Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKA SENIOR

MANAJEMEN PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (APPENDICITIS)
DI RUANG RAWAT INAP UNIT 1 RSU PINDAD TUREN TAHUN 2018

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Praktik Profesi Ners


Mata Kuliah Praktika Senior

CHARISMA SUCIARA
NIM. 1612092
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PATRIA HUSADA BLITAR
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Laporan Praktika Senior Manajemen Pelayanan Asuhan
Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah (Appendicitis) di
Ruang Rawat Inap Unit 1 RSU Pindad Turen Tahun 2018”. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas profesi ners mata kuliah
Praktika Senior.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini


jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan pengetahuan untuk kita semua.

Akhir kata penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir
penulisan makalah ini.

Turen, 19 November 2018

Penulis

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar ....................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................
1.2 Tujuan ..............................................................................................................
1.2.1 Tujuan Umum .........................................................................................
1.2.2 Tujuan Khusus ........................................................................................
1.3 Manfaat ............................................................................................................
1.3.1 Bagi Mahasiswa ......................................................................................
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan ........................................................................
1.3.3 Bagi Wahana Praktik ...............................................................................

BAB II TINJAUAN
2.1

BAB 1

3
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2018 adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui tercipta
masyarakat bangsa dan Negara Indonesia ditandai oleh penduduknya yang hidup
dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang optimal di seluruh Republik Indonesia (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1998).

Kesehatan adalah milik yang sangat berharga bagi seseorang tanpa berarti
segala aktivitas akan berhenti dengan menyadari bagi hal itu setiap orang akan
dituntut untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi tubuhnya yang kuat
sehingga tidak akan mudah disrang berbagai penyakit, salah satunya yaitu
apendisitis. Penyakit apendisitis merupakan salah satu masalah kesehatan dimana
angka prevelensi yang dan akibat yang ditimbulkannya juga merupakan salah
satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas (Mansjoer, Arief, dkk,
2009).

Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia,


insiden apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatan abdomen lainya. Jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun,
banyak pada dekade kedua dan ketiga, tetapi dapat terjadi pada semua usia
(Grace & Neil, 2007). Angka kejadian pada bayi dan anak sampai berumur 2
tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%.
Frekuensi mulai menanjak setelah umur 5 tahun dan mencapai puncaknya
berkisar pada umur 9 sampai 11 tahun (Reksoprodjo, 2010). Insidens tertinggi
pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Sedangkan insidens
pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun, insidens pada laki-laki lebih tinggi (Sjamsuhidajat, 2010).

4
Apendiktomi harus segera dilakukan apabila penderita mengalami
serangan apendisitis akut (Dudley, 1992). Komplikasi setelah operasi
apendiktomi antara lain perdarahan, perlengketan organ dalam, dan infeksi
pada daerah operasi. Apendiktomi termasuk dalam kategori operasi bersih
kontaminasi, kemungkinan timbulnya infeksi pada operasi ini adalah 5 - 15%
(Departemen/SMF/Ilmu bedah, 2009). Pada pasien bedah, Surgical Site
Infection (SSI) merupakan infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi di RS)
yang paling sering terjadi, kurang lebih sepertiga dari seluruh infeksi.
Dibanyak penelitian, dua pertiga dari infeksi tersebut masuk kategori
superfisial insisional (Aribowo, 2011). Berdasarkan laporan National
Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) tahun 2004, SSI merupakan
penyebab infeksi nosokomial diurutan ketiga, angka kejadian berkisar antara
14% - 16%` dari seluruh kejadian infeksi nosocomial pada pasien yang dirawat
inap. Pasien bedah yang meninggal akibat infeksi nosokomial akibat SSI
sebanyak 77% dan kematiannya dihubungkan dengan infeksi dan mayoritas
(93%) merupakan infeksi serius yang melibatkan organ atau jaringan dalam
suatu prosedur pembedahan. Pada pembedahan apendisitis akut kejadian
infeksi luka untuk laparoskopi dilaporkan 0-34 per 1.000 pasien,
sedangkan untuk prosedur terbuka 1 sampai 70 per 1.000 pasien. Untuk
mencegah terjadinya infeksi, maka antibiotik biasanya diberikan tepat sebelum
operasi sebagai profilaksis (Clair, 2013).

