Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KANDUNGAN HARA TANAH


DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
PADA BERBAGAI TINGKAT KEMIRINGAN LAHAN

Oleh
Resti Wulandari
1710242004

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Penelitian

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
DHARMASRAYA
2021
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulisan proposal penelitian yang berjudul “Analisis Kandungan Hara
Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit pada Berbagai Tingkat Kemiringan Lahan” dapat
diselesaikan. Penulisan proposal ini adalah sebagai salah satu syarat melaksanakan
penelitian pada Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan Budidaya Perkebunan,
Fakultas Pertanian Universitas Andalas.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Wulan Kumala Sari, SP. MP.
Ph.D. selaku pembimbing I dan Ibu Yulistriani,SP.,M.Si selaku pembimbing II yang
telah banyak memberikan petunjuk dan arahan alam penyusunan proposal penelitian
ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Andalas, Bapak Ketua Jurusan Budidaya Perkebunan, seluruh
staf pengajar serta karyawan, juga kepada teman-teman seperjuangan yang telah
membantu penulis baik secara folmal maupun informal.
Besar harapan penulis, semoga proposal penelitian ini dapat sebagai acuan
dalam melaksanakan penelitian nantinya serta dapat memberikan sumbangan
informasi ilmiah terutama tentang analisis sifat kimia tanah pada perkebunan kelapa
sawit.

Dharmasraya, Maret 2021

R.W
ii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5
A. Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)................................ 5
B. Unsur Hara Tanah................................................................................ 7
C. Kelerengan pada Perkebunan Kelapa Sawit........................................ 11
D. Metode Soil Sampling Unit (SSU)....................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 13
A. Tempat dan Waktu................................................................................ 13
B. Alat dan Bahan...................................................................................... 13
C. Rancangan Percobaan............................................................................ 13
D. Pelaksanaan Penelitian.......................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
Lampiran ........................................................................................................ 19
iii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian......................................................... 19
2. Peta Afdeling A-H di PT Bina Pratama Sakato Jaya................................. 20
3. Tabel Penentuan Titik Sampel SSU........................................................... 21
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan minyak inti
sawit. Potensi hasil produksi crude palm oil (CPO) di Indonesia sangat besar apabila
digunakan sebagai bahan baku produk-produk minyak baik untuk makanan maupun
non makanan. Meningkatnya kebutuhan masyarakat mengakibatkan meningkatnya
jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun. Berdasarkan rata-rata
produksi kelapa sawit per provinsi di Indonesia tahun 2015-2020, terdapat 9 provinsi
(salah satunya Sumatera Barat) yang merupakan daerah penghasil kelapa sawit
terbesar di Indonesia dengan total kontribusi sebesar 87,46%. Produksi CPO
Indonesia meningkat dari 31 juta ton pada tahun 2015 menjadi 42,9 juta ton pada
tahun 2018 atau meningkat sebesar 11,8 juta ton dalam kurun waktu 4 (empat) tahun
terakhir (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019).
Selama lima tahun terakhir (2014-2018), luas areal perkebunan kelapa sawit
di Indonesia terus mengalami peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar
7,89% kecuali pada 2016 luas areal kelapa sawit sedikit mengalami penurunan
sebesar 0,5% atau berkurang seluas 58.811 hektar. Dari tahun 2014 hingga tahun
2018, total luas areal kelapa sawit bertambah 3.571.549 hektar (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2019). Luas areal perkebunan kelapa sawit diperkirakan akan terus
meningkat (termasuk di Provinsi Sumatera Barat) dikarenakan semakin pesatnya
perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini dan kebutuhan minyak nabati
dunia yang cukup besar dan semakin bertambah.
Perkebunan merupakan salah satu tiang utama struktur perekonomian,
termasuk di Provinsi Sumatera Barat khususnya di Kabupaten Sijunjung. Potensi dan
peluang investasi perkebunan di Kab. Sijunjung terdapat di 8 (delapan) kecamatan
dan nagari yang ada di Kabupaten tersebut. Kecamatan Kamang Baru merupakan
daerah yang memiliki lahan potensial terluas untuk ditanami kelapa sawit
dibandingkan dengan daerah lainyakni sebesar 30.000 Ha (Roziana, 2018).
2

