Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN KOMPREHENSIF

MANAJEMEN KASUS GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKLETAL


FRAKTUR TIBIA DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABANJAHE KABUPATEN KARO
TAHUN 2017

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan


Mata Ajar Pengalaman Belajar Lapangan Komprehensif

Oleh :
ADIJANSITOR SITUMORANG, S.Kep
NIM: 1502737

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

MANAJEMEN KASUS GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKLETAL


FRAKTUR TIBIA DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABANJAHE KABUPATEN KARO
TAHUN 2017

Laporan Hasil Praktek Belajar Lapangan Komprehensif Ini

Telah Mendapat Persetujuan

Medan, Agustus 2017

Pembimbing, Pembimbing

(Hordeharda Br. Bangun, S.Kep, Ners) (Rinawati, S.Kep, Ners)

Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperawatan


Pendidikan Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara

(Nurlela Petra Saragih, S.Kep, Ners, M.Kep)


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Hasil Praktek Belajar lapangan Komprehensif Ini,


Telah Mendapat Pengesahan Dengan Judul:

MANAJEMEN KASUS GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKLETAL


FRAKTUR TIBIA DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABANJAHE KABUPATEN KARO
TAHUN 2017

Yang Telah Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh


ADIJANSITOR SITUMORANG, S.Kep
NIM: 1502737

Telah Diseminarkan Dan Dipertahankan Di hadapan Tim Penguji Praktek Belajar


Lapangan Komprehensif Pada 10 Agustus 2017 Dan Dinyatakan
Telah memenuhi syarat untuk diterima

Tim penguji
Ketua penguji

(Rinawati, S.Kep, Ners)

Penguji I, Penguji II,

(Mazly Astuty, S.Kep, Ners, M.Kep) (Hordeharda Br. Bangun, S.Kep, Ners)
Medan, Agustus 2017
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Pendidikan Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara

Ketua Program Studi

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Belajar Lapangan Komprehensif Manajemen Asuhan
Keperawatan Sistem Muskuloskletal Fraktur Tibia di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017 sehingga dapat selesai
tepat pada waktunya.
Selesainya Praktek Belajar Lapangan Komprehensif dan penyusunan hasil
laporan ini karena adanya bantuan moril, bimbingan dan arahan dari berbagai
pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang tulus kepada:
1. Drs Asman Karo–Karo, MM, selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. H. Paul Sirait, SKM, MM, M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Sumatera Utara sekaligus.
3. Sri Malem Indirawati, SKM, M.Si, selaku Wakil Ketua Bidang Akademik
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara.
4. Diana, SKM, M.Kes, selaku Wakil Ketua Bidang Administrasi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara.
5. Dian Fajariadi, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Wakil Ketua Bidang
Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara.
6. Mazly Astuty, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Wakil Ketua Bidang Kerjasama
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara.
7. Nurlela Petra Saragih, S.Kep, Ners, M.Kep, selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara Medan.
8. Rinawati, S.Kep, Ners, selaku Dosen Pembimbing Praktek Belajar Lapangan
Komprehensif yang telah memberikan masukan dan saran-saran perbaikan
laporan ini.
9. Mazly Astuty, S.Kep, Ners, M.Kep, selaku Penguji I yang memberikan
masukan dan saran-saran.
10. Ekanina Br. Bangun, S.Kep, Ners, selaku Penguji II yang memberikan
masukan dan saran-saran perbaikan.
11. Semua perawat di IGD RSUD Kabanjahe Kabupaten Karo yang telah
memberikan informasi dan bekerjasama bersama penulis selama melakukan
pengkajian sampai selesainya Praktek Belajar Lapangan.
12. Kepada semua teman-teman mahasiswa profesi STIKes Sumatera Utara
Medan.
Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo. Akhir
kata penulis mohon maaf atas kesalahan yang disengaja maupun yang tidak
sengaja dalam laporan ini dan semoga kiranya dapat berguna bagi kita semua,
Amin.

Medan, Agustus 2017


Hormat Saya,

(Adijansitor Situmorang, S.Kep)


DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 4
1.3. Tujuan PBLK ....................................................................... 5
1.4. Manfaat PBLK ..................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 7
2.1. Fraktur ................................................................................. 7
2.2. Konsep Dasar Keperawatan ................................................ 21
2.3. Penerapan Evidence Based Nursing ................................... 31
BAB III TINJAUAN KASUS .................................................................... 33
3.1. Pengkajian ........................................................................... 33
3.2. Diagnosa Keperawatan ....................................................... 36
3.3. Perencanaan ........................................................................ 37
3.4. Implementasi dan Evaluasi ................................................. 38
BAN IV PEMBAHASAN ........................................................................... 41
4.1. Pengkajian ........................................................................... 41
4.2. Diagnosa Keperawatan ....................................................... 41
4.3. Perencanaan ........................................................................ 42
4.4. Implementasi........................................................................ 42
4.5. Evaluasi ............................................................................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 44
5.1. Kesimpulan. ............................................................................ 44
5.2. Saran........................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya
disebabkan adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi
akibat trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Gambaran klinis fraktur
meliputi nyeri di atas atau di dekat tulang yang fraktur, pembengkakan (dari
darah, limfe dan eksudat yang menginfiltrasi jaringan dan gangguan sirkulasi)
(Krisanty, 2013).
Fraktur kebanyakan disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada
orang perempuan dengan perbandingan 3:1. Fraktur disebabkan karena sering
berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor (Ajibarang, 2013).
Fraktur kebanyakan disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada
orang perempuan dengan perbandingan 3:1. Fraktur disebabkan karena sering
berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor (Prasetyo, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) mencatat tahun 2014 terdapat
lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2
juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup
tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden
kecelakaan yang terjadi (Ajibarang, 2015).
Diperkirakan bahwa tahun 2014 di Eropa sebanyak 179.000 pria dan
611.000 wanita mengalami fraktur panggul setiap tahunnya. Di negara Swiss pada
tahun 2012, sebanyak 62.535 orang dirawat di rumah sakit karena patah tulang
diantaranya 57% perempuan dan 43% laki–laki. Di negara Cina, terdapat
sebanyak 687.000 kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan patah tulang panggul
setiap tahunnya. Di Selandia Baru, pada tahun 2013 terdapat sekitar 84.000 kasus
patah tulang dengan 80% kasus terjadi pada kasus kecelakaan lalu lintas
(Krisanty, 2015).
Kasus kecelakaan lalu-lintas di Indonesia sangat tinggi. Indonesia
menempati peringkat ke 5 di dunia sebagai negara dengan tingkat kecelakaan Lalu
Lintas tertinggi. Pada tahun 2015, setiap jam setidaknya terdapat 12 kasus
kecelakaan lalu lintas yang merenggut 3 korban jiwa. Sementara setiap harinya,
69 nyawa melayang di jalan raya. Sedangkan di tahun 2014 lalu terdapat 101.037
kecelakaan Lalu Lintas yang merenggut nyawa 25.157 orang. Kecelakaan lalu-
lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan
stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia tahun 2015, jumlah
kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865
orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan.
Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan 30 orang meninggal dunia (Amrizal, 2015).
Menurut Kemenkes RI 2015, dari sekian banyak kasus fraktur di
Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi
yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang
dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris,
3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang –
tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran
fibula dalam pergerakan ekstremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur
pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional
tungkai dan kaki.
Data Rumah Sakit H. Adam Malik Medan selama tahun 2014 terjadi kasus
patah tulang (fraktur) sejumlah 864 kasus, dimana 463 kasus (53,6 %) merupakan
kasus baru (yang datang belum lewat satu minggu setelah kecelakaan), sedangkan
pasien yang datang lewat dari satu minggu 401 kasus (46,4 %) sehingga tulang
yang patah mengalami penyembuhan yang abnormal yaitu berupa malunion
(nonunion)/delayed union akibat infeksi. Penderita lebih banyak adalah kaum pria
616 kasus (71,2%) dan kaum wanita 248 kasus (28,8%). Pada remaja usia 12-20
tahun 376 kasus (62,3%), bagian tubuh yang terbanyak mengalami fraktur adalah
anggota gerak bawah dari sendi panggul sampai ke jari kaki akibat trauma.
Kemudian anggota gerak atas dari sendi bahu sampai ke jari tangan diikuti daerah
tulang panggul dan tulang belakang. Pengobatan yang dilakukan belum mencapai
keberhasilan maksimal, sekitar 184 kasus (87,2%) sembuh normal, sekitar 23
kasus (10,9%) sembuh dengan gangguan fungsi (cacat fungsi), dan 4 kasus
terpaksa dilakukan amputasi. Namun kasus yang terlantar dari 401 kasus sembuh
normal 279 kasus (69,5%), 117 kasus (29,1%) sembuh dengan cacat fungsi dan 5
kasus terpaksa dilakukan amputasi (Priyanto, 2014).
Data dari RSUD Kabanjahe Kabupaten Karo menunjukkan bahwa pada
tahun 2016 jumlah penderita fraktur sebanyak 213 orang, sedangkan pada bulan
Januari – Juni 2017 jumlah pasien fraktur yang dirawat sebanyak 203 orang dan
diperkirakan terus bertambah sampai dengan Desember 2017.
Data 10 penyakit terbesar di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe
Kabupaten Karo tahun 2016 yaitu gastroenteritis di urutan pertama dengan 241
kasus, dyspepsia 227 kasus, chronic renal failure 208 kasus, diabetes melitus
sebanyak 178 kasus, PPOK sebanyak 149 kasus, TB paru sebanyak 147 kasus,
hipertensi sebanyak 145 kasus, gastritis sebanyak 112 kasus, DHF sebanyak 107
kasus, dan Ischemic stroke sebanyak 102 kasus.
Jumlah pasien fraktur tibia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe
Kabupaten Karo pada bulan Januari 2017 – bulan Juni 2017 sebanyak 56 kasus
dan tidak masuk dalam 10 penyakit terbanyak pada tahun 2017 (periode Januari-
Juni 2017). Penderita fraktur tibia yang masuk melalui Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo, tempat peneliti melakukan Praktik
Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK).
Praktek Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) merupakan mata kuliah
yang bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa dalam menghadapi dunia nyata
seperti pada saat bekerja dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengaplikasikan semua teori dan konsep yang telah
diperoleh selama proses pendidikan. Kegiatan PBLK ini juga diharapkan secara
langsung dapat memberikan masukan untuk meningkatkan pelayanan
keperawatan pada tempat yang menjadi lahan praktik. Dalam kegiatan PBLK,
mahasiswa diharapkan dapat melakukan manajemen kasus penyakit yang
diderita pasien seperti pada sistem muskuloskletal dengan fraktur tibia.
Pada akhir kegiatan PBLK ini diharapkan mahasiswa mampu mensintesa
ilmu pengetahuan, menerapkan proses asuhan keperawatan secara komprehensif
sebagai bentuk pelayanan keperawatan profesional, baik kepada individu,
keluarga, maupun masyarakat. Selain pada pengelolaan manajemen asuhan
keperawatan, juga mampu melakukan manajemen pelayanan keperawatan
melalui proses pengorganisasian kegiatan-kegiatan keperawatan secara efektif
dan efisien dalam pelayanan keperawatan dengan selalu meningkatkan
pengelolaan pelayanan keperawatan.
Jumlah pasien fraktur pada bulan Januari 2017 sampai dengan Juni 2017
sebanyak 48 orang, dan masuk ke dalam peringkat 8 jumlah pasien yang masuk
IGD. Pengkajian yang dilakukan pada pasien fraktur yaitu melakukan
pemeriksaan jalan nafas (Airway) yaitu apakah ada gangguan pada jalan nafas
seperti adanya benda asing, sekret atau darah, proses pernafasan (Breathing)
yaitu frekuensi nafasnya normal atau tidak, dan sirkulasi (Circulation) yaitu
apakah ada tanda-tanda terjadinya syok, dan menanyakan sudah berapa lama
kecelakaan terjadi.
Praktik Belajar Lapangan ini dilakukan di IGD Rumah Sakit Umum
Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo. Kegiatan yang dilakukan selama PBLK ini
mencakup manajemen pelayanan keperawatan dan manajemen asuhan
keperawatan pada lahan praktik dan pasien kelolaan.
Berdasarkan uraian di atas dan sesuai dengan kriteria pengambilan kasus
peminatan yaitu Keperawatan Gawat Darurat dengan lama hari rawat pasien
selama satu minggu sehingga penulis tertarik mengambil kasus dengan judul :
“Manajemen Kasus Gangguan Sistem Muskuloskletal pada fraktur tibia di Ruang
IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
yaitu “Bagaimana manajemen kasus gangguan sistem muskuloskletal pada fraktur
tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo
Tahun 2017?”

