Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN

PENGARUH SALINITAS TANAH TERHADAP TANAMAN KEDELAI

Disusun oleh:
Kelas A
Kelompok 3

Ikhtiar Mardhotillah A1D018015


Septika Dwi Rismawati A1D022006
Qitrotul Fikriyah A1D022020
Atika Gonimatus S A1D022137
Ezzar Adwitya Bisma A1D022140

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023
PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan
kesehatan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Pengelolaan Air Untuk Pertanian (PAUP) yang berjudul “Pengaruh
Salinitas Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai” dengan tepat waktu. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Penulis berpedoman bahwa
tugas yang baik adalah tugas yang selesai. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Penulis
berharap semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat dan menjadi kontribusi
positif bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.

Purwokerto, 14 Maret 2023

Penulis,

i
DAFTAR ISI

PRAKATA .......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

A. Latar belakang ...................................................................................................... 1


B. Tujuan .................................................................................................................... 3
II. PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

2.1 Kedelai (Glycine max L. Merr) ........................................................................ 4


2.2 Syarat Tumbuh Kedelai ................................................................................... 6
2.3 Salinitas .............................................................................................................. 7
2.4 Mekanisme Cekaman Salinitas pada Tanaman ............................................. 8
2.5 Toleransi Cekaman Salinitas pada Tanaman .............................................. 10
2.6 Cekaman Salinitas pada Kedelai ................................................................... 10
2.7 Dampak Salinitas pada Organ Tanaman Kedelai ....................................... 11
2.8 Produktivitas Tanaman Kedelai .................................................................... 13
III. PENUTUP ............................................................................................................ 15

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 17

ii
I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan salah satu diantara beberapa


komoditas tanaman yang memiliki nilai ekonomis penting di indonesia. Hal
tersebut terkait dengan peran biji kedelai sebagai sumber protein nabati dengan
harga yang murah. Akibat permintaan terus meningkat sejalan dengan peningkatan
jumlah penduduk. Namun demikian, permintaan tersebut belum dapat segera
terpenuhi sebagai akibat masih rendahnya tingkat produktivitas tanaman tersebut.
Berdasarkan data BPS (2015) dilaporkan bahwa produksi kedelai maksimal tahun
2015 sebanyak 963,183 ton, dan itu hanya mampu untuk mencukupi sekitar 43%
dari kebutuhan nasional. Berdasar kenyataan tersebut, maka upaya yang bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas tanaman kedelai perlu dilakukan yaitu perbaikan
sifat fisik tanah.
Peningkatan produksi pertanian di Indonesia termasuk kedelai, dilakukan
melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. Dalam
usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan pertanian akan bergeser dari lahan
yang subur ke lahan-lahan marginal. Lahan marginal di Indonesia terdiri atas lahan
pasang surut, lahan salin, gambut, dan lahan-lahan yang berada di dekat areal
pertambangan.
Penanaman kedelai di lahan salin memilik masalah bagi tanaman kedelai, yaitu
dapat menggangu pertumbuhan tanaman kedelai karena tanah salin mempunyai
kadar garam netral larut dalam air. Sehingga menyebabkan produktivitas tanaman
kedelai menurun.
Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang
berlebihan dalam larutan tanah. Satuan pengukuran salinitas adalah konduktivitas
elektrik yang dilambangkan dengan decisiemens/m pada suhu 25 °C. Pengaruh
utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung
mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas mengurangi

1
pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian penting dan pada kondisi terburuk dapat
menyebabkan terjadinya gagal panen. Pada kondisi salin, pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam
sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim
terhambat oleh garam. Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel
dan hilangnya turgor sel karena berkurangnya potensial air di dalam sel.
Berlebihnya Na dan Cl ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi nitrogen karena
tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3 ) yang merupakan ion
penting untuk pertumbuhan tanaman.
Dengan mengetahui ambang batas salinitas pada tanaman kedelai, dapat
diharapkan menjaga produktivitas tanaman kedelai itu sendiri. Sehingga kebutuhan
kedelai di Indonesia diharapkan dapat meningkat.

Salinitas merupakan proses alami yang terkait erat dengan bentang alam dan
proses pembentukan pada tanah. Garam dalam tanah dapat berasal dari pelapukan
bahan induk yang mengandung suatu deposit garam (El-Swaify 2000), intrusi air
laut atau gerakan air tanah yang direklamasi dari dasar laut (Tan 2000), pupuk
anorganik dan organik, serta dari air yang beririgasi (Kotuby-Amacher et al. 2000).
Kondisi iklim dengan curah hujan yang rendah, tingkat evaporasi tinggi, dan
pengelolaan pengairan yang sangat buruk dapat menimbulkan masalah salinitas
(Sposito 2008; Lambers 2003; Gama et al. 2007).

