Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM SIG

PERUBAHAN GARIS PANTAI PADA PERAIRAN


PANTAI SAKO KECAMATAN BUNGUS KOTA
PADANG SUMATERA BARAT

DOSEN PENANGGUNG JAWAB PRAKTIKUM:


1. Prof. Dr. Ir. RIFARDI, M.Sc
2. Prof. Dr. MUBARAK, M. Si
3. Ir. ELIZAL, M. Sc
4. MUHAMMAD ARIEF WIBOWO, S.Kel., M. Si
5. ILHAM ILAHI, S.Pi., M.Si

DISUSUN OLEH

NAMA : ATTHORIQ HABIB HARRY A.


NIM : 2004135046
KELAS : IK B
KELOMPOK : 4
ASISTEN : REMI FITER

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
i

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT karena berkat


Rahmat dan karunia-Nya la saya dapat menyelesaikan laporan praktikum dengan
judul “PERUBAHAN GARIS PANTAI PADA PERAIRAN PANTAI SAKO
KECAMATAN BUNGUS KOTA PADANG SUMATERA BARAT” sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen pengampu mata
kuliah SIG yang telah mengajarkan dan membimbing saya dalam menyelesaikan
laporan pratikum sediment ini. Sehingga saya banyak memperoleh banyak ilmu,
informasi dan pengetahuan selama saya membuat dan menyelesaikan laporan
pratikum ini. Tidak lupa kepada seluruh rekan saya yang membantu dalam
penyelesaian laporan pratikum ini baik berupa bantuan moril maupun materi.
Saya juga merasa bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu saya juga mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun guna untuk memperbaiki dalam penulisan laporan selanjutnya agar
tidak terjadi lagi kesalahan kesalahan yang sama dalam pembuatan laporan.
Semoga laporan ini dapat berguna bagi saya selaku penulis dan juga saudara
saudara sekalian selaku pembaca di masa yang akan datang.

Pekanbaru, Desember 2022

Atthoriq Habib Harry Aslam


ii

DAFTAR ISI

Isi Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ v
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian .................................................................... 3

II. METODE PRAKTIKUM.............................................................. 4


2.1 Waktu dan Tempat .................................................................... 4
2.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 4
2.3 Metode Penelitian...................................................................... 4
2.4 Prosedur Penelitian.................................................................... 5
2.5 Analisis Data ............................................................................. 7

III. HASIL.............................................................................................. 8
3.1 Kondisi lapangan....................................................................... 8
3.2 Parameter Kualitas Perairan ...................................................... 8
3.3 Nilai Shoreline dan Baseline..................................................... 11
3.4 Nilai Kemiringan Lereng........................................................... 11

IV. PEMBAHASAN.............................................................................. 12

V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 14


4.1 Kesimpulan .............................................................................. 14
4.2 Sarann....................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kondisi Lapangan Praktikum................................................................. 8


2. Parameter Kualitas Air........................................................................... 8
3. Nilai Perubahan Garis Pantai.................................................................. 10
4. Nilai Kemiringan Lereng........................................................................ 11
iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lokasi Praktikum Lapangan…................................................................ 4


2. Kemiringan Lereng.................................................................................. 5
5
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah pesisir khususnya kawasan pantai dan sekitarnya menyimpan