1.3. Tujuan Praktik Belajar Lapangan Komprehensif(PBLK)


Adapun tujuan penulisan Asuhan Keperawatan ini terdiri dari tujuan
umum dan tujuan khusus yaitu sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum


Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskletal fraktur tibia di
Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2017.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskletal
fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten
Karo tahun 2017.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
muskuloskletal fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah
Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2017.
c. Menyusun intervensi pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskletal
fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten
Karo tahun 2017.
d. Melakukan implementasi pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskletal
fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten
Karo tahun 2017.
e. Melakukan evaluasi pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskletal
fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten
Karo tahun 2017.
f. Melakukan discharge planning pada pasien dengan gangguan sistem
muskuloskletal fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah
Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2017.
g. Melakukan penerapan evidence based nursing (EBN) pada pasien dengan
gangguan sistem muskuloskletal fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2017.

1.4. Manfaat PBLK


Diharapkan laporan Praktek Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) ini
dapat bermanfaat bagi :
1. Pihak Rumah Sakit
Diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan tentang manajemen ruangan
dan pelayanan keperawatan yang selanjutnya berguna sebagai salah satu
pemikiran yang objektif bagi para stakeholder dalam penentuan kebijakan
khususnya dalam rangka peningkatan dan pengembangan kualitas atau mutu
pelayanan keperawatan bagi pasien.

2. Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang didapat di pendidikan ke
dalam situasi nyata di lapangan dengan menggunakan prinsip praktek
manajemen asuhan keperawatan dan meningkatkan kepercayaan diri dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.

3. Institusi Pendidikan
Manfaat PBLK bagi institusi pendidikan adalah untuk meningkatkan
kompetensi lulusan institusi dan menghasilkan tugas akhir dalam bentuk karya
ilmiah.

4. Perawat
Meningkatkan pengetahuan perawat tentang sistem manajemen pelayanan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskletal fraktur tibia
dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan yang optimal kepada pasien
guna meningkatkan kesehatan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fraktur
2.1.1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur
atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2010). Rusaknya
kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis (Guyton,
2011).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Syamsuhidayat. 2004). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth. 2011).
Fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibia plateau) adalah fraktur yang
terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih
terfiksasi ke tanah (Mansjoer 2005).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.
Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporosis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh atau
benturan benda keras (Henderson, 2012).

2.1.2. Jenis Fraktur


a. Fraktur Komplet
adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran dari posisi normal
b. Fraktur Tidak komplet
yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur Tertutup (simpel)
Yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur Terbuka (komplikata atau kompleks)
merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai
ke patahan tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi:
1. Grade I dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 Cm
2. Greade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
3. Grade III mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi yang sangat
terkontaminasi dan merupakan yang paling berat.

Gambar 2.1. Tipe Fraktur Menurut Garis Fraktur

Fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang :


fraktur bergeser atau tidak bergeser. Berikut adalah berbagai jenis kasus fraktur :
1. Green stick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
2. Trasfersal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3. Oblik, fraktur membetuk sudut dengan membentuk garis tengah tulang (lebih
tidak stabil dibanding transfersal).
4. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
5. Kominutiv, fraktur dalam tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
7. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
8. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
penyakit paget, metstasis tulang, tumor).
9. Avolsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
perlekatannya.
10. Epifiseal, fraktur melalui ipifisis.
11. Impaksi, fraktur dimana tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

2.1.3. Anatomi Fisiologi


Menurut Muttaqin (2013), secara garis besar struktur tulang dibagi
menjadi enam yaitu :
1. Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula ulna, dan humerulus.
Daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis
epifissis disebut metafisis. Di daerah ini sangat sering ditemukan adanya
kelainan atau penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang
aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek (short bone) misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih (flat bone), misal tulang iga, skapula, dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid, misal tulang patela.
6. Tulang sutura ada di atap tengkorak. Tulang terdiri atas daerah yang kompak
pada daerah luar disebut korteks dan bagian dalam (endosteum) yang bersifat
sepongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya dilapisi oleh periosteum.
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan
otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan baiknya fungsi system
musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur
tulang-tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak,
jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh
bergerak. Tulang tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis ; tibia adalah
tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Suratun, 2013).