Peran perawat dalam merawat pasien apendisitis sangatlah penting, dimana


dengan adanya asuhan keperawatan yang dilakukan dengan baik dan professional
akan mempercepat proses kesembuhan pasien. Berdasarkan beberapa hal tersebut
diatas maka penulis menyusun makalah yang berjudul “Laporan Praktika Senior
Manajemen Pelayanan Asuhan Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal
Bedah (Appendicitis) di Ruang Rawat Inap Unit 1 RSU Pindad Turen Tahun
2018”.

5
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan teori, konsep
dan praktik pada keterampilan khusus yaitu pada kasus appendicitis dalam suatu
asuhan keperawatan yang telah diperoleh selama proses pendidikan.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mampu menganalisa ilmu pengetahuan, menerapkan proses asuhan
keperawatan secara komprehensif sebagai bentuk pelayanan keperawatan
professional kepada pasien.
b. Mampu mengenal dan melakukan tindakan dengan tepat serta menganalisa
ketepatan tindakan yang tepat pada masalah-masalah keperawatan sebagai
tindakan mandiri atau tindakan kolaboratif
c. Mampu menganalisa hasil-hasil penelitian terkait yang akhirnya dapat
dijadikan sebagai salah satu evidence base of nursing practice dalam
merencanakan asuhan keperawatan.

1.3 MANFAAT
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Manfaat dari kegiatan praktika senior adalah meningkatkan kemampuan
dalam pencapaian kompetensi utama perawat professional baik dalam
pengelolaan manajemen asuhan keperawatan pada pasien secara individu
maupun dalam pelaksanaan tindakan / keterampilan khusus pada kasus
appendicitis secara professional.
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Menghasilkan lulusan ners yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan
sikap serta keterampilan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
khususnya yang berkaitan dengan kasus appendicitis.
1.3.3 Bagi Wahana Pratik
Kegiatan praktika senior secara langsung dapat meningkatkan kemampuan
perawat yang bertugas di wahana praktik dalam melaksanakan perannya
sebagai pendidik praktikum melalui pembimbingan dan pengarahan bagi
mahasiswa profesi Ners.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

6
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira2 10 cm
(94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya keil, appendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (Apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et al, 2005).

Appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief, dkk,
2007).

Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah


penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga
abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Apendisitis adalah inflamasi apendiks. Penyebab biasanya tidak


diketahui, tetapi sering mengikuti sumbatan lumen (Gibson, john, 2003).

Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi


pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling
sering terjadi.

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan


apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).

7
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya:
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial/total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa,
dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

Klasifikasi apendisitis menurut Nurafif H.A dan Hardi Kusuma (2013)


terbagi menjadi 3 yakni:

A. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda


setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.

B. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendictomy. Kelainan ini terjadi bila
serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis
tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan
parut.

C. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding appendiks, sumbatan parsial
atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan
infiltasi sel inflamasi kronik). Dan keluhan menghilang setelah apendictomy.

8
2.3 Anatomi
A. Anatomi Usus Besar

Gambar 2.1 anatomi usus besar

Usus besar atau kolon yang


panjangnya kira-kira satu setengah meter,
adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka,
yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan
akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi
atau pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama
seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga
jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding
mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak memiliki vili.
Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh
epitelium silinder yang memuat sela cangkir. (Sjamsuhidayat, 2005).
Menurut Sjamsuhidayat (2005) Usus besar terdiri dari:
1. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup
ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit,
berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.
2. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga bagian, yaitu:

9
a. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan dan
membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi
lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura splenik.
c. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon
sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum
Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12
sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior
di anus.
B. Anatomi Apendiks

Gambar 2.2 anatomi letak apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm


(4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior,

10
medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney
yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior
kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar
dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis
pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika
superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus. (Sjamsuhidayat, 2005).

C. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran
cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri
secara teratu kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan
lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan
terutama rentan terhadap infeksi (Sjamsuhidayat, 2005).

2.4 Etiologi dan Predisposisi

Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai


berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah
erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan

11
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).

Menurut Nuzulul (2009) Appendisitis belum ada penyebab yang pasti


atau spesifik tetapi ada faktor predisposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi di:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya fekolit dalam lumen apendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli & Streptococcus.
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limfoid
pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Apendiks yang terlalu panjang.
b. Massa apendiks yang pendek.
c. Penonjolan jaringan limfoid pada lumen apendiks.
d. Kelainan katup di pangkal apendiks.

