TINJAUAN TEORI
2.1 Persalinan
A. Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan
lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37 - 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin
(Wiknjosastro, 2009).
Persalinan diartikan pula sebagai peregangan dan pelebaran mulut rahim. Kejadian
itu terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi mendorong bayi keluar. Otot-otot rahim
atau kantong muskuler yang bentuknya menyerupai buah pir terbalik menegang selama
kontraksi. Bersamaan dengan setiap kontraksi, kandung kemih, rectum, tulang belakang
dan tulang pubic menerima tekanan kuat dari rahim. Berat dari kepala bayi ketika
bergerak kebawah saluran lahir juga menyebabkan tekanan (Saiffudin, 2009).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan di mulai
(inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
(membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu
belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (JNPK -
KR, 2007).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan
merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim
melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai
akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula
kekuatan yang muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya
pembukaan serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim ibu.
Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan
tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi, umumnya
6
berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit (Rohani,et al, 2011, hal.3).
C. Tanda-tanda Persalinan
Tanda dan gejala inpartu :
Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena robekan
kecil pada serviks. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi servikal dari
proliferasi kelenjar mukosa servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barier
protektif dan menutup servikal selama kehamilan. Bloody show adalah
pengeluaran dari mukus.
Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan membran yang
normal terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita,dan lebih
dari 80% wanita akan memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam.
7
Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada.
D. Tahap-Tahapan Persalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10
cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala
pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar
sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding
uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian.
Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum. (Rohani; dkk,
2011)
Kala I (Kala Pembukaan)
Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai
membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler
sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan
membuka. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan
pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10cm). Persalinan kala I
dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal
kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai
pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam.
2) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan dibagi
dalam 3 subfase. Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus
umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih
dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi
penurunan bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan
pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.
Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga
serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium internum sudah sedikit
terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran
serviks terjadi dalam waktu yang sama.
Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
8
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan
pada multipara 1 jam. Tanda dan gejala kala II :
1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit.
2) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
3) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau vagina.
4) Perineum terlihat menonjol.
5) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
6) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
Diagnosis kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang menunjukkan :
1) Pembukaan serviks telah lengkap.
2) Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina.
Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit
setelah bayi lahir.
Perubahan psikologis kala III :
1) Ibu ingin melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya.
2) Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya; juga merasa sangat lelah.
3) Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vagina perlu dijahit.
4) Menaruh perhatian terhadap plasenta.
Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah proses
tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV :
1) Tingkat kesadaran.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan pernapasan.
3) Kontraksi uterus.
4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc.
Asuhan dan pemantauan pada kala IV :
1) Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk merangsang
uterus berkontraksi.
9
2) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara
pusat dan fundus uteri.
3) Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4) Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau
episiotomi).
5) Evaluasi kondisi ibu secara umum.
6) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman
belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian
dilakukan.
Asuhan Persalinan
Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai selama
persalinan, dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman
dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.
Kebijakan pelayanan asuhan persalinan :
1) Semua persalinan harus dihindari dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih.
2) Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal harus tersedia 24 jam.
3) Obat-obatan esensial, bahan, dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh
petugas terlatih.
10
Teori Pola ( Pattern Theory)
Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)
Teori Trasmisi dan Inhibisi.
2. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
Nyeri akut merupakan nyeri yang bersifat mendadak, nyeri ini hanya bertahan
sementara, tidak lebih dari 6 bulan. Reaksi yang mungkin ditimbulkan dari rasa
nyeri ini antara lain adalah peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan,
berkeringat, peningkatan tekanan darah, dan perubahan perilaku seperti rasa cemas
yang dapat ditimbulkan dari ekspresi wajah (Judha, 2012).
Nyeri kronik merupakan kebalikan dari nyeri akut, nyeri ini tidak bersifat
mendadak, tetapi nyeri ini terjadi sangat lambat dan akan terus meningkat dlam
waktu lebih dari 6 bulan (Smeltzer, 2004).
11
merupakan suatu mekanisme proteksi dari rasa nyeri yang dirasakan (Andarmoyo
& Suhartini, 2013).
4. Fisiologis Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor)
ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Rasa nyeri
pada persalinan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: anoksia (kekurangan oksigen)
pada otot rahim, karena otot rahim ini berkontraksi, peregangan serviks (mulut
rahim), tarikan pada tuba (saluran telur), ovarium dan ligamen – ligamen penyangga
uterus, penekanan pada saluran dan kandung kemih, rektum serta regangan otot-otot
dasar panggul.