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak kecenderungan bahwa perluasan areal


tanam (ekstensifikasi) tanaman kelapa sawit sangat gencar dilakukan baik itu oleh
perusahaan swasta atau perseorangan. Tetapi perluasan areal tanam tersebut tidak
memperhatikan syarat tumbuh yang baik untuk tanaman kelapa sawit, salah satunya
yaitu kondisi topografi. Menurut Setyamidjaja (1993), kondisi topografi yang ideal
untuk tanaman kelapa sawit adalah pada kelerengan antara 0 sampai 15%. Tetapi
kenyataannya, banyak pelaku usaha yang tetap melakukan budidaya kelapa sawit
pada lahan dengan kelerengan lebih dari 15%. Hal ini tentu saja berdampak pada
kandungan hara tanah dan secara jangka panjang berdampak pada keberlanjutan
ekosistem.
Lahan yang miring memiliki potensi terjadinya kerusakan tanah akibat erosi,
seperti turunnya kandungan bahan organik tanah yang diikuti dengan berkurangnya
kandungan unsur hara dan ketersediaan air tanah bagi tanaman. Tanah-tanah yang
mengalami erosi berat umumnya memiliki tingkat kepadatan yang tinggi sebagai
akibat terkikisnya lapisan atas tanah yang lebih gembur (Yahya et al., 2010). Selain
itu, kemiringan lereng akan berhubungan dengan solum. Solum tanah pada suatu
lahan cenderung makin dangkal, sejalan dengan makin curamnya kemiringan lereng.
Dengan semakin dangkal solum tanah maka tanaman tidak akan dapat tumbuh
dengan maksimal (Rizky et al.,2017).
Kelas kemiringan lereng memiliki hubungan dengan tingkat produktivitas
tanaman kelapa sawit. Hasil penelitian Gandasasmita et al.(2009), menunjukkan
bahwa tanaman sawit mempunyai produksi rata-rata Tanam Buah Segar (TBS)
tertinggi pada kelas lereng 8-15% yaitu sebesar 12,54 ton/ha/th. Produktivitas TBS
menurun pada lereng yang lebih curam (15-25%) yaitu sebesar 10,34 ton/ha/th,
sedangkan produksi rata-rata TBS terendah terdapat pada lereng yang lebih rendah
(kelas lereng 0-8%) yaitu sebesar 9,98 ton/ha/th. Hal ini disebabkan karena pada
sebagian kelas lereng A (0-8%) terdapat faktor penghambat drainase yang buruk.
Kecuraman lereng akan memperbesar kecepatan aliran permukaan, dengan
demikian akan memperbesar daya angkut air. Selain itu, persentase kelerengan dan
panjang lereng merupakan elemen topografi yang turut menentukan laju kehilangan
3

hara (Arsyad, 1989). Laju kehilangan hara sangat berkaitan dengan sifat kimia tanah
yang secara langsung akan menentukan serapan hara tanaman dalam kaitannya
dengan pemupukan yang diaplikasikan.
Oleh karena itu, penting dilakukan analisis kandungan hara (sifat kimia) tanah
dengan metode Soil Sampling Unit (SSU) atau Kesatuan Contoh Tanah (KCT) yaitu
kegiatan pengambilan contoh tanah yang berguna untuk mengetahui kandungan unsur
hara makro dan mikro serta unsur penunjang. Menurut Sunarko (2013), untuk
mendapatkan produksi yang tinggi, semua unsur hara yang diperlukan tanaman
kelapa sawit harus berada pada keadaan cukup dan seimbang. Informasi sifat-sifat
kimia tanah yang dibutuhkan diantaranya yaitu kandungan C-organik, N-total, P-
tersedia, reaksi tanah (pH), serta basa-basa yang dapat di tukar (Na, K, Mg, dan Ca).
Dalam hal ini juga dianalisis sifat-sifat lain yang mempengaruhi keseimbangan dari
status hara dalam tanah, seperti Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa
(KB).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kandungan Hara Tanah di
Perkebunan Kelapa Sawit pada Berbagai Tingkat Kemiringan Lahan”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik pengambilan sampel dengan metode Soil Sampling Unit
(SSU) dalam analisis kandungan hara pada sampel tanah di perkebunan
kelapa sawit pada berbagai tingkat kemiringan lahan?
2. Bagaimana perbandingan kandungan unsur hara tanah pada berbagai tingkat
kemiringan lahan di perkebunan kelapa sawit?

C. Tujuan
1. Mempelajari penerapan metode Soil Sampling Unit (SSU) untuk analisis
kandungan hara pada sampel tanah di perkebunan kelapa sawit pada
berbagai tingkat kemiringan lahan.
2. Mengetahui perbandingan kandungan unsur hara tanah pada berbagai
tingkat kemiringan lahan di perkebunan kelapa sawit.
4

