Disusun oleh:
GOMBONG
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberikan nikmat
serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan
Dengan Kasus RDS dan Asphyxia Pada Anak”.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
2.1 Asfiksia
2.1.1 Definisi Asfiksia ………………………………………………… 4
2.1.2 Etiologi …………………………………………………………... 4
2.1.3 Pathway ………………………………………………………….. 5
2.1.4 Manifestasi Klinis ……………………………………………….. 9
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang …………………………………………. 9
A. Pengkajian …………………………………………………………….. 16
B. Daftar Diagnosa ……………………………………………………….. 19
C. Intervensi Keperawatan Berdasarkan Nanda/NOC/NIC ……………… 19
iii
BAB IV Penutup
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Respirasi Distress Syndrom (RDS) namun penanganan awal kegawatan
adalah hal yang sangat penting apabila terjadi apnea yang merupakan salah
satu tanda bahaya atau Danger Sign yang harus ditangani dimanapun bayi
baru lahir berada karena Respirasi Distress Syndrom (RDS) adalah salah satu
2 gangguan nafas yang merupakan kegawatan peinatal jika tidak ditangani
dengan baik maka akan berdampak pada kematian atau gejala sisa bila dapat
bertahan hidup (Sukarni & Sudarti, 2014).
Penurunan angka kematian neonatal dapat dicapai dengan pemberian
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkesinambungan sejak bayi
dalam kandungan, saat lahir hingga masa neonatal (Pritasari, 2010). Untuk itu
peran serta perawat dalam mencegah kegawatan nafas pada neonatus yaitu
dengan meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin dengan melakukan
dedikasi dini melalui pemantauan Ante Natal Care dan pengelolaan bayi yang
mengalami distress pernapasan.
Dalam profil kesehatan Indonesia dijelaskan bahwa beberapa penyebab
kematian bayi dapat bermula dari masa kehamilan. Penyebab bayi yang
terbanyak adalah disebabkan karena pertumbuhan janin yang lambat,
kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah
(BBLR) sedangkan penyebab lainya yang cukup banyak terjadi adalah
kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intauterus) dan kegagalan
nafas secara spontan dan teratur saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
(Hamzah, 2013).
Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan
bahwa kematian bayi masih pada angka 32 per 1000 kelahiran hidup, dan hal
tersebut terjadi pada minggu pertama kelahiran, paling besar diakibatkan
karena gangguan pada sistem pernafasan yang mencapai 36,9%. Salah satu
penyebab gangguan sistem pernafasan pada bayi adalah Respirasi Distress
Syndrom (RDS) yang mencapai 14% (Erlita, R, 2013).
2
1.2 Tujuan
a) Mengetahui Pengertian Asphyxia dan RDS
b) Mengetahui Etiologi Asphyxia dan RDS
c) Mengetahui Pathway Asphyxia dan RDS
d) Mengetahui Manifestasi Klinis Asphyxia dan RDS
e) Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Asphyxia dan RDS
1.3 Manfaat
a) Manfaat Keilmuan
Sebagai bahan untuk menambah wawasan pembaca khususnya tentang
Asfiksia dan RDS ..
b) Manfaat bagi Mahasiswa
Sebagai bahan dalam memenuhi tugas dari dosen.
c) Manfaat bagi Perawat
Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan
khususnya mahasiswa ilmu keperawatan mengenai Asfiksia dan RDS.
