Anda di halaman 1dari 24

PATOFISIOLOGI ALO

ACUTE LUNG ODEMA

Kelompok 3
Claudia Langi

Fani Dady

Elsiana Sumbiri

Novitri Buluran

Jaclin Awuy

Grace Manggi

Veronika Munaiseche

Olivisa Daluhu

Toar Tumiwa

Rois Sikunyir

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

JURUSAN KEPERAWATAN

2016

1. DEFINISI
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya
penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan
pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas
(Gumiwang, 2007).
ALO
juga
dapat

diartikan

sebagai

penumpukan

cairan

(serous/serosanguineous) oleh karena adanya aliran cairan atau darah


ke ruang interstisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, bronkus,
bronkiolus, atau interstisial space melebihi cairan balik/kembali ke arah
jantung atau melalui limfatik (Tamashefski, 2000).
1. ETIOLOGI
a. Ketidakseimbangan Starling Forces:
1) Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler
pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid
plasma,

yang

biasanya

berkisar

28

mmHg

pada

manusia.

Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah


antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai
terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara
lain:
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi

ventrikel kiri (stenosis mitral).


Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan

fungsi ventrikel kiri.


Peningkatan tekanan
peningkatan

tekanan

kapiler
arteria

paru

sekunder

pulmonalis

oleh

(over

karena

perfusion

pulmonary edema).
2) Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,
protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit
nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema
paru,

diperlukan

juga

peningkatan

tekanan

kapiler

paru.

Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan


menyebabkan edema paru.
3) Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari
udara pleural, contoh yang sering menjadi etiologi adalah:
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).

2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi


saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan endexpiratory volume (asma).
4) Peningkatan tekanan onkotik intersisial
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik.
b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan
pembatas antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis
maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru
akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan
Starling Force.
1) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
2) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
3) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,
4)
5)
6)
7)
8)

alloxan, alpha-naphthyl thiourea).


Aspirasi asam lambung.
Pneumonitis radiasi akut.
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Disseminated Intravascular Coagulation.
Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat

nitrofurantoin,

leukoagglutinin.
9) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
10)
Pankreatitis Perdarahan Akut.
c. Insufisiensi Limfatik:
1) Post Lung Transplant.
2) Lymphangitic Carcinomatosis.
3) Fibrosing Lymphangitis (silicosis)
d. Tak diketahui/tak jelas
1) High Altitude Pulmonary Edema.
2) Neurogenic Pulmonary Edema.
3) Narcotic overdose.
4) Pulmonary embolism
5) Eclampsia
6) Post cardioversion
7) Post Anesthesia
8) Post Cardiopulmonary Bypass
e. Kardiogenik
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai

darah

untuk

jantung

dapat

menyempit karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan


jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan
menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang

disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang


mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti
biasa.
2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik.
Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya
kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung
(miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obatobatan

seperti

kokain

dan

obat

kemoterapi.

Kardiomiopati

menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu


mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila
ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut,
maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan
mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang
berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka
secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan
sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir
kembali melalui katub menuju paru-paru.
4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan
penyakit arteri koronaria.
2. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan

non-kardiogenik.

Hal

ini

penting

diketahui

oleh

karena

pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan


oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut.
Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat

terjadi pula pada

penderita Payah Jantung Kiri Cronic


a. Cardiogenic
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh
adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja
semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak
kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang


tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan
oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari
beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit
atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau
klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi
lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah
dari paru-paru. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar.
b. Non-Cardiogenic Pulmonary Edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya
disebabkan oleh hal berikut:
- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai
akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini
menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan
-

cairan dari pembuluh-pembuluh darah.


Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi
yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-

infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.


Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari
tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluhpembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orangorang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu

untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.


High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan
oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari

10,000 feet.
Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya
berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan

neurogenic pulmonary edema.


Paru yang mengembang secara

cepat

dapat

adakalanya

menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi


pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau
jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini

dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang


terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus

pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis


aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication,
terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary
edema.
Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic

pulmonary

edema

mungkin

termasuk

pulmonary

embolism

(gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut


yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute
lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia
pada wanita-wanita hamil.
3. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini. Secara patofisiologi
edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan
kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan
tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi
tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran
alveoli-kapiler,

dan

hasil

akhir

yang

terjadi

adalah

penurunan

kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas. Sering kali keadaan ini
berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
- Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang
prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit
meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
-

saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.


Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas
pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga
menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan
lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal

oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks


bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri
-

hanya terdapat sedikit perubahan saja.


Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas
sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita
nampak

sesak

sekali

dengan

batuk

berbuih

kemerahan.

Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya
menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini
morphin hams digunakan dengan hati-hati. Edema Paru yang
terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteria koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler
paru

normal,

indomethacin

yang

dapat

sebelumnya.

dicegah

dengan

Diperkirakan

pemberian

bahwa

dengan

menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase


akan mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark
Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya
normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan
cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru
sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita
terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder
oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada
cardiogenic

shock

Nasution,2006).

lung

(Sjaharudin

Harun

&

Sally

Aman

4. PATOFISIOLOGI
a. Penigkatan tekanan hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan
keluar sel) pada kapiler paru terjadi jika kerja pemompaan ventrikel
kiri

tidak

miokardium

adekuat.
atau

Penyebabnya

keadaan

yang

adalah

penurunan

menuntut

kekuatan

peningkatan

kerja

miokardium (gagal jantung), stenosis katup mitral atau regurgitasi.


Akibatnya, peningkatan atrium kiri akan dihantarkan ke belakang
pembuluh darah paru.
b. Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan edema
paru. Biasanya, kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system
limfatik. Jika gagal jantung kanan bersamaan dengan gagal jantung
kiri, tekanan vena sistemik akan meningkat, begitu pula tekanan
pada tempat drainase pembuluh limfatik ke dalam vena sehingga
menghambat drainase limfatik.
c. Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga
mendukung terjadinya edema paru (tidak ada cukup perotein untuk
mendorong cairan ke dalam sel).
d. Pada edema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan
alveolus meningkat. Akibatnya terjadi gangguan difusi yang terutama
mengganggu pengambilan O2. Sehingga pada aktifitas fisik dimana
kebutuhan O2 meningkat, konsentrasi O2 dalam darah akan turun
(hipoksemia, sianosis). Tekanan yang terus meningkat dan kerusakan
dinding alveolus menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus.
Alveolus yang terisi dengan cairan tidak lagi terlibat dalam proses
pertukaran gas, cairan memasuki jalan nafas sehingga meningkatkan
resistensi jalan nafas.
e. Edema paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak
(ortopneu). Pada posisi duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran
balik vena dari bagian tubuh terbawah akan turun (semakin turun
bila dalam posisi tegak) sehingga tekanan atrium kanan dan curah
jantung kanan menurun. Aliran darah ke paru akan berkurang
sehingga menyebabkan penurunan teknan hidrostatik di kapiler paru
dan dalam waktu yang bersamaan, aliran vena pulmonalis dari
bagian tubuh di atas paru akan meningkat. Selain itu, penurunan
tekanan vena sentralis membantu drainase limfatik dari paru.
Akibatnya, bendungan paru, serta edema alveolus dan interstisial
akan berkurang.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG
- Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri, atau fibrilasi
-

atrium, tergantung penyebab gagal jantung.


Gambaran iskemik, infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa

ditemukan.
Edema paru non iskemik: gelombang T negative yang lebar

dengan QT memanjang.
b. Laboratorium
- Analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah, kemudian
hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, enzim jantung

(CK-CKMB, Troponin T) diperiksa.


c. Foto Toraks
Hilus melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan
paru, akibat edema interstisial atau alveolar.

1.
2.
3.
4.
5.

Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)


Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
Kranialisasi vaskuler
Hilus suram (batas tidak jelas)
Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil
atau nodul milier)

Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma


kanan letak tinggi

1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)


2. Edema butterfly atau Bats Wing (edema sentral)
d. Ecocardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), segmental wall motion abnormality (PJK), dan
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel dan atrium kiri.

6. PENATALAKSANAAN
a. Posisi setengah duduk
b. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan
aliran

tinggi,

retensi

CO2,

hipoventilasi,

atau

tidak

mampu

mengurangi cairan edema secara adekuat dilakukan intubasi


c.
d.
e.
f.

endotrakeal, suction, dan ventilator/bipep.