Penggunaan air tanah untuk irigasi secara terus menerus dapat menyebabkan
akumulasi garam pada lahan pertanian (Tan 2000; Munns et al. 2004; Zhu 2007;
Sonon et al. 2012). Unsur Ca,Mg, dan Na yang terkandung dalam air irigasi akan
mengendap dalam bentuk karbonat seiring dengan terjadinya penguapan (Serrano
et al. 1999). Drainase tanah yang buruk menyebabkan evaporasi lebih besar dari
pada perkolasi sehingga akan mempercepat suatu proses salinisasi.

Salinitas lahan yang tinggi menyebabkan menurunnya tingkat kesesuaian lahan


bagi suatu komoditas pertanian. Pemahaman pengaruh salinitas terhadap
pertumbuhan tanaman sangat berpengaruh dalam menentukan langkah
pengelolaannya. Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas juga perlu

2
difahami dari aspek morfologis, fisiologis, maupun biokimia tanaman sebagai
langkah dalam menentukan strategis pengembangkan kultivar yang toleran.
Makalah ini membahas tentang karakter morfologi, fisiologi, dan agronomis
kedelai toleran cekaman salinitas, yang diharapkan dapat digunakan sebagai
indikator genotipe kedelai toleran salinitas.

B. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman kedelai


2. Mengetahui dampak salinitas terhadap hasil tanaman kedelai

3
II. PEMBAHASAN

2.1 Kedelai (Glycine max L. Merr)

Berdasarkan taksonominya, tanaman kedelai dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merr.

Tanaman kedelai memiliki morfologi berupa akar, batang, daun, bunga,


polong, dan biji. Akar kedelai berupa akar tunggang dengan akar sekunder
berupa akar serabut yang tumbuh pada akar tunggang dan akar cabang yang
tumbuh dari akar sekunder (Adisarwanto, 2009). Akar kedelai muncul dari
belakang kulit biji di sekitar mesofil menjadi calon akar yang kemudian tumbuh
kedalam tanah (Andrianto dan Indarto, 2004). Akar kedelai mampu
bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium japonicum dan membentuk bintil akar.
Bintil akar berperan dalam proses fiksasi N2 udara menghasilkan N yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan kedelai.

4
Batang tanaman kedelai merupakan batang lunak. Pertumbuhan batang
tanaman kedelai dibedakan atas dua tipe yaitu tipe determinate dan
indeterminate (Fachruddin, 2000). Pertumbuhan batang tipe determinate
ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai
berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila
pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai
berbunga. Batang tanaman kedelai ada yang bercabang dan ada yang tidak
bercabang bergantung varietas. Rata-rata tanaman kedelai memiliki 1-5 cabang
(Adisarwanto, 2009).

Daun kedelai memiliki tipe trifoliate atau bertangkai tiga. Warna daun
tanaman kedelai dibedakan menjadi hijau muda, hijau dan hijau tua (Suhartina
dkk., 2012). Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi bergantung varietas yakni
antara oval dan lanceolate atau dengan kata lain berdaun lebar (broad leaf) dan
berdaun sempit (narrow leaf) (Adisarwanto, 2009). Bunga kedelai memiliki
warna putih atau ungu, merupakan bunga sempurna, memiliki alat reproduksi
jantan dan betina dalam satu tempat (Suhartina dkk., 2012). Bunga kedelai
disebut bunga kupu-kupu karena mempunyai dua mahkota dan dua kelopak
bunga.

Bunga kedelai pada umumya muncul pada ketiak daun yaitu setelah
buku kedua, tetapi dapat juga pada cabang tanaman yang mempunyai daun
(Adisarwanto, 2009). Setiap ketiak umumnya terdapat 3 kuntum bunga, namun
sebagian besar bunga mengalami kerontokan dan biasanya hanya 60% yang
menjadi polong (Andrianto dan Indarto, 2004).

Polong kedelai terbentuk 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama.


