Anda di halaman 1dari 15

Fisiologi Persalinan Kala IV

Fisiologi persalinan kala IV adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam
pertama setelah melahirkan. (Sri Hari Ujiiningtyas, 2009) Menurut Reni Saswita, 2011. Kala
IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah proses tersebut. Observasi
yang harus dilakukan pada kala IV:
1. Tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan
5. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
Asuhan dan Pemantauan pada Kala IV.
Menurut Reni Saswita, 2011 asuhan dan pemantauan pada kala IV yaitu:
1. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk merangsang uterus
berkontraksi.
2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat
dan fundus uteri.
3. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau
episotomi).
5. Evaluasi kondisi ibu secara umum
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman
belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
Pemantauan Keadaan Umum Ibu pada Kala IV.
Menurut Reni Saswita, 2011 Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu
disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dan terjadi dalam 4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Karena alasan ini, penting sekali untuk memantau ibu secara ketat segera
setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan.
Hal-hal yang perlu dipantau selama dua jam pertama pasca persalinan.
a. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan perdarahan setiap 15
menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua pada kala IV.
b. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15 menit dalam satu
jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala IV.
c. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada jam kedua
pascapersalinan.
d. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu jam
pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.
e. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan perdarahan uterus, juga
bagaimana melakukan pemijatan jika uterus menjadi lembek.
Rokemendasi Kebijakan Teknik Asuhan Persalinan dan Kelahiran. Menurut Reni Saswita,
2011 rokemendasi kebijakan teknik asuhan persalinan dan kelahiran yaitu:
1. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi harus dimasukkan sebagai bagian dari persalinan
bersih dan aman, termasuk hadirnya keluarga atau orang-orang yang hanya
memberikan dukungan.
2. Partograf harus digunakan untuk memantau persalinan dan berfungsi sebagai suatu
catatan/rekam medik untuk persalinan.
3. Selama persalinan normal, intervensi hanya dilaksanakan jika ada indikasi. Proseduri
ni bukan dibutuhkan jika ada infeksi/penyulit.
4. Penolong persalinan harus tetap tinggal bersama ibu dan bayi.
5. Penolong persalinan harus tetap tinggal bersama ibu setidak-tidaknya 2 jam pertama
setelah kelahiran, atau sampai keadaan ibu stabil. Fundus harus diperiksa setiap 15
menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua. Masase fundus
harus dilakukan sesuai kebutuhan untuk memastikan tonus uterus tetap baik,
perdarahan minimal, dan dapat dilakukan tindakan pencegahan.
6. Selama 24 jam pertama setelah persalinan, fundus harus sering diperiksa dan dimasase
sampai tonus baik. Ibu atau anggota keluarga dapat diajarkan untuk melakukan
masase fundus.
7. Segera setelah lahir, seluruh tubuh terutama kepala bayi harus segera diselimuti dan
dikeringkan, juga dijaga kehangatannya untuk mencegah hipotermi.
8. Obat-obat esensial, bahan, dan perlengakapan harus disediakan oleh petugas dan
keluarga.
Persalinan kala IV adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam pertama setelah
melahirkan (Sri Hari Ujiiningtyas, 2009). Menurut Reni Saswita (2011) kala IV dimulai
setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah proses tersebut. Perdarahan yang
terjadi pada persalinan kala IV adalah perdarahan yang jumlahnya sebanyak lebih dari 500 ml
yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan
abdominal (Nugroho, 2012). Perdarahan persalinan kala IV adalah salah satu resiko terbesar
yang menyebabkan terjadinya kematian maternal. Perdarahan persalinan kala IV dibagi
menjadi dua jenis yaitu perdarahan dini atau perdarahan persalinan kala IV primer (early
postpartum hemorrhage), merupakan perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah
kala III dan perdarahan masa nifas atau perdarahan post partum sekunder (late postpartum
hemorrhage), merupakan perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak
termasuk 24 jam pertama setelah kala III (Nugroho, 2012). Perdarahan persalinan kala IV
dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu atonia uteri, luka jalan lahir, retensio plasenta,
gangguan pembekuan darah, dan sisa plasenta dan selaput ketuban menurut Sarwono (2005)
dalam (Moedjiarto, 2011). Frekuensi perdarahan persalinan kala IV di Amerika Serikat
sekitar 5-10%. Dan dari laporan–laporan baik di negara maju dan negara berkembang angka
kejadian berkisar antara 5%-15% dan di Indonesia perdarahan post partum 5,1% dari seluruh
persalinan menurut Admin (2009) dalam (Moedjiarto, 2011). Pasien perdarahan yang tidak
segera ditangani maka akan mengakibatkan pasien tersebut mengalami syok. Perdarahan
dapat terjadi dengan deras dan hanya merembes. Perdarahan yang deras biasanya segera
mendapat penanganan sedangkan yang merembes kurang nampak sehingga tidak
mendapatkan perhatian yang seharusnya (Moedjiarto, 2011). Gejala klinis umum yang terjadi
adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500 ml), nadi lemah, pucat, lokhea berwarna
merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, dan mual (Moedjiarto, 2011). Sehingga ibu yang mengalami perdarahan
harus diperhatikan dan diberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
perdarahan yang menimbulkan dampak yang serius

