RSUD LAHAT
Jl Letjen Harun Sohar I No 28 Telp/ Fax. (0731) 321785/323080
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup
C. Batasan Operasional
D. Landasan Hukum
E. Pengorganisasian
BAB V LOGISTIK
BAB IX PENUTUP
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
prasarana serta peralatan juga diperlukan dalam rangka meningkatkan
pelayanan ICCU. Dengan tersedianya pelayanan ICCU di RSUD Lahat
diharapkan dapat mengurangi angka kematian yang disebabkan penyakit
jantung dan pembuluh darah.
B. Ruang Lingkup
a. Pengertian
Ruangan Intensive Coronary Care Unit (ICCU) adalah unit pelayanan
rawat inap di rumah sakit yang memberikan perawatan khusus pada
pasien yang memerlukan perawatan yang intensif akibat mengalami
gangguan jantung dan pembuluh darah dengan melibatkan tenaga
kesehatan terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan
khusus pula.
b. Ruang Lingkup
Ruang pelayanan ICCU melayani pasien-pasien yang
berpenyakit jantung dan pembuluh darah dengan kondisi kritis
yang memerlukan perawatan,pengobatan, pengawasan dan
penanganan khusus.
c. Tujuan Pelayanan
1. Mencegah terjadinya kematian akibat gangguan
jantung dan pembuluh darah
2. Mencegah terjadinya penyulit
3. Menerima rujukan dari level lebih rendah dan
melakukan rujukan ke level yang lebih tinggi
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh
pasien khususnya jantung dan pembuluh darah
5. Mengurangi angka kematian pasien kritis akibat
gangguan jantung dan pembulluh darah serta
mempercepat proses penyembuhan pasien
4
C. Batasan Operasional
a. Indikasi Umum
Pasien yang dirawat di ICCU adalah:
1. Pasien yang memerlukan intervensi Medis
segera oleh tim Intensive Coronary Care
2. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi
sistem organ tubuh terutama kardiovaskular
secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
dapat dilakukan pengawasan yang konstan
dengan metode terapi titrasi
3. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan
kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah
timbulnya dekompensasi fisiologis.
b. Indikasi Masuk dan Keluar ICCU
1. Kriteria Masuk:
Pasien Proritas 1(Satu):
Pasien dengan penyakit atau gangguan
akut pada organ vital yang memerlukan
terapi intensif dan agresif seperti gagal
nafas akut, gangguan atau gagal sirkulasi
akibat gangguan kardiovaskular, misalnya
pasca operasi jantung koroner.Terapi tidak
terbatas.
Pasien Prioritas 2 (Dua):
Pasien yang memerlukan pemantauan
canggih di ICCU,sebab sangat beresiko
terancam gangguan pada sistem organ
vital bila tidak mendapatkan terapi intensif
segera,misalnya pasien pasca bedah
dengan komplikasi penyakit jantung
koroner. Terapi juga tidak terbatas.
Pasien Prioritas 3 (Tiga):
Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak
stabil yang mempunyai harapan kecil untuk
penyembuhan(prognosa jelek) dan
pengelolaan di ICCU hanya untuk
mengatasi masalah akutnya saja dan tidak
5
sampai melakukan intubasi atau resusitasi
jantung paru,misalnya pasien dengan
keganasan metastatik disertai penyulit
infeksi.
Pengecualian
Pasien yang tergolong di sini, atas
pertimbangan luar biasa dan persetujuan
Kepala ICCU bisa masuk ICCU dengan
catatan sewaktu-waktu bisa dikeluarkan
dari ICCU agar bisa digunakan oleh pasien
prioritas 1(satu), 2(dua) dan 3(tiga).
Pasien yang tergolong ini adalah :
* Pasien memenuhi kriteria masuk tapi
menolak tunjangan hidup,termasuk pasien
dengan perintah DNR (Do Not Rususcitate)
* Pasien dalam keadaan vegetatif
permanen
*Pasien yang sudah dipastikan mati batang
otak namun hanya untuk kepentingan
donor organ
2. Kriteria Keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari ICCU
berdasarkan pertimbangan medis oleh Kepala
ICCU (intensivist) dan tim yang merawat pasien.
Indikasi keluar ICCU antara lain sebagai berikut:
Penyakit atau keadaan pasien telah
membaik dan cukup stabil
Terapi dan perawatan intensif tidak
memberi hasil pada pasien.
Pasien sudah tidak menggunakan
ventilator lagi
Pasien mengalami mati batang otak
Pasien mengalami gagal napas stadium
akhir
6
Pasien/keluarga menolak dirawat lebih
lanjut di ICCU (pulang Paksa)
D. Landasan Hukum
Dalam pelayanan ICCU di RSUD Lahat memiliki landasan hukum sebagai
berikut :
1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
3. UU no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
4. UU no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan
Propinsi
5. UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
7. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
8. Keputusan Menteri Kesehatan no.1778 tahun 2010 tentang Pedoman
Penyelenggaran Pelayanan ICU di Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Kesehatan no.269 tahun 2010 tentang Rekam
Medis
10. Peraturan Menteri Kesehatan no.290 tahun 2010 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
E. Pengorganisasian
Struktur organisasi Pelayanan ICCU Sekunder RSUD Lahat perlu
dibuat dan dipahami dengan tujuan mengoptimalkan pelayanan
sesuai dengan petunjuk teknis uang diberikan oleh pemerintah pusat.
Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan ICCU sekunder perlu
ditata pengorganisasian pelayanan dengan tugas dan wewenang
yang jelas dan terinci baik secara administratif maupun secara teknis.
