Anda di halaman 1dari 15

1

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah persiten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Brunner and Sudarth,2002)
WHO (World Health Organization), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90
mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin.
Sedangkan, NM Kaplan (Bapak Ilmu Penyakit Dalam), memberikan batasan dengan
membedakan usia dan jenis kelamin sebagai berikut.
a. Pria, usia < 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring >
130/90 mmHg
b. Pria, usia > 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya > 145/95 mmHg
c. Pada wanita tekanan darah > 160/95 mmHg, dinyatakan hipertensi.
B. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut JNC-7 2003 adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi Tekanan Darah Usia 18 Tahun Keatas
No
1
2

Kategori
Normal
Normal Tinggi

Sistolik
< 120 mmHg
120 139 mmHg

Diastolik
< 80 mmHg
80 90 mmHg

Hipertensi :
a. Stadium 1 atau stadium Ringan
b. Stadium 2 atau stadium Sedang
c. Stadium 3 atau stadium Berat
d. Stadium 4 atau stadium Sangat

140 159 mmHg


160 179 mmHg
180 209 mmHg
> 209 mmHg

90 99 mmHg
100 109 mmHg
110 119 mmHg
> 119 mmHg

Berat

2. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan.


No

Diagnosis

Tekanan Darah
Departement | Emergency_Nursing

2
1.

Hipertensi karena kehamilan


Hipertensi

Kenaikan tekanan darah diastolik 15

mmHg atau 90 mmHg


Kenaikan tekanan darah diastolik 15

mmHg atau 90 mmHg


Tekanan diastolik > 110 mmHg
Hipertensi

Preeklampsia ringan

Preeklampsia berat
Eklampsia
3. Klasifikasi hipertensi pada anak

Berdasarkan rekomendasi The Task Force, hipertensi pada anak adalah suatu keadaan di
mana tekanan darah sistolik dan atau diastolik rata-rata berada pada persentil besar sama
dengan 95 menurut umur dan jenis kelamin, yang dilakukan paling sedikit tiga kali
pengukuran.
Klasifikasi hipertensi menurut derajatnya adalah hipertensi ringan, bila tekanan darah
baik sistolik maupun diastolik berada 10 mmHg di atas persentil ke-95 (khusus remaja
150/100-159/109 mmHg). Hipertensi sedang, bila tekanan darah baik sistolik maupun
diastolik lebih besar dari 20 mmHg di atas persentil ke-95 (khusus remaja besar dari
160/110 mmHg.
C. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab hipertensi esensial ini tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi,
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok, alkohol dan stress. yang tidak dapat
dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti
kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Hipertensi
dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal, penggunaan kontrasepsi
oral yaitu pil, gangguan endokrin, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dll.
Departement | Emergency_Nursing

D. Patofisiologi
Tekanan darah ditentukan oleh dua factor yaitu aliran darah dan tahanan pembuluh darah.
Sebaliknya aliran darah ditentukan oleh cardiac output, kekuatan, kecepatan, ritme dari denyut
jantung dan volume darah. Sedangkan tahanan terhadap aliran terutama ditentukan oleh
diameter dari diameter pembuluh darah dan sedikit oleh viskositas darah. Peningkatan tahanan
perifer sebagai akibat dari penyempitan arteriole merupakan karakteristik yang paling dikenal
pada hipertensi. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah
ke korda spinalis dan keluar dari columna medula spinalis ke ganglia simpatis di thorax dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstiktor.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas
vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epineprin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II suatu vasokonstriktor kuat yang merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.

Pathway

Ginjal
Medula
adrenal

Korteks
adrenal

Medula
otak
Pusat
vasomotor Departement | Emergency_Nursing

4
Saraf simpatis
Epinefri
nn

Kortiso
l

Kelenjar
adrenal

Asetilkolin
Norepinefri
n
Vasokonstrik
si
Hipertensi

Peningkatan volume
intravaskuler

Retensi
Na dan air

Penurunan
aliran darah
k
Ginjal
Reni
n
Angiotensin
I
Angiotensin
II
Korteks
adrenal
Aldosteron

