Anda di halaman 1dari 32

RESPON ULTISOL DAN STEK TANAMAN KOPI LIBERIKA

AKIBAT PEMBERIAN AMELIORAN DAN HORMON TUMBUH


ALAMI

INDRA SAPUTRA PANDIANGAN


180310045

PROPOSAL PENELITIAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2023
RESPON ULTISOL DAN STEK TANAMAN KOPI LIBERIKA
AKIBAT PEMBERIAN AMELIORAN DAN HORMON TUMBUH
ALAMI

INDRA SAPUTRA PANDIANGAN


180310045

Proposal Penelitian
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Agroekoteknologi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim, dengan menyebut nama Allah S.W.T. Puji beserta


syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-NYA kepada kita dengan memberikan kesehatan, umur panjang dan ilmu
pengetahuan. Dan tidak lupa pula penulis sanjung sajikan kepangkuan nabi besar kita
Muhammad S.A.W, yang mana oleh beiau kita telah dihantarkan dari alam kebodohan
hingga alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan hingga saat ini,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Respon
Ultisol dan Stek Tanaman Kopi Liberika Akibat Pemberian Amelioran Dan Hormon
Tumbuh Alami .”
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Muliana, M.P selaku
pembimbing utama dan Bapak…….. selaku pembimbing kedua yang telah banyak
membimbing serta memberikan penulis masukan, kritik, dan saran. Selanjutnya
terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak selaku dosen penelaah yang telah
banyak memberi saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini. Tidak lupa pula penulis ucapankan terima kasih kepada Ayah dan Ibu
beserta keluarga atas segala doa, bantuan, dan kasih sayangnya sampai saat ini. Dan
juga penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu, serta
seluruh pihak yang terlibat dan terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karenanya
masukan saran dan kritik penulis harapkan untuk penulisan karya tulis ilmiah ini agar
lebih baik untuk kedepannya Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua orang yang membacanya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................iv
1. PENDAHULUAN....................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................5
1.2 Perumusan Masalah........................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................8
1.5 Hipotesis Penelitian........................................................................................8
2. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................9
2.1. Karakteristik Ultisol........................................................................................9
2.2. Deksripsi Tanaman Kopi Liberika..................................................................9
2.3. Syarat Tumbuh..............................................................................................12
2.4. Amelioran.....................................................................................................13
2.5. Karbon Organik Tanah.................................................................................15
2.6. Nitrogen........................................................................................................16
2.7. C-organik Tanah...........................................................................................17
2.8. Peranan Air kelapa........................................................................................17
2.9. Peranan Urinee Sapi......................................................................................18
3. METODE PENELITIAN......................................................................................20
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................................20
3.2. Alat dan Bahan..................................................................................................20
3.3. Metode Penelitian.............................................................................................20
3.4. Persiapan Areal dan Naungan...........................................................................21
3.5 Tahap Persiapan Media Tanam..........................................................................21
3.6. Persiapan Urinee Sapi dan Air Kelapa.............................................................22
3.7. Persiapan Stek Pucuk Kopi...............................................................................22
3.8. Perendaman Hormon Air Kelapa dan Urinee Sapi..........................................22
3.9. Penanaman........................................................................................................23
3.10. Penyungkupan.................................................................................................23
3.11. Pemeliharaan Tanaman...................................................................................23
3.12. Parameter Pengamatan....................................................................................23
3.12.1. Analisis Sifat Kimia Tanah..........................................................................24
3.12.2. Persentase Tumbuh..................................................................................23
3.12.3. Penambahan Panjang Stek.......................................................................23
3.13. Analisis Data...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................25

ii
iii
DAFTAR TABEL

1. Tabel Parameter Sifat Kimia Tanah dan Metode Analisis …….....................................…..9

iv
5

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total daratan Indonesia.
Tanah ultisol merupakan tanah kering masam yang sebagian besar berasal dari bahan
induk batuan sedimen masam (Subagyo et al., 2004). Ultisol merupakan tanah
mineral masam yang produktivitasnya rendah dicirikan dengan bahan organik, unsur
hara, kandungan pH, C-organik, N-total, kapasitas tukar kation (KTK) yang rendah
yang dan kandungan Al yang relatif tinggi (Mardhonatusyahdiyah,2022). Menurut
Mulyani et al., (2010) tanah yang memilki kapasitas tukar kation (KTK) rendah,
kejenuhan basa (KB) rendah, dan C- organik rendah, kandungan alumunium
(kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan mendekati batas
meracuni tanaman, peka erosi.
Untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan dengan
meningkatkan ketersediaan unsur hara dan sifat kimia tanah. Salah satu usaha yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan penambahan
amelioran. Amelioran merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah sehingga
dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia tanah
(Adriany et al., 2018). Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai amelioran seperti
kompos, arang dan arang aktif (Siruru et al., 2018).
Salah satu amelioran yang dapat meningkatkan produktivitas tanah adalah
limbah kulit kopi digunakan sebagai amelioran. Limbah kulit buah kopi terdapat
bahan organik dan unsur hara yang berpotensi untuk dimanfaatkan kembali ke
tanaman dalam bentuk kompos. Limbah kulit kopi mengandung bahan organik
sebesar 45.3%, kandungan nitrogen sebesar 2.98%, kandungan fosfor sebesar 0.18%,
dan kandungan kalium sebesar 2.26%. (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006).
dengan NAA 100 ppm terhadap pertumbuhan stek pucuk Shorea selanica.
Selain limbah kulit kopi, biochar kulit kopi juga dapat digunakan sebagai
amelioran. Biochar merupakan salah satu bahan yang mengandung senyawa karbon
6

(C) yang sangat tinggi sehingga jika diberikan ke dalam tanah selain dapat menambah
C tanah juga dapat menjadi habitat bagi perkembangan mikrobia tanah sehingga
dapat memperbaiki kualitas tanah (Gani, 2009) . Biochar kulit buah kopi hasil
pirolisis mengandung karbon 60-67% dan abu 10-15% dengan kandungan P 0,39%,
K 1,97%, dan N 0,96. Aplikasi biochar kulit buah kopi ke dalam tanah sebanyak 20%
volume tanah meningkatkan kapasitas menahan air dari 32% menjadi 52% dan tanah
mampu mempertahankan lengas lebih lama (Kiggundu & Sittamukyoto, 2019). Hasil
penelitian (Naibaho et al., 2018). menunjukkan aplikasi kulit biji kopi berpengaruh
nyata meningkatkan kadar Zn tanaman, namun tidak berpengaruh nyata terhadap pH
tanah, P Tersedia tanah, Zn HCl 25% tanah, kadar P tanaman, serapan P tanaman,
serapan Zn tanaman dan pertumbuhan tanaman.
Tangse adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Pidie yang menjadi sentra
produksi kopi Liberika di Aceh. Masalah yang dihadapi petani kopi Liberika
sekarang adalah umur tanaman kopi Liberika milik masyarakat Tangse kebanyakan
sudah melewati usia produktif yaitu diatas 20 tahun yang menyebabkan produksi kopi
Liberika di Kecamatan Tangse menjadi kurang maksimal. Padahal permintaan kopi
Liberika baik di pasar nasional maupun pasar internasional cukup besar (Muhtaram et
al., 2021).
Tanaman kopi dapat diperbanyak dengan cara generatif mapun vegetatif.
Perbanyakan dengan cara generatif yaitu dari biji sedangkan perbanyakan secara
vegetatif yaitu dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman kopi seperti batang,
daun, akar, ranting atau cabang (Azmi & Handriatni, 2019). Tanaman kopi yang
dikembangbiakan secara generatif membutuhkan waktu yang sangat lama, karena
masa dormansi biji kopi yang susah untuk di pecah. Oleh karena itu dicari alternatif
lain dengan menggunakan stek batang atau stek cabang. Penggunaan stek batang atau
cabang lebih praktis dan mempunyai banyak keuntungan dan menjanjikan karena
bahan stek tersedia lebih banyak, mudah diperoleh dan murah, tidak merusak rumpun
asal, waktu pengambilan lebih cepat, dan pembentukan tubuh tanaman lebih mudah.
Keberhasilan stek dipengaruhi oleh faktor bahan stek, cara pengerjaan perlakuan pada
7