Uraian tugas masing-masing personil tim adalah sebagai berikut:
Kepala ICCU
Tugas Pokok :
a. Menyelenggarakan upaya pelayanan ICCU sesuai dengan
kemampuan ketenagaan yang ada
7
b. Menyelenggarakan dan melaksanakan kerjasama lintas
program dan lintas sektoral dengan berbagi disiplin dan
sektor terkait
Uraian Tugas:
a. Merencanakan/membuat rencana kerja kebutuhan tim
setiap tahunnya
b. Menyelenggarakan pelayanan ICCU berdasarkan rencana
kebutuhan ketenagaan,sesuai kebijaksanaan yang telah
ditetapkan oleh direktur RS
c. Menyelenggarakan pendidikan,pelatihan, penelitian serta
pengembangan ilmu
d. Menyelenggarakan rujukan baik di dalam maupun ke an
dari luar RS
e. Memyelenggarakan kerja sama denan tim/SMF (Staf Medik
Fungsional) lain di RS serta hubungan lintas program dan
lintas sektoral melalui direktur RS
f. Bertanggung jawab atas laporan berkala pelayanan ICCU
g. Bertanggung jawab atas penyelenggaran pelayanan ICCU
di RS
h. Bertanggung jawab kepada direktur RS melalui direktur
pelayanan medis
i. Mengadakan supervisi dan pembinaan pelayanan ICCU di
RS
Koordinator Pelayanan
Tugas Pokok
a. Menyediakan kelengkapan fasilitas,sarana dan prasarana
sesuai dg kegiatan yang ada,pengaturan SDM yang
dibutuhkan sehingga kegiatan pelayanan ICCU berjalan
lancar
b. Menyelenggarakan upaya pelayanan ICU serta
melaksanakan rujukan ke dan dari SMF lain bila perlu
Uraian Tugas
a. Merencanakan/membuat rencana kerja serta rencana
kebutuhan ICCU setiap tahunnya
8
b. Menyediakan kelangkapan pelayanan ICCU berdasarkan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh ketua tim
pelayanan ICCU
c. Menyediakan kelengkapan tugas pendidikan, latihan dan
penelitian seta pengembangan sesuai kebijakan tim
d. Menyelenggarakan kerjasama dengan SMF di RS
e. Bertanggung jawab kepada kepaa ICCU atas
penyelenggaraan pelayanan ICCU di RS
Perawat
Tugas pokok:
Mengelola pelayanan dan asuhan keperawatan secara
komprehensif meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, tindakan keperawaratan serta evaluasi pada
pasien ICCU
Uraian tugas:
a. Bertindak sebagai anggota tim ICCU di semua jenis
pelayanan
9
b. .Melaksanakan semua program perawatan, sesuai dengan
rencana kekperawatan yang disepakati oleh tim
c. Melaksanakan reevaluasi pasien dengan mengusulkan
program keperawatan selanjutnya bagi pasien
d. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program perawatan
ICCU kepada koordinator pelayanan ICCU
e. Melaksanakan pelatihan bagi tenaga perawat di lingkungan
pelayananan ICCU
Uraian tugas:
a. Menjawab surat surat masuk
b. Membantu kepala ICCU dalam membuat surat laporan hasil
kegiatan dan keuangan secara berkala
c. Mengatur kebutuhan dan kegitaan kerumahtanggaan sehari
hari.
d. Pemeliharaan saran dan kebutuhan untuk kelancaran
pelayanan
e. Membuat laporan berkala mengaenai barang rusak, mutasi
barang dll.
10
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
KUALIFIKASI
NO NAMA JABATAN
PENDIDIKAN SERTIFIKASI
PENGALAMAN KEBUTUHAN
KERJA
Intensivist / dr
spesialis anestesi/dr KIC(Konsultan Minimal 1
1. Kepala ICCU
spesialis jantung dan Intensive Care) tahun
1
pembuluh darah
ALS/ACLS/FCCS
Dr.spesialis/dokter (Fundamental Minimal 1
2. Staf Medis
jaga 24 jam(standby) Critical Care tahun
4
Support)
Pelatihan Kardiologi
Dasar da ICU min 3
bulan(min 50% dari
D3 keperawatan sdh jumlah seluruh Perbandingan
3. Perawat pelatihan Kardiologi perawat merupakan Minimal kerja 1 tahun perawat : pasien
Dasar dan ICU perawat terlatih dan = 1:1
bersertifikat
Kardiologi Dasar dan
ICU)
Tenaga administasi
yang mampu
Tenaga Non operasikan Sesuai
4. Kesehatan
Min SMA/sederajat
komputer/Tenaga
Minimal kerja 1 tahun
kebutuhan
pekarya/Tenaga
kebersihan
B. Distribusi Ketenagaan
a. Dokter Intensivist/dr spesialis jantung dan pembuluh darah
Harus memenuhi Standar Kompetensi sebagai berikut:
Terdidik dan bersertifikat KIC(Konsultan Intensive Care)
Menunjang kualitas pelayanan ICU dan menggunakan sumber
daya secara efisien
Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam
pelayanan ICU
Bersedia berpartisipasi dalam satu unit yang memberikan
pelayanan 24 jam/7 hari/seminggu
Mampu melakukan prosedur Critical Care yaitu:
a. Sampel darah arteri
b. Mempertahankan jalan napas: intubasi trakheal,
trakheostomi,ventilasi mekanis
11
c. Resusitasi Jantung Paru
d. Pipa Thorakostomi
Mampu melakukan dua peran utama:
a. Pengelolaan pasien:
Berperan sebagai pemimpin tim,menggabungkan dan
melakukan layanan pada pasien berpenyakit kompleks
atau cedera termasuk gagal sistem multi organ
b. Manajemen Unit
Berpartisipasi aktif dalam aktivitas:
- Triage,alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran
pasien
- Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan kebijakan
unit
- Perbaikan kualitas yang berkelanjutan
b. Dokter
Dokter spesialis yang dapat memberikan pelayanan
setiap diperlukan
Dokter jaga 24 jam dengan kemampuan
ALS/ACLS/FCCS
Perbandingan dokter : pasien = 4 : 6-8 bed
c. Perawat
Ruang ICU harus memiliki jumlah yang cukup dan lebih dari
50% harus sudah pelatihan ICU minimal 3 bulan. Jumlah
perawat ICU ditentukan berdasarkan jumlah tempat tidur dan
ketersediaan ventilasi mekanik.
Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan ventilasi
mekanik adalah 1:1,sedangkan perbandingan perawat : pasien
yang eidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.
12
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
B. STANDAR FASILITAS
Instalasi ICCU merupakan instalasi untuk perawatan pasien gangguan
jantung dan pembuluh darah dengan keadaan belum stabil sehingga
memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan indakan
segera.Instalasi ICCU merupakan unit pelayanan khusus penyakit
jantung dan pembuluh darah yang menyediakan pelayanan yang
komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam.
