Anda di halaman 1dari 28

GAMBARAN UPAYA PENGENDALIAN PADA ANAK DENGAN DEMAM

BERDARAH DENGUE

DI MELATI LANTAI 5 RSUD DR SOEKARDJO TASIKMALAYA

Karya Tulis Ilmiah

Disusun oleh:

Tanti Turhayati

10117088

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA


TASIKMALAYA

JL. CILOLOHAN N0.36. Telepon/fax : (0265) 327224

2019
1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam berdarah dengue
muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga mengakibatkan kepanikan
di masyarakat karena berisiko meyebabkan kematian serta penyebarannya sangat
cepat. Angka kejadian demam berdarah terus meningkat dari 21.092 (tahun 2015)
menjadi 25.336 orang (tahun 2016(Fallis, 2013)

Demam Berdarah Dengue masih menjadi permasalahan kesehatan baik di wilayah


perkotaan maupun wilayah semi-perkotaan. Perilaku vektor dan hubungannya
dengan lingkungan, seperti iklim, pengendalian vektor, urbanisasi, dan lain
sebagainya mempengaruhi terjadinya wabah demam berdarah di daerah
perkotaan. Belum ada prediksi yang tepat untuk menunjukkan kehadiran dan
kepadatan vektor (terutama Aedes Aegypti di lingkungan perkotaan dan semi
perkotaan). Penyebaran dengue dipengaruhi faktor iklim seperti curah hujan, suhu
dan kelembaban. Kelangsungan hidup nyamuk akan lebih lama bila tingkat
kelembaban tinggi, seperti selama musim hujan (Nazri, Hashim, Rodziah, Hassan,
& Yazid, 2013).

Kelembaban yang tinggi dengan suhu berkisar antara 28-320C membantu nyamuk
Aedes bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Pola penyakit di Indonesia
sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Tingginya angka
kejadian DBD juga dapat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk. Peningkatan
jumlah kasus DBD dapat terjadi bila kepadatan penduduk meningkat. Semakin
banyak manusia maka peluang tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti juga akan
lebih tinggi. (Pongsilurang, Sapulete, &Wulan, 2015). Penyakit DBD telah
menjadi penyakit yang mematikan sejak tahun 2013. Penyakit ini telah tersebar di
436 kabupaten/kota pada 33 provinsi di Indonesia. Jumlah kematian akibat DBD
tahun 2015 sebanyak 1.071 orang dengan total penderita yang dilaporkan (Aji
Fajar, 2016).

Nilai Incidens Rate (IR) di Indonesia tahun 2015 sebesar 50,75% dan Case
Fatality Rate (CFR) 0,83%. Jumlah kasus tercatat tahun 2014 sebanyak 100.347
orang dengan IR sebesar 39,80% dan CFR sebesar 0,90% (Kemenkes RI, 2016b).

Kejadian demam berdarah dengue adalah faktor perilaku host. Faktor ini
dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan host serta faktor geografis dari
wilayah tempat tinggal host. Faktor umur dan tingkat pendidikan host akan
memengaruhi cara pandang dan perilaku host terhadap kejadian DBD.

Faktor geografis berpengaruh pada perkembang biakan vektor. Kondisi daerah


dengan curah hujan ideal berisiko lebih besar untuk terjadinya wabah demam
berdarah. Curah hujan yang ideal mengakibatkan air menggenang di suatu media
yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang aman dan relatif masih
bersih (misalnya cekungan di pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas,
atap atau talang rumah) (Aldubai, Ganasegeran, Alwan, Alshagga, & Saif-ali,
2013). Banyak faktor yang mempengaruhi kasus demam berdarah yang bila tanpa
penanganan yang tepat akan mengakibatkan kematian. Berbagai upaya
pengendalian prevalensi kasus DBD khususnya pada daerah dengan transmisi
yang tinggi atau persisten, sangat diperlukan. Daerah yang memiliki transmisi
tinggi adalah kota/kabupaten dengan IR yang cenderung tinggi sehingga
membutuhkan pengendalian penyakit yang teliti dan cepat (Qi et al., 2015).