potensi kekayaan alam yang besar dan merupakan daerah yang paling banyak
dimanfaatkan.Kawasan pantai sering dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman,
tempat pariwisata, daerah budidaya, daerah reklamasi dan sarana umum
lainnya seperti jalan.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,
karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai
sepanjang 81.000 km. Selain menempati wilayah yang sangat luas, kawasan
pesisir yang terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti ekosistem hutan
mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah tersebut memiliki
keanekaragaman hayati dan berbagai sumber daya alam seperti ikan, dan bahan-
bahan tambang yang bernilai tinggi. Kemudahan akses terhadap kawasan pesisir
cenderung meningkatkan laju pemanfaatan wilayah pesisir di tahun-tahun
mendatang, baik dalam hal pemanfaatan sumberdaya ekonomi maupun
pemanfaatan ruang.Selain itu, hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah fakta
yang menunjukkan bahwa tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia bermukim
di kawasan pesisir (DKP, 2002).
Garis pantai merupakan batas dari ekosistem laut dan ekosistem darat yang
dalam pengolahannya kedua ekosistem ini memiliki karakteristik yang berbeda.
Garis pantai juga berguna dalam penentuan batas wilayah Negara atau pun daerah
untuk pengolahan sumberdaya alam yang ada contohnya ZEE diukur sejauh 200
mil dari garis pantai kearah laut lepas, kemudian UU No. 22 Tahun 1999, Pasal 3
menyatakan bahwa " Wilayah Daerah Propinsi terdiri atas wilayah darat dan
wilayah laut sejauh duabelas mil laut yang diukur dari garis pantai kearah laut
lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.” Pembaharuan ini diperlukan untuk
mengetahui faktor pendorong dan informasi manajemen sumber daya pantai,
perlindungan lingkungan pantai dan juga untuk perencanaan pengembangan yang
berkelanjutan pada kawasan pantai (Guariglia, et al., 2006 dalam Aryastana, et al.,
2

2016).
Pantai merupakan daerah datar atau bisa bergelombang dengan
perbedaan ke-tinggian tidak lebih dari 200 meter, yang di-bentuk oleh endapan
pantai dan sungai yang bersifat lepas, dicirikan dengan ada-nya bagian
yang kering (daratan) dan ba-sah (rawa). Pantai adalahsuatu daerah yang
meluas dari titik terendah air laut pa-da saat surut hingga ke arah daratan
sam-pai mencapai batas efektif dari gelombang (Opa, 2011).
Pemetaan garis pantai dapat dilakukan dengan pengukuran lapangan secara
langsung, analisa foto udara dan analisa pengideraaan jauh atau citra satelit
(Guariglia, et al., 2006 dalam Aryastana, et al., 2016). Faktor yang berperan
dalam mekanisme perubahan pantai, yakni antara lain besarnya energi gelombang
yang menghempas di pantai, sudut yang dibentuk antara muka gelombang saat
pecah dengan garis pantai, lereng dasar perairan, jenis dan ukuran sedimen yang
terdeposit, keterbukaan pantai terhadap hantaman gelombang dan bentuk
morfologi garis pantai.
Faktor yang berperan dalam mekanisme perubahan pantai, yakni antara
lain besarnya energi gelombang yang menghempas di pantai, sudut yang dibentuk
antara muka gelombang saat pecah dengan garis pantai, lereng dasar perairan,
jenis dan ukuran sedimen yang terdeposit, keterbukaan pantai terhadap hantaman
gelombang dan bentuk morfologi garis pantai. Garis pantai akan mengalami erosi
yang intensif jika morfologinya berupa tonjolan, lereng dasar perairan yang relatif
curam, tingkat keterbukaan yang tinggi terhadap hantaman gelombang dan energi
gelombang yang tinggi (Purba & Jaya, 2004).
Secara geografis Teluk Bungus berbatasan langsung dengan Kecamatan
Lubuk Begalung dan Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang yang terletak
di sebelah utara, di bagian selatan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, di bagian
barat dengan Pantai Barat Sumatera atau Samudera Hindia, dan di bagian timur
dengan Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan.
Secara administratif Kecamatan Bungus Teluk Kabung memiliki 6 (enam)
kelurahan, yaitu: Teluk Kabung Selatan, Bungus Selatan, Teluk Kabung
Tengah, Teluk Kabung Utara, Bungus Timur dan Bungus Barat (BPS, 2006).
3

Secara geografis Teluk


Bungus berbatasan
langsung dengan
Kecamatan Lubuk
Begalung dan Kecamatan
Lubuk Kilangan, Kota
Padang yang terletak di
sebelah utara,
di bagian selatan dengan
Kabupaten Pesisir Selatan,
di bagian barat dengan
Pantai Barat
Sumatera atau Samudera
Hindia, dan di bagian
timur dengan Kecamatan
Lubuk
4