D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan hara tanah di
perkebunan kelapa sawit pada tingkat kelerengan lahan yang berbeda sehingga dapat
sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan rekomendasi pemupukan
untuk tahap selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman penghasil minyak nabati utama di
dunia, yang originnya adalah dari benua Afrika. Menurut Mangoensoekarjo dan
Semangun (2003), taksonomi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: Kingdom:
Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas:
Monocotyledoneae, Ordo: Palmales, Famili: Palmaceae, Genus: Elaeis, Spesies:
Elaeis guineensis Jacq.
1. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena
tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier dan
kuartener. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air
tanah. Sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartener tumbuh sejajar dengan
permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuartener menuju ke lapisan atas atau ke
tempat yang banyak mengandung zat hara. Disamping itu, tumbuh pula akar nafas
yang timbul di atas permukaan air tanah atau di dalam tanah. Penyebaran akar
terkonsentrasi pada tanah lapisan atas (Fauzi et al., 2003).
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada
pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang
melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa
sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Di batang terdapat
pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008).
Seperti tanaman palma lainnya, daun kelapa sawit merupakan daun majemuk.
Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Bentuk daunnya
menyirip, tersusun rozet pada ujung batang. Biasanya tanaman kelapa sawit memiliki
40 hingga 55 daun, jika tidak dipangkas dapat mencapai 60 daun. Tanaman kelapa
sawit tua membentuk 2-3 daun setiap bulannya. Sedangkan yang lebih muda
menghasilkan 3-4 daun per bulan. Produksi daun meningkat hingga umur 6-7 tahun,
kemudian menurun pada usia 12 tahun, selanjutnya produksi daun tetap berkisar
6

antara 22-24 daun pertahun (Lahiri, 2014). Pertumbuhan awal daun pada kelapa sawit
berikutnya akan membentuk sudut. Daun pupus yang tumbuh keluar masih melekat
dengan daun lainnya. Arah pertumbuhan daun pupus tegak lurus ke atas dan
berwarna kuning. Anak daun (leaf let) pada daun normal berjumlah 80-120 lembar
(Setyamidjaja, 2006).
Tanaman kelapa sawit berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai
mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan
penyerbukan silang (cross pollination). Artinya bunga betina dari pohon yang satu
dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaan angin dan atau
serangga penyerbuk (Sunarko, 2008).
Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Semakin tua umur kelapa sawit,
pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah terbentuk semakin menurun.
Hal ini disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan
semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat
tandan buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Setyamidjaja,
2006).

2. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit


Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat tumbuh di
daerah antara 120º Lintang Utara hingga 120º Lintang Selatan. Curah hujan optimal
yang dikehendaki antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan pembagian yang merata
sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam per hari
dan suhu optimum berkisar 240-380C. Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80 –
90%. Ketinggian di atas permukaan laut yang optimum berkisar 0-500 meter
(Setyamidjaja, 2006).
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik
Kelabu, Alluvial atau Regosol, dan pada tanah gambut saprik. Kelapa sawit dapat
tumbuh baik pada sejumlah besar jenis tanah di wilayah tropika. Persyaratan
mengenai jenis tanah tidak terlalu spesifik seperti persyaratan faktor iklim. Tanah
yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai tanaman kelapa sawit
7

karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase yang jelek bisa menghambat
kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi akan terganggu, sehingga
tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N). Karena itu, drainase tanah yang akan
dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika
musim hujan tidak tergenang (Sunarko, 2008).

B. Unsur Hara Tanah


Tanaman kelapa sawit merupakan satu diantara tanaman perkebunan yang
memerlukan input hara cukup tinggi, sehingga kebutuhan pupuk per hektar cukup
besar. Pemupukan menjadi faktor penting dalam upaya mencapai produktivitas yang
tinggi, terutama dalam memenuhi ketersediaan hara. Unsur hara dari pupuk menjadi
tambahan energi yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan produktivitas kelapa
sawit (Darmosarkoro et al., 2007).
Menurut Ratnasari (2009), kebutuhan unsur hara dan kemampuan tanah
menyediakan unsur hara merupakan dasar penetapan dosis pupuk yang tepat. Analisis
unsur hara tidak hanya menetapkan kandungan unsur hara dalam bagian tanaman,
tetapi juga tentang keterkaitan antara kandungan hara tanah dan pertumbuhan
tanaman. Setiap lahan tanaman kelapa sawit mempunyai kandungan hara yang
berbeda-beda.
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), berdasarkan jumlah yang
diperlukan unsur hara dibagi menjadi 2 golongan yakni unsur hara makro dan unsur
hara mikro. Unsur hara makro diperlukan tanaman dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan dengan unsur hara mikro, contohnya Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium
(K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Unsur mikro dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang sedikit, tetapi harus selalu tersedia dalam jaringan
tanaman, antara lain Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Boron (Bo),
Molibdenum (Mo), Klorida (Cl), dan Seng (Zn). Kandungan hara juga berbeda -
beda tergantung pada jenis hara, jenis tanaman, kesuburan tanah atau jenis tanah serta
pengelolaan tanaman (Pohan, 2010).
8

