Anda di halaman 1dari 14

PROSES MANAJEMEN RESIKO DALAM KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH:

NAMA: NURBAETI AMIR

NIM :

STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan nmakalah ini yang berjudul “Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja (K3)”
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah
sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan karya tulis ini.Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, saran konstruktif senantiasa dinantikan dan tak lupa penulis menyampaikan
permohonan maaf atas segala kekurangan. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT
membalas segala kebaikan pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

TAKALAR, 18 OKTOBER 2018

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Pengertian Proses Manajemen Resiko 6
B. Penerapan Manajemen dalam tatanan klinis 9
BAB III PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Risiko merupakan bagaian dari kehidupan manusia maupun perusahaan sepanjang
manusia hidup, manusia akan selalu menghadapi resiko. Ketika kegagalan itu terjadi oleh
karena berbagai factor yang menyebabkannya, bias jadi kita akan mendapatkan resiko
kerugian baik materi maupun non materi dalam berbagai bentuknya. Agar resiko
kerugian yang diperoleh minimal, maka perlu di lakukan manajemen terhadap
kemungkinan terjadinya resiko yang lebih sesuai dengan manajemen resiko.
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupaka bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya kesehatan.
Dalam menghadapi system pelayanan kesehatan tidak jauh dari resiko.
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya
kesehatan. Dalam menghadapi sistem pelayanan kesehatan tidak jauh dari resiko. Namun
bagaimana manajemen rumah sakit mengatasi resiko yang terjadi di rumah sakit dengan
membentuk manajemen resiko rumah sakit untuk menjamin keselmatan pasien maupun
pelanggan rumah sakit.
keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.

4
B. Rumusan masalah
1. Apa itu pengertian proses manejemen risiko
2. Apa itu penerapan manejemen dalam tatanan klinik

C. Tujuan masalah
1 untuk mengetahui proses manejemen risiko
2 untuk mengetahui penerapan manejemen dalam tatanan klinik

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PROSES MANAJEMEN RESIKO

Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat secara


efektif dalam menghadapi uncertainty dengan risiko dan peluang yang berhubungan dan
meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO,
proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap)
1. Internal environment (Lingkungan internal) Komponen ini berkaitan dengan
lingkungan dimana instansi Pemerintah berada dan beroperasi. Cakupannya adalah
risk-management philosophy (kultur manajemen tentang risiko), integrity
(integritas), risk-perspective (perspektif terhadap risiko), risk-appetite (selera atau
penerimaan terhadap risiko), ethical values (nilai moral), struktur organisasi, dan
pendelegasian wewenang.
2. Objective setting (Penentuan tujuan) Manajemen harus menetapkan objectives
(tujuan-tujuan) dari organisasi agar dapat mengidentifikasi, mengakses, dan
mengelola risiko. Objective dapat diklasifikasikan menjadi strategic objective dan
activity objective. Strategic objective di instansi Pemerintah berhubungan dengan
pencapaian dan peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah dan panjang,
dan merupakan implementasi dari visi dan misi instansi tersebut. Sementara itu,
activity objective dapat dipilah menjadi 3 kategori, yaitu (1) operations objectives;
(2) reporting objectives; dan (3) compliance objectives. Risk tolerance dapat
diartikan sebagai variation dalam pencapaian objective yang dapat diterima oleh
manajemen. Dalam penerapan pelayanan pajak modern seperti pengiriman SPT WP
secara elektronik, diperkirakan 80% Wajib Pajak (WP) Besar akan
mengimplementasikannya. Bila ditentukan risk tolerance sebesar 10%, dalam hal
72% WP Besar telah melaksanakannya, berarti tujuan penyediaan fasilitas tersebut
telah terpenuhi. Disamping itu, terdapat pula aktivitas suatu organisasi seperti
peluncuran roket berawak dengan risk tolerance adalah 0%.
3. Event identification (Identifikasi risiko) Komponen ini mengidentifikasi kejadian-
kejadian potensial baik yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal

6
organisasi yang mempengaruhi strategi atau pencapaian tujuan dari organisasi.
Kejadian tersebut bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula
sebaliknya atau negative (risks). Terdapat 4 model dalam identifikasi risiko, yaitu (1)
Exposure analysis; (2) Environmental analysis; (3) Threat scenario; (4)
Brainstorming questions. Salah satu model, yaitu exposure analysis, mencoba
mengidentifikasi risiko dari sumber daya organisasi yang meliputi financial
assetsphysical assets seperti tanah dan bangunan, human assets yang mencakup
pengetahuan dan keahlian, dan intangible assets seperti reputasi dan penguasaan
informasi. Atas setiap sumber daya yang dimiliki organisasi dilakukan penilaian
risiko kehilangan dan risiko penurunan. seperti kas dan simpanan di bank,
4. Risk assessment (Penilaian risiko) Komponen ini menilai sejauh mana dampak dari
events (kejadian atau keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives.
Besarnya dampak dapat diketahui dari inherent dan residual risk, dan dapat dianalisis
dalam dua perspektif, yaitu: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan
impact/consequence (besaran dari terealisirnya risiko). Dengan demikian, besarnya
risiko atas setiap kegiatan organisasi merupakan perkalian antara likelihood dan
consequence. Penilaian risiko dapat menggunakan dua teknik, yaitu: (1) qualitative
techniques; dan (2) quantitative techniques. Qualitative techniques menggunakan
beberapa tools seperti self-assessment (low, medium, high), questionnaires, dan
internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques data berbentuk angka
yang diperoleh dari tools seperti probability based, non-probabilistic models
(optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking. Yang perlu dicermati
adalah events relationships atau hubungan antar kejadian/keadaan. Events yang
terpisah mungkin memiliki risiko kecil. Namun, bila digabungkan bisa menjadi
signifikan. Demikian pula, risiko yang mempengaruhi banyak business units perlu
dikelompokkan dalam common event categories, dan dinilai secara aggregate.

5. Risk response (Sikap atas risiko)

7
Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian risiko. Risk response dari organisasi
dapat berupa: (1) avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan
risiko; (2) reduction, yaitu mengambil langkah-langkah mengurangi likelihood atau impact dari
risiko; (3) sharing, yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau sebagian dari risiko
dengan pihak lain; (4) acceptance, yaitu menerima risiko yang terjadi (biasanya risiko yang
kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan.
Dalam memilih sikap (response), perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti pengaruh tiap
response terhadap risk likelihood dan impact, response yang optimal sehingga bersinergi dengan
pemenuhan risk appetite and tolerances, analis cost versus benefits, dan kemungkinan peluang
(opportunities) yang dapat timbul dari setiap risk response.
6. Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan (policies) dan prosedur-
prosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian
memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi: (1) integritas dan nilai etika; (2)
kompetensi; (3) kebijakan dan praktik-praktik SDM; (4) budaya organisasi; (5) filosofi dan gaya
kepemimpinan manajemen; (6) struktur organisasi; dan (7) wewenang dan tanggung jawab.
Dari pemahaman atas lingkungan pengendalian, dapat ditentukan jenis dan aktifitas
pengendalian. Terdapat beberapa jenis pengendalian, diantaranya adalah preventive, detective,
corrective, dan directive. Sementara aktifitas pengendalian berupa: (1) pembuatan kebijakan dan
prosedur; (2) pengamanan kekayaan organisasi; (3) delegasi wewenang dan pemisahan fungsi;
dan (4) supervisi atasan. Aktifitas pengendalian hendaknya terintegrasi dengan manajemen risiko
sehingga pengalokasian sumber daya yang dimiliki organisasi dapat menjadi optimal.
7. Information and communication (Informasi dan komunikasi)
Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang relevan kepada pihak terkait
melalui media komunikasi yang sesuai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
penyampaiaan informasi dan komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan alat
komunikasi.
Informasi yang disajikan tergantung dari kualitas informasi yang ingin disampaikan, dan kualitas
informasi dapat dipilah menjadi: (1) appropriate; (2)

8
timely; (3) current; (4) accurate; dan (5) accessible. Arah komunikasi dapat bersifat internal dan
eksternal. Sedangkan alat komunikasi berupa diantaranya manual, memo, buletin, dan pesan-
pesan melalui media elektronis.