stek misalnya pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) dan media tanam dan kondisi
lingkungan selama penyetekan (Adriana et al., 2015).
Kandungan ZPT auksin merupakan salah satu ZPT yang berperan penting
pada proses pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman dalam perbanyakan stek
(Budianto et al., 2013). Auksin dapat meningkatkan persentase stek berakar dengan
tingkat keberhasilan yang dapat mencapai 83-96% (Agustin, 2017) Setiap tanaman
sebenarnya sudah mempunyai zat pengatur tumbuh tumbuh alami (endogen). Organ-
organ tanaman membentuk akar pada kondisi lingkungan yang serba optimal.
Namun, keadaan tersebut berlangsung lama, sedangkan kelangsungan hidup tanaman
tersebut sangat ditentukan oleh pembentukan akar, karena itu perlu adanya
penambahan zat pengatur tumbuh dari luar (eksogen) (Astutik, 2018).
Salah satu ZPT alami adalah air kelapa. Air kelapa memiliki kandungan
kalium sekitar 17%, vitamin, mineral, hormon auksin serta sitokinin. Hormon
tersebut sangat berguna dalam membantu merangsang pertumbuhan akar, tunas dan
batang. Air kelapa mampu menyediakan berbagai kebutuhan nutrisi bagi
perkembangbiakan tumbuhan (Viza & Ratih, 2018). Hasil Penelitian Djamhuri,
(2011) menunjukkan hasil bahwa Pemberian NAA 100 ppm dan air kelapa 100 %
pada stek pucuk Shorea selanica mampu meningkatkan persentase hidup stek (98 %
dan 96 %), persentase stek berakar (90 % dan 86,67 %), jumlah akar stek (3,18 dan
3,92), panjang akar stek (7,11 cm dan 5,34 cm), berat basah akar (11,02 gr dan 8,78
gr) dan berat kering akar ( 4, 75 gr dan 3,94 gr). Air kelapa 100 % memiliki
efektifitas yang sama.
Selain air kelapa, urine sapi juga dapat dimanfaatkan sebagai ZPT alami.
Menurut Sutedjo (2010), Urinee pada ternak sapi terdiri dari air 92%, nitrogen 1,00
%, fosfor 0,2 %, dan kalium 30,35%. Auksin yang terdapat pada urine sapi adalah
Auksin a (auxentriollic acid), auksin b (hetero auksin) dan indolylasetic acid (IAA).
Urine sapi adalah limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni
atau urine) dapat merangsang pertumbuhan akar karena mengandung auksin.
(Budianto et al., 2013). Hasil penelitian Sudartini et al., (2021), Perendaman setek
8

jambu air selama 60 menit dalam larutan urinee sapi dengan konsentrasi 50%
menghasilkan tunas sebanyak 5,6 tunas.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian respon ultisol dan
stek tanaman kopi liberika akibat pemberian hormon tumbuh alami dan amelioran ”.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pertumbuhan dan serapan hara stek tanaman kopi
liberika akibat pemberian ameliorant dan hormon tumbuh alami ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan kadar
nitrogen stek tanaman kopi liberika akibat pemberian amelioran dan hormon tumbuh
alami.
1.4 Manfaat Penelitian
Sebagai menambah pengetahuan dibidang ilmu pertanian pada umumnya dan
khususnya mengenai respon pertumbuhan dan kadar nitrogen stek tanaman kopi
liberika akibat pemberian ameliorant dan hormone tumbuh alami.
1.5 Hipotesis Penelitian
Diduga pemberian amelioran dan hormon tumbuh alami dapat meningkatkan
pertumbuhan dan kadar nitrogen stek tanaman kopi liberika.
9

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Ultisol


Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran yang luas. Tanah ini dapat ditemukan dalam relief mulai dari datar hingga
pegunungan. Ultisol berkembang dari bahan induk yang masam hingga basa. Ultisol
mempunyai penampang tanah yang dalam dan merupakan media yang baik bagi
tanaman. Penampang dengan kapasitas KTK yang sedang hingga tinggi menjadikan
tanah Ultisol dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis tanaman, namun demikian
faktor iklim dan relief perlu diperhatikan (Sujana dan Pura, 2015).
Tanah Ultisol sebagian besar berwarna merah kekuningan dengan reaksi tanah
yang masam dan kejenuhan basa yang rendah. Warna pada horizon argilik bervariasi
dengan hue 10YR sampai 10R. Faktor yang dapat mempengaruhi warna Ultisol
antara lain bahan organik, kandungan mineral serta oksida besi menyebabkan warna
kecoklatan hingga merah (Hermilan 2017),. Tekstur Ultisol umumnya dipengaruhi
oleh bahan induk tanah dan mineral. Kendala dalam tanah Ultisol adalah bahan
organik yang rendah, kemasaman tinggi, unsur hara rendah, dan peka dengan erosi
(Handayani dan Karnilawati, 2018).
Kejenuhan basa pada tanah Ultisol umumnya adalah < 35 persen, karena batas
ini adalah salah satu syarat klasifikasi tanah pada Soil Taxonomy. Beberapa jenis
tanah Ultisol memiliki nilai KTK < 16 cmol/kg liat. Respon Ultisol umumnya masam
hingga sangat masam (pH 5 - 3), dengan pengecualian Ultisol dari batu gamping yang
memiliki respon netral hingga agak masam (pH 6,80 – pH 6) (Menurut Soil Survey
Staff, 2014).
Ultisol dari bahan induk granit, sedimen, dan tufa, nilai KTK tergolong
rendah masing-masing berkisar antara 2,90 − 7,50 cmol/kg, 6,11−13,68 cmol/kg, dan
6,10 − 6,80 cmol/kg, sedangkan yang dari bahan induk volkan andesitik dan batu
gamping tergolong tinggi nilai KTK-nya adalah >17 cmol/kg. Pencucian basa yang
intensif mengakibatkan rendahnya kandungan hara pada tanah Ultisol, sedangkan
10