13
: lebih dari 24 jam uk sungkup,OPA,
dg pemantauan ruang spuit,selang
terus menerus. antara suction,obat2an
Kamar yang emergensi), syringe
memerlukan pump,infus pump,
kekhususan teknis tensi
sbg ruang ICCU meter,EKG,Kapnogr
dg memiliki afi,termperatur,katet
pembatas fisik per er vena sentra,
pasien, dinding monitor,bed khusus
serta bukaan pintu ICU,defibrilator,O2
dan jendela denga sentral, suction
ruang ICCU central, mesin
lainnya dan harus HD,alat drainase
memiliki ruang thorax,mobile X-
antara,karena ray,echocardiografi
suasana di dalam
ruangan harus
tenang
14
harus dalam
kondisi siap pakai
dan sdh steril.
8. Gudang Tempat penyimpanan Seuai Lemari
bersi instrumen dan kebutuh
h barang habis an
pakai yang
diperlukan untuk
kegiatan di ruang
ICCU temasuk
barang steril
9. Gudang Fasilitas untuk 4-6 m2 Kloset leher angsa,keran
kotor membuang air bersih(zinc),ket:
/ kotoran bekas bibir kloset 80-100
Spoe pelayanan cm dari permukaan
lhook terutama berupa lantai
cairan.
10. Ruang Tempat keluarga atau Sesuai Tempat duduk, televisi
tung pengantar pasien kebutuh
gu men unggu an
kelua
rga
pasie
n
11. Ruang Ruang untuk 3-5 Meja kerja, lemari berkas
Admi menyelenggaraka m2/pet arsip,
nistra n kegiatan ugas telepom/intercom,ko
si administrasi mputer,printer dan
khususnya ATK lainnya
pelayanan
pendaftaran dan
rekam medis
internal pasien di
ICCU
12. Janitor/R. Ruangan tepat 4-6m2 Lemari/rak
Clea penyimpanan
ning barang dan
Servi peralatan untuk
ce kebersihan
ruangan,ada area
basah
13. Toilet KM/WC @ KM/WC Kloset duduk/jongkok
(petu pria
gas dan
15
dan wanita
peng luas 2-3
unjun m2
g)
14 R.Penyim Ruang tempat 4-8 m2 Tabung Gas Medis
pana penyimpanan gas
n medis cadangan
silind
er
/gas
medi
k
15. R.Parkir Tempat parkir brankar 2-6 m2 brankar
bran selama tidak
kar diperlukan
Persyaratan Khusus
1. Letak bangunan instalasi ICCU harus berdekatan dengan instalasi bedah
sentral, Instalasi gawat darurat,laboratorium dan instalasi radiologi
2. Harus bebas dari gelomBang elektromagnetik dan tahan terhadap
getaran
3. Gedung harus terletak di daerah yang tenang
4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin
5. Aliran listrik tidak boleh terputus
6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara
7. Sirkulasi udara yang dikondisikan seluaruhanya udara segar
8. Ruang perawat disrankan menggunakan pembatas fisisk transparan
utnuk kurangi kontaminasi terhadap perawat
9. Perli disediakan titik grounding untuk peralatan elektrostatik
10. Tersedia Alirann gas Medis (O2,udara bertekanandan suction)
11. Pintu kedap asap dan tidak mudah terbakar
12. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak
ICCU tidak di lantai dasar
13. Ruang ICCU sebaiknya kedap api
14. Pertemuan dinding lantai tidak boleh berbentuk sudut/harus melengkung
agar pembersihan mudah dan tidak menjadi sarang debu atau kotoran.
16
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
A. ALUR PELAYANAN
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari :
1. Pasien dari IGD
2. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar
bersalin, ruang endoskopi, ruang hemodialisa
3. Pasien dari ruang rawat inap
B. INFORMED CONSENT
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi
yang efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pikiran tentang
apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan tehadap pasien.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang
berhak( yaitu pasien,keluarga atau walinya) yang isinya berupa ijin atau
persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah
orang yang berhak tersebut diberi informasi. Sebelum masuk ke
ICCU,pasien dan keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara
lengkap tentang dasar pertimbangan mengapa pasien harus
mendapatkan perawatan di ICCU, serta berbagai macam tindakan
kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICCU
dan yang penting juga adalah penjelasan tentang prognosa penyakit yang
diderita pasien.Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICCU atau
dokter jaga yang bertugas. Setelah mendapatkan penjelasan tersebut,
pasien dan atau keluarganya bisa menerima atau tidak
menerima.Pernyataan pasien dan atau keluarganya (baik bisa menerima
atau tidak bisa menerima) harus dinyatakan dalam formulir yang
ditandatangani (informed consent).
17
Tim intensive care tersebut minimal terdiri dari:
1. Intensivis/dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang berkompeten
dalam ilmu kedikteran intensive care dengan level ICCU
2. Perawat intensive care
3. Dokter ahli mikrobiologi klinik
4. Ahli farmasi klinik
5. Dietesion,Ahli Nutrisi Klinik/Ahli Gizi Klinik
6. Fisioterapis
7. Tenaga lain sesuai klasifikasi ICCU
18
5. Setiap dokter primer dapat mengusulkan agar pasiennya bisa dirawat di
ICCU dengan syarat sesuai dengan indikasi masuk yang benar.
Mengingat keterbatasan ketersediaan fasilitas di ICCU,maka berlaku
asas prioritas dan keputusan akhir merupakan kewenangan penuh
Kepala ICCU.
C. SISTEM RUJUKAN
Rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan
tugas/wewenang dan tanggung jawab secara timbal balik baik horisontal
maupun vertikal terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau
permasalahan kesehatan karena adanya keterbatasan dalam memberikan
pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien.
Terdapat 2 jenis rujukan:
1. Rujukan Eksternal:
Rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan:
Rujukan Vertikal:
Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tingkatan berbeda
Rujukan Horisontal:
Rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki
kemampuan lebih tinggi dalam tingkatan yang sama.
2. Rujukan Internal :
Rujukan di dalam fasilitas kesehatan dari tenaga kesehatan ke tenaga
kesehatan.