Nitrogen bebas di atmosfer sekitar 78%, namun dalam bentuk unsur yang
tidak dapat langung digunakan. Nitrogen harus diubah dulu menjadi bentuk
ammonium atau nitrat melalui proses-proses tertentu, seperti fiksasi, amonifikasi dan
nitrifikasi. Fiksasi nitrogen adalah suatu proses mengubah gas N menjadi nitrogen
biologis yang tersedia. Sebagian besar fiksasi nitrogen dilakukan oleh bakteri
pengikat nitrogen seperti rhizobium dan azotobacter (Dwijayanty, 2016). Nitrifikasi
adalah proses yang mengubah amonia menjadi nitrit dan kemudian menjadi nitrat dan
merupakan langkah penting dalam siklus nitrogen. Kebanyakan nitrifikasi terjadi
secara aerobic oleh mikroorganisme atau prokariota. Nitrogen yang sudah tersedia
tersebut (dalam bentuk NH4+ dan NO3-) akan bereaksi di dalam larutan tanah hingga
dapat diserap tanaman untuk menunjang pertumbuhannya.
Nitrogen yang diserap oleh tanaman dirombak menjadi asam amino, yang
dalam metabolisme selanjutnya membentuk protein dan asam nukleat. Selain itu, N
menjadi bagian integral dari klorofil dan merupakan komponen utama tanaman yang
menyerap cahaya yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Fahmi et al, 2010).
Gejala defisiensi N terlihat pertama kali pada daun-daun tua, yaitu daun berwarna
hijau pucat, kemudian menjadi kuning pucat atau kuning cerah (klorosis) dan
selanjutnya daun mengalami nekrosis (Mustikasari,2018).
Seluruh tanaman membutuhkan tanah yang subur agar dapat menghasilkan
hasil yang berkualitas tinggi termasuk kelapa sawit. Tingkat kesuburan tanah
dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya kandungan unsur hara seperti fosfor (P).
Ketersediaan P di dalam tanah tergantung pada jumlah dan jenis mineral tanah, pH
tanah, pengaruh kation dan anion, tingkat kejenuhan P, bahan organik, waktu dan
suhu, serta genangan (Nursyamsi dan Setyorini, 2009). Hara P bersifat immobil di
dalam tanah karena sebagian besar P tanah dijerap menjadi bentuk tidak tersedia bagi
tanaman. Pada tanah masam seperti Ultisols dan Oxisols, P biasanya dijerap oleh Al
dan Fe (kation, oksida, dan hidroksida) serta liat tanah (Nursyamsi dan Setyorini,
2009). Sementara itu, pada tanah netral dan alkalin seperti Alfisols dan Vertisols, P
dijerap selain oleh Al, Fe, dan liat tanah juga oleh Ca (Nursyamsi dan Setyorini,
2009). Ketersediaan P di tanah-tanah netral, basa maupun alkalin di Indonesia
9

ternyata masih merupakan kendala bagi pertumbuhan tanaman, sehingga pengelolaan


hara P merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatkan
produksi pertanian khususnya komoditas perkebunan.
Hara fosfor merupakan unsur hara esensial kedua setelah unsur hara N dimana
unsur hara fosfor berperan dalam memacu pertumbuhan akar, pembentukan biji dan
buah, aktivator enzim serta memacu pertumbuhan generatif tanaman (Hanafiah,
02014). Fosfor adalah unsur hara esensial dalam reaksi biokimia termasuk
fotosintesis dan respirasi. Fosfor merupakan komponen utama dari Adenosin Difosfat
(ADP) dan Adenosin Trifosfat (ATP) digunakan untuk mensuplai energi dalam reaksi
biokimia pada tumbuhan. Fosfor adalah komponen struktural fosfolipid, asam
nukleat, nukleotida, koenzim, dan phosphorprotein. Defisiensi P dalam tanaman
menyebabkan ratio akar terhadap pucuk lebih besar yang disebabkan oleh proporsi
asimilat untuk partumbuhan akar yang dialokasikan lebih besar dibandingkan
dengan pucuk (Mustikasari, 2018).
Ketersediaan K di dalam tanah tergantung pada proses dan dinamika kalium
dalam tanah terutama proses jerapan dan pelepasan. Apabila proses pelepasan lebih
lambat daripada proses jerapan maka ketersediaan kalium akan berkurang sehingga
pertumbuhan tanaman terganggu. Ada tiga bentuk kalium dalam tanah yaitu: kalium
dalam bentuk mineral primer yakni bentuk relatif tidak tersedia, kaliun yang terfiksasi
oleh mineral sekunder yakni bentuk kalium lambat tersedia, dan kalium dapat
dipertukarkan di dalam larutan tanah. Dalam kesuburan tanah, keseimbangan K
dengan unsur lain penting untuk diperhatikan karena sifat fisiologis tanaman yang
sering memerlukan K yang berimbang dengan unsur lain. Selain itu, K mempunyai
sifat antagonis dengan unsur lain. Ketidakseimbangan antara unsur K dan unsur lain
menyebabkan adanya gejala kekahatan pada salah satu unsur (Rosmarkam dan
Yuwono, 2002).
Unsur hara K pada tanaman kelapa sawit penting untuk penyusunan minyak
dan mempengaruhi jumlah dan ukuran tandan. Pemberian K mampu meningkatkan
biomassa kering tanaman nilam dengan sumber yang berbeda, yaitu KCl dan K 2SO4
(Syakir dan Gusmaini, 2012). Defisiensi unsur hara K terjadi pada daun tua karena K
10