proses dekomposisi yang cepat menyebabkan kandungan bahan organik yang rendah
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006)
Pada umumnya kandungan bahan organik yang rendah ada pada horizon A
(lapisan atas tanah) Oleh karena itu melalui perbaikan tanah, Ultisol dapat
ditingkatkan produktivitasnya. Perbedaan daya perkolasi air pada lapisan atas dan
bawah adalah masalah lain tanah Ultisol, karena peningkatan tanah liat 5 cm di
lapisan bawah, kemungkinan air dapat bergerak dengan mudah secara lateral di
lapisan 0 cm – 5 cm. Dalam kondisi ini tanah akan cepat mengalami pencucian unsur
hara. Kandungan bahan organik lapisan atas sering hanya ditentukan oleh lapisan
atas, jika lapisan ini terkikis maka bahan organik dan hara akan terdefisiensi
(Risnawati, 2010).
2.2. Deksripsi Tanaman Kopi Liberika
Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari Benua Afrika
yaitu negara Ethiopia pada abad ke-9. Suku Ethiopia memasukkan biji kopi sebagai
makanan yang dicampur dengan makanan makanan popok lainnya, seperti daging dan
ikan. Tanaman kopi mulai diperkenalkan di dunia pada abad ke-17 di India.
Tanaman kopi kemudian mulai menyebar ke Benua Eropa oleh seorang yang
berkebangsaan Belanda kemudian diperkenalkan ke Negara lain termasuk Indonesia
(Panggabean 2011).
Penyebaran tanaman kopi di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1700-an,
terutama di Pulau Jawa. Selain itu, penyebaran tanaman kopi juga dilakukan di Pulau
Sumatera dan Sulawesi setelah percobaan penanaman kopi di Pulau Jawa berhasil.
Jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia adalah kopi arabika.
Namun, ketika timbul serangan penyakit karat daun pada tahun 1869 di Srilangka,
pemerintah Belanda mendatangkan kopi liberika. Kopi liberika dipilih karena
keunggulan tahan terhadap serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh
patogen Hemelia vastatrix. Meski kopi liberika tahan terhadap serangan penyakit
seperti karat daun akan tetapi kopi jenis ini menghasilkan produktivitas yang rendah
dibandingkan kopi arabika. Hal tersebut membuat pemerintahan Belanda
mendatangkan kopi robusta. Kopi jenis ini lebih tahan terhadap serangan penyakit
11

karat daun dan memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan kopi jenis liberika.
Pada tahun 1920-an, pemerintah mendirikan Balai Penelitian Tanaman Kopi di Pulau
Jawa yang memiliki tugas untuk mengembangkan dan meneliti kopi jenis arabika
dan robusta. Perkembangan teknologi yang semakin berkembang membuat kopi jenis
robusta dan arabika yang asli telah mengalami berbagai penyilangan sehingga
menghasilkan beberapa hibrida atau Genotipe unggul (Panggabean 2011).
Kopi liberika dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), diklasifikasikan
sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledoneae,
Ordo: Rubiales, Famili: Rubiaceae, Genus: Coffea, Spesies: Coffea liberica
(Rahardjo, 2012). Ukuran kopi liberika yang lebih besar dibandingkan dengan jenis
kopi lainnya. Kopi liberika memiliki bentuk biji membulat oval (panjang 0,83–1,10
cm, lebar 0,61 cm), dengan rendemen rata-rata 9,03%, persentase biji normal berkisar
50–80%. Kopi memiliki potensi produksi rata-rata 1,2 kg kopi biji/pohon, atau setara
dengan 1,1 ton biji kopi untuk penanaman dengan populasi 900-1.100 pohon/ha.
Bentuk tipe daun dan bentuk buah juga beragam (Sulityorini et al., 2018).
Kopi liberika pada tipe pertumbuhan pohon dengan habitus tipe tinggi, diameter
tajuk 3,5-4 m dan jika dibiarkan tumbuh, tinggi tanaman mampu mencapai 5 m atau
lebih (BPTP, 2014). Kopi liberika dapat tumbuh secara optimum pada daerah tropis
dataran rendah yaitu pada ketinggian 400-600 m dpl, dengan curah hujan yaitu
1.500–2.500 mm/tahun, dengan sinar matahari yang teratur. Pada Umumnya tanaman
kopi yang tumbuh pada penyinaran matahari langsung yang berlebihan dapat
mempengaruhi proses fotosintesis (Gusfarina, 2014).
Varietas kopi liberika memiliki keunggulan dengan kriteria tahan pada
penyakit karat daun dan serangan penggerek buah kopi. kopi liberika memiliki cita
rasa dengan ciri khas tersendiri, hasil analisis kafein kopi liberika memiliki kadar
kafein ralatif rendah yaitu 1,1-1,3% hampir sama dengan kadar kafein kopi arabika
yaitu 0,9-1,8%. Kopi liberika sering dimanfaatkan sebagai minuman penyegar serupa
dengan kopi arabika yang relatif aman bagi konsumen yang sensitif terhadap kafein
(BPTP, 2014).
12

Najiyati dan Danarti (2007) menyatakan bahwa kopi liberika mempunyai


sistem percabangan agak berbeda dengan tanaman lain. Tanaman kopi liberika
mempunyai beberapa jenis cabang dengan sifat dan fungsinya yang berbeda. Daun
kopi liberika berbentuk bulat telur dengan ujungnya yang agak meruncing sampai
bulat. Daun tersebut tumbuh pada batang, cabang dan ranting yang tersusun
berdampingan. Daun yang tumbuhnya pada batang atau cabang-cabang tegak lurus
dan pasangan daun itu berselang seling pada ruas berikutnya. Sedangkan daun yang
tumbuhnya pada ranting atau cabang terletak pada bidang yang sama tetapi tidak
berselang-seling (Budiman, 2015).
Bunga kopi liberika terbentuk pada ketiak-ketiak daun dengan jumlah yang
terbatas. Bunga tersusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-6 kuntum bunga. Pada
setiap ketiak daun akan menghasilkan 8-18 kuntum bunga atau setiap buku
menghasilkan 16-36 kuntum bunga (Budiman, 2015). Bunga kopi liberika berukuran
kecil dengan mahkotanya berwarna putih dan berbau harum. Kelopak bunga
berwarna hijau dengan pangkalnya menutupi bakal buah yang mengandung dua bakal
biji. Benang sari terdiri atas 5 -7 tangkai yang berukuran pendek (Najiyati dan
Danarti, 2007).
Buah kopi liberika terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas
tiga bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp) dan
apisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tetapi keras. Umumnya buah kopi liberika
mengandung dua butir biji tetapi terkadang hanya mengandung satu butir biji atau
bahkan tidak berbiji karena bakal biji tidak berkembang secara sempurna. Biji kopi
liberika terdiri dari kulit biji dan lembaga (endosperm). Endosperm merupakan
bagian yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman kopi (Najiyati
dan Danarti, 2007).
2.3. Syarat Tumbuh
Secara umum pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung
pada atau dipengaruhi oleh iklim dan tanah. Kopi Liberika ditanam pada lahan rendah
dengan suhu udara sedang dan kering serta curah hujan sedang. Saat ini kopi Liberika
13

banyak dikembangkan pada 10 lahan gambut yang tidak mungkin ditanami kopi jenis
lain (Sianipar, 2017).
Kopi Liberika ditanam pada lahan rendah dengan suhu udara sedang dan
kering serta curah hujan sedang. Meskipun lebih toleran terhadap penyakit karat daun
namun ternyata cita rasa kopi Liberika tidak seenak kopi Arabika sehingga kopi
Liberika kurang berkembang. Saat ini kopi Liberika banyak dikembangkan pada
lahan-lahan gambut yang tidak mungkin ditanami kopi jenis lain (BPTP, 2014). Kopi
Liberika menghendaki syarat tumbuh lebih mudah dibandingkan dengan jenis kopi
yang lainnya. Kopi Liberika lebih mudah menyesuaikan diri, dan dapat tumbuh di
dataran rendah. Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan
atasnya dalam, gembur, subur, banyak mengandung humus, atau dengan kata lain
tesktur tanah yang baik. Akar tanaman kopi mempunyai kebutuhan oksigen yang
tinggi, yang berarti tanah mengakibatkan tanah sulit ditembus oleh akar, peredaran air
dan udara pun akan menjadi jelek. pH tanah yang dibutuhkan tanaman kopi yaitu 5,5-
5,6 (Budiman, 2012).
Iklim memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap produktivitas tanaman
kopi. Pengaruh iklim mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga.
Pada kondisi bunga membuka sampai berlangsungnya penyerbukan, pertumbuhan
buah muda sampai buah masak iklim tetap mempengaruhinya. Menurut Masyarakat
Peduli Indikasi Geografis (2012), di dataran rendah kopi ditanam pada ketinggian
antara 1 – 10 m dpl, pada tanah gambut mayoritas merupakan jenis mineral yang
subur. Kopi Liberika cocok pada iklim tropis basah dengan variasi kecil tergantung
kelembaban nisbih, dataran tinggi temperatur maksimum 27°C, dataran rendah
temperatur 32°C, sedangkan curah hujan rata - rata per tahun 241,48 mm dengan
curah hujan maksimum/bulan berkisar 100 - 300 mm. Kemampuannya beradaptasi
pada dataran rendah (< 700 m dpl) dan pada lahan gambut baik (Budiman, 2012).
2.4. Amelioran
Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui
perbaikan kondisi fisik dan kimia. Kriteria amelioran yang baik bagi lahan gambut
adalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajat pH
14

secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara
yang lengkap, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama asam-asam organik
(Lubis et al., 2017). Limbah Kulit Kopi merupakan salah satu limbah yang dapat
digunakan sebagai amelioran alami (Pujiyanto, 2007). Pada bagian kulit kopi terdiri
dari kulit luar (exocarp) dan daging buah (mesocarp) (Simanihuruk, 2010). Kulit kopi
segar mengandung protein 6,11%, Serat kasar 18,69%, Tanin 2,47%, kafein 1,36%,
Lignin 52.59%, Lemak 1,07% abu 9,45%, kalsium 0,23% dan Fosfor 0,02%
(Sumihati et al, 2011).
Pengolahan kopi secara basah akan menghasilkan limbah padat berupa kulit
buah pada proses pungupasan kulit buah (pulping) dan kulit tanduk pada saat
penggerbusan (hulling). Kulit buah (pulp) kopi umumnya ditumpuk di sekitar lokasi
pengolahan selama beberapa bulan. Limbah kulit buah hasil pengolahan basah
umumnya belum dimanfaatkan secara optimal sehingga mencemari lingkungan
karena menurunkan kualitas air sungai, menimbulkan bau tidak sedap dan
mengganggu estetika. Sementara itu, limbah kulit buah kopi tersebut memiliki kadar
bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiki tanah. Hasil
penelitian Baon et al., (2005) menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit buah kopi
adalah 45,3%, kadar nitrogen 2,98%, fosfor 0,18%, dan kalium 2,26%. Selain itu
hasil penelitian (Pujiyanto 2007) menunjukkan bahwa Limbah kulit buah kopi dapat
dimanfaatkan sebagai amelioran tanah yang alami untuk meningkatkan daya dukung
tanah bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Komposisi ameliorant 90% pasta
kulit buah kopi dengan 10% mineral (zeolit : fosfat alam = 1:1). Setelah dikeringkan,
ameliorant tersebut memiliki karakter fisik dan kimia yang baik, yaitu memiliki
kapasitas retensi air, KTK, kadar Corganik, dan kadar P yang tinggi sehingga dapat
digunakan untuk memperbaiki tanah.
Biochar merupakan bahan pembenah tanah yang telah lama dikenal dalam
bidang pertanian yang berguna untuk meningkatkan produktivitas tanah. Bahan
utama untuk pembuatan biochar adalah limbah-limbah pertanian dan perkebunan
seperti sekam padi, tempurung kelapa, kulit buah kakao, serta kayu-kayu yang berasal
dari tanaman hutan industri. Teknik penggunaan biochar berasal dari Basin Amazon
15

sejak 2500 tahun yang lalu. Penduduk asli Indian memasukkan limbah-limbah
pertanian dan perkebunan tersebut ke dalam suatu lubang di dalam tanah. Sebagai
contoh yaitu “Terra Preta” yang sudah cukup dikenal di Brazil. Tanah ini terbentuk
akibat proses perladangan berpindah dan kaya residu organik yang berasal dari sisa-
sisa pembakaran kayu hutan (Glaser et al., 2002).
Limbah utama produksi kopi menggunakan pascapanen sistem kering adalah
kulit kopi kering. Dari 1 ton buah kopi panen segar dihasilkan biji kopi kering 150-
200 kg dan kulit kopi kering 180 kg (Blinova et al., 2017). Kiggundu dan
Sittamukyoto (2019) menyatakan bahwa biochar kulit buah kopi hasil pirolisis
mengandung karbon 60-67% dan abu 10-15% dengan kandungan P 0,39%, K 1,97%,
dan N 0,96. Aplikasi biochar kulit buah kopi ke dalam tanah sebanyak 20% volume
tanah meningkatkan kapasitas menahan air dari 32% menjadi 52% dan tanah mampu
mempertahankan lengas lebih lama. Selain itu Asfaw et al. (2019) melaporkan bahwa
pemberian biochar kulit buah kopi pada lahan pertanaman dapat meningkat pH,
konduktivitas listrik dan kapasitas tukar kation yang mengindikasikan peningkatan
kesuburan tanah.
2.5. Karbon Organik Tanah
Karbon (C) organik tanah merupakan komponen fundamental dalam siklus
karbon global untuk mendukung keberlanjutan ekosistem terrestrial (Agus 2013;
Siringoringo 2014). C-organik tanah terbentuk melalui beberapa tahapan dekomposisi
bahan organik. Status Corganik tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal
seperti jenis tanah, curah hujan, suhu, masukan bahan organik dari biomasa di atas
tanah, proses antropogenik, kegiatan pengelolaan tanah, dan kandungan CO2 di
atmosfer (Yulnafatmawita et al,. 2011). Perubahan status Corganik tanah melalui
proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik tanah dilaporkan memiliki
keterkaitan dengan sifat-sifat tanah seperti tekstur , pH kation logam dalam tanah,
KTK (kapasitas tukar kation) 9), dan kandungan nitrogen (Farastati et al,. 2019).
C-organik berperan penting dalam mendukung pertanian berkelanjutan
terutama sebagai indikator basis kesuburan tanah, menjaga ketersediaan hara,
perbaikan sifat fisik tanah, serta menjaga kelangsungan hidup mikroorganisme tanah.
16

Siklus hara dan ketersediaan unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman seperti
N, P, S, Ca, Mg, Zn dan Fe juga memiliki keterkaitan dengan kandungan karbon
sebagai reservoir hara dari hasil dekomposisi bahan organik. Selain berperan dalam
meningkatkan KTK melalui aktivasi gugus karboksil, karbon merupakan sumber
energi bagi organisme tanah dalam membentuk proses biologis yang menjadi faktor
penentu dari proses transformasi hara. Tanah yang telah dimanfaatkan untuk
budidaya pertanian cenderung memiliki nilai karbon yang lebih rendah akibat
penggunaan pupuk anorganik dan pestisida berlebihan, pengolahan tanah, serta
kehilangan biomassa karena terangkut panen (Farastati et al., 2019).
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Farrasati et al., (2019) menunjukkan
bahwa secara keseluruhan dalam kurun waktu 5 tahun, pH tergolong masam hingga
netral (4,31-6,9), C-organik rendah hingga sedang (0,63%- 1,75%), kandungan N
rendah (0,08%-0,21%), kejenuhan Al rendah hingga tinggi (<70%), serta KTK
rendah (4,87- 12,23 me/100 g). Selanjutnya, perubahan sifat kimia tanah pada 25
kebun dengan jenis tanah Inceptisol dan Ultisol memiliki pola beragam. Dalam
periode 5 tahun, 16 kebun dengan jenis tanah Inceptisol, 62,5% dari total kebun
mengalami perubahan nilai pH, 37,5% kebun memiliki kandungan N yang berbeda
nyata, 25% kebun memiliki kandungan KTK yang berbeda, serta 50% kebun
mengalami perubahan kejenuhan Alumunium (Al). Sedangkan, pada 9 kebun dengan
jenis tanah Ultisol, 55,5% kebun mengalami peningkatan pH, 66,6% kebun
mengalami perubahan kandungan N tanah, 77,7% tidak mengalami perubahan KTK,
dan 44,4% kebun memiliki kejenuhan Al yang berbeda. Nilai C-organik sebagian
besar tergolong rendah karena kurang dari 1,25% (Santoso et al., 2010).
2.6. Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara yang paling berlimpah di atmosfir, namun
nitrogen merupakan unsur hara yang paling sering defisien pada tanahtanah pertanian.
Nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan paling besar jumlahnya dalam
pertumbuhan tanaman. Nitrogen berperan penting dalam pembentukan senyawa-
senyawa protein dalam tanaman (Ibrahim dan Kasno, 2008). Sebagian besar nitrogen
di dalam tanah berbentuk senyawa organik tanah dan tidak tersedia bagi tanaman.
17