Salah satu pengendalian DBD yang dilakukan di Indonesia dan dapat dilakukan
oleh semua umur dan dari seluruh jenjang pendidikan adalah kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pemerintah di Indonesia mencanangkan
pembudidayaan PSN secara berkelanjutan oleh masyarakat dengan pesan inti 3M
plus dan mewujudkan terlaksananya gerakan 1 rumah 1 Juru Pemantau Jentik
(Jumantik). Keberhasilan kegiatan PSN dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik
(ABJ). Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan dapat mencegah atau mengurangi kasus
penularan DBD (Kemenkes RI, 2016a)
1.2 Rumusan masalah
Setelah dilakukan pengkajian, maka rumusan masalah yang dapat ditentukan
adalah sebagai berikut:

1.Bagaiman Upaya Sosialisasi pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue


(DBD) yang dilakukan masyarakat di sekitar tasikmalaya?

2.Adakah pengaruh pendidikan kesehatan pada ibu-ibu kader PKK dalam


mengubah sikap tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue di kota
tasikmalaya?

A. Tujuan penelitian

1.Tujuan Umum:

Mendeskrifsikan upaya pengendalian pada anak dengan DBD di RSUD


dr.Soekardjo.

2.Tujuan Khusus:

a.Diketahuinya pengkajian anak yang menderita penyakir dhf di wilayah RSUD


dr.Soekardjo Tasikmalaya

b.Diketahuinya sikap keluarga antara daerah kejadian Demam Berdarah Dengue


(DBD) yang tinggi dengan rendah di Kota Tasikmalaya

c.Diketahuinya tindakan keluarga dalam perawatan Demam BerdarahDengue


(DBD) yang tinggi dengan rendah di Kota Tasikmalaya

d.Diketahuinya jumlah anak yang terjangkit dhf di wilayah kota tasikmalaya


B. Manfaat penelitian
Salah satu harapan penulis terhadap penelitian pengembangan ini adalah dapat
memberikan manfaat.Manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1.Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian dapat memberikan masukan kepada institusi pendidikan


khususnya bidang kesehatan dan diharapkan menjadi suatu masuka bagi
mashasiswa tentang pengurasan bak mandi dengan kejadian demam berdarah
dengue(DBD),menutup bak air minum dan mengubur sampah yang ada di rumah.

2.Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan dalam


mengkaji permasalahan tentang pengurasan bak mandi dengan kejadian demam
berdarah dengue (DBD), menutup bak air minum,dan mengubur sampah yang ada
di rumah

3.Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah kesehatan mengenai


pencegahan kejadian demam berdarah dengue (DBD) dan sebagai bahan
informasi dalam mengoptimalkan program-progam pencegahan penyakit DBD
dengan perilaku hidup bersih dan sehat PHBS

4. Bagi masyrakat setempat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengurasan bak mandi


dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD), menutup bak air minum, dan
mengubur sampah yang ada di rumah.

5. Bagi Pembaca

Memberikan gambaran mengenai pelaksanaan,penerapan konsep ilmu


keperawatan khususnya pada kasus anak dengan DBD
C. Keaslian peneliti
Keaslian penelitian adalah perbandingan antara persamaan dan perbedaan dengan
peneliti lain yang dapat dilihat dengan table 1.2

Pengarang Judul Metode Hasil


Endah Tri Gambaran Deskriftif Hasil penelitian
Suryani kasus demam meunjukan
berdarah pada tahun
dengue di kota 2015-2017
Blitar tahun yaitu 51,19%
2015-2017 mayoritas kasus
demam
berdarah terjadi
pada laki laki
sekitar 131
sedangkan pada
tahun 2016
mayoritas kasus
terjadi pada
perempuan
yaitu
48,81%sekitar
132
Tanti Turhayati Gambaran Deskriftif Kurangnya
pengendalian pengetahuan
pada anak orang tua dalam
dengan demam upaya
berdarah pengendalian
demam
berdarah pada
anak
2

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19
20 BAB II

21 LANDASAN TEORI

A. Pengertian

Demam berdarah dengue(DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang


dapat menyerang semua orang, bahkan kejadian DBD ini sering mewabah.
Demam berdarah merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar
wilayah tropis dan subtropis. Hostalami DBD adalah manusia, sedangkan
agentnya adalah virus dengue. Virus dengueditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang telah terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti yang terdapat
(Suryani, 2018)

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue
dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar
(Suryani, 2018)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama
Aedes aegypti atau Aedes albopictus.(Kementrian Keeharan Republik Indonesia
2015).
B. Etiologi

Demam dengue disebabkan oleh virus dengue (DEN), yang termasuk genus
falvivirus. Virus yang ditularkan oleh nyamuk ini tergolong RNA positive-strand
virus dari keluarga Falviviridae. Terdapat empat serotipe virus DEN yang sifat
antigennya berbeda, yaitu virus dengue-1 (DEN 1), virus dengue-2 (DEN 2), virus
dengue-3 (DEN 3) dan virus dengue-4 (DEN 4).