19
Tujuan dilakukannya rujukan adalah :
1. Membutuhkan pendapat dari ahli lain (second opinion)
2. Memerlukan pemeriksaan yang tidak tersedia di rumah sakit
3. Memerlukan intervensi medis di luar kemampuan rumah sakit
4. Memerlukan penatalaksanaan bersama denga ahli lainnya
5. Memerlukan perawatan dan pemantauan lanjutan
20
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
21
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
22
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Keselamatan Kerja
Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit
Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor
lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan
dalam suatu proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan
dan sarana dalam melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah
Lahatterdiri dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan
faktor ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui
Nilai Ambang Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan
gangguan kenyamanan kerja, gangguan kesehatan bahkan dapat
mengakibatkan penyakit akibat kerja.
a. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit
Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit
adalah ;
1) Iklim kerja
Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan
perpaduan antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban
udara, suhu radiasi, kecepatan gerakan udara dan panas
metabolisme sebagai hasil aktivitas dari seseorang. Bila melampaui
Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan
23
Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan
mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis.
Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai
berikut:
a) Terhadap lingkungan kerja
(1) Menyempurnakan sistem ventilasi
(2) Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi
memperkecil panas radiasi
(3) Menyediakan tempat istirahat yang cukup
(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang
memberikan sumber panas
(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan
tenaga kerja
b) Terhadap tenaga kerja
(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi
syarat artinya cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja
(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah
dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi
tinggi dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup
seluruh permukaan kulit dan berwarna putih
(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan
panas apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit
cardio-vasculer
c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin
(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang
tidak terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu
dingin
(2) Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian
pelindung
(3) Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui
pem-berian makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu
meningkatkan aktivitas
2) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan bising mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan
yang tidak menghi-langkan daya dengar, tetapi mengganggu
24
konsentrasi/ketenangan. Biasanya tingkat kebisingan rendah dan
suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang menyebabkan
kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang menyebabkan ketulian
pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang Batas Kebisingan
(NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP
No.HK.00.06.64.44.
Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga
kerja seperti :
a) Gangguan Fisiologis
b) Gangguan Tidur
c) Gangguan Komunikasi
d) Gangguan Psikologis
e) Gangguan Pendengaran
Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan
Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah
mengu-rangi tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar
usaha-usaha yang dapat ditempuh dengan cara :
a) Pengendalian secara teknis
(1) Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya memasang
pere-dam pada tempat-tempat sumber bising
(2) Merawat mesin-mesin secara teratur
(3) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan
tidak ada yang goyang
b) Pengendalian secara administratif
Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur
waktu pemaparan yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang
mempunyai kebisingan dengan intensitas melampaui Nilai
Ambang Batas (NAB)
c) Pengendalian secara medis
(1) Pemeriksaan sebelum bekerja
(2) Pemeriksaan berkala
d) Penggunaan alat pelindung diri
(1) Ear muff (tutup telinga)
(2) Ear plug (sumbat telinga)
3) Pencahayaan
25
Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta
tidak menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau
design dari pemasangan lampu ruangan kerja. Intensitas cahaya
dinyatakan dalam satuan “Lux” yaitu satuan penerangan atau
pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya sebesar satu lumen.
Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja diatur dalam Peraturan
Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang syarat-syarat kebersihan
di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan Keputusan Dirjen PPM &
PLP No.HK.00.06.64.44.
Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :
a) Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja
b) Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
c) Kerusakan indra mata
d) Meningkatnya terjadinya kecelakaan
26
b) Mempercepat terjadinya kelelahan
c) Membahayakan kesehatan
5) Gelombang Radiasi
Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan kemajuan
tek-nologi yang sangat pesat sekarang ini. Radiasi gelombang
elektromagnetik terdiri dari radiasi yang mengion dan radiasi yang tidak
mengion, seperti gelom-bang-gelombang mikro, sinar laser, sinar tampak
(termasuk sinar dari layar monitor), sinar infra red, sinar ultra violet.
Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan .
Pengaruh dari pada radiasi adalah:
a) Menyebabkan kemandulan
b) Menyebabkan mutasi gen
c) Menyebabkan berbagai penyakit mata
d) Menyebabkan iritasi kulit
Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi
a) Isolasi sumber radiasi
b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol
c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi waktu
istirahat yang cukup
d) Menggunakan alat pelindung diri
e) Merawat mesin secara rutin dan Pemberian makanan tambahan
27
bereaksi dengan bahan lain (reaktif); atau berupa senyawa asam yang kuat
dan pekat (korosif) atau senyawa basa kuat (kaustik); atau bisa juga berupa
“gas asphyxiant” yaitu gas yang sangat banyak memenuhi suatu ruangan
membuat kadar oksigen menjadi sangat rendah (kurang dari 9 %) sehingga
orang sulit bernapas dan lemas.
Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat
irritant terhadap kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan
radang/ infeksi; atau menimbulkan efek sistemik yaitu tidak menimbulkan
efek lansung pada bagian tubuh yang terpapar(kulit,mata atau saluran
pernapasan) melainkan memberi efek pada organ-organ yang berada di
dalam tubuh, seperti system syaraf pusat (SSP), ginjal, alveoli, darah, janin
dll. Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja telah
diatur dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Nomor : SE – 01 /MEN/1997
tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia dilingkungan kerja rumah sakit
terdapat banyak diruang ruang seperti :
1) Laboratorium (bahan kimia, gas untuk pemeriksaan)
2) Ruang Operasi (Gas Anastesi,cairan pencuci hama dll)
3) Ruang Intensive Care (Cairan anti septic, Gas dll)
4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan
pembersih alat)
5) Bagian Farmasi (bahan kimia, obat dll)
6) Ruang Sterilisasi (Gas, Cairan anti septic dll)
7) Ruang Pencucian (Bahan kimia untuk mencuci)
Pengendalian bahaya kimia
1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau
bahan.
2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan
disimpan dengan baik. Ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari bahan
tahan api, mempunyai ventilasi yang cukup baik untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas-gas yang berbahaya. Suhu ruang penyimpanan
juga harus disesuaikan, setiap kali harus diamati apakah kondisi ruang
penyimpanan selalu bersih, tidak ada bocoran atau tumpahan zat kimia.
3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan
kimia dari suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati,
karena dapat menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.
28
4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup
dimana aliran udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan
suhu ruang kerja juga harus diperhatikan.