3
BAB II
TINJAUAN MEDIS
2.1 Asfiksia
4
2.1.2 Etiologi
5
Bila malnutrisi janin terjadi di awal kehamilan, maka bayi
bisa lahir mati, dapat juga terjadi pertumbuhan lambat, sehingga
terjadi apa yang disebut SGA (Small For Gestational Age) atau
bayi lebih kecil dari yang seharusnya sesuai umur.
d. Faktor keadaan bayi
1) Bayi premature (kehamilan kurang dari 37 minggu)
2) Persalinan patologis (presentasi bokong, gemeli, distosia
bahu, ekstraksi vakum, forceps)
3) Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernafasan
bayi
4) Aspirasi meconium pada air ketuban bercampur meconium
(warna kehijauan)
Menurut Weni Kristiyanasari (2013), Asfiksia dalam kehamilan
dapat disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, penyakit pembuluh darah ibu yang menganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus penyakit
infeksi akut atau kronis, anemia berat, keracunan obat bius, uremia,
toksemia gravidarum, cacat bawaan atau trauma. Asfiksia dalam
persalinan dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur uteri, tekanan
kepala anak yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat bius terlalu
banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta,
plasenta tua (serotinus), prolapsus.
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin
sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan
nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran
darah umbilical maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan
asfiksia (Anik & Eka, 2013:297).
6
Penyebab asfiksia menurut Anik & eka (2013:297) adalah:
Menurut ai yeyeh & Lia (2013: 250). Beberapa faktor yang dapat
menimbulkan gawat janin (Asfiksia):
7
tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat
waktu, pengaruh obat, karena narkoba saat persalinan.
2) Faktor ibu misalnya, gangguan his: tetania uterihipertoni,
turunnya tekanan darah dapat mendadak, perdarahan pada
plasenta previa, solusio plasenta, vaso kontriksi arterial, hipertensi
pada kehamilan dan gestosis preeklamsia-eklamsia, gangguan
pertukaran nutrisi/O2, solusio plasenta.
Menurut Vidia & Pongki (2016: 362), beberapa kondisi tertentu pada
ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter
sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia
bayi baru lahir, Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali
pusat dan bayi berikut ini:
1) Faktor Ibu
- Pre Eklamsi dan Eklamsi
- Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
- Partus lama atau partus macet
- Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV)
- Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
- Lilitan Tali Pusat
- Tali Pusat Pendek
- Simpul Tali Pusat
- Prolapsus Tali Pusat
3) Faktor Bayi
- Bayi Prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
- Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
8
- Kelainan bawaan (kongenital)
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
2.1.3 Pathway
(Lampiran)
1) Pada kehamilan
9
2.2 RDS (Respiratory Distress Syndrome)
2.2.2 Etiologi
10
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang
(Hasan, 2010).
11
2.2.3 Pathway
(Lampiran)
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan
dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema,
dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala
klinikal yang timbul yaitu adanya sesak nafas pada bayi prematur
segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit),
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis,
dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
12
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
13
berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang
adekuat.
2.2.6 Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi:
1) Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang
invasif dengan berbagai efek pada sistem kardiopulmonal.
Ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan
optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional
concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta tekanan
ventilatoratau volume tidal yang minimal.
2) Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah
surfaktan sintetis dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak
paru-paru sapi atau dari bilas paru-paru domba atau babi.
Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir
apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat.
Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam)
setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan
tambahan oksigen 30% atau lebih. Surfaktan dapat diberikan
langsung melalui selang ETT atau dengan menggunakan
nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke
bagian perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik danefek
samping yang dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian
surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan nebulizer
disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage (Effendi & Firdaus, 2010).
14
3) Continuos Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah
merupakan suatu alat untuk mempertahankan tekanan positif pada
saluran napas neonatus selama pernafasan spontan. CPAP
merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk
tatalaksana respiratory distress pada neonatus. Penggunaan CPAP
yang benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas,
mengurangi ketergantungan terhadap oksigen, membantu
memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual paru,
mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah
kollaps paru, mengurangi apneu, bradikardia, dan episodesianotik
(Effendi & Ambarwati, 2014).
4) Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)
merupakan alat yang menghubungkan langsung darah vena pada
alat paru-paru buatan (membrane oxygenator), dimana oksigen
ditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian darah dipompa
balik pada atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau aorta
(venoarterial). Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat
dan menghindari tekanan tinggi ventilator (Effendi & Firdaus,
2010).