Gambar 2.2. Tulang Tibia

Menurut Evelyn (2012) tulang tibia terdiri :


a. Ujung atas : melihatkan adanya kondil media dan kondil lateral.
Kondilkondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir
dari tulang. Permukaan suporiornya meperlihatkan dua dataran
permuukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut permukaan
- permukaan tersebut halus dan diatas permukaannya yang datar terdapat
tulang rawan semilunar yang membuat permukaan persendian lebih dalam
untuk penerimaan kondil femur.
b. Batang : bagian ini membentuk krista tibia. Permukaan medial adalah
subkutanius pada hampir seluruh panjangnya dan merupakan daerah
berguna dari mana dapat diambil serpihan tulang untuk transplatasi.
Permukaan posterior ditandai oleh garis solial atau linia poplitea yaitu
garis meninggi di atas tulang yang kuat dan yang berjalan ke bawah dan
medial.
c. Ujung bawah : masuk dalam persendian mata kaki. Tulang sedikit melebar
dan ke bawah sebelah medial menjulang menjadi mateulus medial atau
mateulus tibiae. Sebelah depan tibia halus dan tendontendon menjulur di
atasnya ke arah kaki.
d. Permukaan lateral ujung bawah bersendi dari dengan fibula pada
persendian tibiafibuler inferior. Tibia memuat sendi dengan tiga tulang,
yaitu femur, fibula, dan talus (Evelyn C, 2012).

2.1.3. Etiologi Fraktur


Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot
eksterm (Suddart, 2012). Sedangkan menurut Henderson, (2012) fraktur yang
paling sering adalah pergerseran condilius lateralis tibia yang disebabkan oleh
pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek ligamentum medialis
sendi tersebut.
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot, contohnya
seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu
tangannya untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti
osteomielitis, osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi
kortison / ACTH, osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang
mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang
lemah dan mudah patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan
rapuh dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus
ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi
dan tulang rawan (Muttaqin, 2013).

3.1.4. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
odem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka
atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf
yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang
akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh (Henderson, 2012).
Proses pemulihan fraktur menurut Muttaqin, (2013) meliputi:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari, dua proses
utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) terjadi akibat fase kontriksi pembuluh darah besar di
daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh trombosit yang menyiapkan
matriksfibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Fagositosis
merupakan perpindahan sel, leokosit ke daerah interestisial. Tempat ini di
tempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama kurang lebih 24 jam
setelah cedera. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis yang
merangsang pembentukan ujung epitel di akhir pembuluh darah akan
mempercepat proses penyembuhan. Fase inflamasi juga memerlukan
pembuluh darah dan respons seluler yang digunakan untuk mengangkat
bendabenda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan
membawa bahan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan hingga
pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
2. Fase polifrasi sel
Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam periosteum sekitar
lokasi fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif tumbuh kearah
frakmen tulang dan juga terjadi di jaringan sumsum tulang. Fase ini terjadi
setelah hari ke-2 paska fraktur.
3. Fase pembentukan kallus Pada fase ini osteoblas membentuk tulang lunak
(kallus), Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium pembentuk suatu tulang
yang imatur. Jika terlihat massa kallus pada X-ray maka fraktur telah menyatu.
Pada fase ini terjadi setelah 6-10 hari setelah fraktur.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba
telah menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini terjadi pada
minggu ke-3-10 setelah fraktur.
5. Fase remodeling
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik
dan osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara perlahan-lanan
menghilang. Kallus inter mediet berubah menjadi tulang yang kompak dan
kallus bagian bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk
sumsum. Pada fase remodeling ini dimulai dari minggu ke 8-12 dan berahir
sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.
Gambar 2.3. Patofisiologi Fraktur
2.1.5. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

Fraktur dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu trauma kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi
fraktur tulang belakang, patologis dari metastase dari tumor, degenerasi karena
proses kemunduran fisiologis dari jaringan tulang itu sendiri, spontan karena
tarikan otot yang sangat kuat (Corwin, E.J, 2000). Kemerahan, bengkak disekitar
fraktur. Kesemutan, kelemahan, laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal.
2.1.6. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meengikat di dalam darah.
2. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.

2.1.7. Komplikasi fraktur


Komplikasi yang terjadi akibat fraktur menurut Mutaqin (2013) yaitu :
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat di tandai dengan
tidak adanya nadi, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar dan rasa
dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting,
perubahan posisi pada daerah yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.
b. Sindrom kompartemen. Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut.
c. Fat emboli sindrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena selsel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk kealiran pembuluh darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun. Hal tersebut ditandai
dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipenia, dan demam.
d. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam.
e. Nekrosis faskuler. Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f. Syok. Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Syok
dapat berakibat fatal dalam beberapa hal setelah udema cedera, emboli
lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent
jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah infeksi,
tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cedera.

2. Komplikasi lanjut
a. Delayed union. Adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5
bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah.
Hal ini juga merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena
suplai darah ke tulang menurun.
b. Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsilidasi sehingga terdapat sendi palsu.
c. Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk anggulasi, vagus/valgus, rotasi,
pemendekan.

2.1.8. Penanganan fraktur


Pada prinsipnya penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi
tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih
bergantung sifat fraktur Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual.Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan
efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme
otot yang terjadi. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan,
fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid terjadi.
2. Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal
dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk
mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai
lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12
minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
c. Memantau status neurologi.
d. Mengontrol kecemasan dan nyeri
e. Latihan isometrik dan setting otot
f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
g. Kembali ke aktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
a. Imobilisasi fragmen tulang.
b. Kontak fragmen tulang minimal.
c. Asupan darah yang memadai.
d. Nutrisi yang baik.
e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
f. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
g. Potensial listrik pada patahan tulang.
2.1.9. Penatalaksanaan Medis
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

Bila dicurigai adanya fraktur penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh


segera sebelum pasien dipindahkan bila pasien yang mengalami cedera harus
dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas
harus disangga di atas dan di bawah tempat fraktur untuk mencegah gerakan
rotasi/angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri dapt dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmnen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh
fragmen tulang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah juga dapat dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstremitas yang sehat sebagai bidai
bagi ekstremitas yang cedera.
Pada ekstremitas atas lengan dapat dibebatkan pada dada atau lengan
bawah yang cedera digantung pada sling. Pada fraktur terbuka luka ditutup
dengan pembalut bersih atau steril untuk mencegah kontaminasi jaringan yang
lebih dalam, jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur bahkan jika ada
fragmen tulang melalui luka.

2.1.10. Prinsip Penanganan Reduksi Fraktur


1. Reduksi fraktur, mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat
dilakukan untuk mereduksi fraktur. Sebelum reduksi dan imobilisasi
fraktur pasien harus dipersiapkan: ijin melakukan prosedur, analgetik
sesuai ketentuan, dan persetujuan anestasi.Reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisiya dengan manipulasi dan
trksi manual.
2. Traksi , digunakan utuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi yang
disesuaikan denganspsme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya.
4. Imobilisasi Fraktur, setelah direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi
dan dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal
(gips,pembalutan, bidai, traksi kontinyu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksternal) dan interna (implant logam).
5. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dam imoblisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian
A. Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan refleks batuk
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
B. Pengkajian Sekunder
a). Aktivitas/istirahat
1. Kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
2. Keterbatasan mobilitas
b). Sirkulasi
1. Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2. Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
3. Tachikardi
4. Cailary refil melambat
5. Pucat pada bagian yang terkena
6. Masa hematoma pada sisi cedera
c). Neurosensori
1. Kesemutan
2. Kelemahan
d). Kenyamanan
1. Nyeri tiba-tiba saat cedera
2. Spasme/ kram otot
e). Keamanan
1. Laserasi kulit
2. Perdarahan
3. Perubahan warna
4. Pembengkakan local

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur).
2. Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan
disuse.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun,
prosedur invasive
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya berhubungan dengan
kurang paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif

2.2.3. Perencanaan Keperawatan

Nursing Care Plan


N NANDA: Nursing
Nursing Outcomes Nursing Interventions
o Diagnosis
Classification (NOC) Classification (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan agen injuri fisik, Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
fraktur Asuhan keperawatan a. Kaji nyeri secara
tingkat kenyamanan komprehensif termasuk
klien meningkat, tingkat lokasi, karakteristik,
nyeri terkontrol dengan durasi, frekuensi,
kriteria hasil: kualitas dan faktor
a. Klien melaporkan presipitasi.
nyeri berkurang b. Observasi reaksi non-
dengan scala 2-3 verbal dari ketidak
b. Ekspresi wajah tenang nyamanan.
c. klien dapat istirahat c. Gunakan teknik
dan tidur komunikasi terapeutik
d. vital sign dalam batas untuk mengetahui
normal pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
d. Kontrol faktor lingkung-
an yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
Nursing Care Plan
N NANDA: Nursing
Nursing Outcomes Nursing Interventions
o Diagnosis
Classification (NOC) Classification (NIC)
e. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
f. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
g. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dan lain-lain)
untuk mengetasi nyeri..
h. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
i. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
j. Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain
tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
a. Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
b. Cek riwayat alergi.
c. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
d. Monitor TV
Nursing Care Plan
N NANDA: Nursing
Nursing Outcomes Nursing Interventions
o Diagnosis
Classification (NOC) Classification (NIC)
e. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
f. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 Risiko cidera NOC : Setelah dilakukan NIC :Memberikan posisi
berhubungan dengan askep … jam terjadi yang nyaman untuk Klien:
kerusakan neuromuskuler, peningkatan Status a. Berikan posisi yang
tekanan dan disuse keselamatan Injuri fisik aman untuk pasien
Dengan kriteria hasil : dengan meningkatkan
a. Bebas dari cedera obsevasi pasien, beri
b. Pencegahan Cedera pengaman tempat tidur
b. Periksa sirkulasi
perifer dan status
neurologi
c. Menilai ROM pasien
d. Menilai integritas kulit
pasien.
e. Libatkan banyak orang
dalam memidahkan
pasien, atur posisi
3 Defisit perawatan diri NOC : Setelah dilakukan NIC : Bantuan perawatan
berhubungan dengan asuhan keperawatan diri
kelemahan, fraktur kebutuhan ADLs a. Monitor kemampuan
terpenuhi dengan kriteria pasien terhadap
hasil: perawatan diri
a. Pasien dapat b. Monitor kebutuhan akan
Nursing Care Plan
N NANDA: Nursing
Nursing Outcomes Nursing Interventions
o Diagnosis
Classification (NOC) Classification (NIC)
melakukan aktivitas personal hygiene,
sehari-hari. berpakaian, toileting dan
b. Kebersihan diri pasien makan
terpenuhi c. Beri bantuan sampai
pasien mempunyai
kemampuan untuk
merawat diri
d. Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
e. Anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara
rutin
4 Risiko infeksi NOC : Setelah dilakukan NIC : Kontrol infeksi :
berhubungan dengan asuhan keperawatan a. Bersihkan lingkungan
imunitas tubuh primer tidak terdapat faktor setelah dipakai pasien
menurun, prosedur risiko infeksi dan infeksi lain.
invasive, fraktur terdeteksi dengan b. Batasi pengunjung bila
kriteria hasil: perlu.
1. Tdk ada tanda-tanda c. Intruksikan kepada
infeksi pengunjung untuk
2. AL normal mencuci tangan saat
3. Vital sign dalam batas berkunjung dan
normal sesudahnya.
Nursing Care Plan
N NANDA: Nursing
Nursing Outcomes Nursing Interventions
o Diagnosis
Classification (NOC) Classification (NIC)
d. Gunakan sabun anti
mikroba untuk mencuci
tangan.
e. Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
f. Gunakan baju dan
sarung tangan sebagai
alat pelindung.
g. Pertahankan lingkungan
yang aseptik selama
pemasangan alat.
h. Lakukan perawatan luka,
dainage, dresing infus
dan dan kateter setiap
hari.
i. Tingkatkan intake nutrisi
dan cairan
j. berikan antibiotik sesuai
program.
k. Jelaskan tanda gejala
infeksi dan anjurkan u/
segera lapor petugas
l. Monitor V/S
Proteksi terhadap infeksi
a. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan
lokal.
Nursing Care Plan
N NANDA: Nursing
Nursing Outcomes Nursing Interventions
o Diagnosis
Classification (NOC) Classification (NIC)
b. Monitor hitung
granulosit dan WBC.
c. Monitor kerentanan
terhadap infeksi..
d. Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
e. Inspeksi kulit dan
mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase.
f. Inspeksi kondisi luka,
insisi bedah.
g. Ambil kultur, dan
laporkan bila hasil
positif jika perlu
h. Dorong istirahat yang
cukup.
i. Dorong peningkatan
mobilitas dan latihan
sesuai indikasi
5 Kerusakan mobilitas fisik NOC : Setelah dilakukan NIC : Terapi ambulasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan a. Kaji kemampuan pasien
patah tulang terjadi peningkatan dalam melakukan
Ambulasi : Tingkat ambulasi
mobilisasi, Perawtan diri b. Kolaborasi dengan
dengan kriteria hasil : fisioterapi untuk
 Peningkatan aktivitas perencanaan ambulasi
Nursing Care Plan
N NANDA: Nursing
Nursing Outcomes Nursing Interventions
o Diagnosis
Classification (NOC) Classification (NIC)
fisik c. Latih pasien ROM pasif-
aktif sesuai kemampuan
d. Ajarkan pasien
berpindah tempat secara
bertahap
e. Evaluasi pasien dalam
kemampuan ambulasi
Pendidikan kesehatan
a. Edukasi pada pasien dan
keluarga pentingnya
ambulasi dini
b. Edukasi pada pasien dan
keluarga tahap ambulasi
c. Berikan reinforcement
positif atas usaha yang
dilakukan pasien.
6 Kurang pengetahuan NOC : Setelah dilakukan NIC :
tentang penyakit dan askep pengetahuan klien Pendidikan kesehatan :
perawatannya meningkat dengan proses penyakit
berhubungan dengan kriteria hasil: a. Kaji pengetahuan klien.
kurang paparan terhadap a. Klien dapat meng- b. Jelaskan proses terjadi-
informasi, keterbatasan ungkapkan kembali nya penyakit, tanda
kognitif yg dijelaskan. gejala serta komplikasi
b. Klien kooperatif saat yang mungkin terjadi
dilakukan tindakan c. Berikan informasi pada
keluarga tentang
perkembangan klien.
d. Berikan informasi pada
Nursing Care Plan
N NANDA: Nursing
Nursing Outcomes Nursing Interventions
o Diagnosis
Classification (NOC) Classification (NIC)
klien dan keluarga
tentang tindakan yang
akan dilakukan.
e. Diskusikan pilihan terapi
f. Berikan penjelasan
tentang pentingnya
ambulasi dini
g. jelaskan komplikasi
kronik yang mungkin
akan muncul

2.2.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana/intervensi yang telah


ditetapkan, pada tahap ini perawat menerapkan keterampilan sikap dan
pengetahuannya berdasarkan ilmu keperawatan dan ilmu lain yang terkait secara
terintegrasi (Nursalam, 2012).

2.2.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
1. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
2.3. Penerapan Evidence Based Nursing (EBN)
Penelitian Purnamasari (2014) di RSUD Ungaran menunjukkan bahwa
ada efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien
fraktur di RSUD Ungaran, hasil ini diperoleh dari hasil uji statistic
menggunakan Wilcoxon dengan p-value sebesar 0,000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa kompres dingin efektif dalam menurunkan nyeri pada
pasien fraktur.
Kompres dingin akan menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai
otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja bahwa persepsi
dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri (Price & Wilson,
2013).
Sensasi dingin diberikan pada sekitar area yang terasa nyeri, pada sisi
tubuh yang berlawanan yang berhubungan dengan lokasi nyeri, atau pada area
yang berlokasi di antara otak dan area nyeri. Setiap klien akan memiliki
respons yang berbeda-beda terhadap area yang diberikan terapi. Terapi yang
diberikan dekat dengan area yang terasa nyeri cenderung bekerja lebih baik
(Potter & Perry, 2012).
Secara fisiologis, pada 10-15 menit pertama setelah pemberian aplikasi
dingin terjadi vasokonstriksi pada pembuluh darah. Vasokonstriksi ini
disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang timbul akibat stimulasi sistem
saraf otonom dan pelepasan epinephrine dan norepinephrin

NOC:
1. Keseimbangan elektrolit dan asam basa;
2. Keseimbangan cairan;
3. Hidrasi;
4. Status nutrisi

NIC:
1. Pantau warna, jumlah dan frekuensi
kehilangan cairan
2. Observasi khususna terhadap
kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
3. Pantau perdarahan
4. Identifikasi factor pengaruh terhadap
bertambah buruknya dehidrasi
5. Pantau hasil laboratorium yang relevan
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. O

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 25 tahun

Status : Belum Menikah

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa Kandibata

Tanggal masuk : 17 Juli 2017

NO. Register : 132539

Ruang : IGD

Tanggal Pengkajian : 17 Juli 2017

Dx Medis : Fraktur terbuka tibia fibula dextra

Penanggung Jawab

Nama : Ny. W.