5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat
memapar pekerja
6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para
pekerja harus diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja
sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP) yang berlaku.
7) Penggunaan alat pelindung diri
8) Pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus
terhadap pekerja
c. Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah sakit
Dalam lingkungan rumah sakit terdapat berbagai macam penyakit yang
di sebabkan oleh agent biologi atau Mikro organisme.
Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Kelompok Bakteri , misalnya: Streptococcus, Salmonella,
Staphylococcus,Legionella Pneumophilla
2) Kelompok Virus, misalnya: HIV, HBV
3) Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes
4) Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris
5) Kelompok Ricketsia dan Chlamydia, misalnya: LGV, Psittacosis
Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi
dengan berbagai cara, misalnya:
1) Melalui saluran pernapasan
2) Melalui kontak kulit
3) Melalui saluran pencernaan
4) Melalui peredaran darah
Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber penularan
antara lain adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum
Pengendalian bahaya biologi
1) Peningkatan pengetahuan dan kepedulian petugas kesehatan terhadap
penyakit infeksi rumah sakit (PIRS),Protap untuk setiap pekerjaan dan
tindakan
2) Prosedur pengelolaan spesimen (darah, urine, tinja, sputum, dan lainnya)
3) Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi peralatan medis, meja, lantai dan
sebagainya
4) Isolasi pasien (penyakit khusus)
29
5) Sanitasi lingkungan Rumah Sakit
6) Pemeriksaan kesehatan berkala untuk petugas
7) Melaksanakan pengelolaan limbah rumah sakit
8) Pelatihan pengendalian Infeksi Rumah Sakit
9) Penggunaan alat pelindung diri
2. Pedoman Praktis Ergonomik
Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus
meningkat diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap masalah ergonomi
di lingkungan pekerjaan. Pedoman Praktis Ergonomik dapat digunakan untuk
mencari solusi prak-tis bagi peningkatan kondisi kerja dari sudut pandang
ergonomi.
Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan
kondisi lingkungan kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat
keselamatan dan kese-hatan Kerja yang lebih baik.
Pedoman praktis ergonomik mencakup semua masalah aspek utama
dari ergonomi yang diperlukan di tempat kerja yang meliputi :
a. Penyimpanan dan Penanganan Material
b. Pencahayaan di Tempat Kerja
c. Bangunan dan Lingkungannya
d. Bahaya-bahaya Lingkungan Kerja
e. Fasilitas Umum
f. Peralatan Pelindung Diri
Hal-hal tersebut di atas sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah
ergono-mi sesuai situasi yang ada di lingkungan kerja setempat.
a. Penyimpanan dan Penanganan Material
1) Jalur pengangkutan harus bebas hambatan dengan rambu-rambu
yang jelas
2) Gang dan Koridor agar cukup lebar sehingga memungkinkan
dilakukannya transportasi dua arah.
3) Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas
rintangan.
4) Buatlah “Jembatan” (turunan/tanjakan) dengan sudut kelandaian
antara 5 – 8 % pada batas permukaan lantai yang berbeda pada
jalur/jalan di ruang kerja.
5) Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan
material yang dibutuhkan.
30
6) Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut
material.
7) Gunakan rak beroda untuk mengurangi pekerjaan memuat maupun
mem-bongkar.
8) Di tempat kerja, gunakan rak bersekat-sekat yang dapat menampung
lebih banyak barang, agar mengurangi jumlah barang yang harus di
pindah-pindahkan.
9) Gunakan alat bantu mekanis untuk mengangkat, menurunkan maupun
memindahkan benda-benda yang berat.
10) Kurangi penanganan barang / material, dengan cara menggunakan
alat-alat bantu.
11) Mengangkat / membawa barang yang berat, bagi barang menjadi
beberapa bagian yang lebih ringan yang ditempatkan dalam kemasan,
kotak, nampan dan lain-lain.
12) Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau
kotak, dan lain-lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau tentukan
bagian yang dapat dijadikan pegangan.
13) Bila memindahkan barang secara manual (tanpa alat), usahakan
sesedikit mungkin gerakan meninggikan atau merendahkan dari posisi
ketinggian semula
14) Bila memindahkan benda-benda yang berat, lakukan secara mendatar
dengan didorong atau ditarik, jangan diangkat maupun diturunkan
15) Sewaktu mengerjakan benda/barang, membawa, mengangkat dan
sebagai-nya hindari gerakan membungkuk maupun memutar
pinggang
16) Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita
17) Lakukan gerakan mengangkat dan menurunkan barang secara
perlahan-lahan, dan hindarkan gerakan memutar pinggang ataupun
membungkukkan badan
18) Bila kita mengangkat beban/benda panjang, tumpukan sebagian
beban berat di atas bahu (dipikul), agar terjaga keseimbangan tubuh
19) Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang
melaku-kan pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi
dengan pekerjaan-pekerjaan ringan
20) Sediakan dan tempatkan bak sampah pada posisi yang memudahkan
penggu-naannya
31
21) Jalur-jalur keluar bangunan (untuk keadaan darurat), agar diberi
tanda/ga-ris/tulisan yang jelas, serta harus bersih dari benda-benda
yang dapat menghambat.