Kilangan, Kota Padang dan


Kabupaten Pesisir Selatan.
Secara administratif
Kecamatan
Bungus Teluk Kabung
memiliki 6 (enam)
kelurahan, yaitu: Teluk
Kabung Selatan,
Bungus Selatan, Teluk
Kabung Tengah, Teluk
Kabung Utara, Bungus
Timur dan
Bungus Barat (BPS, 2006
Secara geografis Teluk
Bungus berbatasan
5

langsung dengan
Kecamatan Lubuk
Begalung dan Kecamatan
Lubuk Kilangan, Kota
Padang yang terletak di
sebelah utara,
di bagian selatan dengan
Kabupaten Pesisir Selatan,
di bagian barat dengan
Pantai Barat
Sumatera atau Samudera
Hindia, dan di bagian
timur dengan Kecamatan
Lubuk
Kilangan, Kota Padang dan
Kabupaten Pesisir Selatan.
6

Secara administratif
Kecamatan
Bungus Teluk Kabung
memiliki 6 (enam)
kelurahan, yaitu: Teluk
Kabung Selatan,
Bungus Selatan, Teluk
Kabung Tengah, Teluk
Kabung Utara, Bungus
Timur dan
Bungus Barat (BPS, 2006
Kelurahan Bungus Kota Padang merupakan salah satu kawasan yang
berada di wilayah pesisir Barat Sumatera dengan berbagai sumberdaya pesisir dan
permasalahannya. Untuk itu menarik untuk melakukan praktikum di desa ini
dengan berbagai permasalahannya untuk melihat bagaimana keberadaan garis
pantai pada perairan bungus, khususnya dengan pantai Timur Sumatera.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari bagaimana cara


menghitung kemiringan lereng pantai dan perubahan garis pantai di pantai sako,
perairan bungus, Padang, Sumatera barat
7

1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat praktikum ini ialah untuk mengetahui bagaimana proses


menghitung kemiringan pantai dan perubahan garis pantai serta memasukkan
datanya kedalam aplikasi dsas.
8

II. METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum lapangan dilaksanakan pada hari Jumat, 18 November 2022.
Lokasi praktikum lapangan di wilayah pesisir Kota Padang, yaitu di Pantai Sako,
Bungus.

Gambar 1. Lokasi Pantai Sako


2.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum meliputi :
Alat:
a. Termometer
b. Handrefractometer
c. Current drogue
d. Secchi disk
e. Anemometer
f. 2 tonggak kayu
g. GPS
h. Meteran
i. Avenza Map
j. Selang Air
Bahan:
a. Modul Praktikum
b. Air
9

2.3 Metode Praktikum


Metode yang digunakan pada praktikum ini merupakan metode studi
lapangan dan metode perubahan garis pantai menggunakan aplikasi ArcGis.

2.4 Prosedur Praktikum


a. Pengukuran Perubahan Garis Pantai
1. Lakukan Geoprocessing pada Google Earth Pro
2. Kemudian input hasil geoprocessing kedalam aplikasi Avenza map yang
sudah di unduh terlebih dahulu
3. Setelah input data di lakukan kemudian klik bagian tracking pada aplikasi
avenza map dan kemudian praktikan berjalan menuju rute yang telah di
sediakan (400 meter), dengan ukuran 1 transek adalah 25 meter.
4. Kemudian rute tersebut akan diunduh kedalam bentuk polyline
5. Polyline tersebut akan digunakan sebagai garis tahun terbaru dalam
pembuatan peta perubahan garis pantai.
b. Pengukuran Kemiringan Lereng Pantai

Gambar 2. Kemiringan Lereng


Kemiringan (slope) adalah keadaan dimana ada bidang atau permukaan
yang tidak rata, disebapkan ada bagian yang tinggi dan ada bagian yang rendah.
Kelerengan sangat berhubungan dengan besarnya erosi yang dialami oleh
lahantersebut. Semakin besar kelerengan maka kemungkinan besarnya erosi lebih
tinggi. Pengukuran kemiringan lereng di lapangan menggunakan metode selang.
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
10