Spesifikasi virus dengue yang dilakukan oleh Albert Sabin pada tahun 1994
menunjukan bahwa masing-masing serotipe virus dengan memiliki genotipe yang
berbeda antara serotipe-serotipe tersebut (Soedarto 2012).

C. Klasifikasi

Menurut Sodikin (2012) demam berdarah dapat diklasifikasikan menjadi 4 derajat


yaitu:

1.Derajat I Ditandai dengan demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji bendung (Uji torniquet).

2.Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau


perdarahan lain.

3.Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut,
kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

4.Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, dan tekanan
darah tidak teratur. D.Manifestasi Klinis Menurut Misnadiarly (2009) demam
berdarah memiliki tanda sebagai berikut yaitu :

1.Tidak nafsu makan

2.Muntah

3.Nyeri kepala
4.Nyeri otot dan persendian.

Keluhan keluhan beberapa pasien DBD, antara lain :

1.Nyeri tenggorok

2.Rasa tidak enak

3.Nyeri tekan pada lengkung iga kanan

4.Rasa nyeri perut yang menyeluruh

5.Suhu badan biasanya tinggi. Sedangkan menurut (Soedarto 2012) demam


dengue menunjukan gejala gejala klinis sebagai berikut:

1.Demam tinggi yang timbul mendadak

2.Sakit kepala yag berat, terutama di kepala bagian depan

3.Nyeri di belakang mata

4.Sakit seluruh badan

5.Mual dan muntah

21.1 D. Patofisiologi

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebabkan klien


mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala yang muncul seperti demam, sakit
kepala, mual nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada sistem vaskuler.

Pada penderita DBD, terdapat kerusakan yang umum pada sistem vaskuler yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Plasma dapat menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit, dari
mulai demam hingga klien mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat
menurun hungga 30%.Hal inilah yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami
kegagalan sirkulasi. Adanya kebocoran plasma ini jika tidak segera di tangani
dapat menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis metabolik yang pada akhirnya
dapat berakibat fatal yaitu kematian.

Viremia juga menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan


trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan darah. Perubahan
fungsioner pembuluh darah akibat kebocoran plasma yang berakhir pada
perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkan
tanda seperti munculnya purpura, ptekie, hematemesis, ataupun melena.

D. Komplikasi DHF

(Hikmah Mamluatul, 2015)) komplikasi DHF ada 6, yaitu : 1.Komplikasi susunan


sistem syaraf pusat Komplikasi pada susunan sistem syaraf pusat (SSP) dapat
berbentuk konfulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.

2.Ensefalopati Komplikasi neurologik ini terjadi akibat pemberian cairan


hipotonik yang berlebihan

3.Infeksi

4.Kerusakan hati

5. Kerusakan otak

6.Resiko syok

7.Kejang kejang

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue,DBD atau sindrom syok
dengue(SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,
yang diikuti oleh fase kritis 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai faktor risiko untuk terjadi renjatan jika tidak
mendapat pengobatan adekuat (Suhendro, 2009)

a.Demam Dengeu(DD)

Gambaran klinis dari DD sering tergantung pada usia pasien. Bayi dan anak kecil
dapat mengalami penyakit demam, sering dengan ruam makropapuler. Anak yang
lebih besar dan orang dewasa dapat mengalami baik sindrom demam atau
penyakit klasik yang melemahkan dengan mendadak demam tinggi, kadang-
kadang dengan 2 puncak (punggung sadel), sakit kepala berat, nyeri di belakang
mata, nyeri otot dan tulang atau sendi, mual dan muntah, dan ruam. Perdarahan
kulit (petekie) tidak umum terjadi. Biasanya ditemukan leukopenia dan mungkin
tampak trombositopenia. Pemulihan mungkin berpengaruh dengan keletihan dan
depresi lama, khususnya pada orang dewasa(Soedarmo, 2012).

b.Demam berdarah dengue (DBD)

Kasus khas DBDditandai oleh empat manifestasi klinis mayor: demam tinggi,
fenomena hemoragis, dan sering hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.
Trombositopenia sedang sampai nyata dengan hemokonsentrasi secara bersamaan,
adalah temuan laboratorium klinis khusus dari DBD. Perubahan patofisiologis
utama yang menentukan keparahan penyakit pada DBDdan yang membedakannya
dengan DDadalah rembesan plasma seperti dimanifestasikan oleh peningkatan
hematokrit (hematokonsentrasi, efusi serosa atau hipoprotemia.