diangkut ke daun muda. Gejala defisiensi unsur K timbul bercak transparan pada
daun, lalu daun mengering.
Ca dalam tanah berasal dari mineral dimana tanah tersebut terbentuk,
umumnya dalam fraksi pasir dan debu. Contoh: anortit, batu kapur, piroksin, amfibol,
kalsit, dll. Kandungan Ca di dalam tanah beragam, pada tanah-tanah masam di
tropika basah mengandung 0.1-0.3%, sedangkan pada tanah kapur di iklim kering
mengandung lebih dari 25%. Kalsium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Ca 2+.
Unsur Kalsium berperan dalam memacu pertumbuhan akar, memperbaiki ketegaran
tanaman secara umum, mendorong produksi biji, mengurangi penyerapan racun,
meningkatkan kandungan Kalsium pada buah serta mengurangi serapan zat radioaktif
(Mas’ud, 1992).
Unsur hara Mg berfungsi dalam proses fotosintesis. Pemupukan Mg mampu
meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, bobot brangkasan basah dan kering
bibit kelapa sawit pada tanah Ultisol dan Oxisol (Kasno dan Nurjaya, 2011). Sumber
unsur hara Mg adalah kapur dolomit dan pupuk kiserit. Unsur hara Mg merupakan
bagian dari molekul klorofil dan berasosiasi dengan unsur P untuk pembentukan
senyawa fosfolid yang berfungsi dalam produksi minyak sawit (Simatupang, 2010).
Di samping unsur hara makro, unsur hara mikro berupa Boron (B) merupakan
salah satu hara essensial pada tanaman kelapa sawit. Setiawati et al. (2019)
melaporkan bahwa B mempunyai peran dalam transportasi karbohidrat hasil dari
fotosintesis. Karbohidrat terlibat pada penyimpanan dan pemakaian energi yang
digunakan untuk pertumbuhan tanaman sehingga dengan pemberian unsur B dapat
mengoptimalkan pertumbuhan tanaman. Selain itu, Setiawati et al. (2019)
menambahkan bahwa pemberian B pada tanaman tomat mampu meningkatkan
jumlah bunga pertanaman, persentase pembentukan buah, jumlah buah per tanaman,
bobot buah, dan produksi.
Menurut Sugianto (2014), boron jumlahnya sangat terbatas di dalam tanah
terutama pada jenis-jenis tanah tropis, sementara boron merupakan salah satu unsur
yang berperan dalam meningkatkan hasil produksi suatu tanaman. Ketersediaan
boron juga terikat pada tanah sehingga jumlah yang tersedia sangat terbatas bagi
11

tanaman. Hal ini merupakan sebuah kendala mengingat minimnya ketersediaan boron
di dalam tanah tidak diimbangi dengan pemupukan boron.

C. Kelerengan pada Lahan Tanaman Kelapa Sawit


Buana et al. (2006) mengatakan tanaman kelapa sawit sangat toleran terhadap
kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun untuk memberikan pertumbuhan yang
baik dan jagur serta produktivitas tinggi memerlukan kisaran kondisi lingkungan
tertentu. Disebut juga sebagai syarat tumbuh tanaman kelapa sawit. Kondisi iklim,
tanah dan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi
keberhasilan pengembangan kelapa sawit, di samping faktor lainnya seperti bahan
tanaman (genetis) dan perlakuan kultur teknis yang diberikan.
Bentuk wilayah merupakan faktor penentu produktivitas yang akan
mempengaruhi konservasi tanah dan air, efektivitas pemupukan, kemudahan panen,
serta pembuatan jaringan jalan. Topografi wilayah yang cocok untuk tanaman kelapa
sawit adalah dengan kemiringan lereng 0-8 %, tetapi pada wilayah bergelombang
sampai berbukit (kemiringan lereng 8-30 %) kelapa sawit masih dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik yang harus diimbangi dengan upaya pengelolaan tertentu
seperti pembuatan teras (Hartanto, 2011).
Pada topografi lahan datar, produktivitas dan pertumbuhan kelapa sawit
umumnya lebih baik dibanding pada lahan berbukit. Pada lahan datar kemungkinan
terjadinya erosi sangat kecil sehingga kehilangan pupuk atau unsur hara yang
disebabkan erosi dapat dihindari. Akan tetapi tidak menutupi kemungkinan
kehilangan pupuk karena tercuci oleh air hujan yang menyebabkan hilangnya unsur
hara yang dikandung oleh tanah tersebut (Mustafa, 2004).
Pada lahan yang bertopografi miring atau berbukit, perlu dibuat teras
bersambung (continous terace) maupun teras individu (tapak kuda / plat form) yang
dapat mengurangi bahaya erosi, sekaligus juga dapat mengawetkan tanah sehingga
mampu menyimpan air dengan baik. Pada lahan berbukit proses pemanenan dirasa
sedikit sulit, dibandingkan lahan yang bertopografi datar. Hal ini karena konsep
jaringan jalan pada areal berbukit dibuat sesuai dengan kontur tanah. Selain itu faktor
12