b. Pencahayaan di tempat kerja
1) Tingkatkan pemanfaatan cahaya alami di siang hari
2) Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat
berwarna lembut pada dinding dan plafon
3) Penerangan harus selalu dinyalakan di mana para pekerja berada,
misalnya di gang-gang, tangga dan lain-lain
4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar
mereka dapat bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat
5) Sediakan penerangan khusus di tempat kerja untuk maksud pekerjaan
pengawasan dan agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya
lebih teliti
6) Untuk mengurangi cahaya yang menyilaukan secara langsung,
pindahkan sumber cahaya atau pasang pelindung
7) Hilangkan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya dari
sekitar tempat kerja untuk menghindarkan sinar pantulan yang
menyilaukan
8) Pilihlah sistem pencahayaan yang memadai untuk pekerjaan yang
memerlukan pengamatan dari jarak yang dekat serta dilakukan secara
berulang-ulang
9) Bersihkan selalu jendela-jendela dan rawat selalu sumber-sumber
penerangan
c. Bangunan dan Lingkungannya
1) Lindungi para pekerja dari hawa panas yang berlebihan dalam
ruangan
2) Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan
dari luar ruangan
3) Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan
sumber dingin
4) Pasanglah sistem pengaturan udara yang memadai sehingga para
pekerja dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien
5) Perbanyak penggunaaan sistem ventilasi alami untuk meningkatkan
kenyamanan udara di dalam ruang kerja
6) Tingkatkan fungsi dan perawatan sistem ventilasi untuk memastikan
tersedianya udara bersih di ruang kerja
32
d. Pengendalian Bahan-Bahan dan Subtansi yang Berbahaya
1) Pasangkan sekat atau penutup pada bagian-bagian dari mesin-mesin
yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi
2) Untuk mengurangi kebisingan, rawatlah mesin mesin dan
peralatannya yang terkait secara teratur
3) Pastikan bahwa faktor kebisingan ditempat kerja tidak mempengaruhi
faktor komunikasi, keselamatan serta efisiensi kerja
4) Kurangi fakor getaran yang dapat mempengaruhi pekerja dalam
usaha meningkatkan keselamatan, kesehatan dan efisiensi kerja
5) Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya
sengatan listrik maupun panas
6) Pastikan bahwa kabel-kabel yang menghubungkan peralatan dan
lampu-lampu berada dalam kondisi aman
7) Lindungi para pekerja dari bahaya bahan-bahan kimia sedemikian
rupa sehingga mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan aman
dan efisien,diberikan label khusus dan penandaan yang terlihat jelas.
e. Fasilitas Umum
1) Sediakan dan lakukan perawatan yang baik, termasuk mengganti dan
mencuci berbagai fasilitas sanitasi yang ada, agar kerapian maupun
kebersihan dan kesehatan terjaga
2) Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat
dengan kondisi yang baik dan nyaman untuk para pengguna
3) Tingkatkan fasilitas kesejahteraan dan pelayanan, sejalan dengan
usaha peningkatan kinerja para pekerja
4) Sediakan tempat/ruangan khusus bagi para pekerja untuk
mengadakan rapat, pertemuan, dan program pelatihan
5) Beri tanda-tanda yang jelas pada ruang/area di mana di tempat
tersebut diharuskan menggunakan alat pelindung diri
6) Sediakan alat pelindung diri yang memadai dan mampu melindungi
para karyawan sesuai dengan peruntukannya
7) Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain,
maka gunakan dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah
perawatannya bagi pekerja yang menggunakannya
8) Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri
secara teratur, harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat,
proses adaptasi serta pelatihan pemakaian
33
9) Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri
bila diperlukan
10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja
11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat
pelindung diri, serta lakukan program perawatan secara teratur
12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung
diri
13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk
melaksanakan perawatan dan kebersihan secara rutin
3. Keamanan Pasien
Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Lahatperlu dilengkapi dengan adanya
perlengkapan keamanan bagi pasien, antara lain:
a. Pegangan sepanjang tangga dan dinding
Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan agar
pasien, termasuk keluarga dan karyawan dapat berpegangan saat
menaiki atau menuruni tangga, dan bagi pasien yang dalam kondisi
lemah, apabila tidak menggunakan kursi roda, dapat berjalan dengan
berpegangan pada dinding.
b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel
Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya
lemah agar tidak terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toilet
ditujukan untuk memudah-kan pasien meminta pertolongan apabila
terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat berada dalam toilet.
c. Pintu dapat dibuka dari luar
Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar agar
apabila terjadi sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh di
depan pintu, petugas dapat segera memberikan pertolongan tanpa
terhalang oleh tubuh pasien.
d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya
Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil
dari kepala anak +/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari
tempat tidur dan mencegah terjadinya kecelakaan pada anak-anak.
e. Sumber listrik mempunyai penutup/pengaman
34
Untuk mencegah/mengurangi bahaya yang mungkin timbul dari
sumber listrik terutama diruangan rawat inap.
f. Sumber air panas mempunyai kendali otomatis
Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber
air panas perlu memiliki kendali otomatis.
g. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting
Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan
Bedah harus selalu terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan
dan pemeliharaan rutin terhadap perlengkapan ini.
h. Tersedia emergency suction
Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang
selalu siap pakai dan dapat dipergunakan setiap saat.
i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu
darurat
Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya mudah
dijangkau serta lampu darurat yang otomatis menyala ketika
dibutuhkan.
j. Penandaan/label pada pasien (gelang)dan penandaan gambar dan warna
pada tempat tidur pasien dengan kondisi tertentu
35
(3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut
ke mulut);
(4) Memperhatikan perdarahan.
(5) Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan
tangan, dengan menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih
(6) Memperhatikan tanda-tanda “Shock”.
(7) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu
keadaan-keadaan yang membahayakan korban, seperti: perdarahan,
patah tulang, nafas hilang, denyut jantung berhenti, dan lain sebagainya.
b. Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan pemakaian Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi
tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha
rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (work practice) telah
maksimum. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha
tersebut.
Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD
haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan
perlindungan yang efektif terhadap bahaya.
Kelemahan penggunaan APD
Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena:
(1) Memakai APD yang tak tepat;
(2) Cara pemakaian APD yang salah;
(3) APD tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan;
Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu
adalah penting dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga
fungsi APD tetap baik, misalnya ;
(1) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu;
(2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan
cartridge;
(3) APD dapat menularkan penyakit, bila digunakan bergantian;
c. Pencatatan dan Pelaporan Kecelakaan Kerja di lingkungan Rumah Sakit
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memuat
komitmen dan tekad dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja,
dengan kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan tersebut dibuat,
disosialisasikan kepada semua pekerja agar prinsip-prinsip keselamatan dan
36
kesehatan kerja dilaksanakan secara efektif dan menjadi bagian dalam
melaksanakan tugas sehari-hari. Keterkaitan dalam upaya pengendalian
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit selain pengendalian teknis
juga perlu memperhatikan pengendalian administratif, dimana salah satu hal
yang perlu mendapat perhatian adalah sistem pencatatan dan pelaporan
kecelakaan kerja, yaitu:Pencatatan peristiwa kecelakaan kerja
1) Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja
2) Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja ; dan
3) Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja
Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang
sebenar-benarnya agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya
penyelidikan dan cara penanggulang-annya.
