Oleh :
ADIJANSITOR SITUMORANG, S.Kep
NIM: 1502737
Pembimbing, Pembimbing
Tim penguji
Ketua penguji
(Mazly Astuty, S.Kep, Ners, M.Kep) (Hordeharda Br. Bangun, S.Kep, Ners)
Medan, Agustus 2017
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Pendidikan Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Belajar Lapangan Komprehensif Manajemen Asuhan
Keperawatan Sistem Muskuloskletal Fraktur Tibia di Ruang IGD Rumah Sakit
Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2017 sehingga dapat selesai
tepat pada waktunya.
Selesainya Praktek Belajar Lapangan Komprehensif dan penyusunan hasil
laporan ini karena adanya bantuan moril, bimbingan dan arahan dari berbagai
pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang tulus kepada:
1. Drs Asman Karo–Karo, MM, selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. H. Paul Sirait, SKM, MM, M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Sumatera Utara sekaligus.
3. Sri Malem Indirawati, SKM, M.Si, selaku Wakil Ketua Bidang Akademik
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara.
4. Diana, SKM, M.Kes, selaku Wakil Ketua Bidang Administrasi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara.
5. Dian Fajariadi, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Wakil Ketua Bidang
Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara.
6. Mazly Astuty, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Wakil Ketua Bidang Kerjasama
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara.
7. Nurlela Petra Saragih, S.Kep, Ners, M.Kep, selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara Medan.
8. Rinawati, S.Kep, Ners, selaku Dosen Pembimbing Praktek Belajar Lapangan
Komprehensif yang telah memberikan masukan dan saran-saran perbaikan
laporan ini.
9. Mazly Astuty, S.Kep, Ners, M.Kep, selaku Penguji I yang memberikan
masukan dan saran-saran.
10. Ekanina Br. Bangun, S.Kep, Ners, selaku Penguji II yang memberikan
masukan dan saran-saran perbaikan.
11. Semua perawat di IGD RSUD Kabanjahe Kabupaten Karo yang telah
memberikan informasi dan bekerjasama bersama penulis selama melakukan
pengkajian sampai selesainya Praktek Belajar Lapangan.
12. Kepada semua teman-teman mahasiswa profesi STIKes Sumatera Utara
Medan.
Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo. Akhir
kata penulis mohon maaf atas kesalahan yang disengaja maupun yang tidak
sengaja dalam laporan ini dan semoga kiranya dapat berguna bagi kita semua,
Amin.
2. Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang didapat di pendidikan ke
dalam situasi nyata di lapangan dengan menggunakan prinsip praktek
manajemen asuhan keperawatan dan meningkatkan kepercayaan diri dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
3. Institusi Pendidikan
Manfaat PBLK bagi institusi pendidikan adalah untuk meningkatkan
kompetensi lulusan institusi dan menghasilkan tugas akhir dalam bentuk karya
ilmiah.
4. Perawat
Meningkatkan pengetahuan perawat tentang sistem manajemen pelayanan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskletal fraktur tibia
dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan yang optimal kepada pasien
guna meningkatkan kesehatan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fraktur
2.1.1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur
atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2010). Rusaknya
kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis (Guyton,
2011).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Syamsuhidayat. 2004). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth. 2011).
Fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibia plateau) adalah fraktur yang
terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih
terfiksasi ke tanah (Mansjoer 2005).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.
Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporosis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh atau
benturan benda keras (Henderson, 2012).
3.1.4. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
odem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka
atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf
yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang
akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh (Henderson, 2012).
Proses pemulihan fraktur menurut Muttaqin, (2013) meliputi:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari, dua proses
utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) terjadi akibat fase kontriksi pembuluh darah besar di
daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh trombosit yang menyiapkan
matriksfibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Fagositosis
merupakan perpindahan sel, leokosit ke daerah interestisial. Tempat ini di
tempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama kurang lebih 24 jam
setelah cedera. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis yang
merangsang pembentukan ujung epitel di akhir pembuluh darah akan
mempercepat proses penyembuhan. Fase inflamasi juga memerlukan
pembuluh darah dan respons seluler yang digunakan untuk mengangkat
bendabenda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan
membawa bahan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan hingga
pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
2. Fase polifrasi sel
Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam periosteum sekitar
lokasi fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif tumbuh kearah
frakmen tulang dan juga terjadi di jaringan sumsum tulang. Fase ini terjadi
setelah hari ke-2 paska fraktur.
