Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

PENGARUH OLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT (Elaesis Guinensis Jacq.)


KOMPOS (TKKS) DAN BIOCHAR PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM
MEMPERBAIKI SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL

Dajukan sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar sarjana pertanian

OLEH :

MALIK ABDUL AZIS


2003100040

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS LABUHANBATU
RANTAUPRAPAT
2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : :PENGARUH OLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT (Elaesis


Guinensis Jacq.) KOMPOS (TKKS) DAN BIOCHAR PELEPAH
KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI SIFAT KIMIA
TANAH ULTISOL

NAMA : MALIK ABDUL AZIS

NPM : 2003100040

PROGRAM STUDI : AGROTEKNOLOGI

Disetujuih Pada Tanggal : ,11 Januari 2024

Pembimbing I Pembimbing II

Ika Ayu Putri Septyani, S.p.,M.p Siti Hartati Yusida Saragih, S.p.,M.Si
NIDN.0123099709 NIDN.0116079001

2i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan kesehatan
dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“pengaruh olahan limbah kelapa sawit (Elaesis Guinensis Jacq.) kompos (TKKS) dan
biochar pelepah kelapa sawit dalam memperbaiki sifat kimia tanah ultisol’’ untuk
memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program
Studi Agroteknologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Labuhanbatu

Sholawat dan salam tak lupa penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad Shallahu
‘Alaihi Wasallam, yang mana berkat perjuangan beliau kita dapat merasakan dunia yang
penuh dengan ilmu pengetahuan ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk dan motivasi dalam membuat proposal ini. penulis ucapkan terima kasih
dan semoga mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu Wata'ala untuk kemajuan kita semua
dalam menghadapi masa depan nanti.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
penulisan propsal ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua baik untuk masa kini
maupun untuk masa yang akan datang.

RantauPrapat,11 Januari 2024

3 ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1.................................................................................................................................Latar
Belakang................................................................................................................1
1.2.................................................................................................................................Tujuan
Penelitian...............................................................................................................2
1.3.................................................................................................................................Rumusa
n Masalah..............................................................................................................2
1.4.................................................................................................................................
Hipotesis Penelitian..............................................................................................2
1.5.................................................................................................................................Manfaat
Penelitian...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3
2.1 Tanaman Kelapa Sawit (Elaesis Guinensis Jacq.).............................................3
2.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit......................................................................3
2.3 Sayarat Tumbuh...................................................................................................5
2.4 Ultisol.....................................................................................................................6
2.5 Tandan kosong kelapa sawit (TKKS).................................................................7
2.6 Biochar pelepah kelapa sawit..............................................................................8
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................9
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................................9
3.2 Alat dan Bahan Penelitian...................................................................................9
3.3 Rancangan Penelitian...........................................................................................10
3.4 Pelaksanaan Penelitian.........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................12

4
iii

5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk dalam keluarga Arecaceae,
sebelumnya disebut Palmae. Kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman
perkebunan yang menempati posisi penting dalam sektor pertanian secara umum dan
sektor perkebunan secara khusus. Bahkan, di antara sekian banyak tanaman penghasil
minyak atau lemak, kelapa sawit merupakan tanaman yang menghasilkan nilai
ekonomi tertinggi per hektarnya. Kelapa sawit memiliki peran yang sangat penting
dalam pembangunan perkebunan di Indonesia, menciptakan lapangan kerja dan
sebagai sumber devisa Negara. (Hidayat et al., 2017).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang saat ini banyak dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia.
Kelapa sawit diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian di sub
sektor perkebunan. Kelapa sawit merupakan salah satu sumber devisa negara yang
memberikan kontribusi cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Indonesia merupakan produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia.
(Ramadhinata et al., 2023) Pada tahun 2021, luas areal perkebunan kelapa sawit
mencapai 14,62 juta hektare dan produksi CPO mencapai 45,12 juta ton, turun dari
45,74 juta ton/ha pada tahun 2020. (Badan Pusat Statistik, 2021)
Di Indonesia, perkebunan kelapa sawit umumnya tersebar di Sumatera dan
Kalimantan, di mana kondisi tanahnya kurang baik karena jenis tanahnya adalah
ultisol. Ultisol adalah tanah mineral yang sangat umum di Indonesia, mencakup
45.794.000 hektar, atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Permasalahan
dari jenis tanah ultisol adalah pH yang sangat masam, dengan rata-rata pH < 4,50,
bahan organik rendah, alkali dan fosfor rendah, kapasitas tukar kation (KTK) rendah,
dan kejenuhan aluminium yang tinggi. (Asih et al., 2019). Salah satu cara untuk
meningkatkan kesuburan tanah Ultisol adalah dengan memberikan bahan organik,
termasuk penggunaan limbah kelapa sawit seperti tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) dan biocar pelepah kelapa sawit, tandan kosong kelapa sawit dan biocar
dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah Ultisol,
karena ketersediaannya yang melimpah, terutama di daerah yang memiliki
perkebunan kelapa sawit yang luas.