Warna polong masak dan ukuran biji antara posisi polong paling bawah dan
paling atas akan sama selama periode pemasakan polong optimal berkisar 50-
75 hari. Periode waktu tersebut dianggap optimal untuk proses pengisian biji
dalam polong yang terletak di sekitar pucuk tanaman (Rachman dkk., 2013).
Setiap polong terdapat 2-3 biji yang memiliki ukuran bervariasi. Bentuk biji
kedelai beragam bergantung pada kultivar, diantaranya berbentuk bulat, agak

5
gepeng atau bulat telur (Adisarwanto, 2009). Biji kedelai dikelompokkan dalam
ukuran biji besar (>14 g/100 biji), ukuran sedang (10-14 g/100 biji) dan ukuran
kecil (<10 g/100 biji) (Adie dan Krisnawati, 2013).

Pertumbuhan kedelai dibagi dalam fase vegetatif dan fase generatif.


Fase vegetatif diawali dengan perkecambahan (VE), kemudian fase kotiledon
(VC), fase pembentukan buku ke1 (V1), fase pembentukan buku ke2 (V2) fase
pembentukan buku ke-n (Vn) (Suhartina dkk., 2012). Fase generatif ditandai
dengan mucul bunga, pembentukan polong, pengisian polong, hingga polong
masak penuh. Kedelai mampu tumbuh pada semua jenis tanah namun untuk
mendapatkan produktivitas yang optimum kedelai sebaiknya ditanam pada
tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir (Andrianto dan Indarto,
2004).

2.2 Syarat Tumbuh Kedelai

Suhu optimum dalam perkecambahan kedelai yaitu 20-23˚C. Jika suhu


terlalu rendah, akan menyebabkan perkecambahan menjadi lambat, sedangkan
pada suhu terlalu tinggi akan menyebabkan banyak biji tidak berkecambah
karena mati akibat respirasi yang terlalu tinggi (Rachman dkk., 2013). Suhu
optimum pertumbuhan vegetatif kedelai 23-26 ˚C. Suhu yang panas mampu
menghambat pertumbuhan kedelai dikarenakan enzim RuBisCO (Ribulose-1,5-
bisphosphate carboxylase oxygenase) mengikat banyak oksigen dengan
semakin meningkatnya suhu sehingga memacu fotorespirasi yang
menyebabkan kehilangan karbon dan nitrogen sehingga mampu menghambat
pertumbuhan (Taufiq dan Sundari, 2012). Pembungaan kedelai membutuhkan
suhu optimum 24-25˚C. Jika suhu pembungaan terlalu tinggi akan
menyebabkan bunga mudah rontok sedangkan suhu terlalu rendah dapat
menghambat proses pembungaan sehingga berdampak menurunnya produksi
polong. Pembentukan biji optimum pada suhu 21-23 ˚C dan pematangan biji
pada suhu 20-25 ˚C. Suhu tinggi menyebabkan aborsi polong sedangkan terlalu

6
rendah menyebabkan terhambatnya permbentukan polong (Sumarno dan
Manshurl, 2013).

Kedelai membutuhkan penyinaran matahari penuh. Intensitas cahaya


matahari yang kurang menyebabkan tanaman tumbuh lebih tinggi, ruas antar
buku lebih panjang, jumlah daun dan polong lebih sedikit dan ukuran biji lebih
kecil (Sundari dan Susanto, 2012). Tanaman kedelai mampu tumbuh dengan
optimum pada intensitas cahaya 36.840 lux (Pantilu dkk., 2012). Intensitas
cahaya matahari terlalu tinggi menyebabkan peningkatan laju evapotranspirasi.
Intensitas matahari terlalu rendah menyebabkan tanaman tumbuh lebih tinggi,
ruas antar buku lebih panjang, jumlah daun dan polong lebih sedikit, dan ukuran
biji semakin kecil (Susanto dan Sundari, 2010).

Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pematangan biji dan


kualitas benih. Kelembaban optimal bagi tanaman kedelai antara 75-90% pada
stadia pertumbuhan vegetatif hingga pengisian polong dan 60-75% pada stadia
pemasakan polong hingga panen (Sumarno dan Manshurl, 2013).

Kebutuhan air tanaman kedelai yang dipanen pada 80-90 hari berkisar
antara 360-405 mm (Sumarno dan Manshurl, 2013). Penyerapan air paling
tinggi adalah pada stadia generatif (muncul bunga hingga polong terisi penuh)
(Adisarwanto, 2008).

