Anda di halaman 1dari 17

KEGAWADARURATAN NEONATAL HIPERBILIRUBINEMIA

Dosen Pengampu :
Anik Kurniawati, S.SiT., Bdn., M.Keb

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Kelompok


Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawadaruratan Maternal Neonatal

Oleh:
1. Pramesti Nugrahini (P27224023360)
2. Putri Indah Kumalasari (P27224023361)
3. Putri Rahma Septiani (P27224023362)
4. Rafa Shafa Afifah (P27224023363)
5. Rani Handayani (P27224023364)
6. Ratih Rahayu (P27224023365)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
PRODI ALIH JENJANG KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah asuhan kebidanan kegawadaruratan maternal
neonatal dengan judul “Hiperbilirubenia” ini dapat terselesaiakan semaksimal
mungkin, walaupun mengalami berbagai kesulitan.
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu, bukan
karena usaha dari kami selaku penulis, melainkan banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang
telah membantu kami baik itu dosen kami dan semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami
selaku penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan tugas kami selanjutnya.
Demikian kami selaku penulis makalah, mohon maaf bila dalam
pembuatan makalah ini ada hal-hal yang kurang berkenan. Semoga makalah yang
kami buat ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.

Klaten, 21 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi hiperbilirubinemia................................................................... 3
B. Etiologi hiperbilirubinemia................................................................... 3
C. Faktor Resiko hiperbilirubinemia......................................................... 4
D. Tanda dan gejala hiperbilirubinemia.................................................... 4
E. Patofisiologi hiperbilirubinemia .......................................................... 5
F. Klasifikasi hiperbilirubinemia………………………………………..
6
G. Tatalaksana hiperbilirubinemia............................................................ 7
H. Diagnosis hiperbilirubinemia................................................................ 8
I. Pemeriksaan penunjang........................................................................ 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................... 11
B. Saran..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang
kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini.
Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, Keadaan ini
timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada sklera dan
kulit (Sukadi, 2014).
Tanda-tanda bayi sakit berat, apabila terdapat salah satu atau lebih tanda
seperti: sulit minum, sianosis setral (lidah biru), perut kembung, priode apneu,
kejang/priode kejang-kejang kecil, merintih, perdarahan, sangat kuning, berat
badan lahir < 1500 gram. Sebelum menangani bayi baru lahir, pastikan penolong
persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeksi seperti berikut: Cuci tangan
sebelum dan sesudah bersentuhan dengan bayi, pakai sarung tangan bersih saat
menangani bayi yang belum dimandikan,Semua peralatan dan perlengkapan yang
akan digunakan telah di DTT atau steril. Khusus bola karet penghisap lendir
jangan diapakai untuk lebih dari satu bayi .Handuk, pakaian atau kain yang akan
digunakan dalam keadaan bersih demikian juga dengan timbangan, pita pengukur,
thermometer, stetoskop. Dekontaminasi dan cuci setelah digunakan. (Jamil, 2017)
Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh
plasenta, dan bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih
oleh hati, yang memerlukan sampaibeberapa minggu untuk penyesuaian.
Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras untuk menge-luarkan
bilirubin dari darah. Walaupun demikian, ju mlah bilirubin yang tersisa
masih menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning,
maka jumlah bilirubin yang berlebihan dapat memberi warna pada kulit,
sklera, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya. (Mathindas, 2013)

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pembuatan
makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan hiperbilirubinemia?
2. Apa etiologi dari hiperbilirubinemia?
3. Apa saja faktor resiko dari hiperbilirubinemia?
4. Apa saja tanda dan gejala dari hiperbilirubinemia?
5. Bagaimana patofisiologi pada hiberbilirubinemia?
6. Bagaimana tatalaksana hiperbilirubinemia?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada hiperbilirubinemia?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan pembuatan
makalah ini adalah:
1. Mengetahui definisi hiperbilirubinemia
2. Mengetahui etiologi hiperbilirubinemia
3. Mengetahui faktor resiko hiperbilirubinemia
4. Mengetahui tanda dan gejala hiperbilirubinemia
5. Mengetahui patofiologi hiperbilirubinemia
6. Mengetahui tatalaksana hiperbilirubinemia
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang hiperbilirubinemia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yg
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dapat dikendalikan. Ikterus adalah perubahan warna kulit dan
sklera menjadi kuning akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(hiperbilirubinema). Pada bayi aterm icterus tampak jika konsentrasi bilirubin
serum mencapai 85-120 µmol/L. (Lusiana, dkk. 2019). Hiperbilirubinemia
adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah
>5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor
penyebab fisiologik dan non-fisiologik. (Mathindas, 2013)

Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan jumlah bilirubin yang


terakumulasi didarah dimana kadar bilirubin serum total ≥ 5 mg/dL(86 μmol/L)
dan ditandai dengan jaundice yaitu pewarnaan kuning yang terlihat di kulit,
sklera mata, kuku dan mukosa akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi
pada jaringan. Hiperbilirubinemia merupakan suatu masalah yang sangat sering
terjadi pada neonatus. Sekitar 60% neonatus >35minggu mengalami
hiperbilirubinemia dan sekitar 80% pada neonatus <35 minggu. (Astariani,
2021)

B. Etiologi
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin karena
tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami pemecahan
sel yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan karena
penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati, dan peningkatan
sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013). Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia
pada bayi baru lahir disebabkan oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga
organ hati pada bayi tidak dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin

3
ke dalam air yang selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam
usus menjadi urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat
dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016).
Secara garis besar etiologi ikterus atau hiperbilirubinemia pada neonatus dapat
dibagi menjadi :
1. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan neonatus
untuk mengeluarkan zat tersebut. Misalnya pada hemolisis yang meningkat
pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim
G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi
protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam
darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.

C. Faktor Resiko
Faktor Resiko hiperbilirubinemia menurut (Mathindas, 2013) yaitu:
a. ASI Yang Kurang
Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat
bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus
untuk memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat
terjadi pada bayi prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI

4
b. Peningkatan sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun
berisiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang
memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir
dengan anemia akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis),
atau mendapat transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan
mengalami hiperbilirubinemia.
c. Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan
dari ibu ke janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko
hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat melliputi infeksi kongenital virus
herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis.

Selain itu faktor resiko hiperbilirubinemia menurut (Sinta B, 2019) yaitu


1. BBLR
2. Penyakit hemolisis karena inkompatibilitas golongan darah
asfiksia atau asidosis
3. Trauma cerebral
4. Infeksi sistemik

D. Tanda Dan Gejala


Hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi:
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita
gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis.
(Sinta B, 2019)

5
E. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin
plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat
terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini
akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan
ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam
lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dL. Mudah
tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia. (Sinta B,
2019).

Berikut ini adalah tabel hubungan kadar bilirubin dengan daerah ikterus menurut
Kramer (Mansjoer, 2013).

Derajat Kadar Bilirubin (mg/dL)


Luas Daerah Ikterus
ikterus Preterm Aterm

I Kepala dan leher 4-8 4-8


II Dada sampai pusat 5-12 5-12
III Bagian bawah pusat sampai 7-15 8-16

6
lutut
IV Lutut sampai pergelangan kaki
dan bahu sampai pergelangan 9-18 11-18
tangan
V Kaki dan tangan termasuk
>10 >15
telapak kaki dan telapak tangan
Tabel 2.1 Hubungan Kadar Bilirubin dengan Daerah Ikterus

F. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
1. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada
24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada hiperbilirubinemia
fisiologis peningkatan kadar bilirubin total tidak lebih dari 5mg/dL per hari.
Pada bayi cukup bulan, hiperbilirubinemia fisiologis akan mencapai
puncaknya pada 72 jam setelah bayi dilahirkan dengan kadar serum bilirubin
yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 jam awal kelahiran kadar bilirubin akan
meningkat sampai dengan 2 – 3 mg/dL kemudian pada hari ke-5 serum
bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL . Setelah hari ke-5, kadar serum
bilirubin akan turun secara perlahan sampai dengan normal pada hari ke-11
sampai hari ke-12. Pada Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi
kurang bulan (premature) bilirubin mencapai puncak pada 120 jam pertama
dengan peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan akan
menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
2. Hiperbilirubinemia Patologis
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada bayi
baru lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Pada
hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin total akan meningkat lebih
dari 5 mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, kadar serum bilirubin akan
meningkat sebanyak 12 mg/dL sedangkan pada bayi kurang bulan
(premature) kadar serum bilirubin total akan meningkat hingga 15 mg/dL.
Ikterus biasanya berlangsung kurang lebih satu minggu pada bayi cukup

7
bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi kurang bulan (Imron, 2015).