Anak-anak dengan DBDumumnya menunjukkan peningkatan suhu tiba-tiba yang


disertai kemerahan wajah dan gejala konstituional non spesifik yang menyerupai
DD, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot, atau tulang dan sendi.
Beberapa pasien mengeluh sakittenggorok dan nyeri faring sering ditemukan pada
pemeriksaan, tetapi rhinitis dan batuk jarang ditemukan. Nyeri konjungtiva
mungkin terjadi. Ketidak nyamanan epigastrik, nyeri tekan pada margin kosta
kanan, dan nyeri abdominal generalisata umum terjadi. Suhu biasanya tinggi
(>390C) dan menetap selama 2-7 hari. Kadang suhu mungkin setinggi 40-410C;
konfulsi virus debris dapat terjadi terutama pada bayi(Soedarmo, 2012).
Untuk penegakkan diagnosa DBD diperlukan sekurang-kurangnya kriteria klinis 1
dan 2 dan dua kriteria laboratorium. Kriteria klinis menurut WHO adalah:

1.Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

2.Manifestasi perdarahan minimal uji tourniquetpositif dan salah satu bentuk


perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.

3.Pembesaran hati.

4.Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
(<20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik <80 mmHg) disertai kulit
teraba dingin dan lembab trutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien gelisah,
dan timbul sianosis di sekitar mulut.

Untuk kriteria laboratoriumnya adalah trombositopenia (100.000/mm3atau


kurang) dan adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
yang ditandai adanya hemokonsentrasi atau peningkatan hematrokit >20% atau
adanya efusi pleura, asites atau hipoalbuminemia (Kemenkes RI, 2013).

c.Dengue Shock Syndrome(DSS)

DSSmerupakan keadaan syok pada DBD. Hal ini terjadi pada fase kritis keadaan
penderita memburuk. Manifestasi syok antara lain kulit pucat, dingin dan lembab
terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung, sedangkan kuku menjadi biru.
Penderita merasa gelisah, nadi menjadi cepat dan lembut sampai tidak teraba.
Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg ataukurang, tekanan sistolik menurun
menjadi 80 mmHg atau kurang, oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi
darah.

E. Vektor Demam Berdarah Dengue


Pengertian vektor DBD adalah nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan
dan atau menjadi sumber penular DBD. Virus dengue ditularkan dari orang ke
orang melalui gigitan nyamuk Aedesaegyptimerupakan vektor epidemi yang
paling utama, namun spesies lain seperti Aedes albopictus, Aedes
polynesiensisdan Aedesniveusjuga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali
Aedes aegyptisemuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri
yang terbatas. Meskipun mereka merupakan hostyang sangat baik untuk virus
dengue,biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien
dibanding Aedes aegypti(Ditjen PP dan PL, 2011).

Bila penderita DBD digigit nyamuk penular maka virus akan ikut terisap masuk
ke dalamlambung nyamuk, selanjutnya akan memperbanyak diri dan tersebar di
berbagai jaringan tubuhnyamuk, termasuk kelenjar ludahnya. Nyamuk
Aedesaegyptiyang telah menghisap virus dengue akanmenjadi penular atau
infektif selama hidupnya. Nyamuk dengan umur panjang berpeluangmenjadi
vektor lebih besar, karena lebih sering kontak dengan manusia. Penyakit DBD
semakinmenyebar luas sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan
kepadatan penduduk, semua desa/kelurahan mempunyai resiko untuk terjangkit
penyakit DBD.

F. Siklus Penularandan Penyebaran Demam Berdarah Dengue

Timbulnya suatu penyakit dapat dipengaruhi oleh faktor agen, pejamu dan
lingkungan. Teori ini disebut dengan segitiga epidemiologi yang dikemukakan
oleh John Gordon.Segitiga epidemiologi adalah suatu konsep dasar epidemiologi
yang menggambarkan tentang hubungan tiga faktor utama yang berperan dalam
terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Tiga faktor tersebut adalah
host(pejamu), agent(agen) dan environment(lingkungan).

Pejamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya yang menjadi tempat
terjadinya proses alamiah perkembangan penyakit. Yang termasuk dalam faktor
penjamu yaitu usia, jenis kelamin, ras, anatomi tubuh, status gizi, sosial ekonomi,
status perkawinan, penyakit terdahulu, gaya hidup, hereditas, nutrisi dan imunitas.
Faktor-faktor ini mempengaruhi risiko untuk terpapar sumber infeksi serta
kerentanan dan resistensi manusia terhadap suatu penyakit atau infeksi. Pejamu
memiliki karakteristik tersendiri dalam menghadapi ancaman penyakit, antara
lain: a.ImunitasKesanggupan pejamu untuk mengembangkan suatu respon
imunologis, dapat secara alamiah maupun non alamiah, sehingga tubuh kebal
terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis
penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan
tersendiri.

b.Resistensi Kemampuan dari pejamu untuk bertahan terhadap suatu infeksi.


Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, manusia mempunyai mekanisme
pertahanan tersendiri dalam menghadapinya.

c.InfectiousnessPotensi pejamu yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada


orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berbeda dalam tubuh
manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya.

G. Penularan DBD

Antara lain dapat terjadi di semua tempat yangterdapat nyamuk penularnya,


tempat yang potensial untuk penularan penyakit DBD antara lain:

1.Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.

2.Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang, orang


datang dariberbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus denguecukup besar seperti sekolah, pasar, hotel, puskesmas,
rumah sakit dan sebagainya.

3.Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini, penduduk umumnya


berasal dariberbagai wilayah, maka memungkinkan diantaranya terdapat
penderitaatau karier yangmembawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-
masing lokasi asal.

21.2 J. Pemberantasan Demam Berdarah


Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegyptimerupakan carautama yang
dilakukan untuk pemberantasan DBD, karena vaksin untukmencegah dan obat
untuk membasmi virusnya belum tersedia(Depkes RI, 2005).Pemberantasan
nyamuk atau pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko
penularan olehvektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor,
menurunkankepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor dengan
manusiaserta memutus rantai penularan penyakit(Ditjen PP dan PL, 2011).

Berbagai metode pengendalian vektor DBD, yaitu:

-Kimiawi

-Biologi

-Manajemen lingkungan

-Pemberantasan Sarang Nyamuk/PSN-Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated


Vector Management/IVM

1.Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida merupakan


salah satu metode pengendalian yang lebih populer di 30masyarakat dibanding
dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan
pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran
termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode
aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.

2.Biologi

Pengendalian vektor menggunakan agent biologi sepertipredator/pemangsa,


parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasavektor DBD.
Jenispredator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang,tampalo,
gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites,Mesocyclops dapat
juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metodeyang lazim untuk
pengendalian vektor DBD.

3.Manajemen LingkunganLingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-


prasarana penyediaanair, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap
tersedianya habitatperkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk
Aedes aegyptisebagai nyamuk pemukiman 31mempunyai habitat utama di
kontainer buatan yangberada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan
adalah upaya pengelolaanlingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat
perkembangbiakan ataudikenal sebagai source reduction seperti 3M plus
(menguras, menutup danmemanfaatkan barang bekas, dan plus:

menyemprot, memelihara ikan predator,menabur larvasida dll); dan menghambat


pertumbuhan vektor (menjaga kebersihanlingkungan rumah, mengurangi tempat-
tempat yang gelap dan lembab di lingkunganrumah dll).

K. Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD

Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah denganmemutus
rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya dimasyarakat
dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk DemamBerdarah
Dengue (PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus Untukmendapatkan hasil
yang diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukansecara luas/serempak dan
terus menerus/berkesinambungan.

Tujuan PSN-DBD adalah mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti,


sehinggapenularan DBDdapat dicegah atau dikurangi. Sasarannya adalah semua
tempat perkembiakan nyamuk, seperti tempat penampungan air untuk kebutuhan
sehari-hari atau tempat penampungan air alamiah. Keberhasilan kegiatan PSN
DBD antara lain dapat diukur dengan AngkaBebas Jentik (ABJ), apabila ABJ
lebih atau sama dengan 95% diharapkanpenularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi.