3. Fase pembentukan kallus Pada fase ini osteoblas membentuk tulang lunak
(kallus), Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium pembentuk suatu tulang
yang imatur. Jika terlihat massa kallus pada X-ray maka fraktur telah menyatu.
Pada fase ini terjadi setelah 6-10 hari setelah fraktur.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba
telah menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini terjadi pada
minggu ke-3-10 setelah fraktur.
5. Fase remodeling
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik
dan osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara perlahan-lanan
menghilang. Kallus inter mediet berubah menjadi tulang yang kompak dan
kallus bagian bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk
sumsum. Pada fase remodeling ini dimulai dari minggu ke 8-12 dan berahir
sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.
Gambar 2.3. Patofisiologi Fraktur
2.1.5. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
Fraktur dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu trauma kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi
fraktur tulang belakang, patologis dari metastase dari tumor, degenerasi karena
proses kemunduran fisiologis dari jaringan tulang itu sendiri, spontan karena
tarikan otot yang sangat kuat (Corwin, E.J, 2000). Kemerahan, bengkak disekitar
fraktur. Kesemutan, kelemahan, laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal.
2.1.6. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meengikat di dalam darah.
2. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
2. Komplikasi lanjut
a. Delayed union. Adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5
bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah.
Hal ini juga merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena
suplai darah ke tulang menurun.
b. Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsilidasi sehingga terdapat sendi palsu.
c. Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk anggulasi, vagus/valgus, rotasi,
pemendekan.
2.2.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
1. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
2.3. Penerapan Evidence Based Nursing (EBN)
Penelitian Purnamasari (2014) di RSUD Ungaran menunjukkan bahwa
ada efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien
fraktur di RSUD Ungaran, hasil ini diperoleh dari hasil uji statistic
menggunakan Wilcoxon dengan p-value sebesar 0,000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa kompres dingin efektif dalam menurunkan nyeri pada
pasien fraktur.
Kompres dingin akan menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai
otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja bahwa persepsi
dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri (Price & Wilson,
2013).
Sensasi dingin diberikan pada sekitar area yang terasa nyeri, pada sisi
tubuh yang berlawanan yang berhubungan dengan lokasi nyeri, atau pada area
yang berlokasi di antara otak dan area nyeri. Setiap klien akan memiliki
respons yang berbeda-beda terhadap area yang diberikan terapi. Terapi yang
diberikan dekat dengan area yang terasa nyeri cenderung bekerja lebih baik
(Potter & Perry, 2012).
Secara fisiologis, pada 10-15 menit pertama setelah pemberian aplikasi
dingin terjadi vasokonstriksi pada pembuluh darah. Vasokonstriksi ini
disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang timbul akibat stimulasi sistem
saraf otonom dan pelepasan epinephrine dan norepinephrin
NOC:
1. Keseimbangan elektrolit dan asam basa;
2. Keseimbangan cairan;
3. Hidrasi;
4. Status nutrisi
NIC:
1. Pantau warna, jumlah dan frekuensi
kehilangan cairan
2. Observasi khususna terhadap
kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
3. Pantau perdarahan
4. Identifikasi factor pengaruh terhadap
bertambah buruknya dehidrasi
5. Pantau hasil laboratorium yang relevan
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. O
Umur : 25 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Ruang : IGD
Penanggung Jawab
Nama : Ny. W.
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kabanjahe
1. KELUHAN UTAMA
Fraktur Terbuka Tibia Fibula Dextra
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien dibawa ke RS dengan keluhan fraktur Tibia + Fibula Dextra
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas.
Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan tulang Tibia merobek
kulit dan otot, perdarahan massif, serta kuku kaki kanannya sianosis.
Pada saat membersihkan luka, klien mengeluh nyeri. Tn. S merintih
kesakitan, nyeri tumpul dengan skala nyeri 4. Saat disentuh Tn. S
merintih sakit selama 10 menit.
2. Riwayat kesehatan dahulu: klien tidak pernah mengalami kecelakaan
lalu lintas sebelumnya.
3. Riwayat kesehatan keluarga : keluarga klien juga tidak ada yang
pernah mengalami fraktur.
