Anda di halaman 1dari 40

Atresia Bilier, Atresia Ani

dan Hisprung
ATRESIA BILIER
Definisi atresia bilier
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu
penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan
kondisi congenital, yang berarti terjadi saat
kelahiran (Lavanilate.2010).
Klasifikasi

klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :


 Tipe I Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal
paten.
 Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus
sistikus, dan kandung empedu semuanya normal).
 Tipe IIb Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus. Kandung empedu normal.
 Tipe III obliterasi pada semua system duktus bilier ekstrahepatik sampai ke hilus.
 Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable),
sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable).
Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan
II.
Etiologi

 Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian


ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan
dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta
terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun,
sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah
akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi
atau iskemi
 Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier,
seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan
penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi
kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit
tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah
peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran.
Fungsi utama sistem bilier
a. Untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
b. Untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol
empedu
Empedu merupakan cairan hijau kuning (terdiri dari produk-produk
lmbah, kolestrol dan garam empedu )yang disekresikan oleh sel-sel
hati untuk melakukan dua fungsi utama
 Untuk membawa limbah pergi
 Untuk memecah lewmak selaqma pencernaan
Faktor-faktor predisposisi berikut:

 infeksi virus atau bakteri


 masalah dengan sistem kekebalan tubuh
 komponen yang abnormal empedu
 kesalahan dalam pengembangan saluran hati
dan empedu
 hepatocelluler dysfunction
Manifestasi klinis

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-
gejala termasuk:
 Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.
 Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru
lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan.
 Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
 Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak
akibat pembesaran hati.
 Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
 degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus,
dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan
lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi,
defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh
 Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan
malnutrisi.
 Gatal-gatal, Rewel
 splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi
portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
Patofisiologi

 Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang


menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu,
dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan
obstruksi aliran empedu
 Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial.
Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab
tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu
empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput
pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan
atau operasi.
 Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan
usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan
empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat
merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian
terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga
mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
 Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan
menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga
akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit
dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning

patofisiologi
 Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik
dan hepatomegaly.
 Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan
vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut
lemak yaitu vitamin A, D, E, K dan gagal tumbuh.
 Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak
agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut
akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian
digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin
yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati
dan jantung

patofisiologi
Pemeriksaan diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk
membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar.
1. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan rutin pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan
kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia
fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati,
dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi
total
 Pemeriksaan urine: pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan
adanya bendungan saluran empedu total.
 Pemeriksaan feces: warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja/stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
 Fungsi hati: bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan: protombin time,
partial thromboplastin tim.
2. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya
diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan
bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan
visualisasi tinja.
3. Pencitraan
 Pemeriksaan ultrasonograf.
 Sintigrafi hati
 Liver Scan
4. Pemeriksaan kolangiografi
 Biopsi hati
Penatalaksanaan

 Terapi medikamentosa
 Terapi nutrisi
 Terapi bedah
Komplikasi

 Kolangitisi
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatik ke usus, dengan aliran
empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis.
 Hipertensi portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
 Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada
arterivenosus pulmo mungkin terjadi
 Keganasan
 Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat
timbul padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis.
Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak
lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil.
 Hasil setelah gagal operasi Kasai
 Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk
memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan
transplantasi hati.
ASKEP PADA ATRESIA BILIER
Dimakalah
ATRESIA ANI
Definisi

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yang berarti tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar (Walley, 1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani
adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan
atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka
selama pertumbuhan dalam kandungan.
ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus
umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen
carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada
anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan
kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia
ani.
Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka
menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan
gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Faktor predisposisi Atresia ani dapat terjadi
disertai dengan beberapa kelainan kongenital
saat lahir seperti :
 Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi
abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
 Kelainan sistem pencernaan.
 Kelainan sistem pekemihan.
 Kelainan tulang belakang.
KLASIFIKASI

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2


kelompok besar yaitu:
1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula
rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula
ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk
jalan keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun
untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan
beberapa bentuk intervensi bedah segera.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub anatomi yaitu :

 Anomali bawah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
spingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal. Dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinary.
 Anomali intermediate
Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan
spingter eksternal berada pada posisis yang normal.
 Anomali tinggi
Ujung rectum diatas otot puborektalis, dan spingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria) atau
rektovaginalis (wanita).
MANIFESTASI KLINIS

 Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya
membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi, 2001).
 Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
 Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
 Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
 Distensi bertahap dan adanya tanda0tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula)
 Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
 Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membrane anal
 Perut kembung
PATOFISIOLOGI

 Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum


urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi
atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
 Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia
ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan. Berkaitan
dengan sindrom down. Atresia ani adalah suatu kelainan
bawaan. .  
Masalah yang lazim muncul

 Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomic, disuria


 Inkontinensia defekasi b.d abnormallitas sfingter rectal
 Nyeri akut b.d trauma jaringan
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan
 Kerusakan integritas kulit b.d kolostomi
 Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit, vistel retrovaginal,
dysuria. Trauma jaringan post operasi
 Resiko infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
 Ansietas b.d pembedahan dan mempunyai anak yang tidak sempurna
DISCHARGE PLANNING
 Berika pujian saat melakukan perawatan dan jawab
petanyaan secara jujur apa yang dibutuhkan keluarga
 Ajarkan mengenai tanda dan gejala infeksi (demam,
kemerahan di darah luka, terasa panas)
 Ajarkan bagaimana mengenai pengamanan pada bayi
dan melakukan dilatasi anal
 Berikan instruksi secara tertulis dan verbal tentang
alat-alat yang dibutuhkan untuk perawatan dirumah
 Tekanan tetap mengadakan stimulasi pada bayi untuk
mensupport tumbuh kembang.
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan radiologis
 Sinar X terhadap abdomen
 USG terhadap abdomen
 CT Scan
 Pemeriksaan fisik rectum
 Pewarnaan radiopak
Penatalaksanaan

Dari berbagai klasifikasi, penatalaksanaanya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula. Leape (1987)
 Atresia ani letak tinggi dan intermediate dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6-
12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).
 Atresia ani letak rendah dilakukan perinela anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi
dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
 Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
 Pada stenosis ania cukup dilakukan dilatasi rutin berbeda dengan pena dimana dikerjakan minimal
PSARP tanpa kolostomi .
 Penatalaksanaan Medis
 Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau
plastik anorektal posterosagital.
 Colostomi sementara
Hisprung
Definisi

Hirschprung adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel


ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon dan
ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltic serta tidak adanya evakuasi usus spontan
(Betz, Cecily & Sowden : 2000). Kondisi merupakan kelainan
bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada
neonatus dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat
lahir 3 kg, lebih banyak lahi – laki dari pada perempuan. (Arief
Mansjoer : 2000)
Etiologi

Penyebab hircshprung atau mega colon itu sendiri belum


diketahui tetapi diduga terjadi karena faktor genetic dan
lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub
mukosa dinding plexus.
Manifestasi Klinis

Gejala penyakit hircsprung adalah obstruksi usus letak rendah


dan penyakit dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :
1. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen
dan diikuti evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi
mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi.
2. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen
dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok
dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
entrokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan
diare berbau busuk yang dapat berdarah. ( Nelson)
3. Anak anak
Konstipasi.
Tinja seperti pita dan berbau busuk.
Distensi abdomen.
danya masa difecal dapat dipalpasi.
Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi.

Komplikasi
 Obstruksi usus.
 Konstipasi.
 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
 Entrokolitis.
 Struktur anal dan inkonentinensial (post operasi).
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Penunjang  

1.Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan Radiologi
 Kimia darah
Foto polos abdomen
Darah rutin
Barium enema
Profil koagulasi
3. Biopsy 4. Tindakan Bedah Definitive
Biopsy rectum untuk melihat rosedur Swenson
ganglion pleksus submukosa Prosedur Duhamel
meisner,apakah terdapat Prosedur Soave
ganglion atau tidak. Prosedur Rehbein
Masalah Yang Lazim Muncul
 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d saluran
pencernaan mual dan muntah.
 Konstipasi b.d obstruksi ketidakmampuan kolon mengevakuasi feses.
 Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, ketidakmampuan arbsorbsi
air oleh intestinal.
 Gangguan rasa nyaman b.d distensi abdomen (refluk peristaltic).
 Nyeri akut b.d agens cederabiologis (obstruksi parsial pada dinding usus).
 Ansietas b.d prognosis penyakit, kurangnya informasi, rencana
pembedahan.
Discharge Planning

 Pelajari gejala adanya kelainan congenital pada anak secara dini.


 Selalu menjaga ikatan orang tua dengan anak perkembangannya tidak
terganggu dengan bertanya kepada tenaga ahli jika tidak mengerti.
 Konsultasikan kembali dengan dokter tentang intervensi medis
(pembedahan)
 Pelajari perawatan colostomy setelah rencana pulang.
 Konsultasikan diit makanan yang harus dijalani.
A. Patofisiologi

Kegagalan sel neural pada Sel ganglion pada kolon


masa embrio dalam dinding tidak ada / sangat sedikit
usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myentrik dan Control kontraksi dan
sub mukosa dinding plexus. relaksasi peristaltic
abnormal

Peristaltic tidak sempurna Spingter rectum tidak


dapat relaksasi

Obstruksi parsial Akumulasi benda padat, Feses tidak mampu


gas, cair melewati spinkter ani
Refluk peristaltik
Obstruksi dikolon Pelebaran kolon (mega
kolon)

Mual dan muntah Perasaan penuh

Resiko kekurangan Ketidakseimbangan


volume cairan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Gangguan rasa nyaman


Nyeri
Intervensi pembedahan Gangguan defekasi

Ansietas Kurangnya informasi Konstipasi


THANK YOU 

Anda mungkin juga menyukai