Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS RDS DAN

ASPHYXIA PADA ANAK


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh:

1. Duwi Iryani (A11701409)


2. Abdulah (A11701511)
3. Aenalia Ikrima F. (A11701513)
4. Aji Utomo (A11701514)
5. Alfian Dwi S. (A11701515)
6. Andi Rahmawan (A11701516)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberikan nikmat
serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Makalah Asuhan Keperawatan
Dengan Kasus RDS dan Asphyxia Pada Anak”.

Laporan ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan


anak yang diberikan dosen dan juga dalam rangka memperdalam pemahaman
tentang asuhan keperawatan pada anak khususnya pada kasus RDS dan Asphyxia.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-ide sehingga makalah ini bisa tersusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Gombong, 3 November 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………… i

Kata Pengantar ………………………………………………………………... ii

Daftar Isi ……………………………………………………………………… iii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 2
1.3 Tujuan ………………………………………………………………….. 2

BAB II Tinjauan Medis

2.1 Asfiksia
2.1.1 Definisi Asfiksia ………………………………………………… 4
2.1.2 Etiologi …………………………………………………………... 4
2.1.3 Pathway ………………………………………………………….. 5
2.1.4 Manifestasi Klinis ……………………………………………….. 9
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang …………………………………………. 9

2.2 RDS (Respiratory Distress Syndrome)


2.2.1 Definisi RDS ……………………………………………………. 10
2.2.2 Etiologi ………………………………………………………….. 10
2.2.3 Pathway …………………………………………………………. 12
2.2.4 Manifestasi Klinis ……………………………………………….. 12
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang …………………………………………. 13
2.2.6 Penatalaksanaan …………………………………………………. 14

BAB III Tinjauan Keperawatan

A. Pengkajian …………………………………………………………….. 16
B. Daftar Diagnosa ……………………………………………………….. 19
C. Intervensi Keperawatan Berdasarkan Nanda/NOC/NIC ……………… 19

iii
BAB IV Penutup

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………… 35


3.2 Penutup …………………………………………………………….. 35

Daftar Pustaka ………………………………………………………………. 36

Lampiran 1 Pathway Asphyxia

Lampiran 2 Pathway RDS

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28
hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai
dengan usia 28 hari. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus
lanjut adalah bayi berusia 0-28 hari (Wafi Nur Muslihatun, 2010).
Asfikisia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas
bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode neonatal
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Negara maju angka
kejadian asfiksia berkisar antara 1 –1,5% dan berhubungan dengan masa
gestasi dan berat lahir. Negara berkembang angka kejadian bayi asfiksia lebih
tinggi dibandingkan di negara maju karena pelayanan antenatal yang masih
kurang memadai. Sebagian besar bayi asfiksia tersebut tidak memperoleh
penanganan yang adekuat sehingga banyak diantaranya meninggal. Pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status
kesehatan.
Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan
perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis
karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian perinatal
terbanyak disebabkan oleh asfiksia. Hal ini ditemukan di rumah sakit rujukan
di Indonesia (Setianingrum, 2014).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) 2013, jumlah
kelahiran bayi hidup di Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan
kelahiran prematur sebanyak 675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan
angka kematian sebesar 32.400 (nomor 8 peneyebab kematian di Indonesia)
Kegawatan nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang serius,
yang berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya
perawatan (Angus, 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya

1
Respirasi Distress Syndrom (RDS) namun penanganan awal kegawatan
adalah hal yang sangat penting apabila terjadi apnea yang merupakan salah
satu tanda bahaya atau Danger Sign yang harus ditangani dimanapun bayi
baru lahir berada karena Respirasi Distress Syndrom (RDS) adalah salah satu
2 gangguan nafas yang merupakan kegawatan peinatal jika tidak ditangani
dengan baik maka akan berdampak pada kematian atau gejala sisa bila dapat
bertahan hidup (Sukarni & Sudarti, 2014).
Penurunan angka kematian neonatal dapat dicapai dengan pemberian
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkesinambungan sejak bayi
dalam kandungan, saat lahir hingga masa neonatal (Pritasari, 2010). Untuk itu
peran serta perawat dalam mencegah kegawatan nafas pada neonatus yaitu
dengan meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin dengan melakukan
dedikasi dini melalui pemantauan Ante Natal Care dan pengelolaan bayi yang
mengalami distress pernapasan.
Dalam profil kesehatan Indonesia dijelaskan bahwa beberapa penyebab
kematian bayi dapat bermula dari masa kehamilan. Penyebab bayi yang
terbanyak adalah disebabkan karena pertumbuhan janin yang lambat,
kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah
(BBLR) sedangkan penyebab lainya yang cukup banyak terjadi adalah
kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intauterus) dan kegagalan
nafas secara spontan dan teratur saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
(Hamzah, 2013).
Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan
bahwa kematian bayi masih pada angka 32 per 1000 kelahiran hidup, dan hal
tersebut terjadi pada minggu pertama kelahiran, paling besar diakibatkan
karena gangguan pada sistem pernafasan yang mencapai 36,9%. Salah satu
penyebab gangguan sistem pernafasan pada bayi adalah Respirasi Distress
Syndrom (RDS) yang mencapai 14% (Erlita, R, 2013).

