009.

5. Hyberbilirubinemia. Diambil dari www.IMC malaysia./index/php.htm. Diakses pada


tanggal 21 Juni 2009.

6. Ikterus neonatorum. Diambil dari T-4 bidan sharing informasi. Diakses pada tanggal 21
Juni 2009.

7. Pudjiadi, A Hegar, B. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi 2.

IDAI : 2011

5 4

1 5

Eka Azwinda (202.311.073)


FK UPN” Veteran” Jakarta

Anda mungkin juga menyukai