8. Monitoring
Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun terpisah (separate
evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas supervisi, rekonsiliasi, dan
aktivitas rutin lainnya.
Monitoring terpisah biasanya dilakukan untuk penugasan tertentu (kasuistis). Pada monitoring
ini ditentukan scope tugas, frekuensi, proses evaluasi metodologi, dokumentasi, dan action plan.
Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting deficiencies, yaitu
pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari
berbagai faktor seperti sumber informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan
arahan bagi pelaporan.
B. Penerapan Manajemen Risiko Dalam Tatanan Klinis
Dalam tatanan klinis, ada 8 langkah yang bisa diaplikasikan sebagai upaya penerapan
manajemen resiko, yaitu :
a. Langkah pertama
1. Menetapkan konteks
Konteks merupakan dasar/pijakan bagi proses manajemen risiko selanjutnya.
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain :
Adanya konteks manajemen risiko pada area kritis.
Contoh : Dengan data banyaknya kejadian VAP di area kritis, maka perlu dibuat
protab untuk menekan angka kejadian VAP bagi pasien yang terpasang ventilator.
2. Adanya risk criteria pada area kritis.
Contoh : dengan membuat peta 10 besar penyakit yang sering dirawat di area
keperawatan kritis.
3. Adanya peta risiko korporat di area kepereawatan kritis (gunakan pendekatan
masukan, proses, keluaran).
Contoh : ada laporan tentang kondisi pasien mulai dari masuk ruangan, proses
perawatan, sampai akhir proses perawatan dan pasien meninggalkan ruangan tersebut.

9
b. Langkah 2 : Identifikasi bahaya
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain :
1. Adanya risiko K3 pada area keperawatan kritis.
Contoh : jika suatu rumah sakit belum memiliki oksigen sentral, maka perlu
diantisipasi adanya tabung oksigen yang jatuh dan bisa menimpa pasien.
2. Adanya registrasi risiko yang ada pada area keperawatan kritis
Risk register mencatat semua sumber bahaya, lokasi, tingkat risiko dan rencana
pengendaliannya. Contoh : pada kasus VAP, sumber bahaya bisa dari pemakaian
ventilator dalam jangka waktu lama, petugas kesehatan yang tidak melakukan
prosedur cuci tangan saat dan setelah melakukan intervensi ke pasien, serta aktivitas
lain yang bisa menjadi faktor risiko VAP, serta rencana pengendaliannya harus
dicatat dan perlu dijadikan suatu protab yang harus dipatuhi oleh seluruh tenaga
kesehatan yang ada pada area keperawatan kritis.
c. Langkah 3 : Penilaian risiko
Penilaian risiko merupakan proses menganalisa tingkat resiko, pertimbangan tingkat
bahaya, dan mengevaluasi apakah sumber bahaya dapat dikendalikan atau tidak, dengan
memperhitungkan segala kemungkinan yang terjadi. Indikator yang bisa dijadikan dasar
penilaian di area keperawatan kritis antara lain :
 Adanya penilaian risiko untuk setiap bahaya yang ada.
 Terdapat risk matrix.
Untuk mengidetifikasi potensi kerugian gunakan tabel matriks kualitatif. Menentukan
Nilai probabilitas kerugian menggunakan 3 kategori: Critical, Very Serious and Less
Serious.
Analisa matrik grading risiko (KKP-RS, 2008) : Penilaian matriks risiko adalah suatu
metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan
dampak dan probabilitasnya.
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami
pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal.
b. Probabilitas / Frekuensi /Likelihood