2
1.2 Tujuan
a) Mengetahui Pengertian Asphyxia dan RDS
b) Mengetahui Etiologi Asphyxia dan RDS
c) Mengetahui Pathway Asphyxia dan RDS
d) Mengetahui Manifestasi Klinis Asphyxia dan RDS
e) Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Asphyxia dan RDS
1.3 Manfaat
a) Manfaat Keilmuan
Sebagai bahan untuk menambah wawasan pembaca khususnya tentang
Asfiksia dan RDS ..
b) Manfaat bagi Mahasiswa
Sebagai bahan dalam memenuhi tugas dari dosen.
c) Manfaat bagi Perawat
Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan
khususnya mahasiswa ilmu keperawatan mengenai Asfiksia dan RDS.

3
BAB II

TINJAUAN MEDIS

2.1 Asfiksia

2.1.1 Definisi Asfiksia

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat


segera bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Rukiyah
& Yulianti, 2013).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan
makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010).

Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk


memulai danmelanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur.
Keadaan inibiasanya disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan
asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ
pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti
mengembangkan paru (Sudarti dan fauzizah, 2013).

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan


teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Anik & Eka, 2013:296).

Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan


pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau
beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia
(Asfiksia Primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian
mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (Asfiksia Skunder)
(Icesmi & Sudarti, 2014:158).

4
2.1.2 Etiologi

Adapun faktor yang dapat menyebabkan asfiksia menurut (Lia


Dewi, 2014):

a. Faktor keadaan ibu


1) Penyakit kronis (TBC, jantung, kekurangan gizi, ginjal)
a) Penyakit selama kehamilan (preeklamsi dan ekslamsi)
b) Penyakit genetic
c) Persalinan patologis (presentasi bokong, letak lintang,
partus lama atau partus macet, demam sebelum dan
selama persalinan, vakum ekstraksi, forceps)
d) Infesksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan lebih bulan (lebih 42 minggu kehamilan)
b. Faktor plasenta
1) Infark plasenta
Yaitu terjadinya pemadatan plasenta, nuduler dank eras
sehingga tidak berfungsi dalam pertukaran nutrisi
2) Solusio plasenta
Terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri
sebelum lahir. Biasanya terjadi pada trimester III, walaupun
dapat pula terjadi pada setiap saat dalam kehamilan.
3) Plasenta previa
Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak
di bagian atas uterus.
c. Faktor janin
1) Kelainaan genetika
2) Kelainan kromosom
3) Kelainan pertumbuhan
4) Malnutrisi janin

5
Bila malnutrisi janin terjadi di awal kehamilan, maka bayi
bisa lahir mati, dapat juga terjadi pertumbuhan lambat, sehingga
terjadi apa yang disebut SGA (Small For Gestational Age) atau
bayi lebih kecil dari yang seharusnya sesuai umur.
d. Faktor keadaan bayi
1) Bayi premature (kehamilan kurang dari 37 minggu)
2) Persalinan patologis (presentasi bokong, gemeli, distosia
bahu, ekstraksi vakum, forceps)
3) Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernafasan
bayi
4) Aspirasi meconium pada air ketuban bercampur meconium
(warna kehijauan)
Menurut Weni Kristiyanasari (2013), Asfiksia dalam kehamilan
dapat disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, penyakit pembuluh darah ibu yang menganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus penyakit
infeksi akut atau kronis, anemia berat, keracunan obat bius, uremia,
toksemia gravidarum, cacat bawaan atau trauma. Asfiksia dalam
persalinan dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur uteri, tekanan
kepala anak yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat bius terlalu
banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta,
plasenta tua (serotinus), prolapsus.
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin
sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan
nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran
darah umbilical maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan
asfiksia (Anik & Eka, 2013:297).

6
Penyebab asfiksia menurut Anik & eka (2013:297) adalah:

1) Asfiksia dalam kehamilan:


- Penyakit infeksi akut
- Penyakit infeksi kronik
- Keracunan oleh obat-obat bius
- Uremia dan toksemia gravidarum
- Anemia berat
- Cacat bawaan
- Trauma
2) Asfiksia dalam persalinan:
- Kekurangan O2:
a. Partus lama (rigid serviks dan atonia /insersi uteri)
b. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus
terusmenerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta
c. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta
d. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan
panggul
e. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya
f. Perdarahan banyak: plasenta previa dan solusio plasenta
g. Kalau plasenta sudah tua: postmaturitas (serotinus,
disfungsi uteri)
- Paralisis pusat pernafasan:
a. Trauma dari luar seperti tindakan forceps
b. Trauma dari dalam seperti akibat obat bius

Menurut ai yeyeh & Lia (2013: 250). Beberapa faktor yang dapat
menimbulkan gawat janin (Asfiksia):

1) Gangguan sirkulasi menuju janin, menyebabkan adanya gangguan


aliran pada tali pusat seperti: lilitan tali pusat, simpul tali pusat,

7
tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat
waktu, pengaruh obat, karena narkoba saat persalinan.
2) Faktor ibu misalnya, gangguan his: tetania uterihipertoni,
turunnya tekanan darah dapat mendadak, perdarahan pada
plasenta previa, solusio plasenta, vaso kontriksi arterial, hipertensi
pada kehamilan dan gestosis preeklamsia-eklamsia, gangguan
pertukaran nutrisi/O2, solusio plasenta.