kekurangan unsur hara yang disebabkan dari hilangnya pupuk yang diberikan karena
erosi atau hilang tercuci air hujan lebih besar sehingga berpengaruh terhadap
produktivitas maupun pertumbuhan kelapa sawit (Mustafa, 2004).
Topografi di dalam satu unit kebun seringkali bervariasi mulai dari dataran,
perbukitan dan berlereng curam. Hal ini terjadi karena luas areal yang baik untuk satu
unit kebun tidak mencukupi jika dikaitkan dengan kapasitas pabrik yang telah
dibangun sehingga perlu dilakukan perluasan areal berlereng meskipun disadari
bahwa faktor pembatas lahan tersebut sangat besar sehingga produktivitasnya
berbeda– beda.

D. Metode Soil Sampling Unit (SSU)


Dalam hal penentuan rekomendasi pemupukan, sangat penting diketahui
status unsur hara baik itu di jaringan tanaman maupun di tanah tempat tanaman
tersebut dibudidayakan. Oleh karena itu, dikenal metode SSU atau Kesatuan Contoh
Tanah (KCT) yaitu pengambilan sampel tanah yang diperoleh dari beberapa lokasi
yang dipilih berdasarkan karakter tertentu sehingga sifatnya mewakili kondisi fisika
dan kimia tanah di perkebunan kelapa sawit. Tanah merupakan media tanam untuk
pertumbuhan tanaman kelapa sawit, maka kita juga harus ketahui status unsur hara
yang terkandung di dalam media tanam tersebut. Terdapat beberapa cara untuk
menentukan jenis sampel yang diperlukan untuk program rekomendasi pemupukan,
hal ini tergantung dari topografi lahan, jenis tanah dan faktor pembatas lainnya.
Dalam hal pengambilan sampel tanah harus terampil dalam memilih titik sampling
agar sampel yang dibawa ke laboratorium dapat mewakili sampel yang ada di
perkebunan kelapa sawit (Ilham, 2020).
Di samping itu, Winarna et al. (2005) juga menyatakan bahwa pengambilan
contoh tanah harus diimbangi dengan pengambilan contoh daun, sehingga lokasi
pengambilan contoh tanah dilakukan di sekitar pohon Kesatuan Contoh Daun (KCD).
Jumlah contoh tanah tersebut mencakup sekitar 25-50% dari jumlah KCD.
BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


Penelitian ini akan dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT Bina
Pratama Sakato Jaya (Kiliran Jao) yang bertempat di Jorong Parit Rantang,
Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Secara garis besar,
penelitian ini dilakukan di dua tempat yakni tempat pengambilan sampel tanah di
lapangan dengan tingkat kemiringan lahan yang berbeda dan untuk analisis
kandungan hara tanah akan dilakukan di Laboratorium Tanah PT Bina Pratama
Sakato Jaya. Penelitian dilakukan dari bulan Maret s/d Mei 2021 (lampiran 1).

B. Alat dan Bahan


Adapun alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah
peta/denah lokasi yang terdiri dari peta afdeling, peta topografi/kelerengan, peta jenis
tanah untuk penentuan lokasi pengambil contoh/sampel tanah, bor belgi dengan mata
bor berukuran 20 cm, pisau, ember, buku catatan, alat tulis dan alat-alat lain untuk
analisis kandungan hara di laboratorium. Bahan yang dibutuhkan adalah sampel tanah
dari lahan pertanaman kelapa sawit yang telah ditentukan sesuai metode SSU,
kantong plastik, kertas label, kain lap, dan bahan-bahan kimia untuk analisis
kandungan hara di laboratorium.

C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan percobaan lapangan yang menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga
diperoleh 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 2 lokasi
pengambilan sanpel (pada piringan dan luar piringan), sehingga diperoleh jumlah
sampel keseluruhan adalah 24 sampel tanah. Data yang diperoleh dianalisa
kandungan hara tanahnya di laboratorium berdasarkan tingkat kelerengan, yaitu :
D = kategori datar (0 - 8%)
L = kategori landai (8 - 15%)
AC = kategori agak curam (15 – 25%)
14

C = kategori curam (25 – 40%)