15
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Asfiksia
A. Pengkajian
16
b) Keluhan utama
Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan saat
pemeriksaan (romauli, 2011). Pasien dengan asfiksia memiliki
frekuensi jantung <100 kali/menit atau >100 kali/menit, tonus
otot kurang baik, sianosis/pucat (Ridha, 2014).
c) Antenatal care (ANC)
Untuk mengetahui riwayat ANC teratur atau tidak, sejak
hamil berapa minggu, tempat ANC dan riwayat kehamilannya
(Wiknjosastro, 2009).
d) Penyuluhan Apakah ibu sudah dapat penyuluhan tentang gizi,
aktifitas selama hamil dan tanda-tanda bahaya kehamilan
(Saifuddin, 2010)
e) Imunisasi tetanus tosoid (TT)
Untuk mengetahui sudah/belum, kapan dan berapa kali
yang nantinya akan mempengaruhi kekebalan ibu dan bayi
terhadap penyakit tetanus (Wiknjosastro, 2009).
f) Menurut Muslihatun, (2009). Kebiasaan ibu sewaktu hamil:
1. Pola nutrisi: Dikaji untuk mengetahui apa ibu hamil
mengalami gangguan nutrisi atau tidak, pola nutrisi yang
perlu dikaji meliputi frekuensi, kualitas, keluhan, makanan
pantangan.
2. Pola eliminasi: Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu
BAK dan BAB, berkaitan dengan obesitas atau tidak.
3. Pola istirahat: Untuk mengetahui hambatan ibu yang
mungkin muncul jika didapat data yang senjang tentang
pemenuhan istirahat.
4. Personal hygiene: Dikaji untuk mengetahui tingkat
kebersihan, sangat penting agar tidak terkena infeksi.
5. Psikologi budaya: Untuk mengetahui apakah ibu ada
pantang makanan dan kebiasaan selama hamil yang tidak
diperbolehkan dalam adat masyarakat setempat.
17
6. Perokok dan pemakaian obat-obatan dan alkohol yang
mengaibatkan abortus dan kerusakan.
2) Data obyektif
Data obyektif adalah pencatatan yang dilakukan dari hasil
pemeriksaan fisik, dan data penunjang (Wildan dan Hidayat, 2008).
a. Pemeriksaan khusus dilakukan dengan pemeriksaan APGAR pada
menit pertama ke-5 dan ke-10.
b. Pemeriksaan umum
Pemeriksa ukuran keseluruhan, kepala, badan, ekstremitas,
tonusotot, tingkat aktivitas, warna kulit dan bibir tangis bayi.
Pemeriksaan tanda-tanda:
- Laju nafas 40-60 kali per menit, periksa kesulitan bernapas.
- Laju jantung 120-160 kali per menit.
- Suhu normal 36,5oC.
c. Pemeriksaan fisik sistematis
Menurut Indrayani dan Moudy (2013):
- Kepala: Pemeriksaan kepala, ubun-ubun (raba adanya
cekungan atau cairan dalam ubun-ubun), sutura (pada
perabaan sutura masih terbuka), molase, periksa hubungan
dalam letak dengan mata dan kepala. Ukur lingkar kepala
dimulai dari lingkar skdipito sampai frontal.
- Mata: Buka mata bayi dan lihat apakah ada tanda-tanda
infeksi atau pus. Bersihkan kedua mata bayi dengan lidi
kapas DTT. Berikan salf mata kepala.3. Telinga: Periksa
hubungan letak dengan mata dan kepala.
- Hidung dan mulut: Periksabibir dan langitan sumbing, refleks
hisap, dinilai saat bayi menyusui.
- Leher: Periksa adanya pembesaran kelenjar thyroid.
- Dada: Periksa bunyi nafas dan detak jantung. Lihat adakah
tarikan dinding dada dan lihat puting susu (simetris atau
tidak).