Menurut Vidia & Pongki (2016: 362), beberapa kondisi tertentu pada
ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter
sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia
bayi baru lahir, Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali
pusat dan bayi berikut ini:

1) Faktor Ibu
- Pre Eklamsi dan Eklamsi
- Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
- Partus lama atau partus macet
- Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV)
- Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
- Lilitan Tali Pusat
- Tali Pusat Pendek
- Simpul Tali Pusat
- Prolapsus Tali Pusat
3) Faktor Bayi
- Bayi Prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
- Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

8
- Kelainan bawaan (kongenital)
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

2.1.3 Pathway

(Lampiran)

2.1.4 Manifestasi Klinis

1) Pada kehamilan

Menurut penelitian sebelumnya oleh Dwi Ari (2017), denyut


jantung lebih cepat dari 100 x/ menit atau kurang dari 100x/menit,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.

a. Jika DJJ normal dan ada mekonium: janin mulai asfiksia


b. Jika DJJ 160x/ menit ke atas dan ada mekonium: janin sedang
asfiksia
c. Jika DJJ 100x/ menit ke bawah ada mekonium: janin dalam
gawat
2) Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru–biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidakada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolic dan respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)


2. Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung,
usaha napas, tonus otot dan reflek
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
4. Pengkajian spesifik
5. Elektrolit garam, baby gram, USG, gula darah

9
2.2 RDS (Respiratory Distress Syndrome)

2.2.1 Definisi RDS (Respiratory Distress Syndrome)

Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres


Pernapasan adalah sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi
kurang (Malloy, 2009). Sindrom distres pernapasan adalah
perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin
membrane diseaser (Suriadi &Yulianni, 2010).

Sindrom distres pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis,


radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan
paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan
tidak menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak, 2009).

Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk gagal nafas


yang ditandai denganhipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea,
edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat yang
menyebar (Somantri, 2009).

2.2.2 Etiologi

Faktor predisposisi terjadinya sindrom gawat napas pada bayi


prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit
berkembang. Pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax
masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan
surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru
menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologis paru
sehingga daya pengembangan paru menurun 25% dari normal,
pernapasan menjadi berat, shuntingintrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90%
fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan

10
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang
(Hasan, 2010).

Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat


suatu substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan
adalah suatu substansi molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru
dan diproduksi oleh sel-sel tipe II paru-paru. Surfaktan berguna untuk
menurunkan tahanan permukaan paru. Surfaktan terbentuk mulai pada
usia kehamilan 24 minggu dan dapat ditemukan pada cairan ketuban.
Pada usia kehamilan 35 minggu, sebagian besar bayi telah memiliki
jumlah surfaktan yang cukup (Maryunani, 2009).

Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) etiologi dari RDS yaitu:

1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.


2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang
dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan
bayi akan mengalami sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum
protein), di fagosit oleh makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru
yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
6) Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka
semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.

11
2.2.3 Pathway

(Lampiran)

2.2.4 Manifestasi Klinis

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan
dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema,
dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala
klinikal yang timbul yaitu adanya sesak nafas pada bayi prematur
segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit),
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis,
dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium


RDS yaitu:

1) Terdapat sedikit bercak retikulo granular dan sedikit bronchogram


udara.
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran air bronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas
sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan
aerasi paru.
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat
opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
4) Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah: pernapasan
cepat, pernapasan terlihat parodaks, cuping hidung, apnea,
murmur dan sianosis pusat.

12
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome


menurut Warman (2012), antara lain:
1) Tes Kematangan Parua)
- Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka
jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai
produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru.
- Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara
mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan
terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang
lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan
asam lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh dengan
pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion: ethanol)
merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan
normal, mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan
resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.
2) Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik
bersamaan dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis
alveolus atau over distensijalannapasterminal.
3) Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular
atau gambaran ground-glass bilateral, difus, air bronchograms,
dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air bronchograms yang
mencolok menunjukkan bronkiolus yang terisi udara didepan
alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau
membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi
prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus (PDA),
kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin

13
berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang
adekuat.
2.2.6 Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi:
1) Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang
invasif dengan berbagai efek pada sistem kardiopulmonal.
Ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan
optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional
concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta tekanan
ventilatoratau volume tidal yang minimal.
2) Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah
surfaktan sintetis dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak
paru-paru sapi atau dari bilas paru-paru domba atau babi.
Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir
apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat.
Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam)
setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan
tambahan oksigen 30% atau lebih. Surfaktan dapat diberikan
langsung melalui selang ETT atau dengan menggunakan
nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke
bagian perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik danefek
samping yang dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian
surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan nebulizer
disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage (Effendi & Firdaus, 2010).