Kecemasan
, ketakutan

GFR

Fungsi
nefron
Fungsi non
ekskresi

G3
reproduksi
Libido

Fungsi
ekskresi

G3
eritropoetin
Anemia

Dialisi
s

Absorbsi Ca
Hipokalse
mi

Ekskresi H+

Ekskresi
Ekskresi
Ekskresi
sampah
posphat
kalium
Asidosis
Uremia
proteinuria
E. Manifestasi Klinis
nitrogen
Hiperkalemia
metabolik
Pemeriksaan fisik, jarang dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi
dengan gejala : sakit kepala/pusing, mudah lelah dan marah, telinga berdengung, rasa berat di
tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang. tetapi dapat juga terjadi gejala yang muncul
setelah terjadi komplikasi, seperti : perubahan pada retina seperti perdarahan, exudat,
penyempitan pembuluh darah dan pada kasus hipertensi berat dapat ditemukan adanya edema
pupil.
Jantung: dapat terjadi suara jantung ke dua yang keras, pada pasien yang lebih tua sering
terjadi bising ejeksi sistolik akibat sklerosis aorta dan ini dapat berkembang menjadi

stenosis aorta pada beberapa individu.


Nokturia (peningkatan produksi urin malam hari).
Azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin).

F. Komplikasi
Komplikasi potensial yang mungkin terjadi mencakup:
a. Perdarahan retina, bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan
Departement | Emergency_Nursing

5
b.
c.
d.
e.

Gagal jantung kongestif


Cedera serebrovaskular (CVA) atau stroke
CRF (Chronic Renal Failure)
Pecahnya pembuluh darah otak

G. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan dasar
Hemoglobin
BUN/kreatinin
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
Gula darah
EKG
b. Pemeriksaan yang tidak selalu dikerjakan
Sedimen urine
Darah: kadar glukosa kholesterol, trigliserida, kalsium, kalium dan asam urat.
Foto thorax
c. Pemeriksaan khusus yang hanya dikerjakan pada kasus-kasus tertentu.
Renovasculer : IVP dan Renogram
Phaechromocytoma : kolesterol darah dan urine
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non farmakologis
Modifikasi diet
1) Pembatasan natrium
2) Penurunan masukan klesterol dan lemak jenuh
3) Penurunan masukan kalori untuk mengontrol berat badan
4) Menurunkan masukan minuman beralkohol.
Menghentikan merokok
4. Aktivitas : Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
1.Mempunyai efektivitas yang tinggi
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
Departement | Emergency_Nursing

6
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat - obatan yang diberikan
pada klien dengan hipertensi seperti
1) Golongan Diuretik :
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan.

a) Hidroklorotiasid 25 mg(HCT)
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis : 1-2 X 25-50 mg.
Efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi, hiperkolesterolemi,
hiperglikemi, kelemahan atau kram otot, muntah dan disines.
Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
Catatan :
- terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih banyak efek
-

sampingnya dari pada efektifitasnya.


Untuk menghindari efek hipokalemi maka diberikan asupan Kalium 1 X 500

mg, atau memperbanyak makan pisang.


b) Furosemid 40 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
Dosis : 1-2 X 40-80 mg.
Efek samping : sama dengan HCT.
Kontra indikasi : DM, gout artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
2) Golongan Inhibitor Simpatik (Beta Blocker)
Mekanisme kerja antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contohnya Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol.
Propranolol 40 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis : 3 X 40-160 mg.
Departement | Emergency_Nursing

7
Efek samping : depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing, mual, diare, obstipasi,
bronkospasme, kram otot dan bradikardi serta gagal jantung.
Kontra indikasi : DM, gagal jantung, asma, depresi.

3) Golongan Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE I)


Golongan obat ini menyebabkan penurunkan tekanan darah dengan cara melebarkan
arteri
Kaptopril 25 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat
Dosis : dosis awal 2-3 X 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu belum ada respon
dosis dinaikkan 2-3 X 50 mg.
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
Efek samping : pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri, gagal ginjal,
neutropeni dan agranulositosis, mual dan muntah, gangguan pengecap,
parestesia, bronkospame, limfadenopati dan batuk-batuk.
Kontra indikasi : asma
4) Golongan Antagonis Kalsium
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah).
a) Diltiazem 30 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Dosis : 3-4 X 30 mg.
Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah, diare,
konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
b) Nifedipin 10 mg
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
Dosis : 3 X 10-20 mg
Efek samping : sama dengan diltiasem.
Kontra indikasi : sama dengan diltiasem.

I. Pengkajian Keperawatan
Departement | Emergency_Nursing

8
1.
2.

3.