Umur : 52 tahun

Hubungan : Ibu pasien

Pekerjaan : IRT

Alamat : Kabanjahe
1. KELUHAN UTAMA
Fraktur Terbuka Tibia Fibula Dextra
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien dibawa ke RS dengan keluhan fraktur Tibia + Fibula Dextra
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas.
Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan tulang Tibia merobek
kulit dan otot, perdarahan massif, serta kuku kaki kanannya sianosis.
Pada saat membersihkan luka, klien mengeluh nyeri. Tn. S merintih
kesakitan, nyeri tumpul dengan skala nyeri 4. Saat disentuh Tn. S
merintih sakit selama 10 menit.
2. Riwayat kesehatan dahulu: klien tidak pernah mengalami kecelakaan
lalu lintas sebelumnya.
3. Riwayat kesehatan keluarga : keluarga klien juga tidak ada yang
pernah mengalami fraktur.

1. Pemeriksaan fisik
1. TTV :
Tekanan darah : 100/80 mmHg
RR : 16 x/Menit
Nadi : 100 x/Menit
Suhu : 37,5’ C
2. BB : 50 kg
3. TB : 160 cm
2. Pemeriksaan penunjang : -
ANALISIS DATA
Nama : Tn. O
Umur : 25 tahun
No Pengelompokan Data Etiologi Problem
1 DS : Fraktur Terbuka Gangguan perfusi
- Keluhan utama fraktur ↓ jaringan
Tibia + Fibula dextra Proses
Pembedahan
DO :
- TD : 100/80 mmHg
- Hasil pemeriksaan fisik
ditemukan tulang Tibia
merobek kulit dan otot
- kuku kaki kanan sianosis
- perdarahan massif

2 Faktor Risiko : Fraktur terbuka Risiko tinggi


- Keluhan utama klien yaitu ↓ infeksi
fraktur Tibia + Fibula kerusakan
dextra jaringan
- S : 37,5C
- Dari hasil pemeriksaan
fisik ditemukan tulang tibia
merobek kulit dan otot
3 Faktor risiko : Output cairan Risiko
- S : 37,5C yang berlebihan kekurangan
- klien akan menjalani ↓ volume cairan
operasi Kehilangan cairan
- Keluarga pasien dianjurkan ↓
menyiapkan 2 bag kantong Shock
darah PRC (500 cc) hipovolemik
- Setelah operasi klien
transfuse albumin 25%
sebanyak 50 cc.
3.2.Diagnosa Keperawatan

Nama : Tn. O
Umur : 25 Tahun
No Tanggal ditemukan Diagnosa keperawatan
1 17 Juli 2017 Gangguan Perfusi Jaringan
berhubungan dengan fraktur
Terbuka dan Proses Pembedahan
2 17 Juli 2017 Risiko Tinggi Infeksi berhubungan
dengan fraktur terbuka dan
Kerusakan Jaringan
3 17 Juli 2017 Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan Output Cairan
yang Berlebihan
1. Rencana Keperawatan
Nama : Tn. O
Umur : 25 Tahun
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
1 Gangguan Kerusakan integritas jaringan a. Observasi TTV klien,
Perfusi dapat diatasi setelah tindakan terutama TD
Jaringan yang perawatan b. Jelaskan tentang semua
berhubungan tindakan yang
dengan fraktur Kriteria hasil: diprogramkan dan
Terbuka dan a. Penyembuhan luka sesuai pemeriksaan yang
Proses waktu dilakukan
Pembedahan b. Tidak ada laserasi, integritas c. Lakukan pendekatan
kulit baik secara tenang dan beri
dorongan untuk
bertanya serta berikan
informasi yang
dibutuhkan
d. Kolaborasi pemberian
terapi Heparin :
perhatikan
pembentukan tanda–
tanda antibody anti
trombosit oleh
penurunan tiba–tiba
dari jumlah trombosit

2 Risiko Tinggi Klien dapat beradaptasi dengan a. Kaji tingkat nyeri


Infeksi yang nyeri b. Observasi TTV klien,
berhubungan terutama suhu klien
dengan fraktur Kriteria hasil : c. Pertahankan tirah
terbuka dan a. Klien dapat melakukan baring selama fase akut
Kerusakan tindakan untuk mengurangi d. Kurangi aktifitas yang
Jaringan nyeri berlebihan Bantu klien
b. Klien kooperatif dengan dalam aktifitas sesuai
tindakan yang dilakukan kebutuhan
e. Jelaskan penyebab
nyeri pada klien
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
3 Risiko Kekurangan volume cairan a. Kaji pemasukan /
kekurangan teratasi pengeluaran dan hitung
volume cairan keseimbangan cairan
yang Kriteria hasil : b. Observasi TTV, klien
berhubungan a. Terjadi peningkatan asupan c. Anjurkan klien untuk
dengan Output cairan minum dan makan
Cairan yang b. Tidak menunjukkan tanda- dengan perlahan sesuai
Berlebihan tanda kekurangan volume indikasi
cairan

3.4. Implementasi Keperawatan


Nama : Tn. O
Umur : 25 tahun
Tanggal /
Diagnosa Implementasi Perkembangan
jam
Dx 1 17-07-2017 - Mengobservasi TTV S:-
klien, terutama TD
- Menjelaskan tentang
semua tindakan yang
diprogramkan dan O : TD : 110/80 mmHg
pemeriksaan yang
dilakukan
- Melakukan pendekatan
secara tenang dan beri A : masalah teratasi
dorongan untuk bertanya sebagian
serta berikan informasi
yang dibutuhkan
- Mengkolaborasikan P : lanjutkan intervensi
pemberian terapi Heparin
: perhatikan pembentukan
tanda–tanda antibody anti
trombosit oleh penurunan
tiba–tiba dari jumlah
trombosit

Dx 2 17-07-2017 - Mengkaji tingkat nyeri S : klien masih merasa


- Mengobservasi TTV nyeri
klien, terutama suhu klien
- Mempertahankan tirah
baring selama fase akut
- Mengurangi aktifitas O : S = 37c
yang berlebihan
- Membantu klien dalam A : masalah teratasi
aktifitas sesuai kebutuhan sebagian
- Menjelaskan penyebab
nyeri pada klien P : lanjutkan intervensi

Dx 3 17-07-2017 - Mengkaji pemasukan / S:-


pengeluaran dan hitung
keseimbangan cairan
- Mengobservasi TTV, O : S : 36C
terutama suhu klien
- Menganjurkan klien A : masalah teratasi
untuk minum dan makan
dengan perlahan sesuai
indikasi P : hentikan tindakan
-

Tanggal /
Diagnosa Implementasi Perkembangan
jam
Dx 1 17-07-2017 - Mengkaji intensitas
nyeri
- Mengajarkan untuk
menggunakan teknik
relaksasi dan nafas
dalam atau teknik
distraksi seperti
mendengarkan music
atau baca buku
- Mengkolaborasikan
pemberian obat
analgetik sesuai
indikasi

Dx 2 - Memonitoring warna
kulit
- Memonitoring
temperatur kulit
- Menginspeksi kulit dan
membran mukosa
- Menginspeksi kondisi
insisi bedah
- Memonitoring kulit
pada daerah kerusakan
dan kemerahan
- Memonitoring infeksi
dan oedema
Dx 3 17-07-2017 - Mengkaji derajat
Tanggal /
Diagnosa Implementasi Perkembangan
jam
mobilitas yang dapat
dilakukan klien
- Membantu untuk
mobilisasi
menggunakan kursi
roda/tongkat
- Membantu dalam
hygiene perorangan
- Mengubah posisi
secara periodik
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada aplikasi asuhan keperawatan pada klien Tn. O dengan kasus sistem
muskuloskletal fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah
Kabanjahe Kabupaten Karo ditemukan adanya kesenjangan antara teori dengan
aplikasi asuhan keperawatan.

1.1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian, data seharusnya diperoleh melalui data
primer (langsung dari klien) dan data sekunder yang diperoleh melalui keluarga
dan tenaga kesehatan. Namun dalam melakukan pengkajian ini, data yang kami
peroleh lebih pada data primer yaitu keterangan dari klien tapi lebih banyak
pada data sekunder yaitu keluarga. Ini dikarenakan klien belum mampu untuk
berbicara banyak dan masih dibantu oleh keluarganya. Pemeriksaan fisik pada
Tn. O dilakukan dengan cara per sistem mulai dari inspeksi, auskultasi, palpasi,
perkusi. Disamping itu berbagai dukungan penulis dikatakan baik dari perawat
ruangan, dokter, maupun petugas kesehatan yang lainnya yang bekerja di Ruang
Rosella Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo.