10
c. Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi.
Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel Matriks
Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko.
a. SKOR RISIKO
Cara menghitung skor risiko :
Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko (tabel 3) :
1) Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2) Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan,
3) Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan dampak.
b. BANDS RISIKO
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : Biru,
Hijau, Kuning dan Merah. Warna “bands” akan menentukan Investigasi yang akan
dilakukan : ƒ Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana ƒ Bands KUNING dan
MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA
Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di RS X
terjadi pada 2 tahun yang lalu
Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena pasien meninggal
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn lalu
Skoring risiko : 5 x 3 = 15
Warna Bands : Merah (ekstrim)
Tabel 3 : Matrix Grading Risiko
Tabel 4 : Tindakan sesuai Tingkat dan risiko
 Adanya risk profile atau risk mapping.
Misalnya : di ruang ICU harus ada pemetaan jenis kuman yang berkembang
d. Langkah 4 : Analisa risiko
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain
adanya analisa secara kualitatif atau kuantitatif terhadap setiap risiko di area
keperawatan kritis
e. Langkah 5 : Pengendalian risiko

11
Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian di area keperawatan kritis antara lain
Adanya langkah pengendalian sampai risiko mencapai batas yang dapat diterima.
Langkah pengendalian risiko merupakan eliminasi bahaya dengan desain dan
metode penilaian resiko yang sesuai. Semua resiko harus dikurangi ke arah tingkat
As Low As Reasonable Practical (ALARP).
Langkah pengendalian risiko yang bisa diterapkan dalam area keperawatan kritis
diantaranya :
1. Pencegahan pada sumbernya
Misalnya : pada kasus VAP, angka kejadian VAP bisa ditekan dengan
melakukan tindakan pencegahan terhadap semua faktor risiko yang bisa
menyebabkan VAP, diantaranya : membuat protab cuci tangan yang benar,
teknik suctioning yang tepat, dll.
Proteksi akibat dari bahaya
2. Tanggap darurat
3. Belajar dari kasus sebelumnya

12
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat secara efektif
dalam menghadapi uncertainty dengan risiko dan peluang yang berhubungan dan
meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO,
Objective setting (Penentuan tujuan) Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-
tujuan) dari organisasi agar dapat mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola risiko.
Objective dapat diklasifikasikan menjadi strategic objective dan activity objective.
Strategic objective di instansi Pemerintah berhubungan dengan pencapaian dan
peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah dan panjang, dan merupakan
implementasi dari visi dan misi instansi tersebut. Sementara itu, activity objective dapat
dipilah menjadi 3 kategori, yaitu (1) operations objectives; (2) reporting objectives; dan
(3) compliance objectives. Risk tolerance dapat diartikan sebagai variation dalam
pencapaian objective yang dapat diterima oleh manajemen. Dalam penerapan pelayanan
pajak modern seperti pengiriman SPT WP secara elektronik, diperkirakan 80% Wajib
Pajak (WP) Besar akan mengimplementasikannya. Bila ditentukan risk tolerance sebesar
10%, dalam hal.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat di gunakan sebagai pedomoman bagi pembaca
baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalam pemberian asuhan keperawatan secara
professional,selain itu pembaca diharapkan dapat mengaplikasikan tindakan pencegahan
dan penenggulangan untuk menghindari penyakit,
Makalah ini masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi. Oleh sebab itu
penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA
Idris, Fahmi Dr. dr.M.kes.2017. Manejemen Risiko Dalam Pelayanan Kesehatan;
Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat-
Kedokteran Komunikasi (IKM/IKK) Fakultas Kedoteran Universaitas Sriwijaya
Pelembang.

Komite Keselamatan Rumah Sakit. 2017. Meningkatkan Kepercayaan Dengan Patient


Safety. http://www.inapatsafety-persi.or.id

http://fijaytrangki.blogspot.co.id/2014/09/penerapan-manejemen-risiko-dalam.html
http://ppnisardjito.blogspot.co.id/2013/11/prinsip-dasar-manejemen-risiko-risk.html

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Peraturan presiden no 77 tahun 2015 bahwa pengaturan pedoman organisasi rumah sakit

14

Anda mungkin juga menyukai