18
- Abdomen: Palpasi perut apakah ada kelainan dan keadaan tali
pusat.
- Genetalia: Untuk laki-laki periksa apakah testis sudah turun
kedalam skrotum. Untuk perempuan periksa labia mayor dan
minor apakah vagina berlubang dan uretra berlubang.
- Punggung: Untuk mengetahui keadaan tulang belakang
periksa reflek di punggung dengan cara menggoreskan jari
kita di punggung bayi, bayi akan mengikuti gerakan dari
doresan jari kita.
- Anus: Periksa lubang anus bayi.
- Ekstremitas: Hitung jumlah jari tangan bayi.
- Kulit: Lihat warna kulit dan bibir setra tanda lahir.
B. Daftar Diagnosa
1) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
2) Ketidakefektifan Pola Nafas
3) Gangguan Pertukuran Gas
4) Resiko Ketidakseimbangan Suhu Tubuh
5) Resiko Cidera
19
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Ketidakefektifan bersih jalan NOC: NIC:
napas Respiratory status: Airway suction :
Definisi: ketidakmampuan Ventilator - Pastikan kebutuhan
untuk membersihkan sekresi Respiratory status: airway oral/tracheal suctioning.
atau obstruksi jalan napasan patency - Auskultasikan suara
untuk mempertahankan jalan Kriteria Hasil: nafas sebelum dan
napas tetap paten. - Bersuara nafas yang sesudah suctioning.
Batasan karakterisktik : bersih, tidak ada sianosis - Informasikan pada klien
- Tidak ada batuk dan dyspneu dan keluarga tentang
- Suara nafas tambahan - Mampu bernafas dengan suctioning.
- Perubahan frekuensi nafas mudah, tidak ada pursed - Meminta klien nafas
- Perubahan irama nafas lips dalam sebelum suction
- Sianosis - Menunjukkan jalan nafas dilakukan.
- Penurunan bunyi nafas yang paten (klien - Berikan O2dengan
- Dipsneu tidaksesak), irama nafas, menggunakan nasal
- Sputum dalam jumlah yang frekuensi pernafasan untuk memfasilitasi
berlebih dalam rentang normal, suksion nasotrakeal.
- Batuk yang tidak efektif tidak ada suara nafas - Gunakan alat yang steril
- Orthopneu abnormal. setiap melakukan
- Gelisah - Mampu mengidentifikasi tindakan.
- Mata terbuka dan mencegah faktor yang - Anjurkan pasien untuk
Faktor-faktor yang dapat menghambat jalan istirahat dan napas dalam
berhubungan: nafas. setelah kateter
Lingkungan: dikeluarkan dari
- Perokok pasif nasotrakeal.
- Menghisap asap - Monitor status oksigen
- Merokok pasien.
Obstruksi jalan nafas: - Ajarkan keluarga
- Spasme jalan nafas. bagaimana cara
melakukan suktion.
20
- Mokus dalam jumlah - Hentikan suktion dan
berlebihan berikan oksigen apabila
- Eksudat dalam jalan pasien menunjukkan
alveoli bradikardi, peningkatan
- Materi asing dalam saturasi O2, dll.
jalan nafas Airway Management:
- Adanya jalan nafas - Buka jalan nafas,
buatan gunakan teknik chin lift
- Sekresi bertahan/sisa atau jaw thrust bila perlu.
sekresi - Posisikan pasien untuk
- Sekresi dalam bronki memaksimalkan
ventilasi.
- Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan.
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada
jika perlu.
- Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction.
- Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan.
- Lakukan suction pada
mayo.
- Berikan bronkodilator
bila perlu.
- Berikan pelembab udara
kasa basah Nacl
Lembab.
- Atur intake untuk cairan
21
mengoptimalkan
keseimbangan.
- Monitor respirasi dan
status O2.