1. Pemeriksaan fisik
1. TTV :
Tekanan darah : 100/80 mmHg
RR : 16 x/Menit
Nadi : 100 x/Menit
Suhu : 37,5’ C
2. BB : 50 kg
3. TB : 160 cm
2. Pemeriksaan penunjang : -
ANALISIS DATA
Nama : Tn. O
Umur : 25 tahun
No Pengelompokan Data Etiologi Problem
1 DS : Fraktur Terbuka Gangguan perfusi
- Keluhan utama fraktur ↓ jaringan
Tibia + Fibula dextra Proses
Pembedahan
DO :
- TD : 100/80 mmHg
- Hasil pemeriksaan fisik
ditemukan tulang Tibia
merobek kulit dan otot
- kuku kaki kanan sianosis
- perdarahan massif
Nama : Tn. O
Umur : 25 Tahun
No Tanggal ditemukan Diagnosa keperawatan
1 17 Juli 2017 Gangguan Perfusi Jaringan
berhubungan dengan fraktur
Terbuka dan Proses Pembedahan
2 17 Juli 2017 Risiko Tinggi Infeksi berhubungan
dengan fraktur terbuka dan
Kerusakan Jaringan
3 17 Juli 2017 Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan Output Cairan
yang Berlebihan
1. Rencana Keperawatan
Nama : Tn. O
Umur : 25 Tahun
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
1 Gangguan Kerusakan integritas jaringan a. Observasi TTV klien,
Perfusi dapat diatasi setelah tindakan terutama TD
Jaringan yang perawatan b. Jelaskan tentang semua
berhubungan tindakan yang
dengan fraktur Kriteria hasil: diprogramkan dan
Terbuka dan a. Penyembuhan luka sesuai pemeriksaan yang
Proses waktu dilakukan
Pembedahan b. Tidak ada laserasi, integritas c. Lakukan pendekatan
kulit baik secara tenang dan beri
dorongan untuk
bertanya serta berikan
informasi yang
dibutuhkan
d. Kolaborasi pemberian
terapi Heparin :
perhatikan
pembentukan tanda–
tanda antibody anti
trombosit oleh
penurunan tiba–tiba
dari jumlah trombosit
Tanggal /
Diagnosa Implementasi Perkembangan
jam
Dx 1 17-07-2017 - Mengkaji intensitas
nyeri
- Mengajarkan untuk
menggunakan teknik
relaksasi dan nafas
dalam atau teknik
distraksi seperti
mendengarkan music
atau baca buku
- Mengkolaborasikan
pemberian obat
analgetik sesuai
indikasi
Dx 2 - Memonitoring warna
kulit
- Memonitoring
temperatur kulit
- Menginspeksi kulit dan
membran mukosa
- Menginspeksi kondisi
insisi bedah
- Memonitoring kulit
pada daerah kerusakan
dan kemerahan
- Memonitoring infeksi
dan oedema
Dx 3 17-07-2017 - Mengkaji derajat
Tanggal /
Diagnosa Implementasi Perkembangan
jam
mobilitas yang dapat
dilakukan klien
- Membantu untuk
mobilisasi
menggunakan kursi
roda/tongkat
- Membantu dalam
hygiene perorangan
- Mengubah posisi
secara periodik
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada aplikasi asuhan keperawatan pada klien Tn. O dengan kasus sistem
muskuloskletal fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah
Kabanjahe Kabupaten Karo ditemukan adanya kesenjangan antara teori dengan
aplikasi asuhan keperawatan.
1.1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian, data seharusnya diperoleh melalui data
primer (langsung dari klien) dan data sekunder yang diperoleh melalui keluarga
dan tenaga kesehatan. Namun dalam melakukan pengkajian ini, data yang kami
peroleh lebih pada data primer yaitu keterangan dari klien tapi lebih banyak
pada data sekunder yaitu keluarga. Ini dikarenakan klien belum mampu untuk
berbicara banyak dan masih dibantu oleh keluarganya. Pemeriksaan fisik pada
Tn. O dilakukan dengan cara per sistem mulai dari inspeksi, auskultasi, palpasi,
perkusi. Disamping itu berbagai dukungan penulis dikatakan baik dari perawat
ruangan, dokter, maupun petugas kesehatan yang lainnya yang bekerja di Ruang
Rosella Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo.
