Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANALISIS AGROEKOSISTEM

“Identifikasi masalah pada Agroekosistem Sawah dan Perencanaan


Penataan Agroekosistem Menuju Pertanian Berkelanjutan”

Oleh:

SRI SULASTRI NINGSIH


D1B118047
AGROTEKNOLOGI-C

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga penulis dapat
merampungkan penyusunan makalah Analisis Agroekosistem dengaan judul "
Identifikasi masalah pada Agroekosistem Sawah dan Perencanaan Penataan
Agroekosistem Menuju Pertanian Berkelanjutan " tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin penulis upayakan dan
didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.
Akhirnya penulis sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana
ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan penulis dapat menginspirasi
para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-
makalah selanjutnya.

Buton, 4 Januari 2021.

Sri Sulastri Ningsih

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTRA ISI..............................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Mengidentifikasi Permasalahan Agroekosistem Sawah...........3
2.1.1. Permasalahan Iklim......................................................3
2.1.2. Permasalahan Pengairan...............................................4
2.1.3. Permasalahan Tanah.....................................................5
2.1.4. Permasalahan Hama Tanaman.....................................6
2.1.5. Permasalahan Penyakit Tanaman.................................7
2.2. Perencanaan Penataan Agroekosistem Menuju Pertanian
Berkelanjutan............................................................................8
2.2.1. Pemilihan Lokasi..........................................................8
2.2.2. Pemilihan Jenis Tanaman.............................................9
2.2.3. Pemilihan Input Teknologi...........................................9
BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan...............................................................................11
3.2. Saran.........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................12

iii
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta pertambahan penduduk


menuntut perlunya penyediaan sumber daya untuk memenuhi konsumsi pangan
dan areal pemukiman. Untuk merealisasikannya perlu tindakan yang bijaksana
agar tidak menimbulkan dampak perubahan terhadap lingkungan. Masalah
lingkungan yang terjadi seperti erosi tanah, longsor, banjir dan kekeringan
merupakan tanda-tanda terancamnya keseimbangan ekosistem. 
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unitbiosistem yang melibatkan
interaksi timbal balik antaraorganisme danlingkungan fisik sehingga aliran energi
menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara
organisme dananorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.
Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan
lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan
lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga mempengaruhi lingkungan fisik
untuk keperluan hidup.
Agroekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara sistem sosial
dengan sistem alam, dalam bentuk aktivitas manusia yang berlangsung untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dalam mengambil manfaat ini
masyarakat dapat mengambil secara langsung dari alam, ataupun terlebih dahulu
mengolah atau memodifikasinya. Jadi suatu agroekosistem sudah mengandung
campur tangan masyarakat yang merubah keseimbangan alam atau ekosistem
untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Pentingnya pengamatan dan
analisis untuk sistem dan perlakuan pertanaman di suatu hamparan lahan untuk
menilai seberapa besar keseimbangan agroekosistem di lahan tersebut. Dengan
mengetahui seberapa besarnya keseimbangan agroekosistem maka akan bisa
menjadi dasar dalam perlakuan selanjutnya, baik dalam pemeliharaan, perawatan

1
dan sebagainya sehingga pertanian yang dikelola dapat terus di budidayakan dan
berkelanjutan baik dari segi ekonomi, sosial maupun budaya.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut maka penting dibuat
makalah tentang identifikasi masalah pada agroekosistem sawah dan perencanaan
penataan agroekosistem menuju pertanian berkelanjutan.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan Masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana mengidentifikasi permasalahan agroekosistem sawah?
2. Bagaimana perencanaan agroekosistem menuju pertanian berkelanjutan?
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi permasalahan agroekosistem
sawah
2. Untuk mengetahui perencanaan agroekosistem menuju pertanian
berkelanjutan

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Mengidentifikasi Permasalahan Agroekosistem Sawah