2. Ketidakefektifan pola nafas NOC: NIC :
Definisi : Inspirasi dan atau Respiratory status : Airway Management
ekspirasi yang tidak memberi Ventilation 1. Buka jalan nafas,
ventilasi Respiratory status : guanakan teknik chin
Batasan karakteristik : Airway patency lift atau jaw thrust bila
Perubahan kedalaman Vital sign Status perlu
pernafasan 2. Posisikan pasien untuk
Perubahan ekskursi dada Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan
Mengambil posisi tiga titik keperawatan selama ventilasi
Penurunan ventilasi semenit ………..klien menunjukkan 3. Identifikasi pasien
Penurunan tekanan keefektifan pola nafas, dengan perlunya pemasangan
inspirasi/ekspirasi alat jalan nafas buatan
Penurunan kapasitas vital Kriteria hasil: 4. Pasang mayo bila perlu
Peningkatan diameter Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi
anterior-posterior efektif dan suara nafas dada jika perlu
Pernafasan cuping hidung yang bersih, tidak ada 6. Keluarkan sekret
Menggunakan otot sianosis dan dyspneu dengan batuk atau
pernafasan tambahan (mampu mengeluarkan suction
Bradipneu sputum, bernafas dengan 7. Auskultasi suara nafas,
Takipneu mudah, tidak ada pursed catat adanya suara
Dispneu lips) tambahan
Orthopnea Menunjukkan jalan nafas 8. Lakukan suction pada
Faktor yang berhubungan : yang paten (klien tidak mayo
Ansietas merasa tercekik, irama 9. Berikan bronkodilator
Posisi tubuh nafas, frekuensi pernafasan bila perlu
Deformitas tulang dalam rentang normal, 10. Berikan pelembab udara
Deformitas dinding dada tidak ada suara nafas Kassa basah NaCl
22
Keletihan abnormal) Lembab
Hiperventilasi, Hipoventilasi Tanda Tanda vital dalam 11. Atur intake untuk cairan
sindrom rentang normal (tekanan mengoptimalkan
Perusakan/pelemahan darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
muskulo-skeletal 12. Monitor respirasi dan
Kelelahan otot pernafasan status O2
Nyeri Oxygen Therapy
Disfungsi Neuromuskuler 1. Bersihkan mulut, hidung
Obesitas dan secret trakea
Injuri tulang belakang 2. Pertahankan jalan nafas
Dyspnea yang paten
Nafas pendek 3. Atur peralatan
Penurunan tekanan oksigenasi
inspirasi/ekspirasi 4. Monitor aliran oksigen
Penurunan pertukaran udara 5. Pertahankan posisi
/ menit pasien
Menggunakan otot 6. Onservasi adanya tanda
pernafasan tambahan tanda hipoventilasi
Orthopnea 7. Monitor adanya
Pernafasan pursed-lip kecemasan pasien
Tahap ekspirasi berlangsung terhadap oksigenasi
sangat lama Vital sign Monitoring
Penurunan kapasitas vital 1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
23
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3. Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Definisi : Kelebihan atau Respiratory Status : Gas Airway Management
kekurangan dalam oksigenasi exchange 1. Buka jalan nafas,
dan atau pengeluaran Respiratory Status : guanakan teknik chin
karbondioksida di dalam ventilation lift atau jaw thrust bila
membran kapiler alveoli Vital Sign Status perlu
Batasan karakteristik : 2. Posisikan pasien untuk
pH darah arteri abnormal Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan
pernafasan abnormal (mis: keperawatan selama…. ventilasi
kecepatan, irama, Gangguan pertukaran klien 3. Identifikasi pasien
kedalaman) teratasi dengan perlunya pemasangan
24
Gangguan penglihatan alat jalan nafas buatan
Penurunan CO2 Kriteria hasil: 4. Pasang mayo bila perlu
Takikardi Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi
Hiperkapnia peningkatan ventilasi dan dada jika perlu
samnolen oksigenasi yang adekuat. 6. Keluarkan sekret
Iritabilitas Memelihara kebersihan dengan batuk atau
Hipoksia paru paru dan bebas dari suction
kebingungan tanda tanda distress 7. Auskultasi suara nafas,
nasal faring pernafasan catat adanya suara
AGD Normal Mendemonstrasikan batuk tambahan
sianosis efektif dan suara nafas 8. Lakukan suction pada
warna kulit abnormal (pucat, yang bersih, tidak ada mayo
kehitaman) sianosis dan dyspneu 9. Berika bronkodilator
Hipoksemia (mampu mengeluarkan bial perlu
sakit kepala saat bangun sputum, mampu bernafas 10. Barikan pelembab udara
Faktor faktor yang dengan mudah, tidak ada 11. Atur intake untuk cairan
berhubungan : pursed lips) mengoptimalkan
ketidakseimbangan perfusi Tanda tanda vital dalam keseimbangan.