2.3 Salinitas

Salinitas merupakan salah satu cekaman abiotik dimana terdapat


akumulasi garam terlarut dalam air tanah yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman. Salinitas merupakan suatu ancaman dalam upaya produksi bahan
pangan salah satunya adalah kedelai. Klasifikasi tanah salin berdasarkan
kandungan daya hantar listrik (DHL) atau electrical conductifity (EC) yaitu
tanah bebas garam yang memiliki EC 0-2 dS/m, agak bergaram 2-4 dS/m,
bergaram cukup 4-8 dS/m, bergaram agak banyak 8-15 dS/m, dan bergaram

7
banyak >15 dS/m (Poerwowidodo, 2002). Terdapat dua jenis salinitas tanah,
yaitu salinitas primer dan salinitas sekunder (Krisnawati dan Adie, 2013).

Salinitas primer disebabkan akumulasi garam terlarut dalam tanah


melalui proses alami dalam jangka waktu yang panjang. Salinitas sekunder
disebabkan aktivitas manusia diantaranya pembukaan lahan, penggantian
tanaman tahunan dengan tanaman semusim, pengairan menggunakan air
berkadar garam tinggi dan keterbatasan air irigasi (El Hendawy, 2004). Salinitas
dapat dipengaruhi oleh curah hujan, pelapukan batuan, perpindahan material
tanah, kualitas air irigasi, intrusi air laut, faktor iklim dan aktivitas manusia
(Rengasamy, 2006). Salinitas pada umumnya terjadi pada lahan areal pantai,
lahan beririgasi, lahan dengan kelebihan pupuk dan lahan dengan kadar garam
tinggi yang alami. Blumwald dan Grover (2006) memprediksi pada tahun 2050
sektar 50% lahan pertanian akan mengalami cekaman garam.

2.4 Mekanisme Cekaman Salinitas pada Tanaman

Kedelai termasuk jenis tanaman yang memiliki sensitivitas terhadap


salinitas. Menurut Xiong (2002) cekaman salinitas mempengaruhi pertumbuhan
tanaman dalam empat mekanisme yaitu 1) stress osmotik, 2) penghambatan
penyerapan K+ , 3) toksisitas ion, 4) stres oksidatif dan kematian sel.

Konsentrasi garam yang tinggi terutama garam Natrium (Na⁺) dan Khlor
(Cl⁻), merusak struktur tanah dan meningkatkan tekanan osmotik sehingga
menggangu penyerapan air dan unsur hara.

Cekaman salinitas menyebabkan potensial air meningkat sehingga


mengurangi penyerapan air oleh akar dan menyebabkan penurunan kandungan
air relatif daun (Kabir dkk, 2004). Kekurangan air menyebabkan tanaman
mengalami dehidrasi sel. Bila tekanan osmotik di rhizosfer melebihi tekanan
osmotik dalam sel akar akan menghambat penyerapan air dan hara sehingga
tanaman akan layu dan mati akibat kekurangan air (Bohnert, 2007). Kekurangan
air dapat menggangu proses fotosintesis karena konsentrasi CO₂ pada kloroplas

8
menurun diakibatkan oleh berkurangnya konduktansi stomata (Gama dkk,
2007). Penyerapan Na yang berlebihan mengakibatkan terhambatnya
penyerapan air dan K.

Pada kondisi salinitas tinggi terjadi penghambatan penyerapan K⁺ yang


merupakan nutrisi utama dalam tanaman (Taufiq, 2014). Kalium berperan
dalam mempertahankan turgor sel dan aktivitas enzim (Xiong dan Zhu, 2001).
Berkurangnya K juga menurunkan aktifitas enzim nitrat reduktase (Hu dan
Schmidhalter, 2005). Enzim nitrat reduktase berperan dalam mengubah NO3
menjadi NH3. Penurunan aktifitas nitrat reduktase mengakibatkan pengikatan
nitrogen menjadi terganggu (Mudgal, 2004).

Penyerapan Na+ dan Clyang tinggi oleh tanaman disebut toksisitas ion
(Chinnusamy dkk., 2005). Jouyban (2012) menyatakan akumulai ion Na+
menjadi penyebab utama kerusakan tanaman pada cekaman salinitas.
Akumulasi Na+ dalam daun yang terjadi dari waktu ke waktu bersifat toksik
(Munns dan Tester, 2008). Meningkatkanya konsentrasi Na dalam tanah juga
menghambat penyerapan 𝐶𝑎2 ⁺ dalam tanaman. Rendahnya 𝐶𝑎2 ⁺ dapat
menggangu aktivitas dan integritas membran sel dan mendorong akumulasi Na⁺
dalam jaringan tanaman. Rendahnya nisbah 𝐶𝑎2 ⁺/Na⁺ akibat tingginya ion Na⁺
dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan perubahan morfologi dan
anatomi tanaman (Cakmak, 2005).