G. Tatalaksana
1. Tatalaksana Awal
a. Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat
rawat jalan dengan nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsung
lebih dari 2 mg.
b. Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini
dan ekslusif lebih sering minimal setiap 2 jam.
c. Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa
nasogastrik atau dengan gelas dan sendok.
d. Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi
selama 30 menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap hangat
e. Kelola faktor resiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat menimbulkan
ensefalofati biliaris.
f. Setiap ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca persalinan adalah
patologis dan membutuhkan pemerikasaan laboratorium lanjut.
g. Pada bayi dengan ikterus kremer 3 atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas
yang lebih lengkap setelah keadaan bayi stabil (Sinta B, 2019).
2. Pencegahan Hiperbilirubinemia
Memberi masukan kepada ibu dan memeriksa bayi apakah mereka
mendapat ASI yang cukup dengan beberapa pertanyaan:
a. Apakah bayi minum 8-12x per hari?
b. Apakah BAB > 3x per hari?
c. Apakah BAK > 6x per hari?
d. Apakah BB bayi tidak turun > 10% dalam 5 hari pertama kehidupan?
e. Apakah bayi demam? (Kepmenkes RI, 2019)

3. Penatalaksanaan Terapeutik
Penatalaksanaan terapeutik pada bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia yaitu :

8
a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir disebabkan oleh infeksi.
b. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis. Fototerapi
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
c. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.

H. Diagnosis Hiperbilirubinemia
1. Anamnesis
Dalam anamnesis, diagnosis hiperbilirubinemia dapat digunakan
untuk mencari faktor risiko penyebab hiperbilirubinemia sehingga dapat
diklasifikasikan apakah bayi yang lahir ini termasuk dalam kategori
risiko tinggi atau risiko rendah. Anamnesis tersebut mencakup:
a. Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis,
defisiensi glukosa 6-fosfatdehidrogenase (G6PD)
b. Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan
kemungkinan galaktosemia,deifisiensi alfa-1-antiripsin,
tirosinosis, hipermetioninemia, penyakit Gilbert, sindrom
Crigler-Najjar tipe 1 dan II, atau fibrosis kistik
c. Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan
pada kemungkinaninkompatibilitas golongan darah atau
breast-milk jaundice.
d. Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan
infeksi virus atau toksoplasma
e. Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu, yang berpotensi
menggeser ikatan bilirubin dengan albumin (sulfonamida)

9
atau mengakibatkan hemolisis pada bayi dengan defisiensi
G6PD (sulfonamida, nitrofurantoin, antimalaria)
f. Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan
perdarahan atauhemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami
hiperbilirubinemia yang disebabkan ketidakmampuan hati
memetabolisme bilirubin atau akibat perdarahan intrakranial.
g. Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia direkberkepanjangan
h. Pemberian ASI
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, hal-hal yang dapat dicari antara lain :
a. Tanda-tanda prematuritas
b. Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan
polisitemia
c. Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil masa
kehamilan
d. Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom,
subgaleal hematom
e. Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau
kehilangan darah ekstravaskular
f. Ptekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau
eritroblastosis
g. Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik,
infeksi kongenital, penyakit hati
h. Omfalitis
i. Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
j. Tanda hipotiroid
k. Perubahan warna tinja (Kepmenkes RI, 2019)

10
I. Pemeriksaan Penunjang
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada
saat kelahiran.
2. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan
darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan
yang dibutuhkan.
3. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada
24 jam pertama kelahiran. (Sinta B, 2019)

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yg
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin tidak dapat dikendalikan. Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi
pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau
ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko
hiperbilirubinemia. Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes,
sifilis kongenital, rubela, dan sepsis. Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat
menyusui dapat bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke
usus untuk memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat
terjadi pada bayi prematur yang ibunya tidak memproduksi cukup ASI.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan
pengetahuan serta kekurangan dalam penulisan. Hal tersebut terjadi karena
penulis masih dalam tahap pembelajaran sehingga diharapkan kritik dan saran dari
Dosen untuk dapat membimbing dan membantu pembelajar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Astriani, Intan, I Wayan Dharma Artana Dan Ni Made Rini Suari.2021.


Karakteristik faktor penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus di RSIA
Puri Bunda Tabanan, Bali Tahun 2021. Jurnal Intisari Sains Medis, 12(3) :
917-920

Jamil, siti nurhasiyah, Sukma, F., & Hamidah. (2017). Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Kepmenkes RI, Nomor HK.01.07/Menkes/240/2019 Tentang Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hiperbilirubinemia.

Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. (2013). Hiperbilirubinemia Pada


Neonatus. Jurnal Biomedik (Jbm), 5(1).
https://doi.org/10.35790/jbm.5.1.2013.2599

Sinta B, dkk. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi dan
Balita. Sidoarjo. Indomedia Pustaka.

Sukadi A. 2014. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,


Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.

13

Anda mungkin juga menyukai