2.5 Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus
tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. (Mansjoer, 2003).

12
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi. (Mansjoer, 2003).

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek
dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut
ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2003).

2.6 Manifestasi Klinik

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran
bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot
dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi
dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi
menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih
menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda
rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara

13
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila
apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat
ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau
proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia
mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

2.7 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer, Arif, dkk (2009) adapun penatalaksanaan sebagai berikut:
1. Sebelum Operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.
Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak
boleh diberikan bila dicurigai adanya apendiksitis ataupun peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic, foto abdomen dan
thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnose ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic,
kecuali apendisitis ganggrenosa atau appendicitis perforasi. Penundaan
tindakan bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses
atau perforasi.
2. Operasi
a. Apendictomy
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

14
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika melalui jalur IV, massanya
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan, angkat sonde lambung
bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik apabila
dalam 12 jam tidak ada gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan
minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya makanan
lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang.
2.8 Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat


berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan

suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan
abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

15
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38.5 C, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh lapang perut, dan leukositisis terutama polymorphonuclear
(PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam dan leukositosis. (Smeltzer
C.Suzanne, 2002).
2.9 Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
A. Anamnesa
1. Data Demografi
Nama, Umur : Sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun,
jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat dan nomer register.
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh
penderita akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.

16
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama:
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus. Nyeri
dirasakan terus menerus, dengan atau disertai keluhan lain seperti mual
dan muntah serta demam.
b. Riwayat kesehatan dahulu: Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana
sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan mulai dirumah sampai MRS.
4. Pemeriksaan fisik
Menurut Yasmara, Nursiswati dan Arafat (2017) didapatkan temuan
pemeriksaan fisik pada apendisitis yang meliputi:
 Demam ringan, takikardia
 Menyesuaikan postur untuk menurunkan nyeri
 Meringis
 Bising usus normoaktif, dengan kemungkinan konstipasi atau diare
 Nyeri tekan memantul dan spasme otot abdomen
 Tanda Rovsing (nyeri pada kuadran kanan bawah yang muncul
bersamaan dengan palpasi kuadran kiri bawah)
 Tanda Psoas (nyeri abdomen yang terjadi ketika pasien menekuk
pinggulnya disertai tekanan pada lutut)
 Tanda Obturator (nyeri abdomen yang muncul ketika pinggul dirotasi)
 Tidak ada nyeri tekan abdomen atau nyeri tekan panggul dengan
retrokel atau apendiks panggul.
Sedangkan menurut Akhyar Yayan (2008) pemeriksaan fisik apendisitis dapat
dilakukan dengan:
a. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
b. Palpasi

17
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka
juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg
(Blumberg sign).
c. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak
apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan
ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah
pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
d. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika (Akhyar Yayan,
2008).
5. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000)
adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda: Takikardi.
c. Eliminasi
Gejala: Konstipasi pada awitan awal, Diare (kadang-kadang).

18
Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan, Penurunan
atau tidak ada bising usus.
d. Makanan / cairan
Gejala: Anoreksia, Mual/muntah.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak
antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi
atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas
(berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh: retrosekal atau sebelah
ureter).
Tanda:
 Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan
lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
 Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
f. Pernapasan
Tanda: Takipnea, pernapasan dangkal.
g. Keamanan
Tanda: Demam (biasanya rendah).
6. Pemeriksaan Diagnostik
 Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%.
Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
 Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan
dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.

19
Menurut Yasmara, Nursiswati dan Arafat (2017) berikut proses yang terjadi
sebelum dan sesudah dilakukan apendiktomi:

Apendisitis necrosis dan Apendisitis


Supuratif

Apendisitis kronis atau rekuren

Intervensi bedah: Apendiktomi

Praoperasi Pascaoperasi

Ansietas Pemenuhan Port de entrée


informasi pascabedah

Resiko Tinggi Infeksi


Gambar 2.3 Proses yang terjadi sebelum dan sesudah dilakukan apendiktomi

20
2.11 Pathway
Fekolit (massa dr Cacing ascaris (bnda Makanan rendah serat
Hiperplasia feses) Tumor Apendiks asing) Entamoeba hystolitica