Evaluasi uterus: konsistensi,


atonia
Perlu diperhatikan bahwa
kontraksi uterus mutlak
diperlukan untuk mencegah
terjadinya perdarahan dan
pengembalian uterus kebentuk
normal. Kontraksi uterus yang
tak kuat dan terus menerus
dapat menyebabkan terjadinya
atonia uteri yang dapat
mengganggu keselamatan ibu.
Untuk itu evaluasi terhadap
uterus pasca pengeluaran
plasenta sangat penting untuk
diperhatikan. Untuk membantu
uterus berkontraksi dapat
dilakukan dengan masase agar
tidak menjadi lembek dan mampu
berkontraksi dengan
kuat. Kalau dengan usaha ini
uterus tidak mau berkontraksi
dengan baik dapat diberikan
oksitosin dan harus diawasi
sekurang-kurangnya selama
satu jam sambil mengamati
terjadinya perdarahan post
partum
Evaluasi uterus: konsistensi,
atonia
Perlu diperhatikan bahwa
kontraksi uterus mutlak
diperlukan untuk mencegah
terjadinya perdarahan dan
pengembalian uterus kebentuk
normal. Kontraksi uterus yang
tak kuat dan terus menerus
dapat menyebabkan terjadinya
atonia uteri yang dapat
mengganggu keselamatan ibu.
Untuk itu evaluasi terhadap
uterus pasca pengeluaran
plasenta sangat penting untuk
diperhatikan. Untuk membantu
uterus berkontraksi dapat
dilakukan dengan masase agar
tidak menjadi lembek dan mampu
berkontraksi dengan
kuat. Kalau dengan usaha ini
uterus tidak mau berkontraksi
dengan baik dapat diberikan
oksitosin dan harus diawasi
sekurang-kurangnya selama
satu jam sambil mengamati
terjadinya perdarahan post
partum
Evaluasi uterus konsistensi, atonia

Perlu diperhatikan bahwa kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk


mencegahterjadinya perdarahan dan pengembalian uterus kebentuk normal. Kontraksi uterus
yangtak kuat dan terus menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri yang
dapat mengganggu keselamatan ibu. Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca
pengeluaran plasenta sangat penting untuk diperhatikan. Untuk membantu uterus
berkontraksi dapat dilakukan dengan masase agar tidak menjadi lembek dan mampu
berkontraksi dengan kuat. Kalau dengan usaha ini uterus tidak mau berkontraksi dengan baik
dapat diberikan oksitosin dan harus diawasi sekurang-kurangnya selama satu jam
sambil mengamati terjadinya perdarahan post partum.

Pemeriksaan serviks, vagina dan perineum


Hal ini berguna untuk mengetahui terjadinya laserasi (adanya robekan) yang
dapatdiketahui dari adanya perdarahan pasca persalinan, plasenta yang lahir lengkap
sertaadanya kontraksi uterus. Segera setelah kelahiran bayi, servik dan vagina harus diperiksa
secara menyeluruhuntuk mencari ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat
pembedahan kalau diperlukan. Servik, vagina dan perineum dapat diperiksa lebih mudah
sebelum pelepasan plasenta karena tidak ada perdarahan rahim yang mengaburkan
pandangan ketika itu. Pelepasan plasenta biasanya dalam waktu 5 sampai 10 menit pada akhir
kala II. Memijat fundus seperti memeras untuk mempercepat pelepasan plasenta tidak
dianjurkan karena dapat meningkatkan kemungkinan masuknya sel janin ke dalam sirkulasi
ibu. Setelah kelahiran plasenta perhatian harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang
dapat berasal dari tempat implantasi plasenta. Kontraksi uterus yang mengurangi perdarahan
ini dapat dilakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin. Dua puluh unit oksitosin
rutin ditambahkan pada infus intravena setelah bayi dilahirkan. Plasenta harus diperiksa
untuk memastikan kelengkapannya. Kalau pasien menghadapi perdarahan masa nifas
(misalnya karena anemia, pemanjangan masa augmentasi, oksitosin pada persalinan,
kehamilan kembar atau hidramnion) dapat diperlukan pembuangan plasenta secara
manual, eksplorasi uterus secara manual atau kedua-duanya