PSN DBD dilakukan dengan cara „3M-Plus‟, 3M yang dimaksud yaitu:

Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bakmandi/wc,


drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentongair/tempayan, dan


lain-lain (M2)
Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapatmenampung
air hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

Mengganti air vas bunga,tempat minum burung atau tempat-tempatlainnya yang


sejenis seminggu sekali.

Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain(dengan


tanah, dan lain-lain)

Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulitdikuras atau


di daerah yang sulit air

Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air

Memasang kawat kasa

Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

Menggunakan kelambu

Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.

Pemberantasan sarang nyamuk juga bisa dilakukan dengan larvasidasi.


Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian
larvasida yang bertujuan untuk membunuh larva. Jenis larvasida ada bermacam-
macam, diantaranya adalah temephos, piriproksifen, metopren dan bacillus
thuringensis. Temephos atau abate terbuat dari pasir yang dilapisi dengan zat
kimiayang dapat membunuh jentik nyamuk. Dosis penggunaan temephos adalah
10 gram untuk 100 liter air. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok
makan peres yang diratakan diatasnya. Pemberian temephos ini sebaiknya diulang
penggunaannya setiap 2bulan (Candra, 2009)

Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan insektisida


atau racun serangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan
pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak mati
dengan pengasapan. Cara paling tepat memberantas nyamuk adalah memberantas
jentiknya dengan kegiatan PSN 3M Plus.

Pengendalian Vektor Terpadu (IVM)IVMmerupakan konsep pengendalian vektor


yang diusulkan oleh WHOuntuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan
vektor oleh berbagaiinstitusi. IVMdalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih
difokuskan padapeningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal
DBD, KegiatanPSN anak sekolah dll

Pencegahan dan pengendalian vektor bertujuan untuk mengurangi transmisi dari


penularan demam berdarah dengue, sehingga akan menurunkan kejadian infeksi
dan mencegah terjadinya kejadian luar biasa (WHO, 2012).
L. Kerangka Teori

Pengendalian
vector DBD

1.Kimiawi

2.Biologi

3.Manajemen
Lingkungan

Pengetahuan
orang tua

Pencegahan
penyebaran virus
Dengue

Penurunan
kejadian Demam
Berdarah Dengue
21.3 BAB III

21.4 Metodologi penelitian

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian adalah
deskriftif yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran pengendalian pada anak dengan
demam berdarah di RSUD dr.Soeksrdjo Tasikmalaya.Jenis penelitian deskriftif yaitu suatu
metodepenelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriftif
tentang suatu keadaan secara objektif (Donsu,2016 dalam Nova2018)

B. Kerangka konsep
Kerangka konsep ini adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep lainnya,atau antara variable yang satu dengan
variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti(Notoatmodjo,2014 dalam
Nova,2018)

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan dalam tinjauan pustaka,maka kerangka


konsep Kejadian Demam berdarah dengue

Dalam penelitian ini adalah upaya penanggulangan pada anak dengan


DBD.Pengertian,penyebab,tanda gejala,penanggulangan

Kerangka konsep dalam penelitian ini di gambarkan:

Upaya pengendalian

Demam Berdarah Dengue


22

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan variabel operasional yang dilakukan penelitian


berdasarkan karakteristik yang diamati.Definisi operasional ditemukan
berdasarkan parameter ukuran dalam penelitia.Definisi operasional
mengungkapkan variabel dan skala pengukuran masing masing variabel
(Donsu,2016 dalam Nova,2018)

Definisi operasional yang telah dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini
dapat dilihat di table di bawah ini:

Variab Definisi Alat Cara ukur Skal


23 el operasional ukur a
Pengen Pemahaman Koesione Hasilnya Ordi
24 dalian ibu r dapat nal
pada Mendeskipsik dikategorika
25 anak an upaya n sebagai
dengan pengendalian berikut :
26 DBD pada anak
1.Baik:76-
dengan DHF:
27 100%
-Pengertian
2.Cukup:56-
28 Dhf
75%
-Klasifikasi
29
3.Kurang<56
-Pencegahan %
30
-upaya
peningkatan
nutrisi
BAB IV

Metodologi Penelitian

AJenis penelitian

B.Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruhan objek atau subjek yang memiliki kualitas dan
karakteristik tertentu yang sudah di temukan oleh penelitian sebelumnya
(Donsu,2016 dalam Nova,2018).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
orang tua yang anaknya menderita penyakit Demam berdarah Dengue yang
sedang di rawat di ruang Melati Lantai 5RSUD dr.Soekardjo Tasikmalaya.