1
Dengan demikian pemanfaatan limbah kelapa sawit tandan kosong kelapa
sawit (TKKS) dan biochar pelepah kelapa sawit, ada pun Kompos tandan kosong
kelapa sawit merupakan limbah padat dari pohon kelapa sawit yang mengandung
unsur hara makro dan mikro. Sekitar 23% dari total volume tandan buah segar yang
diproses adalah tandan kosong kelapa sawit, kandungan unsur hara TKKS adalah N
(1,5%), P (0,5%), K (7,3%) dan Mg (0,9%) per ton, sehingga dapat digunakan sebagai
pupuk alternatif untuk tanaman kelapa sawit. fisik tanah, daya serap air dan sumber
energi untuk proses dekomposisi mikroba tanah.(Zarano Akbar et al., 2023). Biochar
yang ditambahkan pada saat aplikasi pupuk organik maupun anorganik dapat
meningkatkan kesuburan tanah bagi tanaman. Biochar dapat meningkatkan kesuburan
tanah bagi tanaman. Penambahan biochar pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah, dan biochar juga meningkatkan ketersediaan unsur kationik
dan fosfor, unsur nitrogen dan kapasitas tukar kation (KTK) di dalam tanah, sehingga
tanah menjadi lebih subur. (Yosephine et al., 2021). Namun demikian, pada penelitian
diatas masih belum ada perbandingan antara biochar kelapa sawit dan kompos TKKS
dalam memperbaiki sifat kimia tanah ultisol sehingga perlu melakukan penelitian
yang judul “pengaruh olahan limbah kelapa sawit (Elaesis Guinensis Jacq.)
kompos TKKS dan biochar pelepah kelapa sawit dalam memberbaiki sifat kimia
tanah ultisol”

1.2. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh tandan kosong kelapa sawit
(TKKS) dan biochar kelapa sawit dalam memperbaiki sifat kimia tanah ultisol.
1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh penambahan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan
biochar kelapa sawit dalam memperbaiki sifat kimia tanah ultisol?
1.4. Hipotesis penelitian
Aplikasi penambahan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan biochar
kelapa sawit pada ultisol dapat memperbaiki sifat kimia tanah ultisol.
1.5. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
informasi mengenai pengaruh pemberian limbah dari kelapa sawit dalam
memperbaiki sifat kimia tanah ultisol.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit (Elaesis Guinensis Jacq.)


Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. Namun, ada
juga yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan, khususnya
Brasil. Hal ini dikarenakan Brazil memiliki banyak spesies kelapa sawit di daerah
hutan dibandingkan Amerika. Faktanya, kelapa sawit juga tumbuh subur di luar
daerah asalnya, seperti di Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan,
mampu memberikan produksi yang lebih tinggi per hektarnya (Fauzi et al., 2012)
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan ke Indonesia oleh Pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1848. Pada saat itu, empat bibit kelapa sawit dibawa dari
Maritius dan Amsterdam untuk ditanam di kebun raya Bogor. Budidaya tanaman
kelapa sawit secara komersial dimulai pada tahun 1911. Perintis perkebunan kelapa
sawit di Indonesia adalah Adrien Haller, seorang Belgia yang banyak belajar tentang
kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya kemudian diikuti oleh K. Schadt,
yang menjadi cikal bakal lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat
itu, perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa
sawit pertama kali berada di pantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas perkebunan
pada saat itu adalah 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak kelapa sawit
sebanyak 576 ton ke negara-negara Eropa pada tahun 1919 dan mulai mengekspor
minyak inti sawit sebanyak 850 ton pada tahun 1923 (Fauzi et al., 2012).
Klasifikasi tanaman kelapa sawit menurut (Pahan et al., 2010) adalah sebagai
berikut:
Divisi : Embryophyta Siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Recaceae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
2.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah tanaman monokotil. Batangnya lurus, tidak bercabang
dan tidak memiliki kambium, dan tingginya bisa mencapai 15-20 m. Tanaman ini