4.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gangguan sistem muskuloskletal fraktur tibia adalah sebagai berikut:
7. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
8. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
tekanan dan disuse
9. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas.
Berdasarkan perawatan pada kasus Tn. O di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo, diagnosa keperawatan yang
ditemukan adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan fraktur Terbuka dan Proses
Pembedahan
2. Risiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan Kerusakan
Jaringan
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan Output Cairan yang
Berlebihan

4.3. Perencanaan
Perencanaan disusun berdasarkan diagnosa yang diperoleh. Intervensi
yang dilakukan meliputi intervensi mandiri dan kolaboratif yang disusun
berdasarkan urutan intervensi. Rencana tindakan/ intervensi keperawatan dibuat
berdasarkan apa yang menjadi kebutuhan klien saat ini, sesuai dengan masalah
yang ada. Perencanaan yang dibuat memiliki tujuan dan kriteria hasil sebagai
tolak ukur pada evaluasi yang akan dilakukan di akhir program, atau disebut
evaluasi keperawatan. Rencana keperawatan disesuaikan dengan intervensi
NANDA NIC NOC.

4.4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun serta disesuaikan dengan kondisi klien saat ini. Perawat
melakukan intervensi dan melaporkan hasil yang diperoleh. Kegiatan ini
dilakukan secara kontinu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga
setiap implementasi yang telah dilakukan mendatangkan kebaikan bagi klien.

4.5. Evaluasi
Hal yang dievaluasi adalah keberhasilan tindakan-tindakan keperawatan
yang dilakukan pada klien dan dinilai secara subjektif maupun objektif. Evaluasi
ini dilakukan setiap hari setelah implementasi untuk menetapkan rencana
keperawatan hari berikutnya. Bagi diagnosa yang masalahnya telah teratasi, maka
rencana tidak perlu ditulis lagi untuk diimplementasikan. Evaluasi keperawatan
pada Tn. O yaitu:
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan fraktur Terbuka dan
Proses Pembedahan
2. Risiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan Kerusakan
Jaringan
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan Output Cairan
yang Berlebihan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka
dapat diambil kesimpulan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem muskuloskletal fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum
Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo, sebagai berikut:
1. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gastritis bahwa
dalam pengkajian yang telah dilakukan anamnese meliputi data subjektif dan
objektif. Dari pengkajian tersebut diambil suatu diagnosa dan masalah
berdasarkan data yang menunjang.
2. Setelah melakukan pengkajian pada pasien didapatkan diagnosa keperawatan
bahwa Pasien yaitu Preoperasi: gangguan perfusi jaringan, risiko tinggi
infeksi, risiko kekurangan volume cairan.
3. Intervensi yang diberikan pada pasien disesuaikan dengan ketentuan yang ada
berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan.
4. Implementasi keperawatan pada pasien disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang ada.
5. Evaluasi dilakukan setelah implementasi dilakukan. Dalam evaluasi pasien
menunjukkan suatu kemajuan yaitu masalah pada asuhan keperawatan
preoperasi teratasi.
6. Hasil evaluasi terhadap discharge planning yang dilakukan terhadap pasien
gastritis, yaitu pasien merasa mampu dan termotivasi untuk mengikuti
anjuran dan larangan yang disampaikan dimana pasien dapat mengungkapkan
kembali pengetahuannya dan mengikuti serta melakukan kegiatan yang
diajarkan oleh mahasiswa.
7. Penerapan EBN pada pasien dengan memberikan kompres dingin pada pasien
praktis dan dapat menurunkan rasa nyeri yang dialami pasien.
5.2. Saran
1. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang didapat ke
dalam situasi dunia nyata dilapangan dengan menggunakan prinsip praktek
manajemen asuhan keperawatan dan meningkatkan kepercayaan diri dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
2. Institusi Pendidikan STIKes SU
Diharapkan kepada institusi pendidikan STIKes Sumatera Utara
memberikan perhatian dan memberikan motivasi kepada semua mahasiswa/i
dalam melakukan penelitian kasus mengenai gastritis sehingga dapat
memberikan hasil yang baik dan maksimal.
3. Perawat Ruangan Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo
Diharapkan perawat dapat meningkatkan pelayanan keperawatan secara
lebih optimal (pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi) agar pasien yang dirawat.
4. Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo
Diharapkan bagi tempat penelitian terutama tenaga kesehatan lebih dapat
memberikan atau mengimplementasikan baik pengobatan dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gastritis dan memberikan perawatan dengan
lebih memperhatikan pasien dan diharapkan kepada perawat dan tenaga
kesehatan agar dapat memberikan informasi dan dapat memotivasi untuk
dapat menjaga pola makan dan menjaga kesehatan terhindar dari penyakit
gastritis.
DAFTAR PUSTAKA

Amrizal. 2014. Trauma pada kecelakaan lalu-lintas.¶ http://www.penjelajah-


waktu.com, diakses tanggal 03 Juli 2017.

Brunner and Suddarth, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi ke-8,
Vol. 1), Jakarta : EGC

Hidayat, A.. Aziz Alimul, 2013. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis
Data, Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, A.A.A. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan, Buku 1, Jakarta: Salemba Medika.

Jitowiyono, S. dan Weni K. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendekatan


Nanda, NIC, NOC, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Nuha Medika.

Krisanty, P. dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama,


Jakarta: Trans Info Utama.

Lubis, N.L. 2012. Terapi Perilaku Kognitif pada Pasien Kanker. Medan: USU
Press.

Nugroho, B.A. 2012. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS, Edisi I, Yogyakarta: ANDI

Priyanto, 2014. Fraktur Ekstremitas. www.knopo.wordpress.com, tanggal 10


Februari 2011, diakses tanggal 03 Juli 2017.

Priyatno, D. 2013. Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service


Solution), Cetakan Ketiga, Yogyakarta: Media Kom.

Smeltzer dan Bare. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1. Alih
Bahasa : Agung Waluyo. Jakarta : EGC.

Suratun, dkk. 2012. Seri Asuhan Keperawatan, Klien Gangguan Sistem


Muskuloskletal, Cetakan I, Jakarta: EGC.

Sjamsulhidayat. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi revisi, Jakarta: EGC.
Lampiran 1
PLAN OF ACTION (POA)
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE KABUPATEN KARO

No Kegiatan (4 Februari – 4 Maret 2016)


1. PENGKAJIAN
1. Orientasi Ruangan
a. Pengkajian Kegiatan Pelayanan Ruangan
terhadap pasien Fraktur
b. Mengkaji prosedur pelayanan dimulai dari
menerima pasien masuk hingga pasien pulang
c. Mengkaji masalah yang terdapat di ruangan
meliputi pelayanan terhadap pasien, dan
hubungan kerja sama dengan dokter, ahli gizi
dan tenaga lain di ruangan
d. Pengkajian fenomena kasus di Ruangan..
2. PENENTUAN KASUS
Menentukan fenomena kasus yang diambil sebagai
bahan PBLK : Fraktur dengan melakukan
discharge planning
3. INTERVENSI
1.Penyusunan Intervensi Manajemen Pelayanan
Kasus
No Kegiatan (4 Februari – 4 Maret 2016)
a. Penyusunan protokol discharge planning

b. Penyusunan materi pendidikan kesehatan


melalui discharge planning
2.Penyusunan intervensi manajemen kasus
4. IMPLEMENTASI
1.Implementasi Manajemen Pelayanan
Keperawatan :
Melakukan penkes sebagai bagian dari discharge
planning

2.Implementasi Manajemen Asuhan Keperawatan


pasien Fraktur.
5. EVALUASI
1.Evaluasi manajemen pelayanan keperawatan
2.Evaluasi manajemen asuhan keperawatan
6. PENYUSUNAN LAPORAN
7. PENYERAHAN LAPORAN
RESUME KASUS I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS SISTEM
MUSKULOSKLETAL FRAKTUR RADIUS SINISTRA
DI RSUD KABANJAHE KABUPATEN KARO

PENGKAJIAN
A. IDENTITAS KLIEN:
Nama : Ny. A
Umur : 37 tahun
Alamat : Kabanjahe
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Petani
Tanggal : 2 Juli 2017
Diagnosa Medis : Open Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal
No RM : 134587

B. SURVEY PRIMER:
A. Airway
Jalan nafas bebas, tidak ada obstruksi
kondisi trauma: tidak ada cidera servical
B. Breathing
- RR: 20 x / menit paru normal (vesikuler), tidak ada nyeri dada, tidak
ada retraksi
- Suara nafas normal
C. Circulator
TD : 120/70 mmHg,
S : 36,5 0 C
N : 82 x/ mnt
RR : 20x/menit
Syok : nadi lemah, ada perdarahan di lengan kiri.
Abnormalitas warna kulit :Ekstremitas teraba hangat, warna kulit pucat,
turgor kulit kembali cepat.

D. Disability
Kesadaran Composmentis dengan nilai GCS E4 V5 M6 : 15

C. SURVEY SEKUNDER
1. Alasan masuk RS/ Keluhan Utama
Ny. A datang ke RS karena Post KLL, Kecelakaan tunggal, nyeri daerah
lengan bagian kiri dan terdapat luka robek, tangan kiri tidak bisa
digerakkan, Ny. A mengatakan nyeri bila tangan kiri digerakkan. Di
bagian kaki terdapat luka-luka lecet.
2. Riwayat penyakit sekarang
Open Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal
3. AMPLE
Alergi : keluarga mengatakan tidak alergi obat
Medication : tidak mengkonsumsi obat
Post illness : belum pernah operasi
Last meal : makan td pagi dengan nasi, sayur, lauk
Event : Post KLL tunggal
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : sedang kesadaran Composmentis GCS : E : 4 M : 5 V : 6
TD : 120/70 mmHg, RR : 20x/menit, N : 82x/menit
Pengkajian head to toe :
Kepala  Bentuk kepala mesocepal,
 Rambut pendek, hitam, persebaran rambut merata
 Mata : fokus
 Hidung simetris, dan terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm
 Mukosa mulut bengkak lembab, tidak terdapat sianosis, gigi
tampak lengkap
 Kedua daun telinga tampak bersih, klien tidak mengalami
gangguan pendengaran.
Leher Tidak ada lesi pada leher, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Paru :
I : Pengembangan dada tampak simetris saat inspirasi, tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan, tidak tampak retraksi dada
P : tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Dada P : suara sonor
A : suara nafas normal
Jantung :
I : ictus cordis tidak tampak
P : teraba ictus cordis di intercosta 5 midclavikula sinistra
P : suara redup
Abdomen I : bentuk simetris, tak tampak asites dan tak terdapat lesi dan bekas
luka operasi.
P : tidak terdapat nyeri tekan
P : suara timpani
Genetalia  Tidak terpasang kateter
Ekstremitas  Kekuatan otot =
4 5
5 5
Integumen Turgor kulit baik, akral hangat, tampak adanya lesi pada kulit di
kaki

Pemeriksaan penunjang
- Rongent
o Thorax
o Antebrachiali
o Sample darah Rutin
o EKG
- Terapi dan obat-obatan
Tanggal 2 Juli 2017 :
1. Hecting (1)
2. Inf. RL 16 tpm
3. Lidocain 1 amp
4. Sepalk
ANALISA DATA
DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
DS: Agen cidera fisik Nyeri akut
- Pasien datang ke RS karena (open fraktur)
Post KLL
- Pasien mengatakan nyeri
daerah lengan bagian kiri
dan terdapat luka robek
- Pasien mengatakan nyeri bila
tangan kiri digerakkan. Di
bagian kaki terdapat luka-
luka lecet
DO:
- TD : 120/70 mmHg,
- S : 36,5 0 C
- N : 82 x/ mnt
- RR : 20x/menit
- Syok : nadi lemah, ada
perdarahan di lengan kiri.
- Abnormalitas warna kulit
:Ekstremitas teraba hangat,
warna kulit pucat, turgor
kulit
- P : nyeri di tangan kiri
(Fraktur)
- Q : seperti ditusuk tusuk
- R : tangan kiri
- S : 7 (1-10)
- T : nyeri menetap
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik (open fraktur)

INTERVENSI

Diagnosa Tujuan Intervensi

Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain management


berhubungan keperawatan diharapkan a. Kaji tipe dan sumber nyeri
dengan Agen nyeri pasien berkurang, b. Observasi reaksi nonverbal
cidera fisik dengan kriteria hasil : dari ketidaknyamanan
(open fraktur) a. Pasien mampu c. Gunakan teknik komunikasi
mengontrol nyeri ( tahu terapeutik untuk mengetahui
penyebab, mampu pengalaman nyeri klien
menggunakan teknik non d. Evaluasi pengalaman nyeri
farmakologi untuk masa lampau
mengurangi nyeri ) e. Tingkatkan istirahat
b. Melaporkan bahwa nyeri f. Ajarkan tentang teknik
berkurang nonfarmakologik
c. Mampu mengenali nyeri ( g. Kolaborasikan dalam
skala, intensitas, pemberian analgetik untuk
frekuensi, lokasi nyeri mengurangi nyeri
dan tanda nyeri )
d. Menyatakan rasa nyaman Manajemen
setelah nyeri berkurang lingkungan/kenyamanan
e. TTV dalam rentang a. Tentukan temperatur
normal ruangan yang paling
nyaman
b. Sediakan lingkungan yang
nyaman
c. Atur posisi klien yang
nyaman
d. Perhatikan hygiene pasien
untuk menjaga kenyamanan
IMPLEMENTASI
Evaluasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi Hasil
Proses
Nyeri akut - Menganjurkan - klien tidak S : klien
berhubungan klien untuk banyak mengatakan
dengan Agen mengurangi bergerak masih sedikit
cidera fisik (open aktifitas dan membuat nyeri
fraktur) tingkatkan klien O :
DS: istirahat nyaman a. Pasien mampu
- Pasien datang - Kolaborasikan - rasa nyeri mengontrol nyeri
ke RS karena pemberian obat- bisa (mampu
Post KLL obatan analgetik diatasi menggunakan
- Pasien - Memberikan perlahan- teknik non
mengata-kan Lidocain yang lahan farmakologi untuk
nyeri daerah perlu di hecting mengurangi nyeri
lengan bagian - Melakukan )
kiri dan hecting (1) di area b. Mampu mengenali
terdapat luka luka robek di nyeri
robek lengan kiri c. Menyatakan rasa
- Pasien - Membersihkan nyaman setelah
mengatakan luka yang terbuka nyeri berkurang
nyeri bila - Memasang sepalk d. TTV dalam
tangan kiri pada tangan yang rentang normal
digerakkan. Di fraktur dan A : nyeri akut teratasi
bagian kaki membidainya sebagian
terdapat luka- - mengajarkan P :
luka lecet tentang teknik 1. jelaskan
DO: nonfarma-kologik kepada
- TD : 120/70 (mengajarkan keluarga
mmHg, klien teknik mengenai
- S : 36,5 0 C relaksasi nafas kondisi klien
- N : 82 x/ mnt 2. Jelaskan
Evaluasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi Hasil
Proses
- RR : dalam) tentang
20x/menit - mengatur posisi prosedur
- Syok : nadi klien yang Operasi dan
lemah, ada nyaman asuransi yang
perdarahan di akan
lengan kiri. dipergunakan.
- Abnormalitas 3. Dirujuk ke
warna kulit RSKB
:Ekstremitas
teraba hangat,
warna kulit
pucat, turgor
kulit
- P : nyeri di
tangan kiri
(Fraktur)
- Q : seperti
ditusuk tusuk
- R : tangan kiri
- S : 7 (1-10)
- T : nyeri
menetap
SATUAN ACARA PENYULUHAN

TOPIK PENYULUHAN : Gangguan Sistem Muskuloskeletal


POKOK BAHASAN : Patah Tulang (Fraktur)
SASARAN : Pasien dan Keluarga
Waktu : 30 Menit

Tujuan
Tujuan umum :
Setelah dilakukan penyuluhan tentang Fraktur diharapkan pasien dan
keluarga mampu mengerti, memahami tanda dan gejala fraktur
Tujuan khusus :
a. Klien mengetahui tentang pengertian dari fraktur.
b. Klien mengetahui penyebab dari fraktur.
c. Klien mengetahui tanda dan gejala fraktur.
d. Klien mampu menyebutkan penanganan / perawatan dari fraktur.