Fiksasi N organik ini sekitar 95% dari total N yang ada di dalam tanah. Nitrogen
dapat diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3− ) dan amonium (NH4+ )
(Harjoko, 2005). Nitrogen juga membantu tanaman sehingga mempunyai banyak zat
hijau daun (klorofil). Dengan adanya zat hijau daun yang berlimpah, tanaman akan
lebih mudah melakukan fotosintesis, pupuk urea juga mempercepat pertumbuhan
tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang dan lain-lain). Serta, pupuk urea juga mampu
menambah kandungan protein di dalam tanaman (Suhartono, 2012)
Unsur nitrogen diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian
vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Berperan penting dalam hal
pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis, unsur N
berperan untuk mempercepat fase vegetative karena fungsi utama unsur N itu sendiri
sebagai sintesis klorofil. Klorofil berfungsi untuk menangkap cahaya matahari yang
berguna untuk pembentukan makanan dalam fotosintesis, kandungan klorofil yang
cukup dapat membentuk atau memacu pertumbuhan tanaman terutama merangsang
organ vegetative tanaman. Pertumbuhan akar, batang, dan daun terjadi dengan cepat
jika persediaan makanan yang digunakan untuk proses pembentukan organ tersebut
dalam keadaan atau jumlah yang cukup (Purwadi, 2011).
2.7. C-organik Tanah
Penambahan bahan organik pada tanah berbanding lurus dengan
peningkatan C-organik tanah, dan penahan lengas tanah. Pemberian bahan
organik dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah dan juga dengan
peningkatan C-organik tanah juga dapat mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik
secara fisik, kimia maupun biologi. Karbon merupakan sumber makanan
mikroorganisme tanah, sehingga keberadaan C-organik dalam tanah akan memacu
kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga
reaksi-reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, dan
fiksasi N (Afandi et al., 2015).
Bahan organik dalam bentuk C-organik tanah harus dipertahankan tidak
kurang dari 2%, agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun
dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan
18

tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan
bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar
Kation) tanah dan dapat meningkatkan KTK tanah (Azmul et al., 2016).
2.8. Peranan Air kelapa
Pemberian zat pengatur tumbuh dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman
seperti mempercepat pertumbuhan akar dan munculnya tunas baru. Zat pengatur
tumbuh secara fisiologis dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Air kelapa
yang sering dibuang ternyata dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman.
Pemberian air kelapa dapat menjadi alternatif agar waktu di pembibitan (nursery)
lebih cepat sehingga tanaman dapat dengan cepat ditanam di lahan yang telah
disiapkan (Manurung et al, 2017).
Air kelapa merupakan cairan endosperm buah kepala yang mengandung
senyawa- senyawa biologi yang aktif. Air kelapa mengandung komposisi kimia yang
unik yang terdiri dari mineral, vitamin, gula, asam amino, dan fitohormon yang
memiliki efek signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Air kelapa mengandung
ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan dapat meningkatkan inisiasi kalus dan
perkembangan akar. Berdasarkan analisis hormon yang dilakukan ternyata dalam air
kelapa mengandung hormon giberelin (0,460 ppm GA3, 0,255 ppm GA5, 0,053 ppm
GA7), sitokinin (0,441 ppm kinetin, 0,247 ppm zeatin) dan auksin (0,237 ppm IAA).
Air kelapa juga mengandung kadar kalium sebanyak 14,11 mg/100 ml, kalsium
sebanyak 24,67 mg/100 ml dan nitrogen sebanyak 43,00 mg/100 ml air kelapa
(Darlina et al, 2016).
Golongan sitokinin yang ada dalam air kelapa berupa kinetin yang dapat
berfungsi untuk perluasan daun, perkecambahan biji, dan menahan penuaan pada
tanaman, trans-zeatin yang berfungsi untuk menginduksi regenerasi tanaman dari
kalus di jaringan tanaman. Selain itu, sitokinin dapat memicu sitokinesis
(penambahan plasma sel yang diikuti dengan pertumbuhan pemanjangan sel) yang
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah sel. Perkembangan sel-sel atau jaringan
yang mendapat spesialisasi fungsi menyebabkan spesialisasi organ sehingga dapat
membentuk tunas, akar, dan lainnya. Sedangkan auksin yang terdapat dalam air
19

kelapa berupa IAA yang berperan dalam memberi sinyal lingkungan seperti cahaya
dan gravitasi, regulasi proses percabangan pada tunas dan akar (Alfatika, 2018).
2.9. Peranan Urinee Sapi
Urine sapi adalah limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair
mengandung auksin dan senyawa nitrogen. Auksin yang terkandung dalam urine sapi
terdiri dari auksin-a (auxentriollic acid), auksin-b dan auksin lain (hetero auksin)
yang merupakan IAA (Indol Acetic Acid). Auksin tersebut berasal dari berbagai zat
yang terkandung dalam protein hijauan yang dimakan ternak, namun auksin tidak
terurai dalam tubuh maka auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama dengan urine
yang mengeluarkan zat spesifik yang mendorong perakaran. Urine sapi memiliki
kandungan unsur hara yang lengkap antara lain N, P, K, Ca, Fe, Mn, Zn, dan Zu.
Urine sapi juga mengandung hormon auksin zat peransang tumbuh. Pemberian urine
sapi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman meliputi pembentukan jumlah akar
yang lebih banyak (Yunita, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanto
(2015) bahwa produksi harian urine sapi adalah 14,2 liter.
Urine adalah kotoran cair yang dikeluarkan dari berbagai senyawa buangan
metabolisme tubuh. Urine sapi adalah limbah yang berada dalam fase cair dapat
merangsang pertumbuhan akar karena mengandung auksin. Kandungan urine sapi
terdiri dari nitrogen (N); 1,4 - 2,2%, fosfor (P) ; 0,6 - 0,7 % dan kalium (K) 1,6 - 2,1
%. Unsur N merupakan unsur hara di dalam tanah yang sangat berperan bagi
pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen (N) juga berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, terutama batang, cabang, dan daun. Selain
unsur N, bahan organik juga membantu menyediakan unsur P. Unsur P sangat
penting untuk menetralkan proses metabolisme atau katalisator sumber energi. Unsur
K berperan penting dalam pembentukan antibodi tanaman untuk melawan penyakit
(Gaol et al., 2017). Kadar hormon urine dipengaruhi oleh jenis ternak, penggunaan
urine sapi pada perendaman benih biwa memperoleh hasil terbaik terhadap
percepatan perkecambahan dan pertumbuhan bibit biwa dengan parameter volume
akar dan persentase kecambah (Nasution et al.,2014)
20

3. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian
Universitas Malikussaleh Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara Provinsi
Aceh. Waktu penelitian dimulai juni sampai dengan agustus 2023.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri dari kjedal, pH meter, alat distilasi, parang, pisau,
penggaris, cangkul, balok, paranet, kamera meteran, gembor, hand sprayer, tali
plastik, gelas ukur, pulpen, pensil, buku catatan dan gunting. Bahan yang di pakai
adalah pucuk tanaman kopi liberika, tanah ultisol, limbah kulit kopi , arang kulit kopi,
polibag ukuran 10 x 15 cm, air kelapa,urine sapi, plastik transparan dan paranet.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua Faktor yang diteliti, yaitu :
Faktor pertama amelioran (M) dengan tiga taraf yaitu :
MO : Ultisol
MI : Ultisol + limbah kulit kopi (800 g : 200 g (bkm) )
M2 : Ultisol + arang kulit kopi (800 g : 200 g (bkm) )
Faktor kedua yaitu hormon tumbuh alami, yaitu
H0 : Kontrol (Tanpa hormon )
H1 : Air kelapa (100 %)
H2 : Urine sapi (50 %)
Kombinasi Perlakuan Disajikan Pada Tabel 1.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang
terdiri dari sembilan kombinasi perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali
sehingga didapat 27 unit percobaan. Setiap ulangan menggunakan tiga stek pucuk
tanaman kopi, sehingga dibutuhkan 81 stek pucuk tanaman kopi. Lama waktu
perendaman air kelapa empat jam dan direndam dengan urinee sapi selama 30 menit.
Setelah direndam pucuk tanaman kopi di bilas menggunakan aquades untuk
menghilangkan sisa-sisa air kelapa dan urinee sapi yang masih melekat pada pucuk
21

tanaman kopi, lalu pucuk tanaman kopi ditanam pada media yang telah disiapkan
berupa campuran top soil, limbah kulit kopi, dan arang kulit kopi.
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan
Kombinasi Perlakuan
Perlakuan
MOHO Ultisol + Kontrol
MIHO Ultisol (800 g ) + limbah kulit kopi (200 g (bkm)) +
Kontrol
M2H0 Ultisol (800 g) + arang kulit kopi (200 g (bkm)) + control
MOHI Ultisol + hormon air kelapa 100 %
MIHI Ultisol (800 g) + limbah kulit kopi (200 g (bkm)) +
hormon air kelapa 100 %
M2H1 Ultisol (800 g) + arang kulit kopi (200 g (bkm)) + hormon
air kelapa 100 %
MOH2 Ultisol + hormon urinee sapi 50 %
M1H2 Ultisol (800 g) + limbah kulit kopi (200 g (bkm)) +
hormon urinee sapi 50 %
M2H2 Ultisol (800 g) + arang kulit kopi (200 g (bkm)) +
hormon urinee sapi 50 %

3.4. Persiapan Areal dan Naungan


Areal yang akan digunakan untuk penelitian dari gulma dibersihkan dari kotoran
dan sampah dengan menggunakan cangkul. Kemudian membuat naungan dari paranet
dengan kayu dalam berntuk persegi dengan lebar 4 meter, panjang 4 meter dan tinggi
180 cm. Setelah itu dilakukan pembuatan sungkup menggunakan bambu dan plastik
trasnparan yang membentuk setengah lingkaran.
3.5. Tahap Persiapan Media Tanam
Mempersiapkan media tanam tanah inceptisol yang diperoleh dari kebun
masyarakat. Tanah yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan agar tidak tercampur
dengan sisa-sisa sampah dan batu-batuan. Limbah kulit kopi dan arang kulit kopi
22

yang didapat dari sisa pengolahan kopi. Kemudian limbah kulit kopi dan arang kulit
kopi dicampur dengan tanah top soil, kemudian disiram dan diingkubasi selama dua
minggu. Ukuran polibag yang digunakan adalah 10 cm x 15 cm.
3.6. Persiapan Urinee Sapi dan Air Kelapa
Urine sapi yang digunakan adalah urine sapi yang diperoleh dari peternakan
masyarakat yang sehari-hari diberi pakan rumput dan dedaunan yang hijau
selanjutnya urine sapi dilarutkan dengan air sesuai dengan konsentrasi yang dicoba
sebanyak 1 L, urine sapi yang digunakan 50% yaitu urine sapi 500 ml dan air 500 ml
kemudian dilarutkan. Air kelapa yang digunakan adalah air kelapa muda yang
diperoleh dari kebun masyarakat, selanjutnya stek tanaman kopi direndam dengan air
kelapa dengan konsentrasi 100%.
3.7. Persiapan Stek Pucuk Kopi
Stek kopi menggunakan pucuk tanaman kopi liberika yang diperoleh dari
kebun petani di Gampong Paya Guci Kecamatan Tangse Provinsi Aceh. Stek pucuk
diambil dari tanaman yang sudah pernah berbuah dan bebas dari hama penyakit,
pucuk tanaman kopi di ambil dari cabang primer bagian ujung sebanyak tiga buku
(dua ruas) dipotong menggunakan cutter. Kelembaban stek dijaga dengan cara
dicelupkan kedalam air dan dibungkus kedalam plastik hingga sampai ke lokasi
penelitian.
3.8. Perendaman Hormon Air Kelapa dan Urinee Sapi
Stek pucuk tanaman kopi yang diambil dari pohon kemudian direndam
dengan menggunakan air kelapa yang sudah di isi dalam suatu wadah mangkuk.
Direndam dengan kedalaman sekitar tiga cm dari pucuk stek tanaman kopi liberika
dan dibiarkan selama empat jam perendaman. Perendaman dilakukan hanya pada satu
sisi saja yaitu pada bagian yang akan ditanam atau dimasukkan kedalam tanah (media
tanam). Stek pucuk tanaman kopi juga direndam dengan urine sapi yang sudah
dihomogenkan dan dimasukkan kedalam wadah, direndam dengan kedalaman tiga cm
perendaman dilakukan selama dua jam.
23

3.9. Penanaman
Penanaman stek pucuk tanaman kopi dilakukan segera setelah perendaman.
Penanaman dilakukan pada polibag yang sudah berisi media tanam dengan
kedalaman tiga cm.
3.10. Penyungkupan
Penyungkupan stek pucuk tanaman kopi dilakukan langsung setelah
penanaman. Sungkup menggunakan plastik jenis polietilen yang dibentangkan untuk
menutupi satu ulangan. Tiang/penahan terbuat dari bambu yang disusun sedemikian
rupa pada sisi kanan dan kiri serta sudut plot yang berjumlah delapan tiang. Setelah
tiang terpasang lalu sungkup plastik dibentangkan di atasnya dengan bentuk setengah
membulat mengikuti bentuk penyangga yang sudah terpasang dan menutupi seluruh
bagian atas plot.
3.11. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah penyiraman diberikan pada
media sesuai dengan kondisi iklim yang ada di lapangan, apabila media tumbuh
menunjukkan kondisi kering memperlukan penyiraman dan apabila dalam kondisi
lembab tidak dilakukan penyiraman.
3.12. Parameter Pengamatan
3.12.1. Persentase Tumbuh
Persentase tumbuh diukur dengan kriteria adanya tunas yang muncul. Stek
yang tumbuh ditandai dengan batang yang masih segar berwarna hijau dan muncul
tunas. Pengukuran persentase tumbuh dilakukan pada 8 minggu setelah tanam (MST).
3.12.2 Penambahan Panjang Stek
Pengukuran penambahan panjang stek dilakukan dengan menggunakan
penggaris mulai dari pangkal tumbuhnya stek hingga titik tumbuh. Pengukuran
panjang tunas dilakukan saat tanaman berumur 6-MST hingga 8 MST dengan interval
waktu 2 minggu sekali. Persentase tumbuh diukur dengan menggunakan rumus
berikut :
Jumlah Setek yang tumbuh
Persentase Tumbuh = X 100 %
Jumlah Setek Yang Ditanam
24