14
3) Continuos Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah
merupakan suatu alat untuk mempertahankan tekanan positif pada
saluran napas neonatus selama pernafasan spontan. CPAP
merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk
tatalaksana respiratory distress pada neonatus. Penggunaan CPAP
yang benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas,
mengurangi ketergantungan terhadap oksigen, membantu
memperbaiki dan mempertahankan kapasitas residual paru,
mencegah obstruksi saluran nafas bagian atas, dan mecegah
kollaps paru, mengurangi apneu, bradikardia, dan episodesianotik
(Effendi & Ambarwati, 2014).
4) Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)
merupakan alat yang menghubungkan langsung darah vena pada
alat paru-paru buatan (membrane oxygenator), dimana oksigen
ditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian darah dipompa
balik pada atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau aorta
(venoarterial). Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat
dan menghindari tekanan tinggi ventilator (Effendi & Firdaus,
2010).

15
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Asfiksia

A. Pengkajian

Pengkajian Merupakan informasi yang dicatat mencakup Identitas


orang tua, identitas bayi baru lahir, riwayat persalinan, pemeriksaan fisik
(Wildan dan Hidayat, 2008).
1) Data subjektif
Data subjektif adalah informasi yang dicatat mencangkup
identitas, kebutuhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung
kepada pasien/klien (anamnesis) (Wildan dan Hidayat, 2008).
a) Biodata Pengkajian biodata menurut Romauli (2011) antara lain:
Nama bayi : Untuk mengetahui nama bayi lahir.
Tanggal lahir : Untuk mengetahui kapan bayi lahir.
Jenis kelamin : Untuk mengetahui jenis kelamin yang
dilahirkan.
Nama Orang Tua : Untuk mengetahui identitas orang tua bayi
Umur : Untuk mengetahui kurun waktu reproduksi
sehat, dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun.
Pendidikan : Untuk mengetahui, tingkat pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang.
Pekerjaan : Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan
sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai. Pekerjaan ibu perlu
diketahui untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada kehamilan
seperti, bekerja dipabrik rokok, percetakan.
Alamat : Untuk mengetahui ibu tinggal dimana
menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya bersamaan.
Alamat juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada
perilaku.

16
b) Keluhan utama
Untuk mengetahui alasan pasien yang dirasakan saat
pemeriksaan (romauli, 2011). Pasien dengan asfiksia memiliki
frekuensi jantung <100 kali/menit atau >100 kali/menit, tonus
otot kurang baik, sianosis/pucat (Ridha, 2014).
c) Antenatal care (ANC)
Untuk mengetahui riwayat ANC teratur atau tidak, sejak
hamil berapa minggu, tempat ANC dan riwayat kehamilannya
(Wiknjosastro, 2009).
d) Penyuluhan Apakah ibu sudah dapat penyuluhan tentang gizi,
aktifitas selama hamil dan tanda-tanda bahaya kehamilan
(Saifuddin, 2010)
e) Imunisasi tetanus tosoid (TT)
Untuk mengetahui sudah/belum, kapan dan berapa kali
yang nantinya akan mempengaruhi kekebalan ibu dan bayi
terhadap penyakit tetanus (Wiknjosastro, 2009).
f) Menurut Muslihatun, (2009). Kebiasaan ibu sewaktu hamil:
1. Pola nutrisi: Dikaji untuk mengetahui apa ibu hamil
mengalami gangguan nutrisi atau tidak, pola nutrisi yang
perlu dikaji meliputi frekuensi, kualitas, keluhan, makanan
pantangan.
2. Pola eliminasi: Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu
BAK dan BAB, berkaitan dengan obesitas atau tidak.
3. Pola istirahat: Untuk mengetahui hambatan ibu yang
mungkin muncul jika didapat data yang senjang tentang
pemenuhan istirahat.
4. Personal hygiene: Dikaji untuk mengetahui tingkat
kebersihan, sangat penting agar tidak terkena infeksi.
5. Psikologi budaya: Untuk mengetahui apakah ibu ada
pantang makanan dan kebiasaan selama hamil yang tidak
diperbolehkan dalam adat masyarakat setempat.