ventilasi rentang normal 12. Monitor respirasi dan
perubahan membran kapiler- AGD dalam batas normal status O2
alveolar Status neurologis dalam batas
normal Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
25
3. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
26
hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda
tanda gagal nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
Tingkatkan oral hygiene
4. Resiko Ketidakseimbangan NOC NIC
suhu tubuh · Termoregulasi Newborn Care
Definisi : Berisiko mengalami
· Termoregulasi : Newborn 1. Pengaturan suhu :
kegagalanmempertahankan suhu mencapai dan atau
tubuh dalam kisaran normal Kriteria Hasil : mempertahankan suhu
Faktor Risiko : a. Suhu kulit normal tubuh dalam range
Perubahan laju metabolisme b. Suhu badan 36-37 C normal
Dehidrasi c. TTV dalam batas normal 2. Pantau suhu bayi baru
Pemajanan suhu lingkungan d. Hidrasi adekuat lahir sampai stabil
yang ekstrem e. Tidak hanya menggigil 3. Pantau tekanan darah,
Usia ekstrem f. Gula darah DBN nadi, dan pernafasan
Berat badan ekstrem g. Keseimbangan asam dengan tepat
Penyakit yang basa DBN 4. Pantau warna dan suhu
mempengaruhi regulasi suhu
· Bilirubin DBN kuilt
Tidak beraktivitas 5. Pantau dan laporkan
Pakaian yang tidak sesuai tanda dan gejala
untuk suhu lingkungan hipotermi dan hipertemi.
Obat yang menyebabkan 6. Tingkatkan keadekuatan
fasokontriksi masukan cairan dan
Obat yang menyebabkan nurtisi
vasodilatasi 7. Tempatkan bayi baru
Sedasi lahir pada ruangan
Trauma yang mempengaruhi isolasi atau bawah
27
pengaturan suhu pemanas
Aktvitas yang berlebihan 8. Pertahankan panas tubuh
bayi
9. Gunakan matras panas
dan selimuthangat yang
disesuaikan dengan
kebutuhan.