3.12.4. Penambahan Jumlah Ruas


Penambahan jumlah ruas dilakukan dengan menghitung ada berapa ruas yang
bertambah dari awal saat penanaman silam. Perhitungan dilakukan dengan cara
manual yaitu melihat ada berapa banyak ruas yang muncul dari batang stek lalu
dijumlahkan keseluruhannya. Penambahan jumlah tunas dihitung pada 8 MST.
3.12.3 Analisis Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah yang dianalisis meliputi : Kadar nitrogen total pada tanah
dan serapan hara nitrogen pada tanaman, C -organik tanah. Kadar nitrogen total pada
tanah dan serapan hara nitrogen pada tanaman, C-organik tanah dianalisis di
Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh. Sifat kimia
tanah dan metode analisis disajikan pada Tabel I.
Tabel I Parameter Sifat Kimia Tanah dan Metode Analisis
No Analisis Sifat Kimia Metode Analisis
1 C – organik Walkley-Black
2 Nitrogen total pada tanah Kjedhal
3 Serapan hara nitrogen Spektrometer

3.13. Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di analisis menggunakan analisis
sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata
maka dilakukan uji lanjutan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test ( DMRT) pada
taraf 5 %.
25

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, A., Winarni, W. W., Prehaten, D., & Nawangsih, G. 2014. Pertumbuhan
Stek Cabang Bambu Petung (Dendrocalamus asper) pada Media Tanah,
Arang Sekam dan Media Kombinasinya. Jurnal Ilmu Kehutanan, 8(1), 34-41.
Adriany, T. A., Pramono, A. P., & Setyanto, P. 2016. Pemberian Amelioran Pupuk
Kandang Ayam pada Penggunaan Lahan Gambut yang Berbeda terhadap
Emisi CO2. Ecolab, 10(2), 49-57.
Afandi, F. N., Siswanto, B., & Nuraini, Y. 2015. Pengaruh pemberian berbagai jenis
bahan organik terhadap sifat kimia tanah pada pertumbuhan dan produksi
tanaman ubi jalar di Entisol Ngrangkah Pawon, Kediri. Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan, 2(2), 237-244.
Agus F. 2013. Konservasi tanah dan karbon untuk mitigasi perubahan iklim
mendukung keberlanjutan pembangunan pertanian. Pengembangan Inovasi
Pertanian, 6(1): 23–33.
Agustin, N. N. 2017. Pengaruh IBA dan bagian stek terhadap induksi akar jeruk
keprok Borneo Prima (Citrus reticulata) melalui teknik stek mikro (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Asfaw, E., Nebiyu, A., Bekele, E., Ahmed, M., & Astatkie, T. 2019. Coffee ‐husk
biochar application increased AMF root colonization, P accumulation, N2
fixation, and yield of soybean grown in a tropical Nitisol, southwest
Ethiopia. Journal of Plant Nutrition and Soil Science, 182(3), 419-428.
Astutik, E. 2018. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Setek Lada (Piper
Nigrum L.) dalam Larutan Rootone-F. Skripsi Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus. Kudus.
Azmi, R dan A. Handriatni. 2018. Pengaruh Macam Zat Pengatur Tumbuh Alami
terhadap Pertumbuhan Stek Beberapa Klom Kopi Robusta (Coffea
canephora). Jurnal Ilmiah Pertanian. Vol. 14. No. 2. ISSN : 2301-6442.
Azmul, A., Yusran, Y., & Irmasari, I. 2016. Sifat kimia tanah pada berbagai tipe
penggunaan lahan di sekitar taman nasional lore lindu (studi kasus desa toro
kecamatan kulawi kabupaten sigi sulawesi tengah). Jurnal Warta Rimba, 4(2).
Baon, J. B. R., & Sukasih, N. 2005. Laju dekomposisi dan kualitas kompos limbah
padat kopi: pengaruh aktivator dan bahan baku kompos. Pelita
Perkebunan, 21, 31-42.
Blinova, L., Sirotiak, M., Bartosova, A., and Soldan, M. 2017. Review: Utilizasion of
waste from coffee production. Research Papers Faculty of Materials Science
and Technology Slovak University of Technology, 25(40): 91-101.
26

Budianto, E. A., Badami, K., & Arsyadmunir, A. 2013. Pengaruh kombinasi macam
ZPT dengan lama perendaman yang berbeda terhadap keberhasilan
pembibitan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) secara stek. Agrovigor:
Jurnal Agroekoteknologi, 6 (2), 103-111.
Budiman H. 2012. Prospek Tinggi Bertanaman Kopi. Pustaka Baru Press.
Yogyakarta.
Budiman H. 2015. Prospek Tinggi Bertanam Kopi Pedoman Meningkatkan Kulaitas
Perkebunan Kopi. Pustaka Baru Press : Yogyakarta.
Darlina, Hasanuddin dan Hafnati. R, 2016. Pengaruh Penyiraman Air Kelapa (Cocos
nucifera L.) terhadap Pertumbuhan Vegetatif Lada (Piper nigrum L.). Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi, Volume 1, Issue 1.
Direktorat Jendral Perkebunan (DITJENBUN). 2006. Pedoman Pemanfaatan Limbah
Dari Pembukaan Lahan. Departemen Pertanian.
Djamhuri, E. 2011. Pemanfaatan air kelapa untuk meningkatkan pertumbuhan stek
pucuk meranti tembaga (Shorea leprosula Miq.). Jurnal Silvikultur
Tropika, 2(1), 5-8.
Farrasati, R., Pradiko, I., Rahutomo, S., Sutarta, E. S., Santoso, H., & Hidayat, F.
2019. C-organik tanah di perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara: status dan
hubungan dengan beberapa sifat kimia tanah. Jurnal Tanah Dan Iklim, 43(2),
157-165.
Gani, A. 2009. Potensi Arang Hayati Biochar Sebagai Komponen Teknologi
Perbaikan Produktivitas Lahan Pertanian. Iptek Tanaman Pangan Vol.4
No.1. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Hal 33-48.
Gaol, N.L, C.L. Kaunang, dan R.F. Dompas. 2017. Pengaruh konsentrasi dan lama
perendaman a.pintoi dengan urinee ternak sapi terhadap pertumbuhan
tanaman a.pintoi. Jurnal Zootek, 37(2), 15-24.
Glaser. 2002. Ameliorating Physical and Chemical Properties of Highly Weathered Soils in
The Tropics With Charcoal: A review, Biol. Fertil. Soils. (35). 230 Hal.
Gusfarina, D. S. 2014. Mengenal Kopi Liberika Tungkal Komposit (Libtukom). Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi.
Haliza, W. dan M.T. Suhartono. 2012. Karakteristik Kitinase dari Mikroba. Balai
Teknologi Pascapanen Pertanian. 8(1).
Hardjowigeno. 2003. Perbaikan Sifat Fisik dan Kimia Tanah Ultisol Simalingkar B
Kecamatan Pancur Batu dengan Pemberian Pupuk Organik Supernasa dan
Rockphosphit serta Pengaruhnya terhadap Produksi Tanaman jagung (Zea
mays L). jurnal online agroekoteknologi 2(2):393-403.
27