Persalinan berhubungan dengan dua jenis nyeri yang berbeda. Pertama berasal dari
otot rahim pada saat otot itu ber-kontraksi. Karena merupakan organ internal maka
nyeri yang timbul disebut nyeri viseral. Sama seperti nyeri viceral lainnya, nyeri yang
timbul tidak dapat ditentukan dengan tepat lokasinya (pin-pointed). Nyeri viceral juga
dapat dirasakan pada organ lain yang bukan merupakan asalnya disebut nyeri alih
(reffered pain).
Pada persalinan nyeri alih dapat dirasakan pada punggung bagian bawah dan
sakrum. Jenis yang kedua timbul pada saat mendekati kelahiran. Tidak seperti nyeri
viceral, nyeri ini terlokalisir di daerah vagina, rectum dan perineum, sekitar anus..
Nyeri jenis ini disebut nyeri somatik dan disebabkan peregangan struktur jalan lahir
bagian bawah akibat penurunan bagian terbawah janin. Rasa nyeri akibat dilatasi
serviks dan kontraksi rahim dihantarkan oleh serat sensoris berukuran kecil dari
pleksus paracervikal dan pleksus hipogastrikus inferior yang kemudian bersatu
dengan pleksus saraf simpatikus setinggi L2- L3 (tulangtulang belakang sekitar
pinggang).
13
2) Arti nyeri bagi individu Arti nyeri bagi individu adalah penilaian seseorang
terhadap nyeri yang dirasakan. Hal ini sangat berbeda antara satu orang dengan
yang lainnya, karena nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan
bersifat subjektif.
3) Kemampuan kontrol diri : Kemampuan kontrol diartikan sebagai suatu
kepercayaan bahwa seseorang mempunyai sistem kontrol terhadap suatu
permasalahan sehingga dapat mengendalikan diri dan dapat mengambil tindakan
guna menghadapi masalah yang muncul. Hal ini sangat diperlukan ibu dalam
menghadapi persalinan sehingga tidak akan terjadi respon psikologis yang
berlebihan seperti ketakutan dan kecemasan yang dapat menganggu proses
persalinan.
4) Percaya diri : Percaya diri adalah keyakinan pada diri seseorang bahwa ia akan
mampu menghadapi suatu permasalahan dengan suatu tindakan atau perilaku
yang akan dilakukan dikatakan pula jika ibu percaya bahwa ia dapat melakukan
sesuatu untuk mengontrol persalinan maka ia akan memerlukan upaya minimal
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Dengan kata lain bahwa percaya diri
yang tinggi dapat menghadapi rasa nyeri yang timbul selama persalinan dan
mampu mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan.
14
2.4 Penatalaksanaan Relaksasi
A. Teknik Relaksasi Napas Dalam
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres.
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman
atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi merupakan upaya
pencegahan untuk membantu tubuh segar kembali dan beregenerasi setiap hari
dan merupakan alternatif terhadap alkohol, merokok, atau makan berlebihan
(Edelman dan Mandle 1994, dalam Potter dan Perry, 2006, p. 1528-1529).
Menurut Handerson Cristine dalam penelitian Fitriani, R. (2014), teknik
relaksasi napas dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktifitas simpatik
dalam sistem saraf otonom. Teknik tersebut dapat mengurangi sensasi nyeri dan
mengontrol intensitas reaksi ibu terhadap rasa nyeri. Hormon adrenalin dan kortisol
yang menyebabkan stres akan menurun, ibu dapat meningkatkan konsentrasi dan
merasa tenang sehingga memudahkan ibu mengatur pernapasan sampai frekuensi
pernapasan kurang dari 60-70 x/menit. Kadar PaCo 2 akan meningkat dan
menurunkan PH sehingga meningkatkan kadar oksigen dalam darah.
Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan yang mengajarkan
kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara
perlahan. Teknik relaksasi napas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri,
meningkatkan ventilisasi paru, menurunkan kecemasan dan meningkatkan
oksigenisasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Teknik relaksasi napas dalam merupakan bentuk latihan napas yang terdiri dari
pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lip breathing (Lusianah, 2012, p.
42). Perlakuan teknik relaksasi napas dalam efektif atau banyak memberikan
pengaruh penurunan tingkat nyeri setelah diberi perlakuan selama 30 menit (Fitriani,
R., 2014).