Tanda Vital

Pemantauan tanda-tanda vital pada persalinan kala IV antara lain:

a. Kontraksi uterus harus baik


b. Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genitalia lainnya.
c. Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
d. Kandung kencing harus kosong.
e. Luka-luka pada perineum harus terawat dengan baik dan tidak terjadi
hematoma
f. Bayi dalam keadaan baik.
g. Ibu dalam keadaan baik

Pemantauan tekanan darah pada ibu pasca persalinan digunakan untuk


memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok akibat banyak mengeluarkan darah. Adapun
gejala syok yang diperhatikan antara lain: nadi cepat, lemah (110 kali/menitatau lebih),
tekanan rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg, pucat, berkeringat atau dingin, kulit
lembab, nafas cepat (lebih dari 30 kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak
sadar serta produksi urin sedikit sehingga produksi urin menjadi pekat, dan suhu yang tinggi
perlu diwaspadai juga kemungkinan terjadinya infeksi dan perlu penanganan lebih lanjut

Kontraksi uterus

Pemantauan adanya kontraksi uterus sangatlah penting dalam asuhan kala


IV persalinan dan perlu evaluasi lanjut setelah plasenta lahir yang berguna untuk
memantau terjadinya perdarahan. Kalau kontraksi uterus baik dan kuat kemungkinan
terjadinya perdarahan sangat kecil. Pasca melahirkan perlu dilakukan pengamatan secara
seksama mengenai ada tidaknya kontraksi uterus yang diketahui dengan meraba
bagian perut ibu serta perlu diamati apakah tinggi fundus uterus telah turun dari pusat, karena
saat kelahiran tinggi fundus uterus telah berada 1-2 jari dibawah pusat dan terletak agak
sebelah kanan sampai akhirnya hilang dihari ke-10 kelahiran

Lochea

Melalui proses katabolisme jaringan, berat uterus dengan cepat menurun dari sekitar
1000 gr pada saat kelahiran menjadi sekitar 50 gr pada saat 30 minggu masa
nifas. Serviks juga kahilangan elastisitasnya dan menjadi kaku seperti sebelum
kehamilan. Selama beberapa hari pertama setelah kelahiran sekret rahim(lochea) tampak
merah (lochea rubra) karena adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lochea menjadi lebih
pucat (lochea serosa) dan di hari ke-10 lochea tampak putih atau putih kekuningan (lochea
alba). Lochea yang berbau busuk diduga adanya suatu di endometriosis.

Kandung Kemih

Pada saat setelah plasenta keluar kandung kencing harus diusahakan kosong agar
uterus dapat berkontraksi dengan kuat yang berguna untuk menghambat terjadinya
perdarahan lanjut yang berakibat fatal bagi ibu. Jika kandung kemih penuh, bantu
ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan ibu dianjurkan untuk selalu
mengosongkannya jika diperlukan, dan ingatkan kemungkinan keinginan berkemih
berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu
dengan menyiramkan air bersih dan hangat pada perineumnya atau masukkan jari-jari ibu
kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan. Kalau upaya
tersebut tidak berhasil dan ibu tidak dapat berkemih secara spontan maka perlu dan dapat
di palpasi maka perlu dilakukan kateterisasi secara aseptik dengan memasukkan kateter
Nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung kemih ibu, setelah kosong
segera lakukan masase pada fundus untuk membantu uterus berkontraksi dengan baik

Perineum

Terjadinya laserasi atau robekan perineum dan vagina dapat diklarifikasikan


berdasarkan luas robekan. Robekan perineum hampir terjadi pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Hal ini dapat
dihindarkan atau dikurangi dengan cara menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh
kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin akan lahir jangan ditekan terlalu kuat dan
lama. Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dinamakan
robekan perineum tingkat satu pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan
jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenetalis pada garis
menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka. Sedang pada
tingkat tiga atau robekan total muskulus sfringter ani ekstrium ikut terputus dan kadang-
kadang dinding depan rektum ikut robek pula. Jarang sekali terjadi robekan yang mulai pada
dinding belakang vagina diatas introitus vagina dan anak dilahirkan melalui robekan itu,
sedangkan perineum sebelah depan tetap utuh (robekan perineum sentral). Pada
persalinan sulit disamping robekan perineum yang dapat dilihat, dapat pula terjadi
kerusakan dan keregangan muskulus puborektalis kanan dan kiri serta hubungannya di
garis tengah. Robekan perineum yang melebihi robekan tingkat satu harus dijahit, hal
ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus
dikeluarkan secara manual lebih baik tindakan itu ditunda sampai plasenta lahir. Perlu
diperhatikan bahwa setelah melahirkan kandung kemih ibu harus dalam keadaan
kosong, hal ini untuk membantu uterus agar berkontraksi dengan kuat dan normal dan
kalau perlu untuk mengosongkan kandung kemih perlu dilakukan dengan kateterisasi aseptik