17
6. Perokok dan pemakaian obat-obatan dan alkohol yang
mengaibatkan abortus dan kerusakan.
2) Data obyektif
Data obyektif adalah pencatatan yang dilakukan dari hasil
pemeriksaan fisik, dan data penunjang (Wildan dan Hidayat, 2008).
a. Pemeriksaan khusus dilakukan dengan pemeriksaan APGAR pada
menit pertama ke-5 dan ke-10.
b. Pemeriksaan umum
Pemeriksa ukuran keseluruhan, kepala, badan, ekstremitas,
tonusotot, tingkat aktivitas, warna kulit dan bibir tangis bayi.
Pemeriksaan tanda-tanda:
- Laju nafas 40-60 kali per menit, periksa kesulitan bernapas.
- Laju jantung 120-160 kali per menit.
- Suhu normal 36,5oC.
c. Pemeriksaan fisik sistematis
Menurut Indrayani dan Moudy (2013):
- Kepala: Pemeriksaan kepala, ubun-ubun (raba adanya
cekungan atau cairan dalam ubun-ubun), sutura (pada
perabaan sutura masih terbuka), molase, periksa hubungan
dalam letak dengan mata dan kepala. Ukur lingkar kepala
dimulai dari lingkar skdipito sampai frontal.
- Mata: Buka mata bayi dan lihat apakah ada tanda-tanda
infeksi atau pus. Bersihkan kedua mata bayi dengan lidi
kapas DTT. Berikan salf mata kepala.3. Telinga: Periksa
hubungan letak dengan mata dan kepala.
- Hidung dan mulut: Periksabibir dan langitan sumbing, refleks
hisap, dinilai saat bayi menyusui.
- Leher: Periksa adanya pembesaran kelenjar thyroid.
- Dada: Periksa bunyi nafas dan detak jantung. Lihat adakah
tarikan dinding dada dan lihat puting susu (simetris atau
tidak).

18
- Abdomen: Palpasi perut apakah ada kelainan dan keadaan tali
pusat.
- Genetalia: Untuk laki-laki periksa apakah testis sudah turun
kedalam skrotum. Untuk perempuan periksa labia mayor dan
minor apakah vagina berlubang dan uretra berlubang.
- Punggung: Untuk mengetahui keadaan tulang belakang
periksa reflek di punggung dengan cara menggoreskan jari
kita di punggung bayi, bayi akan mengikuti gerakan dari
doresan jari kita.
- Anus: Periksa lubang anus bayi.
- Ekstremitas: Hitung jumlah jari tangan bayi.
- Kulit: Lihat warna kulit dan bibir setra tanda lahir.

B. Daftar Diagnosa
1) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
2) Ketidakefektifan Pola Nafas
3) Gangguan Pertukuran Gas
4) Resiko Ketidakseimbangan Suhu Tubuh
5) Resiko Cidera

C. Intervensi Keperawatan Berdasarkan Nanda/NOC/NIC


Intervensi keperawatan merupakan suatu susunan rencana tindakan
keperawatan yang disusun oleh perawat dengan tujuan untuk memudahkan
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan guna untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Intervensi keperawatan dengan masalah
ketidakefektifan bersih jalan napas menurut Nurarif & kusuma, 2015
dalam buku Nursing Intervetion Classification (NIC) adalah adalah
sebagai berikut:
Sumber: NANDA NOC-NIC (Nurarif & kusuma, 2015)

19
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Ketidakefektifan bersih jalan NOC: NIC:
napas  Respiratory status: Airway suction :
Definisi: ketidakmampuan Ventilator - Pastikan kebutuhan
untuk membersihkan sekresi  Respiratory status: airway oral/tracheal suctioning.
atau obstruksi jalan napasan patency - Auskultasikan suara
untuk mempertahankan jalan Kriteria Hasil: nafas sebelum dan
napas tetap paten. - Bersuara nafas yang sesudah suctioning.
Batasan karakterisktik : bersih, tidak ada sianosis - Informasikan pada klien
- Tidak ada batuk dan dyspneu dan keluarga tentang
- Suara nafas tambahan - Mampu bernafas dengan suctioning.
- Perubahan frekuensi nafas mudah, tidak ada pursed - Meminta klien nafas
- Perubahan irama nafas lips dalam sebelum suction
- Sianosis - Menunjukkan jalan nafas dilakukan.
- Penurunan bunyi nafas yang paten (klien - Berikan O2dengan
- Dipsneu tidaksesak), irama nafas, menggunakan nasal
- Sputum dalam jumlah yang frekuensi pernafasan untuk memfasilitasi
berlebih dalam rentang normal, suksion nasotrakeal.
- Batuk yang tidak efektif tidak ada suara nafas - Gunakan alat yang steril
- Orthopneu abnormal. setiap melakukan
- Gelisah - Mampu mengidentifikasi tindakan.
- Mata terbuka dan mencegah faktor yang - Anjurkan pasien untuk
Faktor-faktor yang dapat menghambat jalan istirahat dan napas dalam
berhubungan: nafas. setelah kateter
 Lingkungan: dikeluarkan dari
- Perokok pasif nasotrakeal.
- Menghisap asap - Monitor status oksigen
- Merokok pasien.
 Obstruksi jalan nafas: - Ajarkan keluarga
- Spasme jalan nafas. bagaimana cara
melakukan suktion.