4.
5.

6.

7.
8.

9.

Aktivitas / istirahat
Gejala
: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda
: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
Sirkulasi
Gejala
: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda
: Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin
Integritas Ego
Gejala
:Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress
multipel
Tanda
: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola
bicara
Eliminasi
Gejala
: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
Makanan / Cairan
Gejala
: makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
Tanda
: BB normal atau obesitas, adanya edema
Neurosensori
Gejala
: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda
:, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal
optik
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala
: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen
Pernapasan
Gejala
: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda
: distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis
Keamanan
Gejala
: Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda
: episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
2. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
3. Resiko perfusi renal inefektif berhubungan dengan (faktor resiko): Cardiopulmonary
bypass, Hipertensi, Hipovolemia, Hipoksemia dan Hipoksia
Departement | Emergency_Nursing

9
K. Rencana dan Intervensi Keperawatan
L.

M. Diagnos
a
Keperaw
atan
P. Q. Nyeri
akut
berhubungan dengan
peningkatan tekanan
vaskuler serebral

N.

NOC

O.

R. Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama ...x24 jam nyeri
terkontrol :
S.
T.

W.

Z.

AC.
3
AF.

AI.

U. Kriteria

V.

X. Mengenal
faktor
penyebab
nyeri
AA.
Meng
enali tanda
dan
gejala
nyeri
AD.
Meng
etahui onset
nyeri
AG.
Meng
gunakan
langkahlangkah
pencegahan
nyeri
AJ. Menggunaka
n
teknik

Y.

AB.

AE.
AH.

AK.

NIC

AX.
Manajemen nyeri
1. Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi:
skala nyeri, lokasi, karakteristik dan onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan
faktor-faktor presipitasi.
2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan
3. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan
anjuran sebelum memulai aktivitas
4. Gunakan komunkiasi terapeutik agar klien dapat
mengekspresikan nyeri
5. Kaji latar belakang budaya klien
6. Evaluasi
tentang keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri yang telah digunakan
7. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
8. Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan
9. Motivasi klien untuk memonitor sendiri nyerinya
10. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nafas dalam
11. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol
nyeri
12. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
13. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau
terjadi keluhan.

10
relaksasi
AM.
Meng
gunakan
analgesic
yang tepat
AO.
AP.Melaporkan
7
nyeri
terkontrol
AR.
Keterangan :
Tidak pernah menunjukkan
Jarang menunjukkan
Kadang-kadang menunjukkan
Sering menunjukkan
Selalu menunjukkan
AS.
AT.
AU.
AV.
AW.
AL.

1.
2.
3.
4.
5.

AY.

BC.

AZ.

Diag
nosa
Keperawata
n
BD.
Penu

BA.

BF.Setelah

AN.

AQ.

NOC

dilakukan

BB.

tindakan

DM.

Monitoring:

NIC

11

runan curah
jantung b.d:
perubahan denyut
jantung
dan irama jantung
perubahan preload
perubahan after load
Perubahan kontraktilitas
jantung
Perubahan stroke
volume
BE.

BI.
BL.
BO.

keperawatan ...x24
jantung terkontrol
BG.
Kriteria hasil:
BH.
BJ. Kriteria
BM.
Hasil
pemeriksaan
EKG normal
BP.aritmia (-)

BR.
BS.
Nadi dalam batas normal
: 60-100 mmHg
BU.
BV. RR: 12-20 x/mnt
BX.

CB.
CE.

BY.
Tekanan
darah :
BZ.
(100140/60-90mmhg)
CC.
palpitasi

CH.

CF.Produksi urine
0,5-1 ml/Kg
BB/jam
CI. JVD ( -)

CK.

CL.

CN.

CO.
CVP 3-11
mmHg atau 4-15
cmH2O
CR.
murmur

CQ.

CRT < 2s

jam,

curah

1.
2.
3.
4.
BK. 5.
Sc
6.
BN. 7.
8.
5
BQ.
1.
5
BT.
2.
5
BW.
5
CA. 1.
2.
5
CD. 1.
5 2.
CG. 3.
5
CJ.
5
CM.
5
CP.
5
CS.