10. Berikan pengobatan
dengan tepat untuk
mencegah atau control
menggigil
11. Gunakan matras sejuk
dan mandi dengan air
hangat untuk
menyesuaikan dengan
suhu tubuh dengan tepat
Temperature regulation
(pengaturan suhu)
1. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan
RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
28
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien
cara mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negative dan
kedinginan
10. Beritahu tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dan
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu
Temperature regulation :
Intraoperative
· Mempertahankan suhu
tubuh interaoperatif yang
diharapkan
· Atur kemungkinan
tranfusi
· Persiapan untuk tranfusi
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat
29
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
2. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dan ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan
elektrolit urine
5. Monitor serum dan
osmilalitas urine
6. Monitor BP < HR, dan
RR
7. Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama jantung
8. Monitor parameter
hemodinamik infasif
9. Catat secara akutar
intake dan output
10. Monitor membrari
mukosa dan turgor kulit,
serta rasa haus
11. Catat monitor warna,
jumlah dan
12. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
30
perifer dan penambahan
BB
13. Monitor tanda dan
gejala dan odema
· Beri cairan sesuai
keperluan
· Kolaborasi pemberian
obat yang dapat
meningkatkan output urin
· Lakukan hemodialisis
bila perlu dan catat respons
pasien
Vital Sign Monitoring
· Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
· Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
· Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk
· atau berdiri
· Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
· Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
· Monitor kualitas dari nadi
· Monitor adanya pulsus
paradoksus
· Monitor adanya pulsus
alterans
31
· Monitor jumlah dan
irama jantung
· Monitor bunyi jantung
· Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
· Monitor suara paru
· Monitor pola pernapasan
abnormal
· Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
· Monitor sianosis perifer
· Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
· Identifikasi penyebab dan
perubahan vital sign
32
Pola kepegawaian : kognitif, factor resiko dari lingkungan yang
afektif, dan faktor lingkungan/perilaku berbahaya (misalnya
psikomotor personal memindahkan
Fisik (contoh : rancangan Mampu memodifikasi perabotan)
struktur dan arahan gaya hidup untuk 4. Memasang side rail
masyarakat, bangunan dan mencegah injury tempat tidur
atau perlengkapan) Menggunakan fasilitas 5. Menyediakan tempat
Nutrisi (contoh : vitamin dan kesehatan yang ada tidur yang nyaman dan
tipe makanan) Mampu mengenali bersih
Biologikal ( contoh : tingkat perubahan status kesehatan 6. Menempatkan saklar
imunisasi dalam masyarakat, lampu ditempat yang
mikroorganisme) mudah dijangkau
Kimia (polutan, racun, obat, pasien.
agen farmasi, alkohol, kafein 7. Membatasi pengunjung
nikotin, bahan pengawet, 8. Memberikan
kosmetik, celupan (zat warna penerangan yang cukup
kain)) 9. Menganjurkan keluarga
Internal untuk menemani pasien.
Psikolgik (orientasi afektif) 10. Mengontrol lingkungan
Mal nutrisi dari kebisingan
Bentuk darah abnormal, 11. Memindahkan barang-
contoh : barang yang dapat
leukositosis/leukopenia, membahayakan
perubahan faktor 12. Berikan penjelasan pada
pembekuan, trombositopeni, pasien dan keluarga atau
sickle cell, thalassemia, pengunjung adanya
penurunan Hb, Imun- perubahan status
autoimum tidak berfungsi. kesehatan dan penyebab
Biokimia, fungsi regulasi penyakit.
(contoh : tidak berfungsinya
sensoris)
33
Disfugsi gabungan
Disfungsi efektor
Hipoksia jaringan
Perkembangan usia
(fisiologik, psikososial)
Fisik (contoh : kerusakan
kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan
mobilitas)
34
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa rds dan asphyxia
merupakan dua kasus kegawatdaruratan pernapasan pada bayi/anak.
Asphyxia dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi
dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru-paru (Sudarti
dan Fauzizah, 2013). Sedangkan Respiratory distress syndrome adalah bentuk
gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia, penurunan compliance paru,
dispnea, edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrate yang
menyebar (Somantri, 2019). Pengkajian dan asuhan keperawatan yang cepat
dan tepat pada anak dengan kasus RDS dan Asphyxia sangatlah diutamakan
karena menyangkut kebutuhan biologis yang merupakan prioritas utama yaitu
terkait pernapasan. Apabila pertolongan yang dilakukan tidak cepat dan tepat
dapat membahayakan bagi keselamatan anak.
3.2 Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Suriadi, Y.R. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Hasan, R., & Alatas, H. (2010). Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Infomedika
Rukiyah, A. Y., & Yulianti, L. (2013). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: CV. Trans Info Medika.
37
Lampiran 1 Pathway Asphyxia
38
Lampiran 2 Pathway RDS
39