3
berumah satu, dengan bunga jantan dan bunga betina pada pohon yang sama. Bagian
vegetatif terdiri dari akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari
bunga dan buah (Mangoensoekarjo & Tojib, 2008)
2.2.1 Akar (Radix)
Kelapa sawit memiliki akar serabut yang terdiri dari akar primer, sekunder,
tersier dan kuarter. Menurut (Lubis, 2008), akar pertama yang muncul dari benih yang
berkecambah adalah radikula yang panjangnya bisa mencapai 15 cm dan dapat
bertahan hingga 6 bulan. Dari radikula ini, akar-akar lain muncul untuk mengambil air
dan nutrisi lainnya. Akar-akar ini kemudian diambil alih oleh akar primer yang
muncul dari pangkal batang. Pada tanaman dewasa, akar tersier dan kuarter adalah
yang paling aktif dalam menyerap nutrisi. Akar ini terletak pada kedalaman 0-60 cm
dan pada jarak 2-2,5 m dari pangkal batang.
2.2.2 Batang (Caulis)
Batang kelapa sawit tumbuh lurus dan tidak memiliki cabang karena tidak
memiliki kambium. Batang kelapa sawit terbungkus oleh pelepah daun bagian tengah.
Batang kelapa sawit biasanya tidak bercabang, dan pertumbuhan awal setelah tahap
muda (seedling) adalah pembentukan batang yang memanjang tanpa pemanjangan
organ dalam. Batang kelapa sawit hanya memiliki satu titik tumbuh yang terletak di
bagian atas batang, di bagian atas daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan.
Batang memiliki pangkal dimana daun-daunnya melekat kuat dan sulit untuk dicabut,
bahkan ketika daun-daunnya sudah kering dan mati. Pada tanaman yang lebih tua,
bagian pangkal tentakel yang masih menempel di batang akan terkelupas, sehingga
batang kelapa sawit terlihat berbulu hitam (Sunarko, 2009)
2.2.3 Daun (Folium)
Daun kelapa sawit merupakan daun tunggal dengan pelepah daun menyirip.
Pada tanaman muda, kelapa sawit menghasilkan 30 helai daun (pelepah) per tahun
dan pada tanaman tua antara 18 sampai 24 helai daun per tahun. (Lubis, 2008), daun
atau anak daun kelapa sawit memiliki bentuk lingkaran atau spiral yang membelok ke
kiri dan ada juga yang ke kanan, namun sebagian besar membelok ke kanan. Tahapan
perkembangan daun kelapa sawit adalah lanciolate, bifurcate dan pinnate.
2.2.4 Bunga (Flos)
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu, dimana bunga jantan dan
bunga betina berada di pohon yang sama. Tandan bunga jantan dan betina terpisah
satu sama lain, masing-masing tandan bunga tumbuh dari pangkal daun bagian tengah