Cekaman oksidatif terjadi karena ketidakseimbangan produksi Reactive


Oxygen Spesies (ROS) dan antioksidan (Kristiono dkk., 2013). Konsentrasi
ROS harus dipertahankan serendah mungkin. Penutupan stomata sebagai
respon cekaman salinitas menyebabkan berkurangnya rasio CO₂/O₂ daun dan
menghambat fiksasi CO₂. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya
konsentrasi spesies ROS seperti radikal superoksida (O₂ ⁻ ), hydrogen peroksida
(H₂O₂), radikal hidroksil (OH⁻ ) dan oxygen singlet (1O₂) (Gratao dkk., 2005).
Cekaman salinitas menyebabkan akumulasi ROS yang berlebihan dalam sel
(Meloni dkk., 2003). Akumulasi disebabkan oleh terganggunya transport
elektron dalam kloroplas dan mitokondria dan terganggunya fotorespirasi.

9
2.5 Toleransi Cekaman Salinitas pada Tanaman

Toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas adalah kemampuan


tanaman untuk mencegah konsentrasi garam dalam protoplasma tidak
berlebihan sehingga mampu bertahan pada konsentrasi garam yang tinggi.
Bentuk toleransi dapat berupa pengeluaran atau penyimpanan garam ke bagian
lain tanaman yang tidak berperan dalam proses metabolisme
(Purwaningrahayu, 2016). Respon tanaman terhadap cekaman salinitas meliputi
dua fase yaitu fase cepat (cekaman osmotik) dan fase lambat (cekaman ionik)
(Munns dan Tester, 2008). Fase cepat merupakan respon untuk meningkatkan
tekanan eksternal osmotik sedangkan fase lambat adalah respon
pengakumulasian Na+ dalam daun. Gejala keracunan akibat salinitas pada
tanaman ditandai dengan daun layu, akar tidak mampu menyerap air karena
tingginya tekanan osmotik air, tanaman kerdil, ukuran daun kecil, warna daun
mudah menguning dan gugur, pada kondisi parah daun menjadi klorosis dan
tepi daun mengering (Kristiono dkk., 2013).

2.6 Cekaman Salinitas pada Kedelai

Salinitas dapat menghambat pertumbuhan akar, penyesuaian osmotik


akar, tekanan akar, pengeluaran ion natrium (An dkk., 2002). Salinitas juga
menyebabkan kedelai mengalami penurunan tingkat perkecambahan, nekrosis
daun, berkurang warna hijau daun, dan menurunankan jumlah nodul. Hal
tersebut berdampak pada menurunnya biomassa tanaman, tinggi tanaman,
ukuran daun, hasil biji, kualitas biji dan kemampuan tumbuh (Krisnawati dan
Adie, 2009). Respon toleransi genotipe kedelai terhadap cekaman salinitas
dapat berupa pencegahan perpindahan ion dari akar menuju bagian tanaman
lain, tidak mengakumulasi banyak garam pada daun dan batang, dan memiliki
kemampuan penyesuaian osmotik yang lebih baik pada sel tanaman (Pathan
dkk., 2007).

10
Penelitian toleransi tanaman kedelai terhadap salinitas telah banyak
dilakukan pada jenis kedelai kuning. Kedelai tergolong peka terhadap salinitas
dengan ambang batas toleransi pada 2-5 dS/m (Katerji dkk., 2000). Ambang
batas mendeteksi toleransi salinitas kedelai adalah 3,2 dS/m (Chinnusamy dkk.,
2005). Penelitian Damanik dkk. (2013) menyatakan ukuran biji berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, derajat infeksi,
umur panen, jumlah polong berisi, produksi biji pertanaman pada cekaman
salinitas. Berdasarkan penelitian Dianawati dkk. (2013) pada konsentrasi 9,375
dS/m merupakan batas kritis NaCl terhadap perkecambahan kedelai kuning
Burangrang dan Tanggamus. Pertumbuhan dan hasil tanaman pada umumnya
mengalami penurunan pada EC tanah 4 dS/m atau lebih. Batas kritis salinitas
pada pertumbuhan kedelai adalah 5 dS/m.
Cekaman Salinitas menyebabkan penuaan daun lebih cepat sehingga
menurunkan hasil biji yang berakibat turunnya berat polong (Cabot dkk., 2014).
Purwaningrahayu (2013) menyatakan cekaman salinitas membatasi produksi
polong dan biji tanaman. Menurut Ghassemi-Golezani dkk. (2011) penurunan
hasil biji disebabkan rendahnya indeks klorofil daun, aktivitas fotosistem II dan
tingginya kadar prolin.
Kriteria seleksi kedelai tahan salin dilakukan dengan berbagai
parameter. Diantaraya dapat dilihat dari jumlah polong per tanaman dan jumlah
biji per polong, bobot biji per tanaman, jumlah cabang per tanaman dan bobot
100 biji.