2.1.1. Permasalahan Iklim

 Iklim merupakan rerata cuaca pada jangka panjang, minimal permusim


atau per periode atau per tahun, dan seterusnya, sedangkan cuaca adalah kondisi
iklim pada suatu waktu berjangka pendek, misalnya harian, mingguan, bulanan
dan maksimal semusim atau seperiode. Faktor iklim sangat terkait dengan suhu,
hujan, kelembaban, sinar matahari dan cuaca. Permasalahan tersebut akan muncul
jika suhu, curah hujan, sinar matahari dan cuaca tidak mendukung terhadap jenis
tanaman tertentu yang akan ditanami petani pada lahan sawah. Sebagai contoh,
jika curah hujan sepanjang tahun penuh maka petani hanya akan menanam
tanaman padi, sedangkan untuk tanaman palawija akan gagal panen jikadipaksa
tanam. Sebaliknya. Jika musim kemarau panjang lahan sawah menjadi kering
sehingga tanaman padi tidak bisa ditanam, sedangkan untuk tanaman palawija
bisa tumbuh dengan baik, tetapi harus tersedia air juga untuk menyiraminya.
Bahkan, jika kondisi iklim yang dicirikan dengan perubahan curah hujan yang
tidak menentu sering membuat petani terjebak dalam kegiatan pertanian sehingga
petani merugi karena gagal panen (Sudrajat, 2018).
Faktor lainnya dari iklim yang sangat menentukan dalam pemanfaatan
lahan sawah adalah suhu, kelembabap, cuaca, dan sinar matahari. Beberapa jenis
tanaman yang ditanam pada lahan sawah sering membutuhkan kelembapan, suhu
tertentu dengan cuaca dan sinar matahari yang cukup sehingga jika tidak sesuai
dengan kondisi tersebut tanaman yang ditanam petani tidak akan tumbuh dengan
baik. Bahkan, hasil produksi dari tanaman tersebut akan sangat rendah sehingga
petani akan rugi jika memaksakan tanaman yang tidak sesuai dengan kondisi
iklim. Oleh karena itu, iklim sebagai salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan dalam pemanfaatan lahan sawah harus benar-benar dapat
diinformasikan dengan baik kepada para petani.
Permasalahan lainnya yang terkait faktor iklim yaitu penyebab munculnya
berbagai macam penyakit tanaman. Banyak kasus karena pengaruh iklim pada

3
musim tanaman tertentu, tanaman petani diserang serangga atau penyakit tanaman
tertentu yang menyebabakan petani menjadi gagal panen. Pengaruh perubahan
iklim juga akan mempersulit petani dalam proses memanen maupun pengiriman
hasil produk karena produk akan cepat rusak. Bahkan, terjadinya hujan sepanjang
tahun yang lebat dapat menyebabkan pengikisan tanah sawah bagian atas yang
subur dan menyebabkan banjir. Lahan sawah yang sering kebanjiran biasanya
lahan sawah yang berada di dataran banjir atau aluvial, bantaran sungai dan
kawasan delta, sedangkan lahan sawah yang sering terkikis tanah lapisan atasnya
berada di daerah perbukitan. Oleh karena itu, agar permaalahan ini tidak menimpa
para petani dalam pemanfaatan lahan sawahnya maka perlu ada langkah-langkah
atau kebijakan dalam pengendalian banjir dan pengikisan lahan (Sudrajat, 2018).
2.1.2. Permasalahan Pengairan

Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan oleh apa
pun juga. Tanpa air seluruh organisme tidak akan dapat hidup. Bagi tumbuhan, air
mempunyai peranan yang penting karena dapat melarutkan dan membawa
makanan yang diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung
dari curah hujan dan curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang
bersangkutan.
Air merupakan faktor lingkungan yang penting, semua organisme hidup
memerlukan kehadiran air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air di sistem bumi
kita ini adalah terbatas dan dapat berubah-ubah akibat proses sirkulasinya.
Pengeringan bumi sulit untuk terjadi akibat adanya siklus melalui hujan, aliran air,
transpirasi dan evaporasi yang berlangsung secara terus menerus. Bagi tumbuhan
air adalah penting karena dapat langsung mempengaruhi kehidupannya. Bahkan
air sebagai bagian dari faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perubahan struktur dan organ tumbuhan.
Air merupakan faktor utama yang harus ada dalam pemanfaatan lahan
sawah karena setiap tanaman,baik pada awal pertumbuhan maupun selama
pertumbuhan akan selalu membutuhkan air. Bahkan untuk tanaman padi,
kebuuhan air sejak pengolahan lahan sampai lahan siap ditanami sangat
membutuhkan banyak air. Namun ada juga saat pengolahan lahan sawah tidak