20
- Mokus dalam jumlah - Hentikan suktion dan
berlebihan berikan oksigen apabila
- Eksudat dalam jalan pasien menunjukkan
alveoli bradikardi, peningkatan
- Materi asing dalam saturasi O2, dll.
jalan nafas Airway Management:
- Adanya jalan nafas - Buka jalan nafas,
buatan gunakan teknik chin lift
- Sekresi bertahan/sisa atau jaw thrust bila perlu.
sekresi - Posisikan pasien untuk
- Sekresi dalam bronki memaksimalkan
ventilasi.
- Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan.
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada
jika perlu.
- Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction.
- Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan.
- Lakukan suction pada
mayo.
- Berikan bronkodilator
bila perlu.
- Berikan pelembab udara
kasa basah Nacl
Lembab.
- Atur intake untuk cairan

21
mengoptimalkan
keseimbangan.
- Monitor respirasi dan
status O2.
2. Ketidakefektifan pola nafas NOC: NIC :
Definisi : Inspirasi dan atau  Respiratory status : Airway Management
ekspirasi yang tidak memberi Ventilation 1. Buka jalan nafas,
ventilasi  Respiratory status : guanakan teknik chin
Batasan karakteristik : Airway patency lift atau jaw thrust bila
 Perubahan kedalaman  Vital sign Status perlu
pernafasan 2. Posisikan pasien untuk
 Perubahan ekskursi dada Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan
 Mengambil posisi tiga titik keperawatan selama ventilasi
 Penurunan ventilasi semenit ………..klien menunjukkan 3. Identifikasi pasien
 Penurunan tekanan keefektifan pola nafas, dengan perlunya pemasangan
inspirasi/ekspirasi alat jalan nafas buatan
 Penurunan kapasitas vital Kriteria hasil: 4. Pasang mayo bila perlu
 Peningkatan diameter  Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi
anterior-posterior efektif dan suara nafas dada jika perlu
 Pernafasan cuping hidung yang bersih, tidak ada 6. Keluarkan sekret
 Menggunakan otot sianosis dan dyspneu dengan batuk atau
pernafasan tambahan (mampu mengeluarkan suction
 Bradipneu sputum, bernafas dengan 7. Auskultasi suara nafas,
 Takipneu mudah, tidak ada pursed catat adanya suara
 Dispneu lips) tambahan
 Orthopnea  Menunjukkan jalan nafas 8. Lakukan suction pada
Faktor yang berhubungan : yang paten (klien tidak mayo
 Ansietas merasa tercekik, irama 9. Berikan bronkodilator
 Posisi tubuh nafas, frekuensi pernafasan bila perlu
 Deformitas tulang dalam rentang normal, 10. Berikan pelembab udara
 Deformitas dinding dada tidak ada suara nafas Kassa basah NaCl

22
 Keletihan abnormal) Lembab
 Hiperventilasi, Hipoventilasi  Tanda Tanda vital dalam 11. Atur intake untuk cairan
sindrom rentang normal (tekanan mengoptimalkan
 Perusakan/pelemahan darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
muskulo-skeletal 12. Monitor respirasi dan
 Kelelahan otot pernafasan status O2
 Nyeri Oxygen Therapy
 Disfungsi Neuromuskuler 1. Bersihkan mulut, hidung
 Obesitas dan secret trakea
 Injuri tulang belakang 2. Pertahankan jalan nafas
 Dyspnea yang paten
 Nafas pendek 3. Atur peralatan
 Penurunan tekanan oksigenasi
inspirasi/ekspirasi 4. Monitor aliran oksigen
 Penurunan pertukaran udara 5. Pertahankan posisi
/ menit pasien
 Menggunakan otot 6. Onservasi adanya tanda
pernafasan tambahan tanda hipoventilasi
 Orthopnea 7. Monitor adanya
 Pernafasan pursed-lip kecemasan pasien
 Tahap ekspirasi berlangsung terhadap oksigenasi
sangat lama Vital sign Monitoring
 Penurunan kapasitas vital 1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan

23
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3. Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Definisi : Kelebihan atau  Respiratory Status : Gas Airway Management
kekurangan dalam oksigenasi exchange 1. Buka jalan nafas,
dan atau pengeluaran  Respiratory Status : guanakan teknik chin
karbondioksida di dalam ventilation lift atau jaw thrust bila
membran kapiler alveoli  Vital Sign Status perlu
Batasan karakteristik : 2. Posisikan pasien untuk
 pH darah arteri abnormal Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan
 pernafasan abnormal (mis: keperawatan selama…. ventilasi
kecepatan, irama, Gangguan pertukaran klien 3. Identifikasi pasien
kedalaman) teratasi dengan perlunya pemasangan

24
 Gangguan penglihatan alat jalan nafas buatan
 Penurunan CO2 Kriteria hasil: 4. Pasang mayo bila perlu
 Takikardi  Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi
 Hiperkapnia peningkatan ventilasi dan dada jika perlu
 samnolen oksigenasi yang adekuat. 6. Keluarkan sekret
 Iritabilitas  Memelihara kebersihan dengan batuk atau
 Hipoksia paru paru dan bebas dari suction
 kebingungan tanda tanda distress 7. Auskultasi suara nafas,
 nasal faring pernafasan catat adanya suara
 AGD Normal  Mendemonstrasikan batuk tambahan
 sianosis efektif dan suara nafas 8. Lakukan suction pada
 warna kulit abnormal (pucat, yang bersih, tidak ada mayo
kehitaman) sianosis dan dyspneu 9. Berika bronkodilator
 Hipoksemia (mampu mengeluarkan bial perlu
 sakit kepala saat bangun sputum, mampu bernafas 10. Barikan pelembab udara
Faktor faktor yang dengan mudah, tidak ada 11. Atur intake untuk cairan
berhubungan : pursed lips) mengoptimalkan
 ketidakseimbangan perfusi  Tanda tanda vital dalam keseimbangan.
ventilasi rentang normal 12. Monitor respirasi dan
perubahan membran kapiler-  AGD dalam batas normal status O2
alveolar Status neurologis dalam batas
normal Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal

25
3. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

Acid Base Managemen


1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas
paten
3. Monitor AGD, tingkat
elektrolit
4. Monitor status

26
hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda
tanda gagal nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
Tingkatkan oral hygiene
4. Resiko Ketidakseimbangan NOC NIC
suhu tubuh · Termoregulasi Newborn Care
Definisi : Berisiko mengalami
· Termoregulasi : Newborn 1. Pengaturan suhu :
kegagalanmempertahankan suhu mencapai dan atau
tubuh dalam kisaran normal Kriteria Hasil : mempertahankan suhu
Faktor Risiko : a. Suhu kulit normal tubuh dalam range
 Perubahan laju metabolisme b. Suhu badan 36-37 C normal
 Dehidrasi c. TTV dalam batas normal 2. Pantau suhu bayi baru
 Pemajanan suhu lingkungan d. Hidrasi adekuat lahir sampai stabil
yang ekstrem e. Tidak hanya menggigil 3. Pantau tekanan darah,
 Usia ekstrem f. Gula darah DBN nadi, dan pernafasan
 Berat badan ekstrem g. Keseimbangan asam dengan tepat
 Penyakit yang basa DBN 4. Pantau warna dan suhu
mempengaruhi regulasi suhu
· Bilirubin DBN kuilt
 Tidak beraktivitas 5. Pantau dan laporkan
 Pakaian yang tidak sesuai tanda dan gejala
untuk suhu lingkungan hipotermi dan hipertemi.
 Obat yang menyebabkan 6. Tingkatkan keadekuatan
fasokontriksi masukan cairan dan
 Obat yang menyebabkan nurtisi
vasodilatasi 7. Tempatkan bayi baru
 Sedasi lahir pada ruangan
 Trauma yang mempengaruhi isolasi atau bawah

27
pengaturan suhu pemanas
 Aktvitas yang berlebihan 8. Pertahankan panas tubuh
bayi
9. Gunakan matras panas
dan selimuthangat yang
disesuaikan dengan
kebutuhan.
10. Berikan pengobatan
dengan tepat untuk
mencegah atau control
menggigil
11. Gunakan matras sejuk
dan mandi dengan air
hangat untuk
menyesuaikan dengan
suhu tubuh dengan tepat
Temperature regulation
(pengaturan suhu)
1. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan
RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk

28
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien
cara mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negative dan
kedinginan
10. Beritahu tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dan
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu
Temperature regulation :
Intraoperative
· Mempertahankan suhu
tubuh interaoperatif yang
diharapkan
· Atur kemungkinan
tranfusi
· Persiapan untuk tranfusi
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat

29
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
2. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dan ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan
elektrolit urine
5. Monitor serum dan
osmilalitas urine
6. Monitor BP < HR, dan
RR
7. Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama jantung
8. Monitor parameter
hemodinamik infasif
9. Catat secara akutar
intake dan output
10. Monitor membrari
mukosa dan turgor kulit,
serta rasa haus
11. Catat monitor warna,
jumlah dan
12. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem

30
perifer dan penambahan
BB
13. Monitor tanda dan
gejala dan odema
· Beri cairan sesuai
keperluan
· Kolaborasi pemberian
obat yang dapat
meningkatkan output urin
· Lakukan hemodialisis
bila perlu dan catat respons
pasien
Vital Sign Monitoring
· Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
· Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
· Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk
· atau berdiri
· Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
· Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
· Monitor kualitas dari nadi
· Monitor adanya pulsus
paradoksus
· Monitor adanya pulsus
alterans

31
· Monitor jumlah dan
irama jantung
· Monitor bunyi jantung
· Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
· Monitor suara paru
· Monitor pola pernapasan
abnormal
· Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
· Monitor sianosis perifer
· Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
· Identifikasi penyebab dan
perubahan vital sign

5. Resiko Cidera NOC : NIC:


Definsi : berisiko mengalami  Risk Kontrol Environmental
cidera sebagai akibat kondisi Setelah dilakukan tindakan Management safety
lingkungan yang berinteraksi keperawatan selama .... (Manajemen Lingkungan)
dengan sumber adaftif dan masalah resiko injury teratasi 1. Sediakan lingkungan
sumber defensif individu. dengan yang aman untuk pasien
Faktor resiko : Kriteria Hasil : 2. Identifikasi kebutuhan
Eksternal  Klien terbebas dari cedera keamanan pasien, sesuai
 Mode transpor atau cara  Klien mampu menjelaskan dengan kondisi fisik dan
perpindahan cara/metode fungsi kognitif pasien
 Manusia atau penyedia untukmencegah dan riwayat penyakit
pelayanan kesehatan (contoh injury/cedera terdahulu pasien
: agen nosokomial)  Klien mampu menjelaskan 3. Menghindarkan