2.7 Dampak Salinitas pada Organ Tanaman Kedelai

Daun adalah organ fotosintetik yang mudah dikenali akibat keracunan


garam. Gejala keracunan garam termasuk perkecambahan biji yang lambat dan
benih rusak, layu mendadak, pertumbuhan kerdil, daun yang tua terbakar, daun
menguning, daun rontok, perkembangan akar terhambat, kematian tanaman
secara mendadak atau bertahap. Daun tanaman kedelai yang terpapar garam

11
dalam konsentrasi tinggi dalam durasi yang lama akan mengalami kerusakan
klorofil.
Damanik et al. (2013) juga melaporkan bahwa meningkatnya
fotosintetis merupakan akibat langsung dari tingginya pasokan kandungan
klorofil. Xing et al. (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi klorofil, maka
jumlah cahaya yang diserap oleh tanaman akan meningkat sehingga proses
fotosintetis dan efek selanjutnya akan meningkatkan energi yang dihasilkan
untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Salinitas mempengaruhi
pertumbuhan di semua tahap pertumbuhan dan kandungan klorofil (Nokandeh
et al., 2015).
Daun mengakumulasi ion Na+ pada kondisi salin dapat menekan
penyerapan K+, N, dan Mg2+. Unsur N dan Mg2+ merupakan komponen
pembentuk klorofil yang berperan dalam fotosintesis, sehingga penurunan
serapan unsur-unsur tersebut mengakibatkan pembentukan klorofil terganggu
dan fotosintesis terhambat. Cekaman salinitas juga dilaporkan memicu reaksi
foto oksidatif yang merusak membran tilakoid kloroplas (Taufiq et al. 2015).

Dampak lainnya yaitu sebagian biji gagal berkecambah (Kandil et al.


2015). Cekaman osmotik merupakan efek salinitas yang mempengaruhi fase
perkecambahan dan pertumbuhan kedelai selanjutnya. Salinitas meningkatkan
potensial osmotik sehingga menghambat penyerapan air pada fase imbibisi biji,
mengganggu perkecambahan, dan atau mengakibatkan biji gagal berkecambah.
(Kondetti et al. 2012). Pada fase selanjutnya, cekaman osmotik di daerah akar
mengganggu penyerapan air dan unsur hara sehingga menimbulkan gejala yang
sama dengan cekamna kekeringan. Salinitas juga mengakibatkan
ketidakseimbangan hara dan toksisitas ion sehingga gejala yang muncul pada
kedelai adalah daun menguning (klorosis), seperti terbakar di bagian tepi, layu,
kering, dan kemudian gugur. Taufiq et al. (2015) melaporkan hal yang sama
pada kacang tanah dengan perlakuan salinitas. Daun kacang tanah menguning,
mengering kemudian gugur yang merupakan indikasi gejala keracunan garam.