D. Pelaksanaan Penelitian
1. Tahapan Persiapan
Penetuan lokasi berdasarkan kriteria pemilihan lahan, dimana lahan kebun
yang berada di PT Bina Pratama Sakato Jaya (Kiliran Jao) dengan luas areal
perkebunan secara keseluruhan adalah 4.678.790 Ha (lampiran 2). Luas lahan
memiliki keragaman pada tingkat kemiringan lahan, sehingga memungkinkan
dilakukan uji kandungan hara pada sampel tanah pertanaman kelapa sawit.
Pengambilan Kesatuan Contoh Tanah (KCT) berdasarkan peta kemiringan lahan
skala 1 : 70.000 (lampiran 3).
2. Metode Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel untuk analisis kandungan hara menggunakan
metode purposive sampling dengan kriterianya yaitu keseragaman umur tanaman,
jenis tanah, dan jenis bibit tetapi berada pada tingkat kelerengan lahan yang berbeda
(lampiran 4). Pengambilan sampel dilakukan pada satuan lahan sebagai unit
samplingnya.
a. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Tanah
 Pengambilan contoh tanah dilakukan sekitar pohon Kesatuan Contoh
Daun (KCD). Jumlah contoh tanah tersebut mencakup sekitar 25-50%
dari jumlah KCD.
 Contoh tanah untuk kesuburan tersebut diambil dari dalam dan luar
piringan tanaman kelapa sawit.
 Terdapat 24 sampel tanah yang akan di ambil, dimana 12 sampel tanah
di ambil dari dalam piringan dan 12 sampel diambil dari luar piringan
tanaman kelapa sawit.
b. Teknik Pengambilan Contoh Tanah
 Contoh tanah diambil dari lapisan tanah atas sedalam 0-20 cm. Bor
tanah yang bersih dimasukkan tegak lurus ke dalam tanah dengan
diputar ke arah kanan. Setelah mencapai kedalaman 20 cm bor
15

diangkat kembali dengan cara diputar ke kanan secara perlahan-lahan


sambil diangkat.
 Tanah yang terikut dalam bor diambil dan dimasukkan ke dalam
ember yang telah dipersiapkan. Satu ember digunakan untuk
menampung contoh tanah dari dalam piringan dan satu ember lainnya
untuk contoh tanah dari luar piringan.
 Titik-titik pengambilan contoh tersebut diusahakan tersebar dalam satu
unit pengambilan contoh tanah (satu tahun tanam).
 Pencampuran (komposit) tersebut dilakukan dengan menggunakan
ember, yaitu dengan mencampur sedemikian rupa sehingga diperoleh
campuran tanah yang seragam. Campuran tanah tersebut kemudian
diambil sebanyak 1 kg tanah sebagai contoh tanah kesuburan. Contoh
tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong dan diiikat.
 Informasi lahan pada lokasi contoh tanah dicatat sebagai data
pendukung hasil analisis tanah.
 Contoh tanah lengkap dengan kartu identitasnya (label) selanjutnya
dikirim ke laboratorium tanah untuk dianalisis.
3. Analisis Laboratorium
Tahap selanjutnya uji laboratorium untuk mengetahui kandungan hara tanah
pada pertanaman kelapa sawit. Sampel tanah disetiap lokasi tersebut (pada kedalaman
dan jarak yang sama) diambil sebanyak 500 gram, adapun sampel tanah hasil
komposit juga sebanyak 500 gram. Parameter pengamatan yang mewakili sifat kimia
dan kandungan hara tanah yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah pH (H 2O
dan KCl), N-total (metode Kjedahl), P-tersedia, K, Mg, Ca dan B dengan
spektrofotometer.
16

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Buana, L, Siahaan, D. dan Adiputra. 2006. Budidaya Kelapa Sawit.Pusat Penelitian
Kelapa Sawit Indonesia Oil Palm Research. Medan
Darmosarkoro, W., dan Winarna, 2001. Penggunaan TKS dan Kompos TKS untuk
Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. Dalam Darmosarkoro,
et al (Eds). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit Edisi 1. 2007. PPKS, Medan
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2019. Statistik Perkebunan Indonesia 2018 – 2020.
Kementerian Pertanian. Jakarta
Dwijayanty, Alvida. 2016. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar
Nitrat dan Nitrit Dalam Brokoli (Brassica Oleracea. L). Universitas Sumatera
Utara. Medan
Fahmi, Arifin., Syamsudin., Sri Nuryani H Utami dan Bostang Radjagukguk. 2010.
Pengaruh Interaksi Hara Nitrogen Dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Jagung (Zea Mays L) Pada tanah regosol dan Latosol. Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti., I. Satyawibawa dan R. Hartono. 2003. Kelapa Sawit.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Gandasasmita., Basuki Sumawinata dan Sry Nurmala. 2009. Hubungan Karakteristik
Lahan dengan Produktivitas TBS (Studi Kasus pada PT Perkebunan
nusantara VIII cimulang, bogor). Jurnal Tanah dan Lingkungan, Vol. 11 No.
1, April 2009:21-3
Hanafiah, K A. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Press.
Hartanto H. 2011. Sukses Besar Budidaya Kelapa Sawit. Cetakan I.Yogyakarta: Citra
Media Publishing.
Ilham. 2020. Rekomendasi Pemupukan Kelapa Sawit. Asosiasi Samade Sawitku
Masa Depanku. Pekanbaru. https://docplayer.info/46278667-Leaf-sampling-
17