Infuse emergensi
Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
Nitrogliserin sublingual atau iv.
Peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah > 95 mmHg
bisa diberikan iv mulai dosis 3-5 g/kgBB. Jika tidak memberikan

hasil memuaskan, dapat diberikan nitroprusid.


g. Nitroprusid iv dimulai dosis 0,1 g/kgBB/menit bila tidak member
respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg pada pasien
yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi ke organ-organ vital.

h. Morfin sulfat: 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total
dosis 15 mg.
i. Diuretic : Furosemid 40-80 mg iv bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai
produksi urin 1 ml/kgBB/jam.
j. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hiperfusi) Dopamin 2-5
g/kgBB/menit

atau

Dobutamin

2-10g/kgBB/menit

untuk

menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons


klinis atau keduanya.
k. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien innfark miokardial.
l. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis,
atau tidak berhasil dengan terapi oksigen.
m. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
n. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi,
VSD, dan rupture dinding ventrikel atau korda tendinae.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


7. PENGKAJIAN
a. Identitas :
b. Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
c. Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak
nafas,

cyanosis

atau

batuk-batuk

disertai

dengan

demam

tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi


dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar
dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik

atau

berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru,


jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien
e. Pemeriksaan fisik
- Sistem Integumen
Subyektif
:
Obyektif
: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat,
-

kemerahan
Sistem Pulmonal
Subyektif
: Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif
:Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang

paru,
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif
: sakit dada
Obyektif
:Denyut nadi

meningkat,

pembuluh

darah

vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak


-

teratur, suara jantung tambahan


Sistem Neurosensori
Subyektif
: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif
: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal
Subyektif
: lemah, cepat lelah
Obyektif
: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
Subyektif
:Obyektif
: produksi urine menurun/normal,

Sistem digestif
Subyektif
: mual, kadang muntah
Obyektif
: konsistensi feses normal/diare
Studi Laboratorik
Hb
: menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan

kadar

oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal


Elektrolit
: Natrium/kalsium menurun/normal

8. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Penurunan curah jantung berhubungan

dengan

perubahan

kontakilitas miokardial (penurunan).


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
4. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari

sehubungan

dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).


6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,

pengobatan

aturan

sehubungan dengan kurang terpajang informasi


9. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas
gejala gagal jantung.
Rencana tindakan :
a) Catat suara jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan
dalam memompa. Irama gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur
merupakan gambaran adanya ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b) Monitor tekanan darah
Rasional: pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan
SVR, lama kelamaan badan/body jantung tidak bisa bertambah
panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa terjadi hipotensi berat.
c) Palpasi denyut peripher
Rasional: Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada
arteri radialis, poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat
yang cepat atau reguler dan mungkin juga terdapat pulsus alternans
(denyut yang kuat di selingi denyut yang lemah)
d) Lihat warna kulit,pucat,cyanosis

Rasional: Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai


akibat sekunder dari ketidakadekuatnya CO
e) Nilai perubahan tanggapan panca indera

seperti:

lethargy,

kebingungan, disoientasi cemas dan depresi.


Rasional: Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai
akibat sekunder dari penurunan CO
f) Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai
indikasi.
Rasional: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard
untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
g) Collaborative pemberian diuretik
Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada
pasien cardiac out put yang relative normal yang di sertai oleh
gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretics akan mengurangi
reabsorbsi dari sodium dan air.
h) Collaborative pemberin digoxin
Rasional:
meningkatkan
kekuatan
melambatkan
menurunkan
retrakter

kecepatan
kecepatan

dari

AV

denyut

jantung

konduksi

junction

kontraksi

dan

untuk

(heart

jantung

dan

rate)

dengan

memperpanjng

periode

meningkatkan

efisiensi

jantung/cardiac out put.

Diagnosa Keperawatan 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan


dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke
dalam area intertitial/alveoli) Tujuan: Pertukaran gas efektif
Kriteria hasil: menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang
adekuat pada jringan di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan
Rencana tindakan:
a) Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels
Rasional: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan
secret yang membutuhkan penanganan lebih lanjut
b) Atur posisi fowler dan bed rest
Rasional: merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
Rasional: hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d) Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan
mengurangi hypoxemia jaringan
e) Collaborative pemberian obat Diuretic
Rasional: Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan
pertukaran gas
f) Bronkodilator

Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran


nafas.
Diagnosa

Keperawatan

3.