12
Kematian tanaman diakibatkan oleh peningkatan DHL tanah yang cukup tinggi
dibandingkan dengan DHL tanah saat tanam.

2.8 Produktivitas Tanaman Kedelai

Ali et al. (2004) menyatakan bahwa tanaman yang tercekam salinitas


yang tinggi, akan terjadi pemacuan kegiatan dinding sel yang semakin tinggi,
perbesaran sel akan semakin menurun dan juga akan terjadinya penurunan luas
daun dan komponen hasil tanaman kedelai akan menurun. Luas daun yang
menurun diikuti dengan komponen lainnya mengakibatkan daya serap air oleh
tanaman akan menurun, sehingga terjadi keracunan (toksitas) ion natrium, dan
klorida di sel tunas, dengan demikian fotosintetis ikut menurun.
Cekaman salinitas di bawah 2.93 dSm-1 memberikan pertumbuhan
tanaman yang paling baik pada tinggi tanaman, bobot akar, dan bobot kering
akar yang berbeda nyata dengan perlakuan salin lainnya (Adriansyah et al.,
2020). Ambang batas tanaman kedelai untuk penurunan produksi 20% adalah
sebesar 5 dSm-1 (Sopandie, 2013).
Pada lahan dengan konsentrasi garam tinggi memberikan pengaruh
yang berbeda terhadap jumlah polong dan bobot polong . Kandungan garam
berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman dimana semakin tinggi
konsentrasi garam semakin rendah rata-rata jumlah polong. Pada penelitian
yang dilakukan oleh (Nurholis & Sugandi, 2022) tanaman kedelai yang tumbuh
di lahan netral memiliki polong yang lebih banyak dibanding tanaman kedelai
yang ada di lahan salin. Hal tersebut diduga disebabkan pada stadia
pembentukan polong, daun telah mengalami kerusakan akibat akumulasi Na
sehingga menggangu proses fotosintesis. Akumulasi Na+ dalam daun yang
terjadi dari waktu ke waktu bersifat toksik (Munns dan Tester, 2008).
Purwaningrahayu (2013) menyatakan cekaman salinitas membatasi produksi
polong dan biji tanaman.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Putri dkk, 2017) juga
menyebutkan bahwa bobot per 100 biji semua genotipe yang diuji lebih kecil

13
dibandingkan bila kedelai tersebut ditanam pada kondisi optimal, yang berarti
mengalami penyusutan ukuran biji.

14
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Cekaman salinitas menyebabkan perubahan morfologi genotip


kedelai. Cekaman salinitas mempengaruhi perakaran dan tajuk tanaman
kedelai. Terjadi penurunan bobot akar dan tajuk tanaman mulai 6,6 dS/m.
Penurunan tinggi tanaman mulai terjadi pada 10,9 dS/m. Secara genetik
varietas Wilis dan Tanggamus mempunyai batang lebih tinggi dibandingkan
dua genotip lainnya G1 dan G2, sehingga bobot akar, bobot tajuk dan total
luas daun juga lebih tinggi. Penurunan indek klorofil daun terjadi pada
semua genotip akibat cekaman salinitas. Pada tingkat salinitas mulai 6,6
dS/m-15,6 dS/m genotip G1 dan G2 mempunyai indek klorofil daun lebih
tinggi, skor keracunan visual lebih rendah, kerapatan dan panjang trikoma
daun lebih tinggi serta ukuran biji lebih besar. Kerapatan stomata tidak
dipengaruhi oleh tingkat salinitas dan genotip kedelai. Lebar bukaan
stomata genotip G1 dan G2 lebih besar 93% dibandingkan pada varietas
Wilis dan Tanggamus. Genotip G1 dan G2 berpotensi menjadi genotip
kedelai toleran salinitas hingga 15,6 dS/m.
Salinitas yang tinggi, akan terjadi pemacuan kegiatan dinding sel
yang semakin tinggi, perbesaran sel akan semakin menurun dan juga akan
terjadinya penurunan luas daun dan komponen hasil tanaman kedelai akan
menurun. Luas daun yang menurun diikuti dengan komponen lainnya
mengakibatkan daya serap air oleh tanaman akan menurun, sehingga terjadi
keracunan (toksitas) ion natrium, dan klorida di sel tunas, dengan demikian
fotosintetis ikut menurun.

15
B. Saran

Saran pada penyusunan makalah kali ini yakni, untuk mengetahui terlebih
dahulu dampak-dampak bahaya salintas bagi tanaman apalagi pada tanaman
kedelai, dan tidak dapat mengancam keberlanjutan pertanian di seluruh dunia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Taufiq. 2014. Identifikasi Masalah Keharaan Tanaman Kedelai. Balai


Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. ISBN 978-602-95497-6-8. Balitkabi. Malang. 35
hal.

Adie, M.M. dan A. Krisnawati. 2013. "Biologi Tanaman Kedelai" dalam Kedelai,
Teknik Produksi dan Pengembangan. Balai Penelitian Tanaman
Kacangkacangan dan Umbi-umbian. Malang.

Adisarwanto, T. 2013. Kedelai Tropika Produktivitas 3 ton/ha. Malang: Penebar


Swadaya.