unit-lsu-soil-sampling-unit-ssu-manfaatnya-ilham-s-si-asosiasi-samade-
sawitku-masa-depanku.html. {Diakses tanggal 16 Desember 2020}.
Lahiri, Novra. 2014.Intensitas Serangan Hama Ulat Kantong pada Kelapa Sawit
(Elaeis Guineensis Jacq) pada Usia Berbeda di Kebun Yayasan Darul
Jamil. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit.
UGM Press, Yogyakarta.
Mas’ud, P. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung
Mustafa, H. M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicitra Karya Nusa.
Yogyakarta.
Mustikasari, Novia., Suria Darma Tarigan., Supiandi Sabihan dan Bandung Sahari.
2018. Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilangan Hara Kebun Kelapa Sawit
Kabupaten Sorolonga Provinsi Jambi. J.II. Tan. Ling., 20 (2) Oktober 2018:
82-85
Nursyamsi, D dan D. Setyorini. 2009. Ketersediaan P Tanah-Tanah Netral dan
Alkalin. Jurnal Tanah dan Iklim No. 30/2009. ISSN 1410 – 7244
Pohan, I. 2010. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir.ISBN 979-489-995-X. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hlm.
Ratnasari.2009. Kalibrasi kadar hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan
dengan menggunakan metode sekat pertumbuhan terbaik. Skripsi.IPB, Bogor.
61 hlm.
Rizky, N. Arsyanti, D dan Adyatama, S. 2017. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk
Tanaman Kelapa Sawit di Kecamatan Batang Alai Utara Kabupaten Hulu
Sungai Tengah. Jurnal Pendidikan Geografi. Vol 4 4: 9-22.
Rosmarkam Afandie dan Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.
Kanisius: Yogyakarta
Roziana, Dwi Untami. 2018. Pengaruh Kredit PT Bank Pembangunan Daerah
Cabang Pembantu Sungai Tambang dalam Peningkatan Produksi Kelapa
Sawit di Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung. Diploma thesis,
Universitas Andalas.
18

Setiawati, Wiwin., Ahsol Hasyim., Bagus Kukuh Udiarto dan Abdi Hudayya. 2019.
Pengatuh Magnesium, Boron, dan Pupuk Hayati terhadap Produktivitas Cabai
serta Serangan Hama dan Penyakit. J. Hort. Vol. 30 No.1, Juni 2020: 65-74
Setyamidjaja, D. 1993. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta.

Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidya, Pnen dan Pengolahan.


Kanisius. Yogyakarta. 62 Hal.
Simatupang, S. 2010.Manajemen pemupukan tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq) di Perkebunan PT Sari Aditya Loka 1 (PT Astra Agro Lestari
Tbk) Kabupaten Merangin, Jambi.Skripsi.IPB, Bogor.86 hlm.
Sugianto, Hermawan., Linayanti Darsana dan Pardono. 2014. Penggunaan Boron
untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Hasil, dan Kandungan Minyak Kacang
Tanah. Agrosains 16(2) : 29-32, 2014; ISSN: 1411-5786
Sunarko, 2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sunarko. 2013. Budidaya Kelapa Sawit di Berbagai Jenis Lahan. Jakarta. AgroMedia
Pustaka
Syakir, M. dan Gusmaini. 2012. Pengaruh penggunaan sumber pupuk Kalium
terhadap produksi dan mutu minyak tanaman nilam. Jurnal Penelitian
Tanaman Industri. 18(2):60-65.
Yahya, Z., A. Husin, J. Talib, J. Othman, O.H. Ahmed and M.B. Jalloh. 2010. Oil
palm (Elaeis guineensis) roots response to mechanization in Bernam series
soil. American Journal of Applied Science 7 (3): 343-348.
19

LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan April Mei Juni

1 Survei Utama

2 Pengambilan KCT

3 Analisis di
Laboratorium

4 Pengolahan Data
20

Lampiran 2. Peta Afdeling A-H di PT Bina Pratama Sakato Jaya


21

Lampiran 3. Tabel Penentuan Titik Sampel SSU

Stand Per
Jenis Sub Tahun Jenis Luas Total
Kategori Afdeling Hectare
tanah Blok tanam bibit (Ha) Pokok
(SPH)

Datar
Inceptisol A A01 1995 Marihat 34.458 124 4.273
(0% - 8%)

Landai
Inceptisol D D12 1995 Marihat 24.134 120 2.896
(8% - 15%)

Agak Curam
Inceptisol C C05 1995 Marihat 27.400 101 2.767
(15% - 25%)

Curam
Inceptisol F F17 1995 Marihat 19.590 114 2.233
(25% - 40 %)

Anda mungkin juga menyukai