Ketidakefektifan

pola

pernafasan

berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap


penumpukan cairan dalam rongga pleura
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya
akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi faktor penyebab
Rasional: Dengan mengidentifikasikan penyebab,

kita

dapat

mengambil tindakan yang tepat


b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
Rasional: Dengan mengkaji kualitas,

frekuensi dan kedalaman

pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi


pasien
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan
respon pasien). Rasional: Peningkatan RR dan tachicardi merupakan
indikasi adanya penurunan fungsi paru
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
Rasional: Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada
f.

bagian paru-paru
Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif
Rasional: Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih

efektif
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obatobatan serta foto thorax
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan
dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax
dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya
daya kembang paru.
Diagnose
dengan

keperawatan
adanya

4:

Cemas atau ketakutan sehubungan

ancaman

(ketidakmampuan untuk bernafas).

kematian

yang

dibayangkan

Tujuan: Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga


tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu
beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih
rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit,
nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan:
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan
semi fowler.
b. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya
Rasional: pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga
dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
c. Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d. Bantu dalam menggunakan sumber koping yang ada
Rasional: Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif
sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
e. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
Rasional: Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
f. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas
Rasional: Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah
yang

dihadapi

klien

dan

membangun

kepercayaan

dalam

mengurangi kecemasan
g. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya
Rasional: Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat
diketahui.
Diagnose keperawatan 5: Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas
sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
Tujuan: Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan
segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup
Rencana tindakan:
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat
aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital
Rasional: Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas.
b. Bantu Px memenuhi kebutuhannya
Rasional: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri
c. Awasi Px saat melakukan aktivitas
Rasional: Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam
perawatan selanjutnya.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien

Rasional: Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas


secara penuh.
e. Jelaskan pada

f.

pasien

tentang

perlunya

keseimbangan

antara

aktivitas dan istirahat


Rasional: Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme
Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara
bertahap
Rasional: Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada kondisi normal.

Diagnose keperawatan 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi,


aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan informasi
Tujuan:

Pasien

dan

keluarga

tahu

mengenai

kondisi

dan

aturan

pengobatan
Kriteria hasil:
-Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah
-PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik
-Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan
perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah
Rencana tindakan:
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional: Informasi menurunkan

takut

karena

ketidaktahuan.

Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan


pentingnya intervensi terapeutik
b. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat
(contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan)
Rasional: Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik
untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat,
latihan).
Rasional:

Mempertahankan

kesehatan

umum

penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

meningkatkan

Rencana Tindakan:
Intervensi
N
Diagnosa
o
1
Ketidakefektifa
n pola nafas
berhubungan
dengan
keadaan tubuh
yang lemah

Tujuan & KH

Pola nafas
kembali efektif
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 24
jam, dengan
kriteria hasil:
Tidak terjadi
hipoksia atau
hipoksemia
Tidak sesak
RR normal (1620 / menit)
Tidak terdapat
kontraksi otot
bantu nafas
Tidak terdapat
sianosis

Intervensi

Rasional

1.Berikan HE pada 1.Informasi yang adekuat


pasien tentang
dapat membawa
penyakitnya
pasien lebih
kooperatif dalam
memberikan terapi
2.Atur posisi semi 2.Jalan nafas yang
fowler
longgar dan tidak ada
sumbatan proses
respirasi dapat
berjalan dengan
3.Observasi tanda
lancar.
dan gejala
3.Sianosis merupakan
sianosis
salah satu tanda
manifestasi
ketidakadekuatan
4.Berikan terapi
suply O2 pada
oksigenasi
jaringan tubuh
perifer .
4.Pemberian oksigen
secara adequat dapat
mensuplai dan
5.Observasi
memberikan
tanda-tanda
cadangan oksigen,
vital
sehingga mencegah
terjadinya hipoksia.
5.Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
6.Observasi
kerja jantung yang
timbulnya
menurun timbul
gagal nafas.
takikardia dan
capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6.Ketidakmampuan tubuh
7.Kolaborasi
dalam proses
dengan tim
respirasi diperlukan
medis dalam
intervensi yang kritis
memberikan
dengan
pengobatan
menggunakan alat

bantu pernafasan
(mekanical
ventilation).
7.Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
2

Gangguan
pertukaran
Gas
berhubungan
dengan
distensi kapiler
pulmonar

Resiko
infeksi

tinggi

Fungsi
pertukaran gas
dapat maksimal
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 24
jam dengan
kriteria hasil:
Tidak terjadi
sianosis
Tidak sesak
RR normal (1620 / menit)
BGA normal:
partial
pressure of
oxygen
(PaO2): 75100 mm Hg
partial
pressure of
carbon
dioxide
(PaCO2):
35-45 mm
Hg
oxygen
content
(O2CT): 1523%
oxygen
saturation
(SaO2): 94100%
bicarbonate
(HCO3): 2226 mEq/liter
pH: 7.357.45
Infeksi tidak
terjadi setelah