Harjoko, D. 2005. Hubungan Antara Dosis Pemupukan Nitrogen, Kadar Klorofil Dan
Laju Fotosintesis Pada Tanaman Padi Sawah. http://elib.pdii.lipi.go.id.
Harnaldo, S. 2017. Keragman Genetik Populasi Kopi Liberika (Coffea Liberica W.
Bull Ex. Hiern) Di Kecamatan Betara Berdasarkan Karakter buah Dan Biji.
Skripsi
Hermansyah, H., Febrianto, A., Hermansyah, H., & Barchia, F. 2019. Respon
Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Buah Naga Merah (Hylocereus
Costaricensis) Terhadap Konsentrasi Dan Lama Perendaman Air Kelapa
Muda. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, 21(1), 22–26.
https://doi.org/10.31186/jipi.21.1.22-26
Ibrahim, A. S., & Kasno, A. 2008. Interaksi pemberian kapur pada pemupukan urea
Terhadap kadar N tanah dan serapan N tanaman Jagung (Zea mays.
L). Semarang: Balai Penelitian Tanaman Pangan.
Kiggundu, N. and Sittamukyoto, J. 2019. Pyrolysis of coffee husk for biochar
production. Journal of Environmental Protection, 10:1553-1564.
Lubis, R. R., Hasibuan, S., & Syafriadiman, S. 2017. Kelimpahan zooplankton pada
kolam tanah gambut terhadap pemberian amelioran formulasi. Berkala
Perikanan Terubuk, 45(1), 70-81.
Manurung, Desri.E.B, Y.B.S. Heddy, dan D. Haryono. 2017. Pengaruh Pemberian
Air Kelapa pada Beberapa Batang Atas terhadap Pertumbuhan Bibit Karet
(Hevea brasiliensis Muel Arg) Hasil Okulasi. Jurnal Produksi Tanaman 5 (4):
686-694.
Mardhonatusyahdiyah, M. 2022. Kandungan C-Organik dan N-Total Ultisol Serta
Hasil Kedelai (Glycine max L.) Akibat Residu Kompos Dan Pemberian
Pupuk Buatan (Doctoral dissertation, Agroekoteknologi).
Muhtaram, Z., Arida, A., & Sofyan, S. (2021). Analisis Kelayakan Finansial
Usahatani Kopi Liberika Di Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 6(4), 265-275.
Mulyani, A, dan S Muhrizal. 2013. Karakteristik dan Potensi Lahan Suboptimal
Untuk Perkembangan Pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya lahan. 7(1):
47-58.
Mulyani, A., A. Rachman., dan A. Dairah. 2010. Penyebaran Lahan Masam, Potensi
dan Ketersediaannya Untuk Pengembangan Pertanian. dalam Prosiding
Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal: 23-34
Naibaho, S., & Hanum, H. 2018. Pengaruh Aplikasi Biochar Sekam Padi dan Kulit
Biji Kopi Terhadap Hara dan Zn Serta Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza
sativa L.) di Tanah Sawah Jenuh P: Influence of Rice Husk Biochar and
28

Coffee Husk Biochar Aplication on P and Zn Nutrient and The Growth of


Rice Plants in Paddy Soil with High Total P. Jurnal Agroekoteknologi, 6(1),
100-106.
Najiyati, S. dan Danarti. 2007. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Penebar Swadaya. 167 hal. Jakarta
Nasution L.W., A. Barus, L. Mawarni, dan R. Tarigan. 2014. Perkecambahan dan
Pertumbuhan Bibit Biwa (Eriobotrya japonica Lindl.) Akibat Perendaman
pada Urine Hewan dan Pemotongan Benih. Jurnal Online Agroteknologi. 2
(4): 1367-1375.
Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. PT Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan
Pertanian, B. P. T. 2014. Mengenal Kopi Liberika Tungkal Komposit
(LIBTUKOM). Badan Penelitian dan pengembangan pertanian. Jambi.
Pujiyanto, P. 2007. Use of Coffee Pulp and Minerals for Natural Soil
Ameliorant. Pelita Perkebunan (a Coffee and Cocoa Research
Journal), 23(2). https://doi.org/10.22302/iccri.jur.pelitaperkebunan.v23i2.89
Purwadi, E. 2011. Pengujian Ketahanan Benih terhadap Cekaman Lingkungan.
http://www.masbied.com/2011/05/23/. Diakses pada tanggal 2 Juni 2023.
Roza, Y. 2011. Pengaruh Pemberian Urinee Sapi, Air Kelapa, Dan Rootone F
Terhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Markisa (Passiflora edulis var.
flavicarpa) (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
Santoso, H., Wiratmoko, D., & Sutarta, E. S. Sugiyono. 2010. Analisis kuantitatif dan
spasial untuk menentukan indeks kesuburan tanah di Kebun Dolok Ilir PT.
Perkebunan Nusantara IV. J. Pen. Kelapa Sawit, 18(1), 1-10.
Simanihuruk, Kiston, Sirait J. 2010. Silase Kulit Buah Kopi Sebagai Pakan Dasar
pada Kambing Boerka Sedang Tumbuh. Disampaikan pada: Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Sumatera Utara (ID) 2010.
Siringoringo HH. 2014. Peranan penting pengelolaan penyerapan karbon dalam
tanah. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 11(2): 175-1924.
https://doi.org/10.5194/esd-9-413-2018.
Siruru, H., Syafii, W., Wistara, N. J., & Pari, G. 2018. Pengaruh Durasi Steam
terhadap Kualitas Arang Aktif Limbah Sagu (The Effect of Steam Duration on
Quality and Characteristics of Activated Charcoal of Sago Waste). Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 16(2), 115-130.
Subagyo, H., N. Suharta., dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-Tanah Pertanian di
Indonesia. Hal:21-66 dalam Buku Sumber Daya Lahan Indonesia dan
Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Bogor.
29

Sudartini, T., Hartini, E., & Burhan, L. S. 2021. Pengaruh Konsentrasi Urinee Sapi
Dan Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Jambu Air King Rose
(Syzygium Aqueum Burn.F.Alston). Media Pertanian, 6(2), 103–112.
https://doi.org/10.37058/mp.v6i2.3840
Sulityorini, H., A. P. Abinemo dan H. P. Asmoro. 2018. Buku Saku Kopi Penanganan
Pascapanen Kopi Secara Baik dan Benar. Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian.
Sumihati, M., Widiyanto dan Isroli. 2011. Utilitas Protein Pada Sapi Perah Friesian
Holstein Yang Mendapat Ransum Kulit Kopi Sebagai Sumber Serat Yang
Diolah Dengan Teknologi Amoniasi Fermentasi (Amofer). Sintesis 15:1, 1-7.
Susanto, E. 2015. Studi Komparasi Pemanfaatan Urine Hewan Ternak terhadap
Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.). Skripsi. Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Raden Intan. Lampung
Sutedjo, M.M. 2010. Pupuk dan Cara Pemupukan . Cet 8 Rineka cipta : Jakarta.
Viza, R. Y dan A. Ratih. 2018. Pengaruh Komposisi Media Tanam dan ZPT Air
Kelapa terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Jeruk Kacang (Citrus retikulata
Blanco). Jurnal Biologi Universitas Andalas. Vol. 6. No. 2. ISSN : 2303-
2162.
Yulnafatmawita, Adrinal, dan Hakim A.F. 2011. Pencucian Bahan Organik Tanah
Pada Tiga Penggunaan Lahan di Daerah Hutan Hujan Tropis Super Basah
Pinang-Pinang Gunung Gadut Padang. Jurnal Solum. 7(1): 34–42.
30

Anda mungkin juga menyukai