1. Alat yang digunakan antara lain dua buah tonggak kayu yang sama
panjangnya dan diberi tanda sama tingginya, selang kecil dengan panjang
sesuai kebutuhan dan kondisi dilapangan, dan meteran.
2. Ditentukan jarak yang akan di ukur kemiringan lerengnya. Letakkan
tonggak kayu dimulai dari garis pantai (daerah pasang tertinggi) sampai
surut terendah dengan jarak titik pengamatan 2 m.
3. Kemudian selang diisi dengan air hingga penuh. Tempatkan ujung selang
yang telah di isi dengan air pada tiang 1 dan tiang 2.
4. Selang air diatur hingga air sama rata antara pada tiang 1 dan tiang 2. Lalu
diberi tanda batas air pada tiang.
5. Kemudian ukur ketinggian batas permukaan air dalam selang pada kedua
tiang dengan menggunakan meteran.
6. Hasil pengukuran dimasukkan ke dalam rumus phytagoras untuk mencari
nilai kemiringan lereng. Kemiringan Lereng (C2 ) = 𝐴 2 + 𝐵(𝐵0 − 𝐵1) 2
c. Pengukuran Suhu
Suhu air adalah salah satu faktor pengendali kehidupan akuatik, ia
mengendalikan laju aktivitas metabolik, aktivitas reproduksi dan siklus hidup.
Rata-rata suhu air permukaan perairan indonesia berkisar antara 28-31˚C. Berikut
langkah-langkah dalam pengukuran suhu air menggunakan thermometer, yaitu:
1. Ikatlah sebuah tali pada pangkal atas thermometer
2. Celupkan thermometer kedalam perairan dengan berpegangan pada tali
yang sudah diikat pada thermometer, biarkan selama 2-3 menit hingga air
raksa konstan
3. Kemudian angkat thermometer tersebut dengan tali, usahakan tangan tidak
memegang thermometer untuk menghindari kontaminasi suhu tubuh
4. Catat angka yang segaris pada air raksa thermometer
d. Pengukuran Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh
dalam air laut yang mana hal ini berpengaruh terhadap tekanan osmotik air.
Apabila besar nilai salinitas meningkat maka akan meningkat pula besar tekanan
osmotiknya. Perbedaan penguapan dan presipitasi menjadi pembeda antara
salinitas di tiap perairannya. Adapun alat ukur yang digunakan untuk mengukur
11

salinitas adalah refraktometer (Hamuna et al., 2018). Berikut adalah langkah


pengukuran salinitas dengan menggunakan refraktometer.
1. Pertama-tama hand refractometer dikalibrasi dengan cara meneteskan
aquades pada daylight plate, kemudian biasan prima biru yang ditimbulkan
skala dapat dilihat melalui lensa apakah sudah pada angka 0 seimbang
(angka 0 menunjukkan hand refractometer sudah stabil);
2. Setelah itu, pengambilan air laut untuk pengukuran salinitas dilakukan
dengan menggunakan pipet tetes, kemudian beberapa tetes air laut
diteteskan pada daylight plate hand refractometer;
3. Kemudian nilai salinitas air laut diamati melalui lensa;
4. Pengukuran salinitas dilakukan untuk setiap stasiun sebanyak 3 (tiga) kali
pengulangan
5. Kemudian hasil data salinitas dicatat;
6. Setelah itu, daylight plate dikeringkan dengan tisu;
7. Kemudian hand refractometer dikalibrasi kembali menggunakan aquades
yang diteteskan di daylight plate, lalu hand refractometer dikeringkan
menggunakan tisu dan disimpan di tempatnya kembali.
e. Pengukuran Arus
Langkah-Langkah pengukuran lapangan dengan current meter dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
1. Gunakanlah current meter pada pengamatan kecepatan arus
2. Kemudian jatuhkan current meter pada bagian permukaan perairan
3. Hidupkan stopwatch untuk menghitung lama waktu yang diperlukan oleh
current meter
4. Adapun ukuran tali yang digunakan adalah sepanjang 2 meter.
5. Rumus perhitungan kecepatan arus adalah sebagai berikut ini :

𝑣 = 𝑠/ 𝑡 = ⋯ 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟/𝑑𝑒𝑡𝑖k
Keterangan:
V: Kecepatan (m/s)
S : Jarak (m)
T : Waktu (s)
12

III. HASIL

3.1 Kondisi Lapangan


Keadaan Cuaca Keadaan cuaca berawan dan
mendung, angin yang lumayan
kencang. Pada pukul 11.57 hujan
turun.
Jenis Makhluk Hidup Kepiting, laba-laba, semut, capung,
udang, kerang, dan teripang.