Pantau frekuensi dan irama jantung


Observasi warna kulit & CRT
Observasi adanya JVD
Monitor Tanda-tanda Vital
Monitor output urine dan catat adanya
perubahan jumlah, arna dan konsentrasi urine
Auskultasi suara jantung
Catat ada tidaknya suara nafas tambahan
Kaji adanya JVD
DN.
DO.
Mandiri:
Tinggikan kaki untuk mrnghindari tekanan di
baah lutut
Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
DP.
DQ.
Pendidikan kesehatan:
Anjurkan klien untuk bedrest
Anjurkan klien untuk tidak mengejan
DR.
DS.Kolaborasi:
Berikan oksigen sesuai indikasi
Pemeriksaan EKG serial
Berikan diuretic, vasodilator, digoksin sesuai
indikasi
DT.
DU.

12

DF.

(-)
CU.
Penuruna
n berat badan
secara signifikan
(-)
CX.
perubaha
n warna kulit (-)
DA.
suara
jantung S3 dan
S4 (-)
DD.
PND
(paroksismal
noktural dispnea)
(-)
DG.
edema

DI.

DJ. orthopnea (-)

CT.

CW.
CZ.
DC.

5
CV.
5
CY.
5
DB.
5
DE.
5
DH.
5
DK.
5

DL.
DV.

DW.
D
iagnosa
Kepera
watan

DX.

NOC

DY.

NIC

13
DZ.
3
EA.
EB.
EC.

ED.
R
esiko
perfusi
renal
inefekti
f
EE.b.d
(faktor
resiko):
Cardiopulmonary
bypass
Hiperlipidemia
Hipertensi
Hipovolemia
Hipoksemia
Hipoksia

EG.

EF. Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama ...x24
jam, perfusi renal klien efektif
kriteria hasil:
EH.
Kriteria

1.
2.
3.

EJ.

EK.
Temperat
ure :
EL. (36,5 37,5 c)
EN.
EO.
Bunyi
napas tambahan
(-)
EQ.
ER. Nadi dalam batas normal
: 60-100 mmHg
ET.EU. RR: 12-20 x/mnt
EW.

FA.
FD.

EX.
Tekanan
darah :
EY.(100-140/6090mmhg)
FB.Urine jernih

FG.

FE.Produksi urine
0,5-1 ml/Kg
BB/jam
FH.
JVD ( -)

FJ.

FK.

FM.

FN.
Edema
perifer dan asites
(-)

CRT < 2s

4.

1.
2.

1.
2.
3.

1.
2.

GL.
Monitor:
Pantau tanda-tanda vital
Observasi status hidrasi (misalnya, membobservasi ran
mukosa lembab, keadekuatan nadi dan tekanan darah
ortostatik)
Observasi tanda-tanda retensi/kelebihan cairan (ronkhi
basah, peningkatan CVP atau tekanan baji kapiler paru,
edema, distensi vena leher, dan asites)
Timbang berat badan klien setiap hari dan pantau
perubahannya.
GM.
GN.
Mandiri:
Bagi asupan cairan yang dianjurkan untuk 24 jam
Pertahankan restriksi diet dan cairan (misalnya rendah
natrium, tidak menggunakan garam) sesuai dengan
permintaan
GO.
GP.Pendidikan Kesehatan:
Jelaskan semua prosedur dan senasi yang diharapkan
dari klien
Jelaskan kebutuhan akan retriksi cairan, jika diperlukan
Ajarkan klien tanda dan gejala yang mengindikasikan
perlu untuk menghubungi dokter (misalnya demam,
perdarahan)
GQ.
GR.
Kolaborasi:
Berikan diuretik sesuai permintaan
Laporkan pada dokter jika ada tanda dan gejala
kelebihan volume cairan bertambah buruk

14
FP.

FQ.
Membran
e mukosa lembab
FT. Uji laboratorium
dalam batas
normal (Na+, K+,
Cl-, Ca+, Mg+,
bikarbonat,
FW.
BUN
dalam batas
normal
FZ.Kreatinin dalam
batas normal
GC.
Hematokr
it dalam batas
normal
GF.PCO2 arterial
dalam batas
normal
GI. Akral hangat

FS.

FV.
FY.
GB.
GE.
GH.
GK.

GS.

DAFTAR PUSTAKA

GT.
GU.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

GV.
GW.
GX.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita SelektaKedokteran Edisi III jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

15
GY.

Smeltzer & Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Volume 2 Edisi 8. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

GZ.
HA.

Price Sylvia A & Wilson Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC

HB.
HC.
HD.
HE.
HF.
HG.

Anda mungkin juga menyukai