Konstipasi Erosi mukosa apendiks

Tek Intersekol me↑


Tukak pada mukosa
apendiks
Pertmb kuman flora
normal me↑

Sumbatan fungsional apendiks

Pengosongan apendiks terhambat

Apendiks terlipat dan tersumbat

Mucus terperangkap di lumen appendiks Proses inflamasi pada apendiks


Inflamasi lumen Pe↑ tekanan intraluminal

Infeksi Peregangan dinding apendiks

Suhu tubuh me↑ Pe↓ aliran darah apendikuler

MK: HIPERTERMIA Iskemik apendiks

Ulserasi pada apendiks

APENDISITIS APPENDIKTOMI MK: Ansietas

Pertahanan tubuh membatasi proses Efek anestesi umum Luka Insisi


peradangan
Pasien tirah baring Kerusakan jar. Pintu masuk kuman
Apendiks tertutup omentum usus halus
Pe↓ ekspansi paru Ujung saraf terputus MK: Resiko
Infeksi
Sesak napas Kerusakan integritas
jaringan
MK: Pola Napas Inefektif
Absorpsi cairan usus me↓ Obstruksi usus Peregangan usus terus Nekrosis dan peristaltic me↓ Massa menguraikan diri
menerus secara lambat

Sekresi lambung me↑ Retensi cairan usus


Iskemia dan pe↑ Ulserasi sembuh tidak
Absorpsi toksin & bakteri
permeabilitas pembuluh sempurna
dalam darah
Muntah refleks Distensi Usus me↑ darah

Perangsangan Pembentukan jaringan parut


Kehilangan ion H, Tek. Intraluminal me↑ Cairan dan elektrolit pindah
termoregulator di
Kalium dr lambung ke lumen usus
hipotalamus Perlengketan dgn jar.sekitar
Pe↓ tekanan Kapiler vena
Pe↓ Cl-, K+ dlm darah arteriola Dehidrasi
Demam Eksaserbasi akut

Alkalosis Metabolik Edema kongesti & MK: Syok Hipovolemik


necrosis pada usus MK: Hipertermia MK: Infeksi berulang

Asidosis Respiratorik
Ruptur/perforasi dinding usus

MK: Pola Napas


Inefektif MK: Infeksi

Sumber: (Wijaya, AN & Yessie, 2013 dan Nurafif, HA dan Hardi Kusuma) 2013
2.10 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

NO Diagnosis berdasarkan SDKI Hasil yang Dicapai (NOC) Intervensi (NIC)


1. Resiko Infeksi Penyembuhan luka: Intensi Primer Pencegahan Infeksi:
Faktor Resiko: Mencapai penyembuhan luka tepat Independen
 Peningkatan paparan lingkungan waktu, bebas dari tanda infeksi dan 1. Praktikkan dan instruksikan mencuci
terhadap pathogen-prosedur inflamasi, drainage purulent, eritema, dan tangan yang baik dan perawatan luka
invasive, insisi bedah demam. aseptic
 Pertahanan primer tidak adekuat, 2. Inspeksi insisi dan balutan. Perhatikan
destruksi jaringan-perforasi atau karakteristik drainage dari luka atau
rupture apendiks, peritonitis, drain (jika dipasang) dan adanya eritema.
pembentukan abses 3. Pantau tanta-tanda vital. Perhatikan
Definisi: awitan demam, menggigil, diaphoresis,
Rentan mengalami invasi dan perubahan mental, dan laporan
multiplikasi organisme patogenik yang peningkatan nyeri abdomen.
dapat mengganggu kesehatan. 4. Dapatkan specimen drainage jika
diindikasikan.
Kolaboratif
1. Beri antibiotic jika tepat
2. Siapkan dan bantu dengan insisi dan
drainase (I&D) jika diindikasikan.
2. Resiko Kekurangan Volume Cairan Hidrasi: Pemantauan Cairan:
Faktor resiko: Mempertahankan keseimbangan cairan Independen
 Inflamasi peritoneum dengan adekuat yang ditandai dengan membrane 1. Pantau tanda-tanda vital
sekuetrasi cairan mukosa lembab, turgor kulit baik, TTV 2. Inspeksi membrane mukosa, kaji turgor
 Faktor yang memengaruhi stabil dan haluaran urine adekuat secara kulit dan pengisian kapiler
kebutuhan cairan-status individual 3. Pantau asupan dan haluaran (I&O),
hipermetabolik (demam, proses perhatikan warna dan kepekatan serta
penyembuhan) berat jenis urine
 Kehilangan cairan aktif melalui rute 4. Auskultasi bising usus. Perhatikan
normal-muntah praoperasi pengeluaran flatus dan defekasi
 Penyimpangan yang memengaruhi 5. Beri cairan jernih dalam jumlah kecil
asupan-pembatasan pascaoperasi ketika asupan oral dilanjutkan kembali
(puasa) dan lanjutkan diet sesuai toleransi
Definisi: 6. Beri perawatan mulut yang sering
Kerentanan mengalami penurunan volume dengan perhatian khusus pada
cairan intravascular, interstisial, dan atau perlindungan bibir
intraseluler, yang dapat mengganggu Kolaboratif
kesehatan. 1. Pantau peneriksaan laboratorium (Mis:
elektrolit, BUN/kreatinin)
2. Pertahankan pengisapan NGT sesuai
indikasi
3. Beri cairan dan elektrolit intravena (IV)