32
 Pola kepegawaian : kognitif, factor resiko dari lingkungan yang
afektif, dan faktor lingkungan/perilaku berbahaya (misalnya
psikomotor personal memindahkan
 Fisik (contoh : rancangan  Mampu memodifikasi perabotan)
struktur dan arahan gaya hidup untuk 4. Memasang side rail
masyarakat, bangunan dan mencegah injury tempat tidur
atau perlengkapan)  Menggunakan fasilitas 5. Menyediakan tempat
 Nutrisi (contoh : vitamin dan kesehatan yang ada tidur yang nyaman dan
tipe makanan)  Mampu mengenali bersih
 Biologikal ( contoh : tingkat perubahan status kesehatan 6. Menempatkan saklar
imunisasi dalam masyarakat, lampu ditempat yang
mikroorganisme) mudah dijangkau
 Kimia (polutan, racun, obat, pasien.
agen farmasi, alkohol, kafein 7. Membatasi pengunjung
nikotin, bahan pengawet, 8. Memberikan
kosmetik, celupan (zat warna penerangan yang cukup
kain)) 9. Menganjurkan keluarga
Internal untuk menemani pasien.
 Psikolgik (orientasi afektif) 10. Mengontrol lingkungan
 Mal nutrisi dari kebisingan
 Bentuk darah abnormal, 11. Memindahkan barang-
contoh : barang yang dapat
leukositosis/leukopenia, membahayakan
perubahan faktor 12. Berikan penjelasan pada
pembekuan, trombositopeni, pasien dan keluarga atau
sickle cell, thalassemia, pengunjung adanya
penurunan Hb, Imun- perubahan status
autoimum tidak berfungsi. kesehatan dan penyebab
 Biokimia, fungsi regulasi penyakit.
(contoh : tidak berfungsinya
sensoris)

33
 Disfugsi gabungan
 Disfungsi efektor
 Hipoksia jaringan
 Perkembangan usia
(fisiologik, psikososial)
 Fisik (contoh : kerusakan
kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan
mobilitas)

34
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa rds dan asphyxia
merupakan dua kasus kegawatdaruratan pernapasan pada bayi/anak.
Asphyxia dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi
dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru-paru (Sudarti
dan Fauzizah, 2013). Sedangkan Respiratory distress syndrome adalah bentuk
gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia, penurunan compliance paru,
dispnea, edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrate yang
menyebar (Somantri, 2019). Pengkajian dan asuhan keperawatan yang cepat
dan tepat pada anak dengan kasus RDS dan Asphyxia sangatlah diutamakan
karena menyangkut kebutuhan biologis yang merupakan prioritas utama yaitu
terkait pernapasan. Apabila pertolongan yang dilakukan tidak cepat dan tepat
dapat membahayakan bagi keselamatan anak.

3.2 Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penulisan dan


penyusunan makalah ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak
kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini karena minimnya
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan dan saran yang membangun
dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.

35
DAFTAR PUSTAKA

Angus, D, Linde-Zwirble W, Clermont G, Griffin M, Clark R. (2010).


Epidemiologi of Neonatal Respiratory Failure IN The United State. Am J
Respair Crit Med.
Sukarni, I., Sudarti. (2014). Patologi Kehamilan, Pesalinan, Nifas Dan Neonatus
Resiko Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pritasari. (2010). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Pedoman
Teknis Kirana. Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI
Hamzah, A. (2013). Sosiologi Pengasuhan Anak. Makassar: Masagena Press.
Erlita, R. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Respiratory Distress
Syndrome Di BRSD Luwuk Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi
Tengah. http://www.rizkaerlit-3412-1-4-rizka-7-/ Diakses tanggal I
November 2019.
Manuba. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Ari, Dwi W..2017. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Asfiksia Neonatorum Dengan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Perinatologi Rumah
Sakit Umum Daerah Bangli Pasuruan. Jombang: STIKES Insan
Cendekia Medika Jombang
Dwi, Yayik.C. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Asfiksia Neonatorum
Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Perinatologi
Rumah Sakit Umum Daerah Bangli Pasuruan. Jombang: STIKES Insan
Cendekia Medika Jombang
Nuriyanti, Efi.2017. Analisis Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan
Masalah Ketidakefektifan Pola Nafas Diruang Melati RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarja Purwokerto. Gombong: STIKES Muhammadiyah
Gombong
Feptriyanto.2018. Analisis Faktor Resiko Terjadinya Respiratory Distress
Syndrome (RDS) Pada Neonatus Di RSUD DR. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah
Purwokerto

36
Suriadi, Y.R. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV.
Sagung Seto.

Hasan, R., & Alatas, H. (2010). Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Infomedika

Lia Dewi, V. N. (2014). Resusitasi Neonatus. Jakarta: Salemba Medika.

Rukiyah, A. Y., & Yulianti, L. (2013). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: CV. Trans Info Medika.

37
Lampiran 1 Pathway Asphyxia

38
Lampiran 2 Pathway RDS

39

Anda mungkin juga menyukai