15
Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan
oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah
dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan
iskemik.
Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Teknik relaksasi napas dalam
merupakan cara yang paling mudah dilakukan dalam mengontrol ataupun
mengurangi nyeri. Relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak
membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-
waktu. Selain mudah dilakukan, teknik ini tidak membutuhkan banyak biaya
dan konsentrasi yang tinggi (Trullyen, 2013). 32
16
Detak jantung lebih rendah.
Mengurangi tekanan darah.
Meningkatkan keyakinan.
Kesehatan mental menjadi lebih baik.
17
Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan
disamping telinga.
Posisi relaksasi dengan duduk
Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi, letakkan kaki datar pada
lantai, letakkan kaki terpisah satu sama lain, gantungkan lengan pada sisi
atau letakkan pada lengan kursi dan pertahankan kepala sejajar dengan tulang
belakang.
18
Meminta klien untuk menghembuskan udara melalui bibir, seperti meniup dan
ekspirasikan secara perlahan dan kuat sehingga terbentuk suara hembusan tanpa
mengembungkan pipi, teknik pursed lip breathing ini menyebabkan resistensi
pada pengeluaran udara paru, meningkatkan tekanan di bronkus (jalan napas
utama) dan meminimalkan kolapsnya jalan napas yang sempit.
Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan turunnya abdomen ketika
ekspirasi. Hitunglah sampai 7 selama ekspirasi.
Menganjurkan klien untuk menggunakan latihan ini dan meningkatkannya
secara bertahap 5-10 menit. Latihan ini dapat dilakukan dalam posisi tegap,
berdiri, dan berjalan.
Merapikan lingkungan dan kembalikan klien pada posisi semula.
Membereskan alat.
Mencuci tangan.
Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan dan memantau respon
klien.
19
akan menentukan langkah berikutnya. Kelengkapan data yang sesuai dengan kasus yang
dihadapi akan menentukan.
b. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang
spesifik. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang
diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Diagnosis kebidanan adalah
diagnosis yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur diagnosis kebidanan.
c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa Atau Masalah Potensial
Langkah ketiga adalah langkah ketika bidan melakukan identifikasi diagnosis atau masalah
potensial dan mengantisipasi penanganannya. Pada langkah ini kita mengidentifikasi
masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis/masalah
potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting dalam melakukan asuhan
yang aman.
d. Langkah IV : Penetapan Kebutuhan Tindakan Segara
Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakam segera, melakukan
konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien.
e. Langkah V : Penyusunan Rencana Asuhan Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
f. Langkah VI : Pelaksanaan Asuhan
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan aman. Pada
langkah ke VI ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan dilangkah ke V
dilaksanakan secara efisien dan aman.
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Hal yang
dievalusi meliputi apakah kebutuhan telah terpenuhi dan mengatasi diagnosis dan masalah
yang telah diidentifikasi.
20
B. Konsep SOAP
Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berpikir
sistematis, didokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu :
S : Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis
sebagai langkah I Varney.
O: Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan
uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai
langkah I Varney
A : Menggambarkan pendokumentasian hasil ananlisis dan interpretasi data subjektif dan
objektif dalam suatu identifikasi diagnosis/masalah, antisipasi diagnosis/masalah potensial dan
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi dan/atau rujukan
sebagai langkah II, III, IV dalam manajemen Varney.
P : Menggambarkan pendokumentasian dan tindakan dan evaluasi perencanaan berdasarkan
assessment sebagai langkah V, VI dan VII Varney.
21
ditarik dan peredaran hanya dalam waktu beberapa bulan setelah obat tersebut dipasarkan,
karena dipopulasi terbukti memberikan efek samping yang berat pada sebagian
penggunanya.
2) Evidence based policy adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan
kedokteran (Clinical Governance) : suatu tantangan profesi kesehatan dan kedokteran
dimasa mendatang.
3) Evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari
penelitian yang bisa dipertanggung-jawabkan.
4) Evidence based report adalah merupakan bentuk penulisan laporan kasus yang baru
berkembang, memperlihatkan bagaimana hasil penelitian dapat diterapkan pada semua
tahapan penatalaksanaan pasien.
D. Sumber Evidence based
Sumber EBM dapat diperoleh melalui bukti publikasi jurnal dari internet maupun
berlangganan baik hardcopy seperti majalah, bulletin atau CD. Situs internet yang ada dapat
diakses, ada yang harus dibayar namun banyak pula yang public domain.
22