4.3. Perencanaan
Perencanaan disusun berdasarkan diagnosa yang diperoleh. Intervensi
yang dilakukan meliputi intervensi mandiri dan kolaboratif yang disusun
berdasarkan urutan intervensi. Rencana tindakan/ intervensi keperawatan dibuat
berdasarkan apa yang menjadi kebutuhan klien saat ini, sesuai dengan masalah
yang ada. Perencanaan yang dibuat memiliki tujuan dan kriteria hasil sebagai
tolak ukur pada evaluasi yang akan dilakukan di akhir program, atau disebut
evaluasi keperawatan. Rencana keperawatan disesuaikan dengan intervensi
NANDA NIC NOC.
4.4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun serta disesuaikan dengan kondisi klien saat ini. Perawat
melakukan intervensi dan melaporkan hasil yang diperoleh. Kegiatan ini
dilakukan secara kontinu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga
setiap implementasi yang telah dilakukan mendatangkan kebaikan bagi klien.
4.5. Evaluasi
Hal yang dievaluasi adalah keberhasilan tindakan-tindakan keperawatan
yang dilakukan pada klien dan dinilai secara subjektif maupun objektif. Evaluasi
ini dilakukan setiap hari setelah implementasi untuk menetapkan rencana
keperawatan hari berikutnya. Bagi diagnosa yang masalahnya telah teratasi, maka
rencana tidak perlu ditulis lagi untuk diimplementasikan. Evaluasi keperawatan
pada Tn. O yaitu:
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan fraktur Terbuka dan
Proses Pembedahan
2. Risiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan Kerusakan
Jaringan
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan Output Cairan
yang Berlebihan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka
dapat diambil kesimpulan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem muskuloskletal fraktur tibia di Ruang IGD Rumah Sakit Umum
Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo, sebagai berikut:
1. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gastritis bahwa
dalam pengkajian yang telah dilakukan anamnese meliputi data subjektif dan
objektif. Dari pengkajian tersebut diambil suatu diagnosa dan masalah
berdasarkan data yang menunjang.
2. Setelah melakukan pengkajian pada pasien didapatkan diagnosa keperawatan
bahwa Pasien yaitu Preoperasi: gangguan perfusi jaringan, risiko tinggi
infeksi, risiko kekurangan volume cairan.
3. Intervensi yang diberikan pada pasien disesuaikan dengan ketentuan yang ada
berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan.
4. Implementasi keperawatan pada pasien disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang ada.
5. Evaluasi dilakukan setelah implementasi dilakukan. Dalam evaluasi pasien
menunjukkan suatu kemajuan yaitu masalah pada asuhan keperawatan
preoperasi teratasi.
6. Hasil evaluasi terhadap discharge planning yang dilakukan terhadap pasien
gastritis, yaitu pasien merasa mampu dan termotivasi untuk mengikuti
anjuran dan larangan yang disampaikan dimana pasien dapat mengungkapkan
kembali pengetahuannya dan mengikuti serta melakukan kegiatan yang
diajarkan oleh mahasiswa.
7. Penerapan EBN pada pasien dengan memberikan kompres dingin pada pasien
praktis dan dapat menurunkan rasa nyeri yang dialami pasien.
5.2. Saran
1. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan teori yang didapat ke
dalam situasi dunia nyata dilapangan dengan menggunakan prinsip praktek
manajemen asuhan keperawatan dan meningkatkan kepercayaan diri dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
2. Institusi Pendidikan STIKes SU
Diharapkan kepada institusi pendidikan STIKes Sumatera Utara
memberikan perhatian dan memberikan motivasi kepada semua mahasiswa/i
dalam melakukan penelitian kasus mengenai gastritis sehingga dapat
memberikan hasil yang baik dan maksimal.
3. Perawat Ruangan Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo
Diharapkan perawat dapat meningkatkan pelayanan keperawatan secara
lebih optimal (pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi) agar pasien yang dirawat.
4. Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo
Diharapkan bagi tempat penelitian terutama tenaga kesehatan lebih dapat
memberikan atau mengimplementasikan baik pengobatan dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gastritis dan memberikan perawatan dengan
lebih memperhatikan pasien dan diharapkan kepada perawat dan tenaga
kesehatan agar dapat memberikan informasi dan dapat memotivasi untuk
dapat menjaga pola makan dan menjaga kesehatan terhindar dari penyakit
gastritis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi ke-8,
Vol. 1), Jakarta : EGC
Hidayat, A.. Aziz Alimul, 2013. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis
Data, Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Medika
Lubis, N.L. 2012. Terapi Perilaku Kognitif pada Pasien Kanker. Medan: USU
Press.