3. Nyeri Akut Level Nyeri: Manajemen Nyeri:


yang berhubungan dengan:  Melaporkan nyeri mereda atau Independen
agen fisik- adanya insisi bedah, distensi terkontrol 1. Catat usia klien, tingkat perkembangan,
jaringan usus (inflamasi)  Tampak relaks, mampu tidur dan dan kondisi saat ini (bayi/anak, sakit
istirahat yang baik kritis, menggunakan ventilator, tersedasi
Definisi: atau mengalami gangguan kognitif).
Pengalaman sensori dan emosional tidak 2. Kaji laporan nyeri, dengan mencatat
menyenangkan yang muncul akibat lokasi, karakteristik dan keparahan
kerusakan jaringan actual dan potensial (skala 0-10). Investigasi dan laporkan
atau yang digambarkan sebagai perubahan nyeri jika tepat
kerusakan, awitan, yang tiba-tiba atau 3. Observasi isyarat non verbal dan
lambat dari intensitas ringan hingga berat perilaku nyeri (mis. Bagaimana klien
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau memegangi tubuhnya, ekspresi wajah
diprediksi seperti meringis, menarik diri, focus
menyempit, menangis)
4. Pantau warna kulit dan suhu tubuh serta
TTV
5. Pertahankan istirahat dlm posisi semi-
fowler
6. Dorong ambulasi dini
7. Beri tindakan kenyamanan (mis:
sentuhan, reposisi, lingkungan yang
tenang, bernapas, terfokus)
8. Beri aktivitas pengalih
Kolaboratif
1. Beri analgesic sesuai indikasi hingga
dosis maksimum yang diperlukan untuk
mempertahankan kenyamanan
2. Letakkan kantong es pada abdomen
secara berkala selama 24-48 jam
pertama jika tepat.

4. Defisit Pengetahuan Pengetahuan: Manajemen Penyakit Penyuluhan : Proses Penyakit


Yang berhubungan dengan: Akut Inependen
 Kurang paparan atau mengingat,  Menyatakan pemahaman tentang 1. Identifikasi gejala yang memerlukan
salah pengertian terhadap informasi proses penyakit dan komplikasi evaluasi medis-peningkatan nyeri,
 Tidak mengetahui sumber informasi potensial edema dan eritema pada luka, adanya
Definisi  Menyatakan pemahaman tentang drainage dan demam
Ketiadaan atau defisiensi informasi kebutuhan terapeutik 2. Tinjau pembatasan aktivitas
kognitif yang berkaitan dengan topic  Berpartisipasi dalam regimen terapi pascaoperasi-mengangkat beban,
tertentu latihan, aktivitas seksual, olahraga dan
mengemudi
3. Dorong aktivitas proresif sesuai
toleransi dengan periode istirahat
berkala
4. Rekomendasikan penggunaan laksatif
ringan atau pelunak feses jika perlu dan
hindari enema
5. Diskusikan perawatan insisi, termasuk
mengganti balutan, pembatasan mandi,
dan kembali ke dokter untuk pelepasan
jahitan dan staple.

Anda mungkin juga menyukai