KEGIATAN
Tahap Kegiatan Kegiatan perawat Kegiatan klien Media
Pembukaan Salam pembuka Mendengarkan Ceramah /
(5 menit) Memperkenalkan diri keterangan leaflet
Menjelaskan maksud dan penyaji
tujuan
Membagikan leaflet
Penyajian Menyampaikan materi : Memperhatikan Ceramah
( 15 menit ) dan
mendengarkan
keterangan
penyaji
Penutup Melakukan tanya jawab Mendengarkan Ceramah
( 10 menit ) Menutup pertemuan dan
bertanya

Buku Sumber
1. Soeparman. 2010. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai penerbit
FKUI
2. S. Heru Adi. 2015. Kesehatan Masyarakat. Jakarta. : EGC
3. Mansjoer, Arief. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius

Materi

FRAKTUR

A. Pengertian Fraktur
Patah tulang adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasaan. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang
bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dengan dunia luar.

B. Penyebab Patah Tulang Terbuka


a. Trauma:
Di dalam : penyebab ruda paksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang.
Di luar : fragmen tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit.

b. Patologis ( penyakit pada tulang )


c. Degenerasi spontan.
C. Macam- Macam Patah Tulang Terbuka
Patah Tulang Terbuka , bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga
derajat, yaitu :
1) Derajat I- luka kurang dari 1 cm- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada
tanda luka remuk.- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.-
Kontaminasi ringan.
2) Derajat II- Laserasi lebih dari 1 cm- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
avulse- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot dan neurovaskuler sertakontaminasi derajat tinggi.

D. Tanda Dan Gejala


1.Deformitas daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi

E. Penatalaksaan Fraktur
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci.
Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara
sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum
dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen
patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.
Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi
jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.
Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan
dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera.
Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa
mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

F.Komplikasi
Ø Perdarahan, syok septik, kematian
Ø Tetanus
Ø Gangren
Ø Kekakuan sendi
Ø Perdarahan sekunder
Ø Osteomielitis kronik

Penyembuhan fraktur
· Metode fiksasi.
Seperti pembalutan, pemasangan gips, bidai.
· Operasi : pemasangan pin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan dan penyambungan tulang


· Usia
· Sirkulasi dan adanya oksigen dijaringan
· Kondisi luka dan patah tulang
· Derajat kesehatan dan penyakit penyerta.
· Personal Higiene atau kebersihan luka
· Nutrisi / makanan yang mengandung kalsium
· Aktivitas
RESUME KASUS III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS SISTEM
MUSKULOSKLETAL FRAKTUR TERBUKA
DI RSUD KABANJAHE KABUPATEN KARO

PENGKAJIAN
D. IDENTITAS KLIEN:
Nama Pasien : Ny S.T.
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosa medis : Fraktur Terbuka
No MR : 133879
Masuk : 08 Juli 2017
Pengkajian : 08 Juli 2017

Riwayat penyakit sekarang


1. Pengkajian primer :
1. Airway
a. tidak ada sumbatan jalan nafas
2. Breathing
a. RR 20 x/menit,
b. irama napas teratur
c. ronchi(-)
d. wheezing (-)
3. Circulation
a. Td 100/80 mmHg
b. nadi 84x/menit
c. suhu 37,5 ’C
d. akral dingin
e. mukosa bibir lembab
f. turgor kulit elastic
4. Disability
a. GCS 15
b. keadaan umum komposmetis
c. skala nyeri 6

5. Exposure
a. tampak patah terbuka di bagian tungkai bawah
b. luka robek di bagian tungkai bawah ± 2 cm

2. Pengkajian sekunder:
2.1. Data Subyektif
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan Utama : nyeri
2) Uraian riwayat
Klien masuk ke IGD RSUD Kabanjahe Kabupaten Karo tanggal 08-
07-2017 pukul 09.00 Wib dengan keluhan nyeri pada kaki dan
terdapat pendarahan pada kaki bagian kanan bawah, setelah terjadinya
kecelakaan sepeda motor.
3) Riwayat pengobatan sebelumnya: -
4) Riwayat trauma/Injuri
Keluarga klien mengatakan pasien belum pernah mengalami cidera
tulang pada kaki.

B. Riwayat penyakit dahulu


1) Penyakit yang pernah diderita
Keluarga mengatakan pasien tidak mempunyai riwayat penyakit lain,
seperti hipertensi, DM.
2) Obat-obatan yang digunakan : -
3) Therapi alternatif lain : -
4) Dirawat atau tidak, Bila ya : kapan dan berapa lama dirawat
Keluarga mengatakan klien belum pernah dirawat sebelumnya

C. Riwayat Psikososial
1) Perilaku yang berisiko
Dari keterangan keluarga pasien, pasien selalu menggunakan
kendaraan bermotor jika akan beraktifitas dengan jarak tempuh dekat
maupun jauh dan klien terkadang buru-buru tidak menggunakan helm
2) Pekerjaan
Berdasarkan keterangan klien, klien bekerja sebagai petani di
kampungnya
3) Dukungan
Dari keluarga berharap keadaan pasien membaik, sembuh dan bisa
berkumpul kembali bersama keluarga.

2.2 Data Obyektif


A. Pemeriksaan Umum
1) Tingkat Kesadaran
Dimana klien dengan keadaan composmetis karena memiliki
kesadaran yang baik dengan GCS (15) E,4:V,5:M,6
2) Fungsi motorik
Pasien dapat melakukan gerakan fleksi jika dilakukan respon nyeri
3) Membrane mukosa/kulit (warna, turgor, suhu)
Membran mukosa kering, warna kulit pucat, tugor kulit tidak elastis
4) Tanda-tanda vital
a) TD: 100/70 mmHg
b) Nadi: 84x/menit
c) Suhu 37,5 ‘C
d) RR 20 x/menit
5) Bau
a) Mulut klien bau karena belum dibersihkan
B. Pemeriksaan Fisik ( head to toe)
Kepala dan wajah
1) Leher
Tidak ada pembesaran jugulairs, tidak ada jejust
2) Dada
(1) Bentuk dada simetris
(2) Terdapat pembesaran jogularis, ada jejas (panjang 3 cm)
(3) RR 20x/menit
3) Abdomen
(1) Inspeksi : bentuk dada, abdomen terlihat simetris
(2) Palpasi : tidak ada trauma abdomen
(3) Auskultasi : bising usus 8 x/menit
(4) Perkusi : tidak dilakukan
4) Genetalia
Tidak diperiksa
5) Ekstremitas
Ekstremitas bawah sebelah kanan lecet (2 cm) dan patah terbuka di
tungkai kanan

2.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Radiologi
Gambaran complete fracture os tibia & fibula dextra 1/3 distal disertai
disposisi talokrinalist join & fraktur os calcaneus dextra

2. hasil laboratorium : -
3. Therapy obat-obatan
a) Terapi cairan :
RL 20 tetes/menit
b) Terapi obat:
Schelto 1 amp
Keterolak 1 amp
Lidocain 1 amp
ANALISA DATA

Nama pasien : Ny S.T Tanggal : 08 Juli 2017


Diagnosa : Fraktur terbuka No Rm : 133879

Pengkajian Masalah Keperawatan Tujuan


A : - Tidak ada sumbatan Nyeri berhubungan Setelah di lakukan askep
jalan nafas dengan efek spasme otot, diharapkan masalah dapat
gerakan fragmen tulang
yang patah teratasi dengan KH :
B : - RR : 20x/mnt a. skala nyeri
- Wheezing(-) berkurang(<6)
- Nafas teratur b. klien lebih nyaman &
tidak meringis kesakitan.
C : - N : 84x/mnt
- Mukosa bibir
lembab
- Turgor kulit elastis
- sianosis (+)

D: - GCS 15
- Keadaan umum
composmetis
- skala nyeri 6

E : Tampak Patah
Terbuka Di Tungkai
Bawah Dengan Luka
Robek ±2 Cm
INTERVENSI, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI

Nama pasien : Ny S.T Tanggal : 08 Juli 2017


Diagnosa : Fraktur terbuka No Rm : 133879

Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi


08 Juli 2017 a. Mengobservasi tanda-tanda vital S : Klien mengatakan
09.00 b. memasang bidai nyeri berkurang pada
c. berkolaborasi dengan dokter dalam bagian tungkai kanan
pemberian analgesic(schelto 10 mg)
d. menganjurkan klien untuk membatasi O:
aktivitas terutama di area yang nyeri - skala nyeri 4
e. Menganjurkan teknik relaksasi nafas - terpasang bidai di
dalam tungkai kanan bawah
f. Berkolaborasi untuk pemeriksaan - klien merasa lebih
radiologi nyaman
g. Memberi balut tekan pada area yang - hasil ro : fraktur tibia
robek & fibula 1/3 distal
h. Berkolaborasi dengan dokter untuk
konsultasi dengan dokter spesialis bedah A : masalah teratasi
sebagian

P: Intervensi
dilanjutkan di ruangan

Anda mungkin juga menyukai