Nugroho, B.A. 2012. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS, Edisi I, Yogyakarta: ANDI
Smeltzer dan Bare. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1. Alih
Bahasa : Agung Waluyo. Jakarta : EGC.
Sjamsulhidayat. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi revisi, Jakarta: EGC.
Lampiran 1
PLAN OF ACTION (POA)
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE KABUPATEN KARO
PENGKAJIAN
A. IDENTITAS KLIEN:
Nama : Ny. A
Umur : 37 tahun
Alamat : Kabanjahe
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Petani
Tanggal : 2 Juli 2017
Diagnosa Medis : Open Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal
No RM : 134587
B. SURVEY PRIMER:
A. Airway
Jalan nafas bebas, tidak ada obstruksi
kondisi trauma: tidak ada cidera servical
B. Breathing
- RR: 20 x / menit paru normal (vesikuler), tidak ada nyeri dada, tidak
ada retraksi
- Suara nafas normal
C. Circulator
TD : 120/70 mmHg,
S : 36,5 0 C
N : 82 x/ mnt
RR : 20x/menit
Syok : nadi lemah, ada perdarahan di lengan kiri.
Abnormalitas warna kulit :Ekstremitas teraba hangat, warna kulit pucat,
turgor kulit kembali cepat.
D. Disability
Kesadaran Composmentis dengan nilai GCS E4 V5 M6 : 15
C. SURVEY SEKUNDER
1. Alasan masuk RS/ Keluhan Utama
Ny. A datang ke RS karena Post KLL, Kecelakaan tunggal, nyeri daerah
lengan bagian kiri dan terdapat luka robek, tangan kiri tidak bisa
digerakkan, Ny. A mengatakan nyeri bila tangan kiri digerakkan. Di
bagian kaki terdapat luka-luka lecet.
2. Riwayat penyakit sekarang
Open Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal
3. AMPLE
Alergi : keluarga mengatakan tidak alergi obat
Medication : tidak mengkonsumsi obat
Post illness : belum pernah operasi
Last meal : makan td pagi dengan nasi, sayur, lauk
Event : Post KLL tunggal
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : sedang kesadaran Composmentis GCS : E : 4 M : 5 V : 6
TD : 120/70 mmHg, RR : 20x/menit, N : 82x/menit
Pengkajian head to toe :
Kepala Bentuk kepala mesocepal,
Rambut pendek, hitam, persebaran rambut merata
Mata : fokus
Hidung simetris, dan terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm
Mukosa mulut bengkak lembab, tidak terdapat sianosis, gigi
tampak lengkap
Kedua daun telinga tampak bersih, klien tidak mengalami
gangguan pendengaran.
Leher Tidak ada lesi pada leher, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Paru :
I : Pengembangan dada tampak simetris saat inspirasi, tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan, tidak tampak retraksi dada
P : tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Dada P : suara sonor
A : suara nafas normal
Jantung :
I : ictus cordis tidak tampak
P : teraba ictus cordis di intercosta 5 midclavikula sinistra
P : suara redup
Abdomen I : bentuk simetris, tak tampak asites dan tak terdapat lesi dan bekas
luka operasi.
P : tidak terdapat nyeri tekan
P : suara timpani
Genetalia Tidak terpasang kateter
Ekstremitas Kekuatan otot =
4 5
5 5
Integumen Turgor kulit baik, akral hangat, tampak adanya lesi pada kulit di
kaki
Pemeriksaan penunjang
- Rongent
o Thorax
o Antebrachiali
o Sample darah Rutin
o EKG
- Terapi dan obat-obatan
Tanggal 2 Juli 2017 :
1. Hecting (1)
2. Inf. RL 16 tpm
3. Lidocain 1 amp
4. Sepalk
ANALISA DATA
DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
DS: Agen cidera fisik Nyeri akut
- Pasien datang ke RS karena (open fraktur)
Post KLL
- Pasien mengatakan nyeri
daerah lengan bagian kiri
dan terdapat luka robek
- Pasien mengatakan nyeri bila
tangan kiri digerakkan. Di
bagian kaki terdapat luka-
luka lecet
DO:
- TD : 120/70 mmHg,
- S : 36,5 0 C
- N : 82 x/ mnt
- RR : 20x/menit
- Syok : nadi lemah, ada
perdarahan di lengan kiri.