Jenis Substrat Rata-rata berpasir

Koordinat/Stasiun 1. 1 1'52.16"S 100 24'0.55"E


2. 1°0,52'8,25"S 100°24'0,29”E
3. 1°01'52.7"S 100°2403.3"E
4. Lat: 1.031837° Long: 100.401300°
5. Lat: -1.031895° Long: 100.401388°

3.2 Kualitas Perairan


a. Suhu
Stasiun Nilai Suhu

1. Stasiun 1 29 ℃

2. Stasiun 2 29 ℃

3. Stasiun 3 30 ℃

4. Stasiun 4 28 ℃

5. Stasiun 5 29 ℃
13

6. Stasiun 6 28 ℃

7. Stasiun 7 28 ℃

8. Stasiun 8 28 ℃

9. Stasiun 9 27 ℃

10. Stasiun 10 30 ℃

b. Kecepatan Arus

Stasiun Nilai Kecepatan Arus

1. Stasiun 1 0,050 m/s

2. Stasiun 2 0,050 m/s

3. Stasiun 3 0,050 m/s

4. Stasiun 4 23,02 m/s

5. Stasiun 5 0,25 m/s

6. Stasiun 6 0,25 m/s

7. Stasiun 7 2 m/s

8. Stasiun 8 0,05 m/s


9. Stasiun 9 0,667 m/s
10. Stasiun 10 0,014 m/s

c. Salinitas
Stasiun Nilai Salinitas

1. Stasiun 1 21 ppt

2. Stasiun 2 23 ppt

3. Stasiun 3 21 ppt

4. Stasiun 4 27 ppt

5. Stasiun 5 29 ppt
14

6. Stasiun 6 25 ppt

7. Stasiun 7 29 ppt

8. Stasiun 8 27 ppt

9. Stasiun 9 25 ppt

10. Stasiun 10 28 ppt

d. Kecerahan
Stasiun Shoreline dan Baseline

1. Stasiun 1 16,5

2. Stasiun 2 41

3. Stasiun 3 16,5

4. Stasiun 4 55

5. Stasiun 5 44,5

6. Stasiun 6 50

7. Stasiun 7 77,5

8. Stasiun 8 77,5

9. Stasiun 9 77,5

10. Stasiun 10 60
15

3.3 Nilai Perubahan Garis Pantai (Shoreline dan Baseline)


Stasiun Shoreline dan Baseline

1. Stasiun 8 Baseline : 45,9372


Shoreline :

3.4 Nilai Kemiringan Lereng

Stasiun Kemiringan Lereng

1. Stasiun 1 B= 90 cm-67=23 cm
= 0,23 m
C2= 4 m+0,0529
= 4,0592 m
2. Stasiun 2 C=18.69

3. Stasiun 3 4m

4. Stasiun 4 2.0181

5. Stasiun 5 16,68 m

6. Stasiun 6 B1 = 92, B0 = 63

7. Stasiun 7 B1: 83
B2: 52

8. Stasiun 8 B1= 85
B2= 53
B1-B2= 85-53= 32 cm = 0,32 m
(C2)= A2 + B(B1-B2)2
16

= 22 + 0,322
= 4 + 0,1024
= 4,1024
C = (4.1024)2
= 16,8296 m
9. Stasiun 9 C2= A2+B2
C2= 4m + 0,22m
= 4,0484