4
sebelum bunga mekar dan masih tertutup tangkai daun, bunga jantan dan bunga betina
dapat dibedakan dengan melihat bentuknya (Fauzi, 2012). Menurut (Lubis, 2008),
tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 12 - 14 bulan, namun
baru dapat dipasarkan secara komersial pada umur 2,5 tahun.
2.2.5 Buah (Fructus)
Bunga betina berkembang setelah pembuahan pada spikula. Dibutuhkan waktu
5,5 hingga 6,0 bulan dari penyerbukan hingga matang panen. Dalam satu tandan
terdapat ± 1800 buah yang terdiri dari buah luar, buah tengah dan buah dalam yang
berukuran kecil karena terjepit. Berat dan ukuran tandan buah bervariasi tergantung
pada umur dan pemeliharaan tanaman. Berat rata-rata satu buah 13-20 gram dengan
panjang buah 3-5 cm. Buah yang sudah masak yang terpisah dari belahan dan tandan
disebut berondolan. (Lubis, 2008).
2.2.6 Biji (Semen)
Biji adalah bagian dari buah yang sudah terpisah dari daging buahnya dan
sering disebut dengan noten atau nut, yang memiliki ukuran yang berbeda-beda
tergantung dari jenis tanamannya. Biji kelapa sawit terdiri dari cangkang, embrio, dan
kernel atau endosperma. Embrio memiliki panjang 3 mm dan diameter 1,2 mm,
berbentuk silinder seperti bola dan memiliki dua bagian utama. Bagian yang tumpul
memiliki permukaan berwarna kuning dan bagian lainnya berwarna kuning pucat.
Endosperma adalah cadangan makanan untuk embrio yang sedang tumbuh. Setelah
perkecambahan, embrio berkembang dan muncul melalui lubang di tutupnya. Bagian
yang pertama kali muncul adalah radikula (akar) dan kemudian plumula (batang)
(Sulistyo, 2010).

2.3 Sayarat Tumbuh


2.3.1 Iklim
Kelapa sawit merupakan tanaman tropis dengan curah hujan yang optimal
Curah hujan yang optimal adalah antara 2.000-2.500 mm per tahun dengan distribusi
yang merata sepanjang tahun, dan kekurangan atau kelebihan curah hujan akan
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit. Durasi penyinaran
matahari yang optimal adalah antara 5-7 jam per hari dan suhu optimal antara 24-38o
C. Ketinggian tempat yang optimal di atas permukaan laut adalah antara 0-500 meter
(Risza, 1994)

5
2.3.2 Tanah
Sifat tanah yang ideal bisa mengurangi dampak negatif dari kondisi iklim yang
tidak sesuai sampai batas tertentu. Sebagai contoh, kelapa sawit masih bisa tumbuh
dengan baik di tanah dengan iklim yang kurang baik jika tanah tersebut memiliki
kapasitas yang tinggi dalam menyimpan dan mengalirkan air. Secara umum, kelapa
sawit dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada tanah ultisols, entisols,
inceptisols, dan histosols. Tidak seperti tanaman perkebunan lainnya, kelapa sawit
dapat tumbuh di tanah dengan tekstur kasar hingga halus, yaitu antara pasir
berlempung dan lempung yang keras. Beberapa sifat tanah yang digunakan untuk
menilai kesesuaian tanah untuk kelapa sawit adalah batuan permukaan, kedalaman
efektif tanah, tekstur tanah, kondisi drainase dan tingkat keasaman tanah (pH).
Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah lempung berdebu, lempung
liat berdebu, lempung berliat dan lempung berpasir. Kedalaman efektif tanah
dikatakan baik jika >100 cm, sebaliknya, jika kedalaman efektifnya <50 cm dan tidak
memungkinkan untuk diperbaiki, maka tanah tersebut tidak direkomendasikan untuk
kelapa sawit. Tingkat keasaman (pH) tanah yang optimal adalah 5.0-6.0, namun
kelapa sawit masih bisa mentolerir pH 7.0, namun produktivitasnya tidak akan
optimal. Keasaman tanah bisa diperbaiki dengan pengapuran dengan pupuk dolomit,
kapur pertanian (kaptan) dan fosfat alam (Lubis, 2008)

2.4 Ultisol
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang tersebar luas di
45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Penyebaran terbesar
berada di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti oleh Sumatera (9.469.000 ha), Maluku
dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa
Tenggara (53.000 ha). Lahan ini terdapat pada relief yang berbeda-beda, mulai dari
datar hingga bergunung (Prasetyo, 2016)
Ultisol merupakan tanah yang mengalami pencucian intensif, tanah lapisan
atas berwarna abu-abu muda sampai kekuningan, tanah lapisan bawah berwarna
merah atau kuning, terdapat akumulasi liat, tekstur gumpal, permeabilitas rendah,
kemantapan agregat rendah, dan terbentuk dari bahan induk yang sudah tua seperti
batuan vulkanik masam atau batuan lempung (Asih et al., 2019). Selain itu, Ultisol
sering diidentikkan dengan tanah yang kurang subur karena memiliki banyak masalah
yaitu reaksi masam, kandungan Al yang tinggi sehingga menjadi racun bagi tanaman

6
dan menyebabkan fiksasi P, kandungan unsur hara yang rendah dan memerlukan
pengapuran serta pemupukan (Hardjowigeno, 2012).
Oleh karena itu, produktivitas Ultisol dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan ketersediaan unsur hara dan kimia tanah. Salah satu caranya adalah
dengan pemberian pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang diperoleh dari
penguraian sisa-sisa tanaman dan hewan oleh mikroorganisme. Pupuk organik yang
mengandung sejumlah unsur hara akan menyediakan unsur hara tersebut ketika bahan
organik tersebut mengalami proses penguraian di dalam tanah (Karo & Lubis, 2017).
2.5 Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
Pengolahan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit (Calm Palm Oil)
Pengolahan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit (Calm Palm Oil) menghasilkan
berbagai jenis limbah padat, termasuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS), cangkang,
dan serat mesokarp (Yunindanova, 2009) . TKKS merupakan limbah utama yang
dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit ketika tandan buah yang sudah
matang dipisahkan dari buahnya. TKKS hadir dalam jumlah yang signifikan
sepanjang tahun dan menyumbang sekitar 20-27% dari tandan buah segar (TBS) yang
diproses. Pabrik-pabrik kelapa sawit di Indonesia memproses sekitar 10 juta ton pulp
per tahun, dan dari jumlah tersebut, sekitar 2,7 juta ton TKKS merupakan limbah
padat industri kelapa sawit (Mangoensoekarjo & Tojib, 2008).
Tandan kosong kelapa sawit merupakan bahan organik yang potensial untuk
pupuk karena tersedia dalam jumlah besar dan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah. Pupuk karena tersedia dalam jumlah yang banyak dan dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. (Ningtyas & Astuti, 2010)
menemukan bahwa kompos TKKS mengandung unsur hara makro, yaitu 42,8% C;
2,15% N total; 1,54% P2O5; 0,15% K2O; dengan pH (H2O) 6,32. Penggunaan TKKS
sebagai pupuk dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pada
penggunaan langsung, TKKS diaplikasikan langsung ke permukaan piringan,
sedangkan pada penggunaan tidak langsung harus melalui proses pengomposan
terlebih dahulu (Manambangtua & Barri, 2016). Namun demikian, pengembalian
bahan organik dari pohon kelapa sawit ke tanah dapat mempertahankan kandungan
bahan organik pohon kelapa sawit dan kandungan nutrisi tanah. Selain itu,
pengembalian bahan organik ke dalam tanah memiliki pengaruh langsung terhadap
populasi mikroba tanah dan pengaruh tidak langsung terhadap kesehatan dan kualitas
tanah (Widiastuti, 2016)

7
2.6 Biochar pelepah kelapa sawit
Biochar secara bebas diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai "arang
organik", yang merupakan bahan padat yang dihasilkan dari pembakaran biomassa
dalam kondisi tanpa atau dengan sedikit oksigen. Umumnya, biochar diproduksi
dengan menggunakan teknik pirolisis atau karbonisasi (Utomo et al., 2016). Proses ini
menyebabkan penguraian senyawa organik yang merupakan bagian dari struktur
bahan, membentuk metanol, asam asetat, tar, dan hidrokarbon. Bahan padat yang
tertinggal setelah proses karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang (Ramdja et
al., 2008).
(Muhammad Mahfud, 2013) hasil analisis N, P dan K pada biochar buah
kelapa sawit adalah 0,52%, 2,0% dan 1,94%. Hasil analisis kandungan unsur hara
tersebut menunjukkan bahwa unsur hara N tidak dapat memenuhi kebutuhan unsur
hara tanaman. Sebaliknya, kandungan unsur hara P dan K sudah melebihi kebutuhan
optimum tanaman. Beberapa penelitian oleh (Sukartono, 2011) menunjukkan bahwa
efek positif dari biochar dapat bertahan selama beberapa tahun setelah pemberian,
meskipun tidak dapat bertahan hingga puluhan tahun. Biochar bukanlah pupuk,
namun biochar mengandung sejumlah unsur hara yang cukup tinggi.
Penggunaan arang (biochar) pada tanah dapat meningkatkan produksi dan
kesuburan pertanian dengan meningkatkan pH tanah dan meningkatkan kapasitas
penyimpanan unsur hara arang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tanah.
Penggunaan arang (biochar) pada tanah dapat meningkatkan produksi dan kesuburan
pertanian dengan cara menaikkan pH tanah dan meningkatkan kapasitas penyimpanan
unsur hara dari arang yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bahan organik
lainnya, sehingga unsur hara tersedia di dalam tanah. Peningkatan pH merupakan
kontribusi terpenting untuk meningkatkan kualitas tanah. Jika pH tanah rendah, maka
dapat terjadi keracunan Al, yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Toksisitas ion
Al merupakan masalah utama pada tanah kritis, sehingga arang dapat menjadi solusi
yang baik untuk mengurangi masalah ini(Joseph & Lehmann, 2015).
Selain itu, aplikasi biochar dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk
nitrogen dan mendorong perubahan kualitas tanah seperti peningkatan pH, karbon
organik dan kapasitas tukar kation. Pupuk N dan perubahan kualitas tanah seperti
peningkatan pH, karbon organik dan kapasitas tukar kation (KTK). Biochar juga
dapat meningkatkan kelembaban dan kesuburan tanah serta bersifat persisten di dalam
tanah sehingga dapat bertahan hingga ribuan tahun (Saragih, 2005).

8
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dirumah kasa, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Labuhanbatu, Jl. Sisingamangaraja No. 126 A KM 3.5 Aek Tapa, Bakaran
Batu, Kec. Rantau selatan, Kab. Labuhanbatu, Sumatra utara, yang akan dimulai dari
bulan Januari 2024 sampai dengan April 2024.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS), biochar
pelepah sawit dan tanah ultisol sebagai bahan faktor penelitian, polybag sebagai
wadah untuk tanah dan olahan limbah kelapa sawit, label sebagai penanda sampel
tanah dan polybag.
Alat alat yang digunakan penelitian ini adalah cangkul, ayakan, timbangan
untuk menghitung berat polybag, kamera digital untuk mendokumentasi, alat tulis,
dan yang dibutuhkan lainnya.
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial,
dengan 2 seri perlakuan yakni :
Seri pertama adalah dosis biochar pelepah kelapa sawit yang terdiri dari 5 taraf yaitu :
A1 : kontrol (tanpa pemberian biochar)
A2 : pemberian biochar dengan dosis 25 g
A3 : pemberian biochar dengan dosis 50 g
A4 : pemberian biochar dengan dosis 75 g
A5 : pemberian biochar dengan dosis 100 g
Seri kedua adalah dosis kompos TKKS yang terdiri daei 5 taraf yaitu :
B1 : kontrol (tanpa pemberian kompos TKKS)
B2 : pemberian kompos TKKS dengan dosis 25 g
B3 : pemberian kompos TKKS dengan dosis 50 g
B4 : pemberian kompos TKKS dengan dosis 75 g
B5 : pemberian kompos TKKS dengan dosis 100 g
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga masing-masing
seri memperoleh 15 satuan percobaan, jadi 2 seri terdiri dari 30 satuan percobaan.

9
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Biochar Pelepah Pelapa Sawit
Pertama-tama untuk membuat biochar pelepah kelapa sawit adalah
mengumpulkan pelepah yang kering agar mudah untuk dibakar, lalu potong pelepah
menjadi beberapa bagian. Pada saat pembakaran harus sambil disiram agar hasil
arangnya tidak menjadi abu.
3.4.2 Pembuatan Kompos TKKS
Peroses pengomposan dimulai dengan mencacah TKKS, metode yang
digunakan dalam pengomposan adalah open windows tanpa penutup bahan diatasnya.
3.4.3 Persiapan Sampel Tanah dan Pengambilan Sampel
Untuk persiapan awal yaitu pengambilan tanah ultisol dilahan percobaan
universitas labuhanbatu, Jl. Manunggal AMD Bakaran batu rantau selatan kabupaten
labuhanbatu Sumatra utara. Tanah yang sudah diambil kemudian diayak agar halus,
tanah yang sudah halus dimasukkan kedalam polybag kemudian dicampur dengan
biochar pelepah kelapa sawit dan kompos TKKS sesuai dengan perlakuan dan dosis
disetiap polybag.
Langkah awal pengambilan sampel tanah ultisol tanpa perlakuan sebagai
kontrol, pengambilan sampel biochar pelepah kelapa sawit dan kompos TKKS di
ambil setelah 10 hari setelah pencampuran didalam polybag, ada pun analisa tanah
dilakukan dilaboratorium riset dan teknologi.
3.4.4 Pemberian Perlakuan Sesuai Dosis
a. Biochar pelepah kelapa sawit
biochar pelepah kelapa sawit diberikan 1 kali saat pencampuran tanah ultisol
didalam polybag, pemberian dosis biochar sesuai dengan perlakuan yaitu A 1: kontrol
(tanpa pemberian biochar), A2: pemberian biochar dengan dosis 25 g/polybag, A 3:
pemberian biochar dengan dosis 50 g/polybag, A 4: pemberian biochar dengan dosis
75 g/polybag, A5: pemberian biochar dengan dosis 100 g/polybag.
b. Kompos tandan kosong kelapa sawit TKKS
kompos TKKS di berikan 1 kali saat pencampuran tanah ultisol didalam
polybag, pemberian dosis TKKS sesuai dengan perlakuan yaitu B 1 : Kontrol (tanpa
pemberian kompos TKKS), B2 : pemberian kompos TKKS dengan dosis 25
g/polybag, B3 : pemberian kompos TKKS dengan dosis 50 g/polybag, B 4 : pemberian

10
kompos TKKS dengan dosis 75 g/polybag, B 5 : pemberian kompos TKKS dengan
dosis 100 g/polybag.

3.4.5 Parameter yang diamati


Parameter yang diamati adalah sifat kimia tanah antara lain PH tanah, C-
organik, N-total, P-tersedia, kapasitas tukar kation (KTK).
3.4.6 Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif menggunakan uji F taraf
nyata 5% jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut
mengguanakan uji Duncan`s New Multiple Range Teat (DNMRT) pada taraf 5%.
Untuk membandingkan perlakuan seri 1 dan 2 digunakan uji statistik menggunakan
uji t pada taraf 5 %

11
DAFTAR PUSTAKA
Asih, P. W., Utami, S. R., & Kurniawan, S. (2019). Perubahan Sifat Kimia Tanah Setelah
Aplikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Dua Kelas Tekstur Tanah. Jurnal Tanah
Dan Sumberdaya Lahan, 6(2), 1313–1323.
https://doi.org/10.21776/ub.jtsl.2019.006.2.12
Badan Pusat Statistik, 2021. (2021). Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2021. Jakarta Pusat.
Fauzi, Y. (2012). Kelapa Sawit, Budi Daya Pemanfaatan Hasil Limbah dan Limbah Analisis
Usaha dan Pemasaran. Cetakan Pertama. Jakarta. Penebar Swadaya.
Fauzi, Y., Widyastuti, Y. E., Satyawibawa, I., & Paeru, R. H. (2012). Budidaya, Pemanfaatan
Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya Grup.
Hardjowigeno, S. (2012). Ilmu Tanah Jakarta: Akademika Pressindo. “Ilmu Tanah Jakarta:
Akademika Pressindo,.”
Hidayat, K. A. T., Saleh, B., & Hermansyah, H. (2017). Pengaruh pupuk organik limbah
kelapa sawit dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) pada pembibitan utama. Akta Agrosia, 20(1), 1–8.
Joseph, S., & Lehmann, J. (2015). Biochar for environmental management Preliminary
Material Chapter 1.
Karo, A. K., & Lubis, A. (2017). Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Ultisol Akibat
Pemberian Beberapa Pupuk Organik dan Waktu Inkubasi: Some Changes in Chemical
Properties on Ultisol Soil Giving Due Some of Organic Fertilizer and The Incubation
Period. JURNAL ONLINE AGROTEKNOLOGI, 5(2), 277–283.
Lubis, A. U. (2008). Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit.
Manambangtua, A. P., & Barri, N. L. (2016). Pemanfaatan Tanda Kosong (Tankos) Limbah
Kelapa Sawir Sebagai Pupuk Organik. Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman
Industri, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan, Badan Peneltiian Dan
Pengembangan Pertanian, Bogor.
Mangoensoekarjo, S., & Tojib, A. T. (2008). Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Dalam S.
Mangoessoekarjo dan H. Semangun. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Muhammad Mahfud, M. S. (2013). PERUBAHAN SIFAT KIMIA TANAH DAN
PERTUMBUHAN TANAMAN CAISIM (Brassica juncea L.) AKIBAT PEMBERIAN
BIOCHAR PADA TOPSOIL DAN SUBSOIL ULTISOL.
Ningtyas, V. A., & Astuti, L. Y. (2010). Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sisa media
jamur merang (Volvariella volvacea) sebagai pupuk organik dengan penambahan

12
aktivator effective microorganism EM-4. Skripsi. Fakultas Teknik. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, Surabaya.
Pahan, I., Saragih, B., & Bangun, D. (2010). Panduan lengkap kelapa sawit: manajemen
agribisnis dari hulu hingga hilir. Penebar Swadaya.
Prasetyo, B. dan S. (2016). Karakteristik Potensi dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol
untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Litbang Pertanian, 25(2),
39–47.
Ramadhinata, I., Razali, M. P., & Sijabat, O. S. (2023). LIMBAH PKS PADA MEDIA
TANAM SUBSOIL TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis
guineensis Jacq .) DI PRE NURSERY. 1, 107–112.
Ramdja, A. F., Halim, M., & Handi, J. (2008). Pembuatan karbon aktif dari pelepah kelapa
(Cocus nucifera). Jurnal Teknik Kimia, 15(2).
Risza, I. S. (1994). Kelapa sawit, upaya peningkatan produktivitas. Kanisius.
Saragih, N. (2005). Beberapa Cara Pembuatan Arang Terhadap Mutu Arang Kelapa (thesis).
Sukartono. (2011). Pemanfaatan biochar sebagai bahan amendemen tanah untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan air dan nitrogen tanaman jagung (Zea mays) di
lahan kering Lombok utara. Disertasi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.,
November.
Sulistyo, B. (2010). Budidaya kelapa sawit. Balai Pustaka, Jakarta.
Sunarko, M. (2009). Si. 2009. Budi Daya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Dengan
Sistem Kemitraan. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Utomo, W. H., Islami, T., Univrsitas, P. S. T. U.-U., & Brawijaya, M. (2016). Biochar untuk
Pengelolaan Hara Nitrogen. Seminar Nasional Pengelolaan Dan Peningkatan Kualitas
Lahan Sub-Optimal Untuk Mendukung Terwujudnya Ketahanan Dan Kedaulatan
Pangan Nasional (Pemanfaatan Biochar Untuk Mendukung Pertanian Berlanjut), 1–11.
Widiastuti, H. (2016). Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sisa jamur merang
(Volvariella volvacea)(TKSJ) sebagai pupuk organik pada pembibitan kelapa sawit
Utilization of spent mushroom (Volvariella volvacea) media derived from empty fruit
bunches of oil palm (SMEB) as organic fertilizer on oil palm seedling. E-Journal
Menara Perkebunan, 75(2).
Yosephine, I. O., Gunawan, H., & Kurniawan, R. (2021). The Effect of the Use of Biochar
Types on the Chemical Properties of P and K Soil on the Vegetative Development of Oil
Palm Plants (Elaeis guineensis Jacq.) on Ultisol Planting Media. Agroteknika, 4(1), 1–
10.

13
Yunindanova, M. B. (2009). Tingkat Kematangan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan
Penggunaan Berbagai Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tomat
(Licopersicon esculentum Mill.) dan Cabai (Capsicum annuum L.).
Zarano Akbar, A., Nengsih, Y., & Hartawan, R. (2023). Aplikasi Kompos Tandan Kosng
Kelapa Sawit Untuk Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Pada Ultisol di
Polibag. Jurnal Media Pertanian, 8(1), 92–97. https://doi.org/10.33087/jagro.v8i1.190

14

Anda mungkin juga menyukai