2. Sampel
Sampel merupakan bagian jumlah dari populasi (Donsu,2016 dalam
Nova,2018).Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang di
teliti dan di anggap mewakili seluruh populasi.S ampel dalam penelitian ini
diperoleh sebanyak 8orang.Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik consecutive sampling.Yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan
subjek yang memenuhi criteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai
kurun waktu tertentu,sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi
(Sastroasmoro,2010).Dengan demikian pengambilan sampel dilakukan selama
satu minggu yaitu dari tanggal sampai dengan tanggal.

Penentuan criteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil
penelitian ,khususnya jika variabel jika variabel-variabel kontrol ternyata mempunyai
pengaruh terhadap variabel yang kita teliti.

Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: inklusi dan eksklusi
(Nursalam, 2013)

a.Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Yang termasuk dalam kriteria
inklusi penelitian ini adalah:

1). Ibu yang anaknya sedang dirawat dengan DBD di ruang Melati lantai 5 RSUD dr.
Soekardjo kota Tasikmalaya
2). Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

Krteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria


inklusi dan studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013), kriteria eksklusi penelitian
ini adalah :

1) Ibu yang anaknya menderita kejang demam dalam keadaan darurat dan harus segera
dilakukan tindakan.

2) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian itu dilakukan. (Sutanta, 2019).
Penelitian ini dilakukan di Melati lantai RSUD dr.Soekardjo Tasikmalaya untuk
mengetahui pencegahan infeksi nosokomial pada anak yang dirawat. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April 2020.

Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel
random sampling.Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel
dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu(Sugiono.2013;1118).

Agar sampel yang dapat dikatakan representatif maka dalam penelitia ini di tentukan
dengan menggunakan rumus slovin:

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑 2 )

50
𝑛=
1 + 50 (0.052 )

50
𝑛=
1.125
𝑛 = 44.4 = 44
d= penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan

0.05(5%)

Z= Standar devisi normal dengan derajat kemaknaan 95%

P=Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populaSI.Bila tidak
di ketahui maka p=0.50(50%)

Q= Besarnya populasi =50

N= Besarnya sampel =44

Data dan Jenis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif yang berupa data
primer dan data skunder.

1. Data primer di dapat hasil dari : wawancara, kuisoner

2. Sedangkan data skunder diperoleh dari : data yang sudah diterbitkan oelh pihak
lain.

Teknik Pengumpulan Data

a. Kuesioner (angket)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara


memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab. Kuesioner meruapakan teknik pengumpulan data yang efisein diharapkan
dari responden (Sugiono, 2013 : 199). Metode angket digunakan untuk mencari
data-data di Rumah sakit.

Dalam penelitian ini jawaban yang diberikan oleh karyawan kemudian diebri skor
dengan mengacu pada skla likert. Dengan skla ini, peneliti dapat mengetahui
bagaiman respon yang diberikan masing-masing responden. Kuesioner yang akan
diberikan kepada responden akan disertai dengan alternatif jawaban yang diberi
skor mulai dari angka 1 (sangat tidak setuju), angka 2 (tidak setuju), angka 3
(ragu-ragu), angka 4 (syuju), angka 5 (sangat setuju) untuk semua variabel.

Wawancara

Wawancara digunakan sebagai tehnik pengumpulan data dengan cara bertanya


secra lisan terhdap responden untuk mengetahui masalah yang ada yang tidak bisa
didapatkan dari kuisoner.
D. Daftar pustaka

Aji Fajar. (2016). Asuhan Keperawatan Pada..., FAJAR SIDIK PURNOMO AJI Fakultas
Ilmu Kesehatan UMP, 2016, 6–25.
Candra, A. (2009). Aspirator Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor = Journal of Vector-
borne Diseases Studies. ASPIRATOR - Journal of Vector-Borne Disease Studies, 2(2),
110–119. Retrieved from
http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id:81/index.php/aspirator/article/view/1787

Fallis, A. . (2013). 済無No Title No Title. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Hikmah Mamluatul. (2015). Unnes Journal of Public Health Penyakit Dengue maupun
penyakit Menurut data Dinas Kesehatan Kota, 4(4), 180–189.
Suryani, E. T. (2018). Gambaran Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Blitar Tahun
2015-2017. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(3), 260–267.
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i3.2018.260-267

Anda mungkin juga menyukai