Adriansyah, D., Karno, F. Kusmiyati. 2020. Growth and production of determinate


and indeterminate soybean (Glycine max L.) influenced by salinity stress.
In M. Rondhi and H.S. Addy (Eds.) The 3rd International Conference on
Agricultural and Life Sciences (ICALS 2019). Jember 31 July-2 August
2019.

Ali, Y., Z. Aslam, M.Y. Ashraf, G.R. Tahir. 2004. Effect salinity on chlorofil
consentration, leaf area, yield and yield component of rice genotypes grown
under saline environment. Internat. J. Sci. Technol. 1:221- 225.

Andrianto, T. T dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani; Kedelai,
Kacang Hijau, Kacang Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit Absolut,
Yogyakarta. Hal. 9-92. Dalam Skripsi M. Ikmal Tawakkal. P. 2009. Respon
Pertumbuhan dan Hasil Produksi Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max
L) Terhadap Pemberian Pupuk Kandang Kotoran Sapi. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Arikunto, Suhartini. (2013). Dasar – dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

17
Damanik, A.F., Rosmayati, H. Hasyim. 2013. Respon pertumbuhan dan produksi
kedelai terhadap pemberian mikoriza dan penggunaan ukuran biji pada
tanah salin. J. Online Agroteknol. 1:142-153.

Fachrudin, L. 2000. Budidaya Kacang-Kacangan. Kanisius. Yogyakarta. 118 hal.

Kandil, A.A., A.E. Sharief, and Kh.R. Ahmed. 2015. Performance of some soybean
(Glycine max (L.) Merrill) cultivars under salinity stress to germination
character.

Kondetti, P., N. Jawali, S.K.Apte, and M. G. Shitole. 2012. Salt tolerance in Indian
soybean (Glycine max (L.) Merill) varieties at germination and early
seedling growth. Ann. Biol. Res. 3(3):1489-1498.

Munns, R. and M. Tester. 2008. Mechanism of Salinity Tolerance. Annu. Rev. Plant
Biol. 59: 651-681.

Nokandeh, S.E., M.A. Mohammadian, B. Damsi, M. Jamalomidi. 2015. The effect


of salinity on some morphological and physiological characteristics of three
varieties of (Arachis hypogaea L.). Internat. J. Adv. Biotechnol. Res. 6:498-
507.

Nurholis, N., & Sugandi, A. (2022, June). Respon Pertumbuhan dan Hasil Beberapa
Varietas Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) terhadap Salinitas
(NaCl). In Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian UNS (Vol. 6, No.
1, pp. 350-358).

Poerwowidodo. 2002. Mengenal Tanah. Bogor (ID): Laboratorium PengaruhHutan


Jurusan Manajemen Fakultas Kehutan Institut Pertanian Bogor. 158 hal.

Putri, P. H., Susanto, G. W. A., & Taufiq, A. (2017). Toleransi genotipe kedelai
terhadap salinitas. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 1(3), 233-242.

Purwaningrahayu, A. Taufiq. 2013. Respons tanaman kedelai, kacang tanah, dan


kacang hijau terhadap cekaman salinitas. Bul. Palawija. 26:45-60.

18
Sopandie, D. 2013. Fisiologi Adatasi Tanaman Terhadap Cekaman Abiotic Pada
Agroekosistem Tropika. IPB Press

Sumarno dan A. G. Manshuri. 2013. Persyaratan Tumbuh dan Wilayah Produksi


Kedelai di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
74-103. Sumartini. 2012.

Sundari T. dan Susanto GWA. 2015. Pertumbuhan dan Hasil Biji Genotipe
Kedelaidi Berbagai Intensitas Naungan. Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan 34(3).

Taufiq, A., A. Kristiono, dan D. Harnowo. 2015. Respon varietas unggul kacang tanah
terhadap cekaman salinitas. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
34(2):153-164.

Xing, W., J. Wang, H. Liu, D. Zou, H. Zhao. 2013. Influence of natural saline-alkali stress on
chlorophyll content and chloroplast ultrastructure of two contrasting rice (Oryza
sativa L. japonica) cultivars. Austral. J. Crop Sci. 7:289-292.

YUNITA, Sheila Rahma and Sutaryo, Sutaryo and Fuskhah, Eny (2017) RESPON
BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merr) TERHADAP
TINGKAT SALINITAS AIR PENYIRAMAN. Undergraduate thesis,
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO.

19

Anda mungkin juga menyukai