CHARISMA SUCIARA
NIM. 1612092
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN NERS
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Laporan Praktika Senior Manajemen Pelayanan Asuhan
Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah (Appendicitis) di
Ruang Rawat Inap Unit 1 RSU Pindad Turen Tahun 2018”. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas profesi ners mata kuliah
Praktika Senior.
Akhir kata penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir
penulisan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
2
Kata Pengantar ....................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................
1.2 Tujuan ..............................................................................................................
1.2.1 Tujuan Umum .........................................................................................
1.2.2 Tujuan Khusus ........................................................................................
1.3 Manfaat ............................................................................................................
1.3.1 Bagi Mahasiswa ......................................................................................
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan ........................................................................
1.3.3 Bagi Wahana Praktik ...............................................................................
BAB II TINJAUAN
2.1
BAB 1
3
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah milik yang sangat berharga bagi seseorang tanpa berarti
segala aktivitas akan berhenti dengan menyadari bagi hal itu setiap orang akan
dituntut untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi tubuhnya yang kuat
sehingga tidak akan mudah disrang berbagai penyakit, salah satunya yaitu
apendisitis. Penyakit apendisitis merupakan salah satu masalah kesehatan dimana
angka prevelensi yang dan akibat yang ditimbulkannya juga merupakan salah
satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Mansjoer, Arief, dkk,
2009).
4
Apendiktomi harus segera dilakukan apabila penderita mengalami
serangan apendisitis akut (Dudley, 1992). Komplikasi setelah operasi
apendiktomi antara lain perdarahan, perlengketan organ dalam, dan infeksi
pada daerah operasi. Apendiktomi termasuk dalam kategori operasi bersih
kontaminasi, kemungkinan timbulnya infeksi pada operasi ini adalah 5 - 15%
(Departemen/SMF/Ilmu bedah, 2009). Pada pasien bedah, Surgical Site
Infection (SSI) merupakan infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi di RS)
yang paling sering terjadi, kurang lebih sepertiga dari seluruh infeksi.
Dibanyak penelitian, dua pertiga dari infeksi tersebut masuk kategori
superfisial insisional (Aribowo, 2011). Berdasarkan laporan National
Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) tahun 2004, SSI merupakan
penyebab infeksi nosokomial diurutan ketiga, angka kejadian berkisar antara
14% - 16%` dari seluruh kejadian infeksi nosocomial pada pasien yang dirawat
inap. Pasien bedah yang meninggal akibat infeksi nosokomial akibat SSI
sebanyak 77% dan kematiannya dihubungkan dengan infeksi dan mayoritas
(93%) merupakan infeksi serius yang melibatkan organ atau jaringan dalam
suatu prosedur pembedahan. Pada pembedahan apendisitis akut kejadian
infeksi luka untuk laparoskopi dilaporkan 0-34 per 1.000 pasien,
sedangkan untuk prosedur terbuka 1 sampai 70 per 1.000 pasien. Untuk
mencegah terjadinya infeksi, maka antibiotik biasanya diberikan tepat sebelum
operasi sebagai profilaksis (Clair, 2013).
5
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan teori, konsep
dan praktik pada keterampilan khusus yaitu pada kasus appendicitis dalam suatu
asuhan keperawatan yang telah diperoleh selama proses pendidikan.
1.3 MANFAAT
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Manfaat dari kegiatan praktika senior adalah meningkatkan kemampuan
dalam pencapaian kompetensi utama perawat professional baik dalam
pengelolaan manajemen asuhan keperawatan pada pasien secara individu
maupun dalam pelaksanaan tindakan / keterampilan khusus pada kasus
appendicitis secara professional.
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Menghasilkan lulusan ners yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan
sikap serta keterampilan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
khususnya yang berkaitan dengan kasus appendicitis.
1.3.3 Bagi Wahana Pratik
Kegiatan praktika senior secara langsung dapat meningkatkan kemampuan
perawat yang bertugas di wahana praktik dalam melaksanakan perannya
sebagai pendidik praktikum melalui pembimbingan dan pengarahan bagi
mahasiswa profesi Ners.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
6
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira2 10 cm
(94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya keil, appendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (Apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005).
2.2 Klasifikasi
7
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya:
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial/total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa,
dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
B. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendictomy. Kelainan ini terjadi bila
serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis
tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan
parut.
C. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding appendiks, sumbatan parsial
atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan
infiltasi sel inflamasi kronik). Dan keluhan menghilang setelah apendictomy.
8
2.3 Anatomi
A. Anatomi Usus Besar
9
a. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan dan
membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi
lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura splenik.
c. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon
sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum
Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12
sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior
di anus.
B. Anatomi Apendiks
10
medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney
yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior
kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar
dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis
pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika
superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus. (Sjamsuhidayat, 2005).
C. Fisiologi Apendiks
11
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).
2.5 Patofisiologi
12
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi. (Mansjoer, 2003).
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek
dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut
ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2003).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran
bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot
dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi
dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi
menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih
menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda
rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara
13
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila
apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat
ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau
proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia
mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer, Arif, dkk (2009) adapun penatalaksanaan sebagai berikut:
1. Sebelum Operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.
Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak
boleh diberikan bila dicurigai adanya apendiksitis ataupun peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic, foto abdomen dan
thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnose ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic,
kecuali apendisitis ganggrenosa atau appendicitis perforasi. Penundaan
tindakan bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses
atau perforasi.
2. Operasi
a. Apendictomy
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
14
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika melalui jalur IV, massanya
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan, angkat sonde lambung
bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik apabila
dalam 12 jam tidak ada gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan
minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya makanan
lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang.
2.8 Komplikasi
suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan
abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
15
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38.5 C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh lapang perut, dan leukositisis terutama polymorphonuclear
(PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam dan leukositosis. (Smeltzer
C.Suzanne, 2002).
2.9 Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
A. Anamnesa
1. Data Demografi
Nama, Umur : Sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun,
jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat dan nomer register.
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh
penderita akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
16
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama:
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus. Nyeri
dirasakan terus menerus, dengan atau disertai keluhan lain seperti mual
dan muntah serta demam.
b. Riwayat kesehatan dahulu: Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana
sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan mulai dirumah sampai MRS.
4. Pemeriksaan fisik
Menurut Yasmara, Nursiswati dan Arafat (2017) didapatkan temuan
pemeriksaan fisik pada apendisitis yang meliputi:
Demam ringan, takikardia
Menyesuaikan postur untuk menurunkan nyeri
Meringis
Bising usus normoaktif, dengan kemungkinan konstipasi atau diare
Nyeri tekan memantul dan spasme otot abdomen
Tanda Rovsing (nyeri pada kuadran kanan bawah yang muncul
bersamaan dengan palpasi kuadran kiri bawah)
Tanda Psoas (nyeri abdomen yang terjadi ketika pasien menekuk
pinggulnya disertai tekanan pada lutut)
Tanda Obturator (nyeri abdomen yang muncul ketika pinggul dirotasi)
Tidak ada nyeri tekan abdomen atau nyeri tekan panggul dengan
retrokel atau apendiks panggul.
Sedangkan menurut Akhyar Yayan (2008) pemeriksaan fisik apendisitis dapat
dilakukan dengan:
a. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
b. Palpasi
17
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka
juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg
(Blumberg sign).
c. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak
apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan
ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah
pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
d. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika (Akhyar Yayan,
2008).
5. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000)
adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda: Takikardi.
c. Eliminasi
Gejala: Konstipasi pada awitan awal, Diare (kadang-kadang).
18
Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan, Penurunan
atau tidak ada bising usus.
d. Makanan / cairan
Gejala: Anoreksia, Mual/muntah.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak
antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi
atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas
(berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh: retrosekal atau sebelah
ureter).
Tanda:
Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan
lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
f. Pernapasan
Tanda: Takipnea, pernapasan dangkal.
g. Keamanan
Tanda: Demam (biasanya rendah).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%.
Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan
dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
19
Menurut Yasmara, Nursiswati dan Arafat (2017) berikut proses yang terjadi
sebelum dan sesudah dilakukan apendiktomi:
Praoperasi Pascaoperasi
20
2.11 Pathway
Fekolit (massa dr Cacing ascaris (bnda Makanan rendah serat
Hiperplasia feses) Tumor Apendiks asing) Entamoeba hystolitica
Asidosis Respiratorik
Ruptur/perforasi dinding usus
Sumber: (Wijaya, AN & Yessie, 2013 dan Nurafif, HA dan Hardi Kusuma) 2013
2.10 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan