Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

PENGARUH LINGKUNGAN

Disusun Oleh :
Muhammad Zahrudin Afnan 19030204001

Lusiana Anggraini 19030204032

Wulida Mamluatul Faza 19030204093

Pendidikan Biologi Unggulan 2019

JURUSAN BIOLOGI
PRODI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami bisa
menyelesaikan Laporan Praktikum Pengaruh Lingkungan. Adapun tujuan
penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Genetika.
Terselesaikannya laporan praktikum ini tentu bukan karena kerja keras kami
semata, melainkan juga atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu, khususnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Endang Susantini, M.Pd., Ibu Dra. Isnawati, M.Si., Ibu Lisa
Lisdiana, S.Si., M.Si., Ph.D., dan Bapak Guntur Trimulyono, S.Si., M.Sc. selaku
dosen pengampu mata kuliah Genetika.
2. Kak Shinta Nadya Mega Ariesta dan Kak Alif Alia Koirun Nisa selaku koas
mata kuliah Genetika tahun 2020.
3. Anggota kelompok 7 yang saling membantu dalam menyelesaikan laporan
praktikum ini, serta pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna dan
banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, kami kelompok 7 selaku penyusun laporan
menerima dengan terbuka semua kritik dan saran yang membangun agar laporan ini
bisa lebih baik lagi. Kami berharap Laporan Praktikum Pengaruh Lingkungan ini
bermanfaat bagi semua pihak dan bagi kami selaku penyusun.

Surabaya,11 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................2

1.4 Manfaat................................................................................................2

BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................4

2.1 Bayam (Amarantus sp.)........................................................................4

2.2 Perkecambahan Biji..............................................................................4

2.3 Pertumbuhan Primer dan Pertumbuhan Sekunder................................5

BAB III METODE PENELITIAN..................................................................7

3.1 Waktu dan Tempat...............................................................................7

3.2 Alat dan Bahan....................................................................................7

3.3 Prosedur Praktikum (Alur)..................................................................8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................9

4.1 Hasil.....................................................................................................9

4.2 Pembahasan.........................................................................................9

4.3 Diskusi...............................................................................................12

BAB V PENUTUP..........................................................................................15

5.1 Simpulan............................................................................................15

5.2 Saran..................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................16

LAMPIRAN....................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat untuk


dikembangkan untuk bisnis sayuran. Dalam rangka menghadapi kecukupan
pangan bergizi pada masa mendatang, tidak terlepas dari peranan produksi
tanaman sayuran. Komoditas sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral
yang diperlukan untuk kesehatan tubuh manusia dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia itu sendiri. Di antara tanaman sayur-sayuran yang mudah
dibudidayakan adalah caisim dan bayam (Amarantus sp.). Karena dua produk
holtikultura ini sangat mudah dikembangkan dan banyak kalangan yang
menyukai dan memanfaatkannya. Selain itu juga sangat potensial untuk
komersial dan prospek sangat baik. Ditinjau dari aspek klimatologis, aspek
teknis, aspek ekonomis dan aspek sosialnya sangat mendukung, sehingga
memiliki kelayakan untuk diusahakan di Indonesia. Tanaman caisim dan bayam
merupakan jenis sayuran daun yang sudah lama dikenal oleh banyak kalangan
dan salah satu sumber bahan makanan yang bergizi tinggi dn harganya dapat
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bayam (Amarantus sp.) merupakan
salah satu sayuran daun terpenting di Asia dan Afrika. Sayuran ini merupakan
sumber kalsium, zat besi, vitamin A dan Vitamin C. Dalam 100 gram bagian
bayam yang dapat dimakan mengandung sekitar 2,9 mg zat besi (Fe). Bayam
adalah tanaman semusim yang berumur pendek dan dapat dibudidayakan dengan
mudah di pekarangan rumah atau lahan pertanian. Berdasarkan cara panennya
bayam dibagi dua, yaitu bayam cabut dan bayam petik (bayam kakap).

Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang


mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang
menentukan hasil tanaman (Sitompul & Guritno 1995). Pertumbuhan tanaman
tidak terlepas oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi baik itu faktor
internal maupun eksternal. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman adalah faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan terbagi dua
yaitu faktor biotik (hama, penyakit, gulma, mikroorganisme tanah)

1
dan faktor abiotik (cahaya matahari, kecepatan angin, kelembaban udara,
curah hujan, dan kesuburan tanah) (Gardner et al., 1991). Perkecambahan
memiliki banyak arti yang di definisikan oleh banyak ilmuwan. Misalnya,
perkecambahan adalah munculnya pertumubuhan aktif yang menyababkan
pecahnya kulit biji dan munculnya semai (Amen, 1963). Perkecambahan
adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji yang
memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru.
Komponen biji tersebut adalah bagian kecambah yang terdapat di dalam biji,
misalnya radikula dan plumula (Sudjadi, bagod, 2006). Hasil perkecambahan
ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan
embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi
batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Istamar
Syamsuri, 2004). Masalah yang dianalisis pada tulisan ini adalah melihat
bagaimana pengaruh pertumbuhan tanaman bayam (Amarantus sp.) yang di
tumbuhkan di tempat dengan intensitas cahaya yang berbeda yaitu di tempat
terang dan gelap serta perbedaan diantara keduanya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh intensitas sinar terhadap warna kecambah pada tanaman
Bayam (Amarantus sp.)?
2. Bagaimana perbedaan antara biji yang ditanam di lingkungan terang dan biji
yang di tanam di lingkungan yang gelap?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh intensitas sinar terhadap warna kecambah pada
tanaman Bayam (Amarantus sp.)
2. Mengetahui perbedaan antara biji yang ditanam di lingkungan terang dan biji
yang di tanam di lingkungan yang gelap

1.4 Manfaat
Agar kita dapat mengetahui pengaruh intensitas sinar matahari
terhadap warna kecambah pada tanaman Bayam (Amarantus sp.) dan
perbedaan antara biji yang ditanam di lingkungan terang dan biji yang di
tanam di lingkungan yang gelap.
2
BAB II

3
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bayam (Amarantus sp.)

Bayam (Amarantus sp.) dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran


rendah maupun di dataran tinggi. pH yang baik untuk pertumbuhannya antara
6-7. Di bawah pH 6, tanaman bayam akan merana, sedangkan di atas pH 7,
tanaman akan menjadi klorosis (warnanya putih kekuningkuningan), terutama
pada daun yang masih muda. Tanaman bayam (Amarantus sp.) umumnya
tumbuh baik ditanah – tanah vulkanis atau ordo andisol, karena perakaran
bayam (Amarantus sp.) yang serabut. Namun iklim tanah ini harus dalam
keadaan iklim mikro. Keadaan angin yang terlalu kencang dapat merusak
tanaman bayam (Amarantus sp.) khususnya untuk bayam yang sudah tinggi.
Kencangnya angin dapat merobohkan tanaman. Tanaman bayam
(Amarantus sp.) cocok ditanaman didataran tinggi maka curah hujannya juga
lebih dari 1500 mm / tahun (Ariyanto, 2008). Batang bayam umumnya tegak,
tetapi ada pula yang jenis bayam yang batangnya menjalar, ada yang batangnya
bercabang ada pula yang tidak bercabang. Warna batang juga ada yang hijau,
merah, kuning atau kombinasinya. Biji bayam (Amarantus sp.) berbelah dua,
warna kulit biji hitam atau coklat tua. Dari setiap tandan (malai) bunga dapat
dihasilkan ratusan hingga ribuan biji. Ukuran biji sangat kecil, bentuknya bulat
dan berwarna coklat tua mengkilap sampai hitam kelam, namun pada varietas
maksi bijnya berwarna putih sampai krem. Keunggulan nilai nutrisi bayam
sayuran terutama pada kandungan vitamin A (beta – kareotein), vitamin C,
riboflavin, dan asam amino thiamine dan niacin. Kandungan terpenting dalam
bayam sayur adalah kalsium dan zat besi Pemberian air yang cukup, aerase yang
optimal dapat meningkatkan produksi daun bayam. Namun struktur tanah yang
keras akan menyebabkan daun tanaman layu dan tidak produktif

2.2 Perkecambahan Biji

Perkecambahan atau germinasi ditandai dengan keluarnya bakal akar


atau radikal dari kulit biji. Selama proses ini berlangsung terjadi mobilisasi
cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian
vegetatif yaitu sumbu pertumbuhan embrio atau lembaga. Selama proses

4
perkecambahan, bahan makanan cadangan diubah menjadi bentuk yang dapat
digunakan, baik untuk tumbuhan maupun manusia (Astawan, 2008: 165).
Perkecambahan meliputi peristiwa-peristiwa fisiologis dan morfologis antara
lain yaitu imbibisi dan absorbsi air, hidrasi jaringan, absorbsi O2, pengaktifan
enzim dan pencernaan, transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio,
peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi pembelahan dan pembesaran sel dan
munculnya embrio (Gardner 1991: 291).

2.3 Pertumbuhan Primer dan Pertumbuhan Sekunder

Pertumbuhan primer adalah pola pertumbuhan tumbuhan bergantung


pada letak meristem. Meristem apikal, berada pada ujung akar dan pada pucuk
tunas, menghasilkan sesel bagi tumbuhan untuk tumbuh memanjang.
Pemanjangan ini, yang disebut pertumbuhan primer, memungkinkan akar
membuat jalinan didalam tanah dan tunas untuk meningkatkan pemaparannya
terhadap cahaya matahari dan karbondioksida (Campbell, 2000 : 304).
Pertumbuhan sekunder terjadi karena adanya aktivitas penebalan secara
progresif pada akar dan tunas yang terbentuk sebelumnya oleh pertumbuhan
primer. Pertumbuhan sekunder adalah produk dari meristem lateral.
Pertumbuhan ini akan menyebabkan membesarnya ukuran dan diameter
tumbuhan. Pertumbuhan dapat diukur sebagai pertambahan panjang, lebar atau
luas, tetapi dapat pula diukur berdasarkan pertambahan volume, masa atau berat
(segar atau kering) (Campbell, dkk 2003: 304-308). Berdasarkan posisi
kotiledon pada kecambah, tipe perkecambahan dapat dibedakan menjadi :

1. Perkecambahan epigeal Tipe perkecambahan epigeal ditandai dengan


hipokotil yang tumbuh memanjang sehingga plumula dan kotiledon terangkat
ke atas (permukaan tanah). Kotiledon dapat melakukan fotosintesis selama
daun belum terbentuk. Contoh tumbuhan ini adalah kacang hijau, kedelai,
bunga matahari dan kacang tanah. Organ pertama yang muncul ketika biji
berkecambah adalah radikula. Radikula ini kemudian akan tumbuh
menembus permukaan tanah. Untuk tanaman dikotil yang dirangsang dengan
cahaya, ruas batang hipokotil akan tumbuh lurus ke permukaan tanah
mengangkat kotiledon dan epikotil. Epikotil akan memunculkan daun

5
pertama kemudian kotiledon akan rontok ketika cadangan makanan di
dalamnya telah habis digunakan oleh embrio (Campbell et al., 2000: 365).
2. Perkecambahan hipogeal Perkecambahan hipogeal ditandai dengan epikotil
tumbuh memanjang kemudian plumula tumbuh ke permukaan tanah
menembus kulit biji. Kotiledon tetap berada di dalam tanah. Contoh
tumbuhan yang mengalami perkecambahan ini adalah kacang ercis, kacang
kapri, jagung, dan rumput-rumputan embrio (Campbell et al., 2000: 366).

6
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Waktu : 29 Oktober 2020-11 November 15 2020
Tempat : Rumah masing-masing anggota kelompok

3.2 Alat dan Bahan


Alat
1. Gunting
2. Wadah transparan yang memiliki alas yang datar
3. Baskom
Bahan
1. 60 biji bayam
2. Kapas sesuai kebutuhan (satu wadah 3 lapis)
3. Air secukupnya
4. Plastik bening
5. Plastik hitam

7
3.3 Prosedur Praktikum (Alur)

- Siapkan 2 wadah
- Gunting kapas sesuai wadah yang digunakan (3
lapis)
- Letakkan kapas pada wadah
- Basahi kapas didalam baskom yang berisi air
- Letakkan 30 biji pada setiap wadah dengan jarak
antar biji 2x panjang biji
- Beri label wadah A (terang) dan wadah B (gelap)

WADAH A WADAH B

(Terang) (Gelap)

-Tutup dengan plastik bening Tutup dengan plastik hitam-


-Letakkan di tempat terang Letakkan di tempat terang-
-Catat jumlah kecambah yang
tumbuh pada wadah A

- Jika wadah A sudah tumbuh separuh (15 biji), maka wadah B


bisa dibuka untuk dihitung
- Buka pada tempat yang gelap
- Jika wadah B sudah tumbuh separuh (15 biji), maka penutup
pada setiap wadah bisa dibuka dan diletakkan di tempat terang
- Catat data sesuai dengan tabel pada panduan praktikum

8
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

(Wulida Mamluatul Faza)

Gelas A Gelas B
Hari
Hijau Kuning* % % Hijau Kuning* % %
ke
Hijau Kuning Hijau Kuning
1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 14 0 46,2 0 - - - -

3 22 0 72,6 0 0 20 0 66

4 22 0 72,6 0 20 0 66 0

5 24 0 79,2 0 21 0 69,3 0

6 23 0 75,9 0 20 0 66 0

7 23 0 75,9 0 18 2 59,4 6,6

8 23 0 75,9 0 17 4 56,1 13,2

9 24 0 79,2 0 17 4 56,1 13,2

10 24 0 79,2 0 18 3 59,4 9,9

11 25 0 82,5 0 18 3 59,4 9,9

12 25 0 82,5 0 19 3 62,7 9,9

13 25 0 82,5 0 21 1 69,3 3,3

14 25 0 82,5 0 21 0 69,3 0

4.2 Pembahasan

9
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pada gelas A tanaman tumbuh
sejak hari kedua dan seluruh tanaman memiliki kecambah yang berwarna hijau
hingga hari akhir pengamatan, serta jumlah terbanyak biji yang tumbuh adalah
sebanyak 25. Gelas B baru boleh dibuka setelah gelas A tumbuh minimal
sebanyak 15 kecambah. Hal ini dikarenakan apabila gelas B dibuka maka akan
terkena cahaya, sedangkan pada pengamatan ini apabila gelas B terkena cahaya
selama 1 detik saja maka sama saja gelas B ditanam pada lingkungan yang
terang. Pada gelas B pada hari pertama dibuka penutupnya, seluruh
kecambahnya berwarna kuning, serta jumlah terbanyak biji yang tumbuh adalah
sebanyak 22. Kemudian setelah dibuka penutup gelas B, hari selanjutnya
kecambah pada gelas B seluruhnya berubah menjadi warna hijau. Namun, pada
hari ke-7 sampai hari ke-13 gelas B muncul kecambah yang berwarna kuning
lagi.

Alasan kecambah pada gelas B ketika pertama kali dibuka berwarna


kuning adalah karena mengalami etiolasi. Pada intensitas kurang cahaya
tumbuhan mengalami etiolasi (Suroso, 2013). Tumbuhan yang diletakkan
ditempat gelap akan tumbuh lebih cepat daripada yang diletakkan di tempat
yang terkena cahaya. Akan tetapi tumbuhan menjadi pucat karena kekurangan
klorofil, kurus, dan daun tidak berkembang. Tumbuhan seperti itu disebut
mengalami etiolasi. Dalam keadaan tidak ada cahaya, auksin merangsang
pemanjangan sel-sel sehingga tumbuh lebih panjang. Sebaliknya, dalam
keadaan banyak cahaya auksin mengalami kerusakan sehingga pertumbuhan
tumbuhan terhambat. Cahaya menyebabkan auksin rusak terdispersi ke sisi
gelap. Laju tumbuh memanjang pada tumbuhan dengan segera berkurang
sehingga batang lebih pendek, namun tumbuhan lebih kokoh, daun berkembang
sempurna, dan berwarna hijau. Selain berpengaruh pada pertumbuhan tanaman,
cahaya dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Tumbuhan yang tidak terkena
cahaya tidak dapat membentuk klorofil sehingga daun menjadi pucat. Akan
tetapi, jika intensitas cahaya terlalu tinggi, klorofil akan rusak (Silvikutur,
2007:25).

Kemudian, setelah gelas B dibuka penutupnya, pada hari berikutnya


warna kecambah berubah menjadi hijau. Namun, pada hari ke-7 sampai hari

10
ke-13 gelas B muncul kecambah yang berwarna kuning lagi. Hal ini dapat
terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi. Seperti yang disampaikan
oleh Susantini, dkk yang berbunyi pada biji-biji yang mengalami mutasi gen
pengontrol pembentukan klorofil akan menghasilkan kotiledon berwarna
kuning, walaupun ditumbuhkan di tempat yang cahayanya mencukupi untuk
pembentukan klorofil. Sedangkan biji normal untuk gen pembentukan klorofil
akan tumbuh pada tempat yang tidak bercahaya akan menghasilkan kotiledon
yang berwarna kuning, tetapi bila segera dipindahkan ke tempat yang bercahaya
maka warna kotiledon akan segera berubah menjadi hijau (Susantini, dkk,
2020:1).

Gelas A dan gelas B sampai hari terakhir pengamatan tidak dapat


tumbuh total berjumlah 30. Hal ini dikarenakan biji mengalami dormansi.
Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable)
gagal berkecambah meskipun berada pada kondisi yang cocok untuk
perkecambahan (Schmidt, 2002).

Proses pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.


Lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat mengganggu
pertumbuhan tanaman apabila kondisi lingkungan tidak sesuai dengan sifat
tumbuh tanaman. Kondisi lingkungan ini meliputi intensitas sinar matahari,
temperatur, dan tekanan udara serta adanya mikroorganisme yang
mengganggu tanaman (Huang dkk, 2010). Utomo (2006) juga
menyatakan bahwa kelembaban diperlukan untuk perkecambahan,
walaupun demikian air berlebihan selalu merusak karena air cenderung
menggantikan udara tanah dan menyebabkan kepadatan yang pada
akhirnya membatasi respirasi. Selaras dengan Sutopo (2002: 31),
suhu/temperatur merupakan syarat penting yang kedua bagi perkecambahan
benih. Temperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan
bagi berlangsungnya perkecambahan benih. Temperatur optimum bagi
kebanyakan benih tanaman adalah di antar 80-950 F (00-50C). Kondisi yang
menguntungkan akan menghasilkan perkecambahan yang baik, maka perlu
mengetahui jenis tanaman yang cocok digunakan dengan kondisi lingkungan
yang ada.

11
Pada pengamatan ini media tanam yang digunakan adalah kapas.
Alasan kami menggunakan kapas adalah karena kapas memiliki daya serap
yang baik serta dapat mempertahankan kelembaban lebih lama. Sehingga, biji
yang ditanam pada kapas akan lebih cepat tumbuh.

4.3 Diskusi

1. Dalam hal apa saja tampak perbedaan antara kecambah di A dan B?


Khusunya perbedaan angka % dan warna kotil

Jawab : pada gelas A tidak terdapat tanaman yang memiliki kotil


berwarna kuning, sedangkan pada gelas B terdapat kotil yang berwarna
kuning pada hari kedua atau hari pertama dibuka dan pada hari ke 7-13.
Jumlah biji yang tumbuh lebih banyak pada gelas A yaitu 25 biji,
sedangkan pada gelas B hanya 22 biji.

2. Variabel eksperimental apa saja yang ikut menentukan perbedaan ini?


(soal no.1)

Jawab : yaitu pada variabel bebas, dimana pada percobaan ini gelas A dan
gelas B mendapat perlakuan yang berbeda. Dimana gelas A diberi penutup
berupa plastik bening, sedangkan pada gelas B diberi penutup berupa
plastik hitam. Sehingga, gelas A dikatakan ditumbuhkan pada lingkungan
yang terang dan gelas B ditumbuhkan pada lingkungan yang gelap.

3. Dapatkah variabel ini dianggap sebagai penyebab warna kuning dari


kecambah bayam? Beri alasan!

Jawab : ya. Karena penutup pada gelas B yaitu plastik hitam yang
diletakkan diseluruh permukaan wadah, sehingga cahaya tidak bisa
menembus biji pada gelas B.

4. Bandingkan angka persen (%) kecambah kuning dari gelas B di hari


terakhir di tempat gelap dan hari terakhir percobaan. Percobaan apa yang
telah terjadi?

12
Jawab : pada hari terakhir di tempat gelap persentase kecambah yang
berwarna kuning adalah sebesar 66%, sedangkan pada hari terakhir
percobaan persentase kecambah yang berwarna kuning adalah sebesar 0%.
Percobaan yang telah terjadi adalah perlakuan perbedaan intensitas cahaya
pada gelas B ketika di tempat gelap dan gelas B ketika sudah dipindah di
tempat terang. Pada hari terakhir di tempat gelap, gelas B masih ditutup
dengan plastik hitam yang tidak dapat menembus cahaya, sedangkan pada
hari terakhir percobaan, penutup plastik hitam sudah dilepas sehingga
gelas B mendapatkan cahaya.

5. Variabel eksperimental apa yang bekerja di sini (soal no.4)?

Jawab : variabel bebas. Dimana gelas A dan gelas B mendapat


perlakuan yang berbeda. Gelas A diberi penutup berupa plastik bening,
sedangkan pada gelas B diberi penutup berupa plastik hitam.

6. Apakah variabel eksperimental ini dapat dianggap sebagai penyebab


dari warna kuning kecambah? Beri alasan!

Jawab : ya. Karena pada hari terakhir di tempat gelap, gelas B masih
ditutup dengan plastik hitam yang diletakkan diseluruh permukaan wadah,
sehingga cahaya tidak bisa menembus biji pada gelas B. Saat biji tidak
mendapatkan cahaya, maka warna kecambah akan menjadi kuning.

7. Beri ulasan dan alasan, mengapa tidak ada perbedaan warna antara
kecambah dalam gelas A!

Jawab : karena sejak hari pertama percobaan, gelas A mendapatkan cahaya


yang cukup sehingga semua bijinya tumbuh menjadi kecambah berwarna
hijau.

Kesimpulan

8. Adakah data yang mendukung pernyataan “warna kuning kecambah


disebabkan oleh faktor lingkungan”? jika ada, data mana yang dimaksud?

13
Jawab : Ada. Data hari pertama gelas B dibuka, yaitu pada hari ke-3
pengamatan. Karena pada hari pertama gelas B dibuka, kecambah
berwarna kuning total.

Hari Gelas A Gelas

ke B

Hijau Kuning* % % Hijau Kunin % %


g*
Hijau Kuning Hijau Kuning
3 22 0 72,6 0 0 20 0 66

9. Adakah data yang mendukung pernyataan “warna kuning kecambah


tembakau ditentukan secara herediter”? beri alasannya!

Jawab :

Tidak. Penyakit mosaik atau TMV pada tembakau disebabkan karena


adanya virus. Virus mosaik tembakau (bahasa Inggris: Tobacco mosaic
virus, sering disingkat TMV) adalah virus yang menyebabkan penyakit
pada tembakau dan tumbuhan anggota suku terung-terungan (Solanaceae)
lain. Gejala yang ditimbulkan adalah bercak-bercak kuning pada daun
yang menyebar, seperti mosaik. Penyakit ini tidak disebabkan oleh
pewarisan sifat induk ke keturunannya, namun penyakit ini dapat menular.

10. Rumuskan satu pernyataan umum yang didukung oleh semua data yang
Anda peroleh tadi (no. 1-9)!

Jawab : intensitas sinar berpengaruh terhadap warna kecambah. Dimana


kecambah yang ditempatkan di lingkungan yang terang kecambahnya
berwarna hijau, sedangkan kecambah yang ditempatkan di lingkungan
yang gelap kecambahnya berwarna kuning.

14
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari pengamatan yang telah kami lakukan selama 14 hari, dapat


disimpulkan bahwa pengaruh intensitas sinar terhadap warna kecambah pada
tanaman Bayam (Amarantus sp.) dan perbedaan antara biji yang ditanam di
lingkungan terang dan biji yang di tanam di lingkungan yang gelap adalah
pada intensitas kurang cahaya tumbuhan mengalami etiolasi (Suroso, 2013).
Tumbuhan yang diletakkan ditempat gelap akan tumbuh lebih cepat daripada
yang diletakkan di tempat yang terkena cahaya. Akan tetapi tumbuhan
menjadi pucat karena kekurangan klorofil, kurus, dan daun tidak
berkembang. Tumbuhan seperti itu disebut mengalami etiolasi. Dalam
keadaan tidak ada cahaya, auksin merangsang pemanjangan sel-sel sehingga
tumbuh lebih panjang. Sebaliknya, dalam keadaan banyak cahaya auksin
mengalami kerusakan sehingga pertumbuhan tumbuhan terhambat. Cahaya
menyebabkan auksin rusak terdispersi ke sisi gelap. Laju tumbuh memanjang
pada tumbuhan dengan segera berkurang sehingga batang lebih pendek,
namun tumbuhan lebih kokoh, daun berkembang sempurna, dan berwarna
hijau. Selain berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, cahaya dibutuhkan
dalam proses fotosintesis. Tumbuhan yang tidak terkena cahaya tidak dapat
membentuk klorofil sehingga daun menjadi pucat (Silvikutur, 2007:25).

5.2 Saran

Pada saat melakukan pengamatan, praktikan harus teliti dalam


membedakan warna hijau dan kuning pada kecambah karena warnanya
cenderung mirip. Praktikan juga harus menghitung jumlah kecambah pada
setiap gelas per harinya dan juga praktikan harus rutin menyiram kecambah
agar tidak kekeringan dan kemudian mati.

15
DAFTAR PUSTAKA

Amen, 1963 dalam Gardner, dkk, 1991. Gardner, F.P., Pearce, R.B., dan Mitchell,
R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Penerjemah: Herawati Susilo).
Jakarta: UI-Press.

Ariyanto. 2008. Analisis Tata Niaga Sayuran Bayam. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Astawan, Made.2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Campbell, Neil A., and Reece, Jane B. 2000. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman


Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta

Hadisoeganda, A. W. W. 1996. Bayam Sayuran Penyangga Petani di Indonesia.


Monograft No. 4, Bandung

Sahat, S. dan I. M. Hidayat. 1996. Bayam : Sayuran. BPTS, Jakarta.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub
Tropis. Terjemahan. Kerjasama Direktorat Jenderal Rehabiltasi Lahan dan
Perhutanan Sosial dengan Indonesia Forest Seed Project. Jakarta

Silvikultur. 2007. Sumber Cahaya Matahari. Jakarta: Pakar Raya.

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM.


Press: Yogjakarta.