10. Stasiun 10 3.379


17

IV. PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Lapangan

Perairan Teluk Bungus berhadapan langsung dengan Samudera Hindia,


merupakan wilayah administrasi dari Kecamatan Bungus - Teluk Kabung, Kota
Padang (Yulius et al., 2010). Pada wilayah perairan ini berlangsung cukup banyak
aktivitas, diantaranya pelabuhan penyeberangan, pelabuhan perikanan untuk
pendaratan ikan, aktivitas kapal pertamina dan pengangkutan batubara untuk
keperluan PLTU.
Berdasarkan hasil yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan
lapangan praktikum keadaan cuacanya rata-rata cerah dan berawan, namun pada
saat pengukuran pada stasiun 8, hari hujan disertai angin, dan laut dalam keadaan
surut. Dalam pengukuran kualitas air secara umum, menggunakan metode
purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengaan
memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi serta keadaan daerah pengamatan
(Fajri, 2013).
Adapun jenis makhluk hidup yang terdapat pada stasiun yang menjadi lokasi
tempat praktikum yaitu Kepiting, serangga air asin, laba-laba, teripang, capung,
kerang, umang-umang, kumbang, siput laut, lalat, ulat, pepohonan, dan tanaman
merambat. Dan substrat yang terdapat pada stasiun tersebut adalah berpasir,
berpasir kerikil, dan berpasir halus.
Kondisi lapangan saat melakukan praktikum di pantai sako, Bungus dalam
keadaan cerah berawan. Gelombang tidak terlalu besar, tetapi sekitaran pantai
cukup kotor. Ditemukan juga beberapa makhluk hidup pada pantai yakni seperti
kepiting, kelomang, kerang, siput laut, dll. Sekitaran pantai banyak pohon pinus
dan juga pohon kelapa. Jenis substrat pantai sako adalah berpasir berwarna coklat.
Praktikum yang dilakukan pada stasiun 8 berkoordinat 1˚01’58,6”S,
100˚24’06,4”E -1,032957, 100, 401765.

4.2 Kualitas Perairan


a. Suhu
18

Rata- rata nilai suhu pada stasiun 1-10 yaitu berkisar 27−30 ℃ .
Dijelaskan oleh (Romimohtarto, 2002) bahwa suhu yang berkisar antara
27 °C-32 °C baik untuk kehidupan organisme perairan. Suhu dapat
mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk
mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu
dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara
tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan
yang dapat mempengaruhi distribusi
b. Kecepatan Arus
Kecepatan arus adalah gerakan massa air dari satu tempat ke
tempat lain baik secara vertikal (gerak ke atas) maupun secara horizontal
(gerakan ke samping) dengan satuan m/s. Kecepatan arus dapat dibedakan
dalam 4 kategori yakni kecepatan arus 0-0,25 m/dtk yang disebut arus
lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/dtk yang disebut arus sedang,
kecepatan arus 50-1 m/dtk yang disebut arus cepat, dan kecepatan arus
diatas 1 m/dtk yang disebut arus sangat cepat (Harahap dalam Ihsan,
2009). Faktor pembangkit arus permukaan disebabkan oleh adanya angin
yang bertiup diatasnya sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri.
Besaran arus biasanya dinyatakan dengan kecepatan dan arah.
Berdasarkan hasil yang didapat, kecepatan arus tertinggi berada
pada stasiun 7 adalah keceatan arus pada stasiun 4. Kecepatan arus pada
stasiun ini termasuk ke dalam arus cepat (diatas 1 m/s). Kecepatan arus
ditentukan oleh kemiringan, kedalaman dan substrat dasarnya.
c. Salinitas
Satuan untuk pengukuran salinitas air adalah satuan gram per
kilogram (ppt) atau permil (‰). Nilai salinitas air untuk perairan tawar
biasanya berkisar antara 0–0,5 ppt, perairan payau biasanya berkisar antara
0,5–30 ppt (Salinitas air payau) dan salinitas perairan laut lebih dari 30 ppt
(Johnson,2005: 16-17).
Dari tabel hasil praktikum, rentan salinitas dari stasiun 1-10 yaitu
21-29 ppt. Stasiun yang memiliki salinitas tertinggi yaitu stasiun 5 dan
19

stasiun 7.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

14
IV. KESIMPULAN
Penelitian ini
memberikan hasil
perubahan garis pantai
Teluk Bungus dengan
metode tumpang susun,
secara visual diperoleh
bahwa untuk
perbandingan hasil citra
20

Landsat tahun 2000,


Ikonos tahun 2006, Alos
tahun 2010 dan Spot tahun
2011, tampak
terlihat jelas menunjukan
perubahan garis pantai
pada setiap citra
menjorok kearah
daratan menandakan
terjadi proses abrasi
sangat dominan, sehingga
menghasilkan
lautan yang menjorok ke
daratan (teluk) seperti
teluk Buo (A), teluk
Kaluang (C) dan
21

teluk Kabuang (E).


14
IV. KESIMPULAN
Penelitian ini
memberikan hasil
perubahan garis pantai
Teluk Bungus dengan
metode tumpang susun,
secara visual diperoleh
bahwa untuk
perbandingan hasil citra
Landsat tahun 2000,
Ikonos tahun 2006, Alos
tahun 2010 dan Spot tahun
2011, tampak
22

terlihat jelas menunjukan


perubahan garis pantai
pada setiap citra
menjorok kearah
daratan menandakan
terjadi proses abrasi
sangat dominan, sehingga
menghasilkan
lautan yang menjorok ke
daratan (teluk) seperti
teluk Buo (A), teluk
Kaluang (C) dan
teluk Kabuang (E).
Penelitian ini memberikan hasil perubahan garis pantai Teluk Bungus
dengan metode tumpang susun, secara visual diperoleh bahwa untuk
perbandingan hasil citra Landsat tahun 2010, dan citra landsat 2020, tampak
terlihat jelas menunjukan perubahan garis pantai pada setiap citra menjorok
kearah daratan menandakan terjadi proses abrasi sangat dominan, sehingga
menghasilkan lautan yang menjorok ke daratan (teluk) seperti teluk Buo (A),
23

teluk Kaluang (C) dan teluk Kabuang (E).

5.2 Saran
Pada saat mengambil data di lapangan harap hati-hati dan perhatikan
lingkungan sekitar. Setelah data didapat setiap stasiun, dibuat kondisi cuaca dan
kualitas perairan. Praktikan sehendaknya dalam membuat garis pantai mengikuti
modul yang sudah diberikan.
24

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat


Statistik, 2006,
”Monografi Kecamatan
Bungus Teluk Kabung”,
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Monografi Kecamatan Bungus Teluk
Kabung. Padang: BPS Kota Padang.
Aryastana, P., Eryani, I. G. A. P., & Candrayana, K. W. (2016). Perubahan garis
pantai dengan citra satelit di Kabupaten Gianyar. PADURAKSA: Jurnal
Teknik Sipil Universitas Warmadewa, 5(2), 70-81.

Bandung.
Citra Landsat”, Jurnal
Ilmiah Geomatika, Vol. 16
No. 1, Cibinong.
Garis Pantai Untuk
Optimisasi Pengelolaan
Wilayah Pesisir Di
Kabupaten
25

Hanafi M, 2005,
“Hubungan Faktor
Perilaku Manusia, Faktor
Alam Dengan Perubahan
Hanafi, Musa. 2005. Hubungan Faktor Perilaku Manusia, Faktor Alam Dengan
Perubahan Garis Pantai Untuk Optimisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir
Di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan, Bandung.

Indramayu Jawa Barat”,


Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi
Kelautan,
Kusumah G. Salim H,
2008, “Kondisi
Morfometri dan
Morfologi Teluk Bungus
Kusumah G. Salim H, 2008. Kondisi Morfometri dan Morfologi Teluk
Bungus Padang. Jurnal Segara, Vol. 4 No. 2 Jakarta:.
Opa, E. T. (2011). Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomaen,
Minahasa Tenggara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 7(3), 109-
26

114.

Padang: BPS Kota Padang.


Padang”, Jurnal Segara,
Vol. 4 No. 2 Jakarta:.
Sakka et al. 2011. Studi Perubahan Garis Pantai di Delta Sungai Jeneberang,
Makassar. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis: 3(2):112-126.

Solihuddin Tb, 2010,


”Morfodinamika Delta
Cimanuk, Jawa Barat
Berdasrkan Analisis
Solihuddin Tb. 2010. Morfodinamika Delta Cimanuk, Jawa Barat Berdasarkan
Analisis Citra Landsat. Jurnal Ilmiah Geomatika, Vol. 16 No. 1, Cibinong.
Yulius, dkk. 2013. Perubahan Garis Pantai di Teluk Bungus Kota Padang,
Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Analisis Citra Satelit.jurnal
Vol.5,No. 2, Hlm. 417 – 427, Desember 2013.
27

LAMPIRAN
28

Lampiran 3. Layout Peta Kemiringan Lereng


29

Lampiran 4. Layout Peta Perubahan Garis Pantai

Anda mungkin juga menyukai