1. Berikan HE 1.Informasi yang adekuat


pada pasien
dapat membawa
tentang
pasien lebih
penyakitnya
kooperatif dalam
memberikan terapi
2.Jalan nafas yang
2. Atur posisi
longgar dan tidak ada
pasien semi
sumbatan proses
fowler
respirasi dapat
berjalan dengan
lancer
3. Bantu
3.Posisi yang berbeda
pasien untuk
menurunkan resiko
melakukan
perlukaan akibat
reposisi
imobilisasi
secara
4.Pemberian oksigen
sering
secara adequat dapat
4. Berikan
mensuplai dan
terapi
memberikan
oksigenasi
cadangan oksigen,
sehingga mencegah
terjadinya hipoksia
5.Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
5. Observasi
terjadinya gangguan
tanda
nafas disertai dengan
tanda vital
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan
capilary refill time
yang
6. Kolaborasi
memanjang/lama.
dengan tim 6.Pengobatan yang
medis dalam
diberikan berdasar
memberikan
indikasi sangat
pengobatan
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

1.Berikan HE pada 1.Informasi yang adekuat


pasien tentang
dapat membawa

dilakukan
kondisi yang
tindakan
dialaminya
keperawatan
selama 3 24 2.Observasi
jam, dengan
tanda-tanda
kriteria hasil:
vital.
Pasien mampu
mengurangi
3.Observasi
kontak
dengan area
daerah
pemasangan
pemasangan
selang
selang
endotrakheal
endotrakeal
- Suhu normal
4.Lakukan tehnik
(36,5oC)
perawatan
secara aseptik
5.Kolaborasi
dengan tim
medis dalam
memberikan
pengobatan

berhubungan
dengan area
invasi
mikroorganism
e
sekunder
terhadap
pemasangan selang
endotrakeal

pasien lebih
kooperatif dalam
memberikan terapi
2.Meningkatnya suhu
tubuh dpat dijadikan
sebagai indicator
terjadinya infeksi
3.Kebersihan area
pemasangan selang
menjadi factor resiko
masuknya
mikroorganisme
4.Meminimalkan
organisme yang
kontak dengan pasien
dapat menurunkan
resiko terjadinya
infeksi
5.Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

Bersihan jalan
napas
tak
efektif
b.d
sekret
yang
kental
atau
hipersekresi
sekunder
akibat ALO
-

Nafas dalam dapat


membantu
membebaskan jalan
napas.

Keadekuatan
1. Motivasi klien
pola napas
untuk napas
tercapai setelah
panjang dan
pemberian
dalam apabila
intervensi
tidak terdapat
selama 2x24
kontra indikasi
jam.
Kriteria hasil:
2. Kolaborasi
RR dalam
pemberian
diuretik sesuai
rentang
normal, 14-18
indikasi
kali/menit
- Tidak terdapat
3. Kolaborasi
retraksi otot
aspirasi cairan
bantu napas
paru (pungsi)
tambahan
sesuai
- Ekspansi dada
indikasi
simetris
- Klien
mengatakan
tidak sesak

Diuretic
dapat
membantu
proses
pengeluaran cairan
dari dalam tubuh
Membebaskan
napas

jalan

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum.
Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ
Publishing
Lewis, dkk. 1998. Medical Surgical Nursing. Copyright 2000 by Mosby
Zimmerman J.L Taylor R.W, Dellinger R.P, Farmer. 1997. Fundamental Critical
support. Society of Critical Care Medicine.

Faktor
kardiogenik

Faktor nonkardiogenik

PATHWAY

ARSD

Gagal jantung
kiri

Pnemonia
Aspirasi As.
Lambung
Bahan Toksik
inhalan

Isufisiens
i limfatik

Unkwnow
n

Post. Lung
transplan
t
Lymphangit
ic
carsinomi
closis
Silicosis

Pulmonary
Embolism
Eclamasia
High
altitude
Pulmonar
y edema

Ketidakseimban
gan
Staling Force

Tekanan
Kapiler
Paru

Tekanan

Tekanan

Tekanan

Onkotik
Plasma

Negative

Onkotik

Interstitial

Interstitial

Cairan
berpindah ke
interstitial
Akumulasi cairan berlebih (transudat /
eksudat)

Alveoli terisi
cairan

Gangguan
pertukaran
gas

Gangguan
perfusi
jaringan

Cardiac
ouput

O2
jaringan

Pemasangan
alat bantu
nafas
(ventilator)

Bed rest
fisik

Pengambila
n O2

Kelelahan

Gangguan
pola nafas

Intoleransi
aktivitas

Defisit
perawat
an diri

Pemasanga
n selang
endotrakhe
al

Area
invas
i

Gangguan
komunikasi
verbal

Resik
o
tingg
i

M.O

Anda mungkin juga menyukai