Perkiraan darah yang hilang

Perkiraan darah yang hilang sangat penting untuk keselamatan ibu, namun untuk
menentukan banyaknya darah yang hilang sangatlah sulit karena sering kali bercampur cairan
ketuban atau urin dan mungkin terserap kain, handuk atau sarung. Sulitnya menilai
kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung, karena ukuran sarung
bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah.
Mengumpulkan darah dengan wadah atau pispot yang diletakkan dibawah bokong ibu
bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan dan bukan cerminan asuhan sayang
ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan
menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayinya. Cara yang baik untuk
memperkirakan kehilangan darah adalah dengan menyiapkan botol 500 ml yang
digunakan untuk menampung darah dan dinilai berapa botol darah yang telah digunakan
untuk menampung darah, kalau setengah berarti 250 ml dan kalau 2 botol sama dengan 1
liter. Dan ini merupakan salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk
mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah.
Kalau menyebabkan lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun
lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml.
Kalau ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kahilangandarah 50% dari total
darah ibu (2000-2500 ml). Perdarahan pasca persalinan sangat penting untuk
diperhatikan karena sangat berhubungan erat dengan kondisi kesehatan ibu. Akibat
banyaknya darah yang hilang dapat menyebabkan kematian ibu. Perdarahan terjadi
karena kontraksi uterus yang tidak kuat dan baik, sehingga tidak mampu menjepit pembuluh
darah yang ada disekitarnya, akibatnya perdarahan tak dapat berhenti. Perdarahan
juga dapat disebabkan karena adanya robekan perineum, serviks bahkan vagina dan
untuk menghentikan perdarahannya maka harus dilakukan penjahitan perinium.

PENATALAKSANAAN

Pemantauan Kala IV Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada
masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat
perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post
partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum.
Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30
menit kedua setelah persalinan. Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :

a. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.


b. Evaluasi tinggi fundus uteri – Caranya : letakkan jari tangan Anda secaramelintang
antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar denganpusat atau
dibawah pusat.
c. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
d. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau
lukaepisiotomi).
e. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
f. Pendokumentasian

Bentuk Tindakan Dalam Kala IV

Tindakan Baik:

1. Mengikat tali pusat;


2. Memeriksa tinggi fundus uteri;
3. Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi;
4. Membersihkan ibu dari kotoran;
5. Memberikan cukup istirahat;
6. Menyusui segera;
7. Membantu ibu ke kamar mandi;
8. Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik
bagi ibu maupun bayi.

Tindakan Yang Tidak Bermanfaat:

1. Tampon vagina – menyebabkan sumber infeksi.


2. Pemakaian gurita – menyulitkan memeriksa fundus apakah berkontraksi dengan
baik.
3. Memisahkan ibu dan bayi.
4. Menduduki sesuatu yang panas – menyebabkan vasodilatasi, menurunkan
tekanan darah, menambah perdarahan dan menyebabkan dehidrasi

Tanda Bahaya Kala IV

Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya :

1. Demam.
2. Perdarahan aktif.
3. Bekuan darah banyak.
4. Bau busuk dari vagina.
5. Pusing.
6. Lemas luar biasa.
7. Kesulitan dalam menyusui.
8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa
9 . Persalinan kala IV
dimulai sejak plasenta lahir
sampai dengan 2 jam
sesudahnya,
10. adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah kontraksi
uterus sampai uterus kembali
11. dalam bentuk
normal.Kontraksi uterus
yang tak kuat dan terus
menerus dapat
12. menyebabkan terjadinya
atonia uteri yang dapat
mengganggu keselamatan
ibu.Segera
13. setelah kelahiran bayi,
servik dan vagina harus
diperiksa secara menyeluruh
untuk
14. mencari ada tidaknya
laserasi dan dilakukan
perbaikan lewat
pembedahan kalau
15. diperlukan.
16. Servik, vagina dan
perineum dapat diperiksa
lebih mudah sebelum
pelepasan
17. plasenta karena tidak ada
perdarahan rahim yang
mengaburkan pandangan
ketika itu.
18. Pemantauan dan evaluasi
lanjut meliputi: tanda-tanda
vital, kontraksi uterus, lochea,
19. kandung kemih dan
perineum. Perkiraan darah
yang hilang sangat penting
untuk
20. keselamatan ibu, namun
untuk menentukan banyaknya
darah yang hilang sangatlah
21. sulit karena sering kali
bercampur cairan ketuban atau
urin dan mungkin terserap
kain,
22. handuk atau sarung.
23. DAFTAR PUSTAKA
24. http://
jurnalbidandiah.blogspot.com/
2012/07/asuhan-kebidanan-
pada-kala-
25. iv.html#ixzz31pFzbRIZ
26. 9
DAFTAR PUSTAKA http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/asuhan-
kebidanan-pada-kala-iv.html#ixzz31pFzbRIZ9

Anda mungkin juga menyukai