5. Penanganan Limbah dan Bahan Berbahaya
Rumah sakit dengan berbagai kegiatannya yang menggunakan bahan
berba-haya dan menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat
menimbulkan gangguan kesehatan akibat bahan yang terkandung di
dalamnya dan menjadi mata rantai penyebaran penyakit, selain itu juga
dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan udara, air dan tanah.
Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit
penghasil dan jenis pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah
sakit digolongkan menjadi sampah medis dan sampah non medis.
(1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang
Tindakan/ Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk
dressing kotor, verband, kateter, swab, plaster, dll.
(2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang Gizi,
Ruang Diklat, dll.
Penggolongan tersebut di atas bertujuan:
(1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis
warna kantong)
(2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat
medis
(3) Memudahkan pengelola sampah dalam mengenali sampah didalamnya
tergolong medis atau bukan
(4) Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat
a. Limbah Berbahaya dan Sejenisnya
1) Limbah benda tajam
37
Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung
atau bagian menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk kulit.
Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan cidera
melalui sobekan atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan
beracun, bahan citotoksik atau radioaktif.
Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau
perlengkapan lain setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking
jarum-jarum untuk membuatnya tidak bisa digunakan sangat disarankan
karena akan menyebabkan accidental inoculation. Prosedur tersebut
dalam beberapa hal perlu diperhatikan kemungkinan dihasilkannya
aerosol. Menutup jarum dengan kap dalam keadaan tertentu barangkali
bisa diterima, misalnya dalam penggunaan bahan radioaktif dan untuk
pengumpulan gas darah.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan tusukan
dan diberi label dengan benar untuk menghindari kemungkinan cidera
saat proses pengumpulan dan pengangkutan limbah tersebut. Dan pada
proses akhir dimusnahkan dengan incinerator.
2) Limbah infeksius
Limbah infeksius memiliki pengertian ;
a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan insentif)
b) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan / isolasi penyakit
menular
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses
akhir dimusnahkan dengan incinerator Rumah Sakit atau oleh pihak
ketiga yang sudah diakui oleh pemerintah.
3) Limbah jaringan tubuh
Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh
darah, bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga
dapat dibuang ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.
4) Limbah citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontami-nasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi citotoksik.
38
Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan
absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia
dalam ruang peracikan terapi citotoksik, bahan yang cocok untuk itu,
antara lain: sawdust, granula absorpsi, atau pembersih lainnya.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong ungu dan pada proses
akhir dimusnahkan dengan incinerator Rumah Sakit atau oleh pihak
ketiga yang sudah diakui oleh pemerintah.
39
Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis,
vete-rinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah
kimia ke dalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa
ledakan. Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya dan beracun
(B3) dapat diupayakan bila secar teknis dan ekonomis memungkinkan.
Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk
mendapat petunjuk lebih lanjut.
Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah
mercuri amalgam tidak boleh dibakar dengan incenerator karena akan
menghasilkan emisi yang beracun. Terlepas dari produksi limbah kimia,
prosedur pengamanan adalah yang terpenting (good housekeeping).
Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk
mendapat petunjuk lebih lanjut.
7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Limbah ini
dapat berasal dari antara lain; tindakan kedokteran nuklir,
radioimmunoassay & bac-teriologis (baik cair, padat maupun gas).
Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan
pembuangan limbah golongan ini adalah personil harus sesedikit
mungkin memperoleh paparan radiasi. Kepala Pengamanan Radiasi
harus bertanggung jawab untuk penanganan yang aman, penyimpanan
dan pembuangan limbah radioaktif. Pejabat ini harus bertanggung jawab
untuk semua urusan pengamanan radioaktif dan mencari petunjuk, bila
diperlukan unit yang menghasilkan limbah radioaktif hendaknya
menetapkan area khusus untuk penyimpanan limbah radioaktif , yang
harus dikemas dengan benar. Tempat khusus tersebut hendaknya
diamankan dan hanya digunakan untuk tujuan itu.
8) Limbah plastik
Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena
jumlah penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan
penggunaan barang medis disposable seperti syringe dan selang.
Penggunaan plastik lain seperti pada tempat makanan, kantong obat,
peralatan dll juga memberi kontribusi meningkatnya jumlah limbah plastik.
Terhadap limbah ini barangkali perlu dilakukan tindakan tertentu sesuai
dengan salah satu golongan limbah di atas jika terkontaminasi bahan
berbahaya.
40
Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik tidak
terkontaminasi dapat dibuang melalui pelayanan pengangkutan sampah
kota/umum.
Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan aspek
berikut:
a) Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi udara
yang berbahaya. Misalnya pembakaran plastik yang mengandung
PVC (Poly Vynil Chlorida) akan menghasilkan hidrogen chlorida,
sementara itu pembakaran plastik yang mengandung nitrogen seperti
plastik formaldehida urea akan menghasilkan oksida nitrogen.
b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk
pembakaran dengan incinerator akan membantu pencapaian
pembakaran sempurna dan mengurangi biaya operasi incenerator
c) Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak
diperbolehkan karena akan menghasilkan pemaparan pada operator
dan masyarakat umum.
d) Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan tehnologi
sehingga produk racun potensial dari pembakaran mungkin juga
berubah. Karena itu perlu dilakukan updating dan peninjauan kembali
strategi penanganan limbah plastik ini
e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan
kesehatan akan meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan
pertimbangan dalam pemisahan sampah dan untuk sampah plastik
setelah aman sebaiknya diupayakan daur ulang.
b. Prosedur Penanganan dan Penampungan
1) Pemisahan dan Pengurangan
Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus
di-identifikasikan dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume limbah,
hendak-nya merupakan proses yang kontinue. Pilah-pilah dan reduksi
volume limbah klinis dan yang sejenis merupakan persyaratan keamanan
yang penting untuk petugas pembuang sampah, petugas emergency dan
masyarakat.
Pemilahan dan reduksi volume limbah hendaknya
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut ;
a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah
b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus,
dengan pemisahan limbah B3 dan non B3
41
c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia Non B3
d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis
limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat
penghasil adalah kunci pembuangan yang baik. Dengan limbah berada
dalam kantong atau kontainer yang sama untuk penyimpanan,
pengangkutan dan pembuangan akan mengurangi kemungkinan
kesalahan petugas dalam penanganannya.