Sudjadi, bagod. 2006. Biologi 1A. Jakarta: Yudhistira

Suroso, 2013. “Ensiklopedia Sains dan Kehidupan”. Tarity Samudra Berlian: Jakarta.

Susantini, dkk, 2020. Petunjuk Praktikum Genetika. Surabaya.

Syamsuri, Istamar.2004. Biologi. Erlangga :Jakarta.

16
LAMPIRAN

A. Laporan Sementara :

Anggota Kelompok 7 PBU 2019 :

1. Muhammad Zahrudin Afnan (19030204001)


2. Lusiana Anggraini (19030204032)
3. Wulida Mamluatul Faza (19030204093)

TABEL HASIL PENGAMATAN

1. M. Zahrudin Afnan

Gelas A Gelas B
Hari
Hijau Kuning* % % Hijau Kuning* % %
ke
Hijau Kuning Hijau Kuning
1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 1 29 3,3 95,7 0 30 0 100

3 3 27 9,9 89,1 1 29 3,3 95,7

4 4 26 13,2 85,8 1 29 3,3 95,7

5 6 24 19,8 79,2 2 28 6,6 92,4

6 8 22 26,4 72,6 3 27 9,9 89,1

7 11 19 36,3 62,7 5 25 16,5 82,5

8 14 16 46,2 52,8 7 23 23,1 75,9

9 17 13 56,1 42,9 9 21 29,7 69,3

10 20 10 66 33 11 19 36,3 62,7

11 23 7 75,9 23,1 0 0 0 0

17
12 26 4 85,8 13,2 0 0 0 0

13 30 0 100 0 0 0 0 0

14 30 0 100 0 0 0 0 0

2. Lusiana Anggraini

Gelas A Gelas B
Hari
Hijau Kuning* % % Hijau Kuning* % %
ke
Hijau Kuning Hijau Kuning
1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 22 0 72,6 0 13 14 42,9 46,2

3 24 0 79,2 0 27 0 89,1 0

4 26 0 85,8 0 27 0 89,1 0

5 26 0 85,8 0 25 0 82,5 0

6 27 0 89,1 0 25 0 82,5 0

7 27 0 89,1 0 25 0 82,5 0

8 27 0 89,1 0 25 0 82,5 0

9 27 0 89,1 0 22 0 72,6 0

10 27 0 89,1 0 22 0 72,6 0

11 27 0 89,1 0 22 0 72,6 0

12 27 0 89,1 0 22 0 72,6 0

13 27 0 89,1 0 22 0 72,6 0

14 27 0 89,1 0 22 0 72,6 0

4. Wulida Mamluatul Faza

18
Gelas A Gelas B
Hari
Hijau Kuning* % % Hijau Kuning* % %
ke
Hijau Kuning Hijau Kuning
1 0 0 0 0 0 0 0 0

2 14 0 46,2 0 - - - -

3 22 0 72,6 0 0 20 0 66

4 22 0 72,6 0 20 0 66 0

5 24 0 79,2 0 21 0 69,3 0

6 23 0 75,9 0 20 0 66 0

7 23 0 75,9 0 18 2 59,4 6,6

8 23 0 75,9 0 17 4 56,1 13,2

9 24 0 79,2 0 17 4 56,1 13,2

10 24 0 79,2 0 18 3 59,4 9,9

11 25 0 82,5 0 18 3 59,4 9,9

12 25 0 82,5 0 19 3 62,7 9,9

13 25 0 82,5 0 21 1 69,3 3,3

14 25 0 82,5 0 21 0 69,3 0

19
B. Hasil Pekerjaan :

Kegiatan Gambar

Saat biji belum


tumbuh sama sekali

Wadah A mulai
tumbuh hari ke-n

Wadah B sudah
tumbuh separuh

20
Penampakan kedua Terang
wadah pada hari
ke-14

Gelap

Melakukan M. Zahrudin Afnan


aktivitas (per
anggota kelompok)

Lusiana Anggraini

21
Wulida Mamluatul Faza

22

Anda mungkin juga menyukai