- Abnormalitas warna kulit
:Ekstremitas teraba hangat,
warna kulit pucat, turgor
kulit
- P : nyeri di tangan kiri
(Fraktur)
- Q : seperti ditusuk tusuk
- R : tangan kiri
- S : 7 (1-10)
- T : nyeri menetap
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik (open fraktur)
INTERVENSI
Tujuan
Tujuan umum :
Setelah dilakukan penyuluhan tentang Fraktur diharapkan pasien dan
keluarga mampu mengerti, memahami tanda dan gejala fraktur
Tujuan khusus :
a. Klien mengetahui tentang pengertian dari fraktur.
b. Klien mengetahui penyebab dari fraktur.
c. Klien mengetahui tanda dan gejala fraktur.
d. Klien mampu menyebutkan penanganan / perawatan dari fraktur.
KEGIATAN
Tahap Kegiatan Kegiatan perawat Kegiatan klien Media
Pembukaan Salam pembuka Mendengarkan Ceramah /
(5 menit) Memperkenalkan diri keterangan leaflet
Menjelaskan maksud dan penyaji
tujuan
Membagikan leaflet
Penyajian Menyampaikan materi : Memperhatikan Ceramah
( 15 menit ) dan
mendengarkan
keterangan
penyaji
Penutup Melakukan tanya jawab Mendengarkan Ceramah
( 10 menit ) Menutup pertemuan dan
bertanya
Buku Sumber
1. Soeparman. 2010. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai penerbit
FKUI
2. S. Heru Adi. 2015. Kesehatan Masyarakat. Jakarta. : EGC
3. Mansjoer, Arief. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius
Materi
FRAKTUR
A. Pengertian Fraktur
Patah tulang adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasaan. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang
bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dengan dunia luar.
E. Penatalaksaan Fraktur
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci.
Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara
sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum
dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen
patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.
Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi
jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.
Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan
dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera.
Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa
mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
F.Komplikasi
Ø Perdarahan, syok septik, kematian
Ø Tetanus
Ø Gangren
Ø Kekakuan sendi
Ø Perdarahan sekunder
Ø Osteomielitis kronik
Penyembuhan fraktur
· Metode fiksasi.
Seperti pembalutan, pemasangan gips, bidai.
· Operasi : pemasangan pin.
PENGKAJIAN
D. IDENTITAS KLIEN:
Nama Pasien : Ny S.T.
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosa medis : Fraktur Terbuka
No MR : 133879
Masuk : 08 Juli 2017
Pengkajian : 08 Juli 2017
5. Exposure
a. tampak patah terbuka di bagian tungkai bawah
b. luka robek di bagian tungkai bawah ± 2 cm
2. Pengkajian sekunder:
2.1. Data Subyektif
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan Utama : nyeri
2) Uraian riwayat
Klien masuk ke IGD RSUD Kabanjahe Kabupaten Karo tanggal 08-
07-2017 pukul 09.00 Wib dengan keluhan nyeri pada kaki dan
terdapat pendarahan pada kaki bagian kanan bawah, setelah terjadinya
kecelakaan sepeda motor.
3) Riwayat pengobatan sebelumnya: -
4) Riwayat trauma/Injuri
Keluarga klien mengatakan pasien belum pernah mengalami cidera
tulang pada kaki.
C. Riwayat Psikososial
1) Perilaku yang berisiko
Dari keterangan keluarga pasien, pasien selalu menggunakan
kendaraan bermotor jika akan beraktifitas dengan jarak tempuh dekat
maupun jauh dan klien terkadang buru-buru tidak menggunakan helm
2) Pekerjaan
Berdasarkan keterangan klien, klien bekerja sebagai petani di
kampungnya
3) Dukungan
Dari keluarga berharap keadaan pasien membaik, sembuh dan bisa
berkumpul kembali bersama keluarga.
2. hasil laboratorium : -
3. Therapy obat-obatan
a) Terapi cairan :
RL 20 tetes/menit
b) Terapi obat:
Schelto 1 amp
Keterolak 1 amp
Lidocain 1 amp
ANALISA DATA
D: - GCS 15
- Keadaan umum
composmetis
- skala nyeri 6
E : Tampak Patah
Terbuka Di Tungkai
Bawah Dengan Luka
Robek ±2 Cm
INTERVENSI, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI
P: Intervensi
dilanjutkan di ruangan