2) Penampungan
Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat,
aman dan hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat
dilakukan dengan pembedaan warna maupun dengan label, hal ini
diperlukan agar menghindari kesalahan petugas dalam pengelolaan.
Keseragaman standar kantong & kontainer limbah memberikan
keuntungan sebagai berikut:
Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar
instasni/unit
Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di
lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah di luar
rumah sakit.
Pengurangan biaya produksi kantong & kontainer
3) Pengangkutan
Dalam strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan
prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal. Pengangkutan
internal biasanya berawal dari titik penampungan ke onsite incinerator
Rumah Sakit atau oleh pihak ketiga yang sudah diakui oleh pemerintah.
Peralatan tersebut harus diberi label dan dibersihkan secara reguler
dan hanya digunakan untuk mengangkut sampah . Setiap petugas
hendaknya diberi APD (alat pelindung diri) khusus.
Pengangkutan sampah klinins dan yang sejenis ke tempat
pembuangan di luar memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan
harus diikuti oleh seluruh petugas yang terlibat. Prosedur tersebut harus
memenuhi peraturan angkutan lokal. Bila limbah klinis dan yang sejenis
diangkut dengan kontainer khusus, kuat dan tidak bocor. Kontainer harus
mudah ditangani dan harus mudah dibersihkan.
4) Pemusnahan
42
Incinerator digunakan untuk melakukan proses pembakaran yang
dilaksana-kan dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai
mekanisme pemantauan secara ketat dan pengendalian parameter
pembakaran. Limbah yang combustible dapat dibakar bila incinerator yang
tepat tersedia, bila tidak justru akan merusak dinding ruang incinerator.
Residu dari incinerator/abu bisa dibuang langsung ke landfill, namun tidak
untuk residu yang mengandung logam berat.
6. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup,
dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Yang termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun adalah:
a. Memancarkan radiasi
Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel
radioaktif yang mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung
materi bahan yang dilaluinya, misalnya: Ir192, I131, Tc99, Sa153, sinar X,
sinar alfa, sinar beta, sinar gamma, dll
b. Mudah meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai
pengim-bangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi,
peningkatan suhu dan tekanan meningkat pesat dan dapat menimbulkan
peledakan. Bahan mudah meledak apabila terkena panas, gesekan atau
bantingan dapat menimbulkan ledakan.
c. Mudah menyala atau terbakar
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan
pengim-bangan kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi
yang menimbulkan nyala. Bahan mudah menyala atau terbakar
mempunyai titik nyala (flash ponit) rendah (210C)
d. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi
reaksi oksidasi, mengakibatkan reaksi eksothermis (keluar panas)
e. Racun
Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat
menye-babkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam
tubuh melalui pernapasan kulit atau mulut.
43
f. Korosif
Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses
pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih
besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur uji 55 0C, mempunyai pH
sama atau kurang dari 2 (asam), dan sama atau lebih dari 12,5 (basa)
g. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak
jaringan tubuh.
h. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput
lendir.
i. Teratogenik
Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan
embrio.
j. Mutagenik
Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang
berarti dapat merubah genetika.
k. Arus listrik
Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/tingkat bahaya
dipengaruhi oleh:
a. Daya racun dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50, dimana makin
kecil nilai LD50 atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya racunnya
b. Cara B3 masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernapasan,
saluran pencernaan dan penyerapan melalui kulit. Diantaranya yang
sangat berbahaya adalah yang melalui saluran pernapasan karena tanpa
disadari B3 akan masuk ke dalam tubuh bersama udara yang dihirup
yang diperkirakan sekitar 8,3 M2 selama 8 jam kerja dan sulit dikeluarkan
kembali dari dalam tubuh.
c. Konsentrasi dan lama paparan
d. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-macam B3
dengan sifat dan daya racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-
tindakan pertolongan atau pengobatan
e. Kerentanan calon korban paparan B3, karena masing-masing individu
mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh bahan kimia.
44
a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal
ciri-ciri dan karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur,
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil
identifikasi diberi label atau kode untuk dapat membedakan satu sama
lainnya. Sumber informasi didapatkan dari lembar data keselamatan
bahan (MSDS).
b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang
diperlukan sesuai sifat dan karekteristik dari bahan atau instalasi yang
ditangani sekaligus memprediksi resiko yang mungkin terjadi apabila
kecelakaan terjadi.
c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi
yang dilakukan meliputi:
1) Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi, ventilasi,
penggunaan alat perlindungan diri, dan menjaga hygiene perorangan.
2) Pengendalian organisasi administrasi, seperti pemasangan label,
penyediaan lembar MSDS, pembuatan prosedur kerja, pengaturan
tata ruang, pemantauan rutin dan pendidikan atau latihan.
3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang
aman
4) Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang
d. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya antara
lain:
1) Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya
dengan yang kurang berbahaya
2) Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit
mungkin dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan
bahan setiap saat lebih sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan
sesuai kebutuhan sehingga resiko dalam penyimpanan kecil.
3) Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang
bahan berbahaya yang menyangkut sifat berbahaya, cara
penanganan, cara penyimpanan, cara pembuangan dan penanganan
sisa atau bocoran/ tumpahan, cara pengobatan bila terjadi kecelakaan
dan sebagainya. Informasi tersebut dapat diminta kepada penyalur
atau produsen bahan berbahaya yang bersangkutan.
4) Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan
kontaminan bahan berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau
45
secara berkala agar kontaminan tidak melampaui nilai ambang batas
yang ditetapkan.
5) Upayakan agar tenaga kerja tidak mengalami paparan yang terlalu
lama dengan mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta
mengikuti prosedur kerja yang aman.
6) Upayakan agar tenaga kerja memakai alat pelindung diri yang sesuai
atau tepat melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan.
7) Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai
prosedur dan petunjuk teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda
peringatan yang sesuai dan jelas.
8) Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan
bahan-bahan berbahaya
9) Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam keadaan
aman, bersih, dan terpelihara dengan baik
10) Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara
memelihara instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya
pemanfaatan kembali atau daur ulang.
46
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
47
c. Menetapkan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)
d. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan MONEV dirumuskan ACTION PLAN
terkait
48
BAB IX
PENUTUP
49