4
membutuhan air banyak seperti dalam penyiapan lahan yang berupa petak-petak
yang siap ditanami jagung, cabai, kacang-kacangan dan lain-lain (Sudrajat, 2018).
Walaupun ketersediaan air sangat penting dalam pemanfaatan lahan
sawah, tetapi tidak semua lahan sawah memiliki ketersedian air yang sama. Ada
lahan sawah yang sumber airnya berasal dari air hujan, tetapi ada juga lahan
sawah yang sumber airnya berasal dari mata air, air tanah yang dipompa dan lain
sebagainya. Lahan sawah yang sumber air nya melimpah sepanjang tahun
dicirikan dengan aktivitas pertanian yang sangat intensif dengan komoditas
tanaman padi. Bahkan dalam lahan sawah ini padi dapat ditanam tiga kali dalam
setahun. Kegiatan pertanian dicirikan komoditasnya berupa padi dan palawija.
Sebaliknya, pada daerah yang sumber airnya terbatas dan hanya mengandalkan air
hujan saja kegiatan pertanian dicirikan terbatas pada saat musim hujan dengan
komoditasnya berupa padi hanya satu kali panen. Fenomena ini menggambarkan
bahwa air merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi petani dalam
memanfaatkan lahan sawah (Sudrajat, 2018).
2.1.3. Permasalahan Tanah

Lahan atau tanah merupakan sumber daya alam utama dalam kegiatan
budidaya pertanian dalam arti luas. Selain ketersediaannya secara kuantitas, setiap
jenis tanaman juga menghendaki kondisi kualitas lahan yang tertentu. Kebutuhan
kualitas lahan tertentu tersebut yang dinamakan sebagai kelas kesesuaian lahan,
adalah indikator untuk menunjukkan daya dukung lahan di suatu wilayah dalam
mendukung pngembangan dan produksi komoditas tertentu. Budidaya tanaman
padi umumnya dilakukan di sawah, tetapi ketersediaan lahan sawah fungsional
relatif lebih kecil dibandingkan dengan lahan kering atau ladang. Terlebih lagi,
jika irigasi menjadi prasyarat untuk operasional budidaya tanaman padi sawah,
maka luas sawah relatif terbatas dan sulit dikembangkan.
Kualitas tanah yang ada pada lahan sawah sangat ditentukan oleh tekstur,
struktur, kandungan bahan organik, pori-pori atau porositasnya. Kualitas tanah
disamping menentukaan produktivitas tanaman yang ditanam pada lahan sawah,
juga akan menentukan penyebaran tanamannya kerena tanaman akan tumbuh dan
berkembang sesuai dengan jenis tanah tertentu. Sebagai contoh, tanaman padi

5
akan tumbuh dengan baik pada jenis tanah lempung berpasir yang subur dan pada
daerah tertentu. Namun demikian, karena penyebaran kualitas dan jenis tanah
tidak merata di seluruh wilayah maka untuk mendapatkan hasil yang baik dari
jenis tanaman yang akan ditanam pada lahan sawah harus berpeoman pada tingkat
kesesuaian lahannya (Sudrajat, 2018).
Aspek fisik lainnya yang sering menyebabkan munculnya permasalahan
dalam pemanfaatan lahan sawah adalah faktor topografi. Hal ini terjadi karena
faktor topografi sering berkaitan dengan kemudahan petani dalam mengolah lahan
sawah, menerapkan teknologi modern, pemeliharaan lahan sawah maupun dalam
pemilihan jenis komoditas yang akan diusahakan. Petani yang memiliki lahan
sawah dengan topografi landai atau datar akan lebih mudah dalam mengolah dan
merawat lahan dan akan terhindar dari kemungkinan terjadinya longsor dan erosi
tanah. Namun demikian, ancaman banjir pada daerah datar atau landai sering tidak
bisa dihindari sehingga ketika air sungai meluap akibat hujan deras, lahan sawah
sering kebanjiran (Sudrajat, 2018).
Sebaliknya lahan sawah yang berada di daerah dengan topografi
bergelombang atau berbukit akan mengalami kesulitan dalam pengolahan lahan
dan penggunaan teknologi traktor. Hal ini terjadi karena bila pengolahan lahan
sawah terlalu gembur dapat menyebabkan kesuburan lahan menurun karena
terbawa aliran air yang lebih cepat mengalir diantara petakan sawah dan jika
menggunakan teknologi traktor akan merusak terasering. Permasalahan lainnya
dengan lahan sawah dan berbukit-bukit yaitu terkait dengan longsor dan erosi
tanah. Longsor maupun erosi pada daerah berbukit akan memiliki peluang yang
lebih tinggi sehingga merusak lahan sawah akan lebih besar. Demikian juga, jika
tanah terlalu sering digemburkan maka tanah bagian atas yang subur akan cepat
hilang sehingga tanah menjadi tidak subur (Sudrajat, 2018).
2.1.4. Permasalahan Hama Tanaman

Permasalahan hama umumnya berkaitan dengan iklim. Banyak kasus


karena pengaruh iklim pada musim tanaman tertentu. Tanaman petani diserang
serangga atau penyakit tertentu yang menyebabkan petani menjadi gagal panen.
Salah satu jenis hama yang sering menyerang tanaman petani karena pengaruh

6
iklim diantaranya hama wereng dapat menyerang tanaman pada saat curah hujan
tinggi sepanjang tahun, atau belalang dapat menyerang tanaman palawija pada
musim kemarau dan lain sebagainya. Bahkan,banyak kasus juga setelah kemarau
panjang, yaitu serangan hama tikus melanda beberapa daerah karena dimusim
kemarau panjang tidak ada makanan di lahan sawah karena petani tidak mengolah
lahannya (Sudrajat, 2018).
Hama-hama pada tanaman padi sawah yaitu penggerek batang padi putih
(Scirpophaga innotata), penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis),
hama putih (Nymphula depunctalis), penggerek batang padi ungu (Sesamia
inferens), wereng coklat (Nephotettix virescens), wereng hijau (Nilaparvata
lugens), walang sangit (Leptocorisa acuta), kepik hitam (Pareaucosmetus sp.),
bubuk beras (Sitophilus oryzae), keong emas (Pomacea caniculata), hama burung
padi sawah (Passer spp.), dan hama tikus padi sawah (Ratus argentiventer)
(Manueke et al., 2017).
2.1.5. Permasalahan Penyakit Tanaman

Melindungi tanaman padi dari gangguan penyakit merupakan usaha yang


tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan ekosistem pertanian padi. Produksi padi
berperan penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan
kesejahteraan, sehingga kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman
harus ditingkatkan dalam sistem produksi (Prasetyo, 2015) dalam (Nuryanto,
2018). Pengendalian penyakit tanaman dengan konsep pengelolaan komponen
epidemik idealnya berpangkal pada prinsip keseimbangan lingkungan. Usaha
pengendalian penyakit tanaman padi tidak terlepas dari kegiatan manusia dalam
memanipulasi komponen lingkungan yang mempengaruhi perkembangan
penyakit itu sendiri. Komponen lingkungan tersebut diharapkan mempunyai
pengaruh yang selaras dan berlangsung secara terpadu dalam menekan
perkembangan penyakit (Nuryanto, 2018).
Di Indonesia, penyakit penting tanaman padi ialah hawar daun bakteri
(Xanthomonas campestris pv. oryzae), penyakit tungro (virus tungro), bercak
daun pyricularia (Pyricularia grisea), busuk batang (Helminthosporium
sigmoideun), hawar pelepah daun (Rhizoctonia solani Kuhn), kerdil hampa (Reget

7
stunt) dan kerdil rumput (Grassy stunt) (Semangun 2008) dalam (Nuryanto,
2018). Kehilangan hasil padi akibat gangguan hawar daun 24%. Pada tahun 2010,
penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput mewabah dan menyebabkan gagal panen
di beberapa sentra penghasil padi, penyakit blaspadi di Pulau Jawa. Pada periode
1997 merusak 13.499 hektar tanaman padi sawah, 402 hektar di antaranya puso.
Penyakit hawar pelepah berkembang di sentra produksi padi yang intensif
(Nuryanto, 2018)
Teknik pengendalian seperti ini dapat diimplementasikan melalui
pemilihan varietas penggunaan bibit bermutu, pengaturan pengairan tanaman, dan
tanam serempak dengan menerapkan teknik budi daya yang tepat. Pengendalian
hama dan penyakit tanaman padi melalui pengelolaan komponen epidemik tidak
hanya sebagai teknik pengendalian tetapi dapat pula dikembangkan menjadi
konsep penyelesaian masalah penyakit tanaman dengan memperhatikan
keseimbangan ekosistem. Penyakit tanaman yang berkembang di alam merupakan
interaksi antara patogen penyebab penyakit dengan tanaman inang dan lingkungan
(Nuryanto, 2018)

2.2. Perencanaan Penataan Agroekosistem Menuju Pertanian Berkelanjutan

2.2.1. Pemilihan Lokasi

Agar pertanian dapat berjalan secara berkelanjutan, maka praktek usaha


dalam sektor pertanian harus memperhatikan daya dukung dan kesesuaian lahan
untuk komoditi yang akan diusahakan, supaya lahan tidak cepat terdegradasi.
Untuk itu perlu manajement yang spesifik dengan memperhatikan karakteristik
lahannya.
Pertanian berkelanjutan merupakan suatu tantangan dalam dunia pertanian,
yang menuntut petani untuk memiliki perilaku usahatani yang berbeda dan lebih
baik terutama untuk aspek lingkungan. Pertanian berkelanjutan ini umumnya
didasarkan pada 1.Lahan dikonversi selama 2 tahun, 2. Lahan terpisah jauh dari
lahan non organik lainnya, 3. Lahan tidak digunakan lagi untuk penanaman non
organik, 4. Sumber air yang bebas dari kontaminasi bahan kimia, 5. Pupuk yang

8
digunakan hanyalah pupuk organik, 6. Benih yang digunakan berasal dari
tanaman organik, 7. Pengendalian hama penyakit dilakukana dengan pencegahan
serta 8. Pasca panen tidak menggunakan bahan yang berbahaya (Charina et al.,
2018).
Pemilihan lokasi pertanian penting untuk memperhatikan keseimbangan
unsur alamnya seperti unsur pengairan, cara pengolahan lahan, maupun aspek
sosial budaya penduduknya yang menggerap lahan. Contohnya penempatan lokasi
pertanian (lahan basah) selalu berada di dekat sumber air untuk mendukung
pertumbuhan tanamannya (Yani dan Mamat, 2007).

2.2.2. Pemilihan Jenis Tanaman

Pemilihan komoditi yang akan diusahakan dalam usaha tani harus berdasar
pada kesesuaian lahan. Faktor yang paling menentukan dalam kesesuaian lahan
untuk komoditi pertanian yaitu iklim, terutama curah hujan dan ketinggian tempat
diatas permukaan air laut, disamping sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanahnya.
(Sudrajat, 2018). Dimana pada bulan Januari-April (bulan basah)dapat menanam
tanaman padi sedangkan pada bulan Mei-Juli (bulan kering) dapat dilakukan
penanaman jagung atau tanaman palawija lainnya.
Pemilihan jenis tanaman juga berhubungan dengan kualitas tanaman yang
digunakan. Apabila bibit yang digunakan ternyata memiliki kualitas buruk, maka
hasil panen padi tidak berkualitas dan nilai jualnya pun ikut rendah. Untuk
mendapatkan bibit padi yang berkualitas bisa dilakukan dengan merendam bibit
padi. Rendam bibit padi tersebut selama 2 jam kemudian pindahkan di atas kain.
Apabila jumlah padi yang berkecambah lebih dari 90% itu artinya bibit padi
memiliki kualitas bagus.
2.2.3. Pemilihan Input Teknologi

Pergeseran paradigma dan pendekatan dalam pembangunan pertanian yang


dikemukakan sebelumnya bukan hanya wacana pembangunan yang didiskusikan
namun harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab
serta melalui kerja kelas dari seluruh pelaku pembangunan pertanian. Dalam
konteks penciptaan teknologi tepat guna pun harus dilakukan dengan paradigma

9
yang sama. Teknologi tepat guna adalah inovasi-inovasi yang memenuhi kriteria
yaitu: (1) Secara teknis teknologi tersebut dapat diterapkan oleh pengguna, (2)
Secara ekonomi memberi nilai tambah dan insentif yang memadai, (3) Secara
sosial-budaya dapat diterima oleh masyarakat, dan (4) Teknologi tersebut ramah
lingkungan (Adnyana, 2001).
Keragaman agroekosistem wilayah Indonesia yang begitu besar
memerlukan teknologi yang bersifat spesifik lokasi. Misalnya lahan sawah yang
berada di daerah dengan topografi bergelombang atau berbukit akan mengalami
kesulitan dalam pengolahan lahan dan penggunaan teknologi traktor sebaliknya
petani yang memiliki lahan sawah dengan topografi landai atau datar akan lebih
mudah dalam mengolah lahan menggunakan traktor. Suksesnya implementasi
teknologi penggunaan lahan juga tergantung pada kemampuan seseorang dalam
mensinkronkan secara tepat pilihan teknologi dengan kondisi biofisik setempat
dan latar belakang budaya petani (Sudrajat, 2018). Dalam proses perakitan
teknologi tersebut melibatkan masyarakat setempat mulai dari proses
perencanaan, implementasi dan monitoring serta evaluasi hasil penelitan dan
pengkajian. Dengan demikian, peluang keberlanjutan penerapan teknologi
tersebut oleh pengguna menjadi Iebih besar (Adnyana, 2001). Inovasi teknologi
budidaya tanaman ramah lingkungan yang berkelanjutan secara sosial harus dapat
menjamin keberlanjutan pertanian mendatang.

10
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa


agroekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara sistem sosial dengan sistem
alam, dalam bentuk aktivitas manusia yang berlangsung untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Permasalahan yang sering dihadapi dalam
ekosistem sawah yaitu iklim. Faktor iklim sangat terkait dengan suhu, curah
hujan, kelembaban, sinar matahari dan cuaca. Permasalahan akan muncul jika
suhu, curah hujan, sinar matahari dan cuaca tidak mendukung terhadap jenis
tanaman yang akan ditanami petani pada lahan sawah. Permasalahan lainnya yang
sering dihadapi dalam budadaya tanaman di sawah yaitu pengairan, permasalahan
tanah, hama dan penyakit tanaman. Untuk dapat melakukan perencanaan penataan
agroekosistem menuju pertanian berkelanjutan selain mengindentifikasi
permasalahan yang sering terjadi di ekosistem sawah juga penting untuk
memperhatikan penataan agroekosistem lahan sawah diantaranya pemilihan
lokasi, pemilihan jenis yang sesuai dan juga input teknologi yang digunakan.
3.2. Saran

Saran saya pada makalah ini yaitu untuk mencapai pertanian yang
berkelanjutan sebaiknya memperhatikan aspek-aspek penataan perencanaan
agroekosistem dan dapat mengatasi/menemukan solusi dari permasalahan
agroekosistem sawah.

11
DAFTAR PUTAKA

Adnyana MO. 2001. Pengembangan Sistem Pertanian Berkelanjutan. FAE. 19(2):


38-49.

Charina A, Rani ABK, Agriani HS, Yosini D. 2018. Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Petani dalam Menerapkan Standar Operasional Prosedur
(SOP) Sistem Pertanian Organik di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal
Penyuluhan. 14(1): 68-78.

Manueke J, Berty HA, Evangeline AP. 2017. Hama-Hama Pada Tanaman Padi
Sawah (Oryza Sativa L.) Di Kelurahan Makalonsow Kecamatan Tondano
Timur Kabupaten Minahasa. Eugenia. 23(3): 120-127.

Nuryanto B. 2018. Pengendalian Penyakit Tanaman Padi Berwawasan


Lingkungan melalui Pengelolaan Komponen Epidemik. Jurnal Litbang
Pertanian. 37(1):1-12.

Rendy. 2012. Makalah ekosistem sawah dan tegalan.


https://biologirendy.blogspot.com/2016/04/makalah-ekosistem-sawah-dan-
tegalan.html. Akses: 4 Januari 2020.

Sudrajat. 2018. Mengenal lahan sawah dan memahami multifungsinya bagi


manusia dan lingkungan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Suyadi. 2020. Jelai (coix lacryma-jobi L.) Bahan Pangan Pokok Alternatif dan
Fungsional. Yogyakarta. Deepublish.

Yani A dan Maman R. 2007. Geografi Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung.


Grafindo Media Pratama.

12

Anda mungkin juga menyukai