Anda di halaman 1dari 17

TANAMAN BELUM MENGHASILKAN (TBM) KELAPA SAWIT

JURNAL

OLEH
NICO ANDREAS
210308048
TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

LABORATORIUM TANAMAN PERKEBUNAN


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
TANAMAN BELUM MENGHASILKAN (TBM) KELAPA SAWIT

JURNAL

OLEH
NICO ANDREAS
210308048
TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

Jurnal sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian di
Laboratorium Tanaman Perkebunan Program Studi Teknik Pertanian & Biosistem
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

LABORATORIUM TANAMAN PERKEBUNAN


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022

ii
Judul : Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Kelapa Sawit
Nama : Nico Andreas
Nim : 210308048
Program Studi : Teknik Pertanian dan Biosistem B

Diketahui Oleh
Dosen Penanggung Jawab Laboratorium

(Dr.Ir. Charloq M.P.)


NIP: 196111091986012001

Diketahui Oleh:
Asisten Korektor I

(Khairunisa)
NIM : 180301062

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT. Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini
tepat pada waktunya.

Adapun judul dari laporan ini adalah “Tanaman Belum Menghasilkan (Tbm)
Kelapa Sawit” yang merupakan salah satu syarat untuk memenuhi komponen
penilaian di Laboratorium Tanaman Perkebunan Program Studi Teknik Pertanian
& Biosistem Fakultas Pertanian Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dr.Ir. Charloq M.P. selaku dosen penanggung jawab Laboratorium Tanaman
Perkebunan serta kakak dan abang asisten Laboratorium Perkebunan yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih

Medan, 12 Oktober 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... .v

PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan Praktikum ........................................................................................ 2
Kegunaan Penulisan .................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh pupuk pada TBM ......................................................................... 3
Penyakit pada TBM...................................................................................... 4
Faktor penghambat TBM ............................................................................. 4

BAHAN DAN METODE


Waktu Praktikum .......................................................................................... 6
Alat dan Bahan .............................................................................................. 6
Metode Praktikum ......................................................................................... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil .............................................................................................................. 7
Pembahasan ................................................................................................... 8

KESIMPULAN...................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 11

LAMPIRAN ........................................................................................................... 12

v
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan komoditas tanaman
perkebunan unggulan di Indonesia. Prospek pengembangan tanaman kelapa sawit
di Indonesia ini masih tinggi. Tanaman ini merupakan salah satu penghasil devisa
non migas terbesar bagi negara kita. Pada sektor perkebunan, kelapa sawit
merupakan komoditas ekspor yang berperan penting dalam pembangunan
perekonomian negara. Volume ekspor minyak kelapa sawit menunjukan data yang
terus meningkat setiap tahunnya. Ekspor minyak kelapa sawit pada tahun 2015
mencapai 28,276,871 ton dengan nilai US$ 16,943,095 dan pada tahun 2016
mengalami peningkatan dengan volume ekspor 25,276,426 ton dengan nilai
US$ 16,020,548 (Ditjenbun, 2017).
Untuk memenuhi kebutuhan akan unsur hara dalam jumlah yang besar
seperti unsur nitrogen, fosfor, dan kalium, dalam hal ini nitrogen adalah unsur yang
dapat di serap secara langsung oleh tanaman tanpa melalui akar yang nantinya dapat
dijadi percobaan untuk pengaplikasian pemupukan melalui ketiak pelepah kelapa
sawit. Sebelum dilakukan pengaplikasian dengan memanfaatkan metode
pemupukan melalui ketiak pelepah, banyak aspek-aspek yang harus
dipertimbangkan salah satunya adalah keberadaan bahan organik yang ada pada
ketiak pelepah kelapa sawit, Tanaman kelapa sawit memiliki dua fase dimana fase
yang pertaman fase tanaman belum menghasilkan (TBM) yang merupakan tanaman
yang dipelihara sejak bulan penanaman pertama sampai dipanen pada umur 30-36
bulan. (Noor, dkk., 2012).
Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 8.91 juta hektar (ha),
dengan rincian luas areal perkebunan swasta 4.65 juta ha (52.22%), perkebunan
rakyat 3.62 juta ha (40.63%) dan perkebunan negara 0.64 juta ha (7.15%)
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011). Produktivitas rataan nasional CPO
Indonesia adalah 2.7 ton ha-1, dengan rincian produktivitas perkebunan swasta,
perkebunan rakyat dan perkebunan negara masing-masing adalah 2.6, 2.4, dan
3.1 ton ha-1 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011). Produktivitas CPO
rendah karena rendahnya tingkat produktivitas perkebunan rakyat, sedangkan
luas arealnya mencapai 40.63% dari luas perkebunan kelapa sawit Indonesia.

1
Perkebunan rakyat sebagian besar belum mengunakan benih yang bersertifikat
dan pemberian input pupuk yang rendah. Upaya yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas adalah dengan pemupukan sesuai kebutuhan
tanaman dan karakteristik wilayah (Siallagan, dkk., 2014).
Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang
besar untuk mencapai produktivitas 30 ton tandan buah segar (TBS) ha-1
tahun-1 (Ng et al., 2011). Pupuk majemuk merupakan salah satu alternatif
untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Tanaman kelapa
sawit pada umur satu tahun (TBM) menghendaki kondisi lingkungan optimal
dan belum beradaptasi dengan baik sehingga memerlukan ketersediaan hara yang
lengkap. Pupuk majemuk mempunyai kelarutan yang lambat (slow release)
sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efeisiensi pemupukan (Siallagan,
dkk., 2014).
Upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman sorgum di sela tanaman
kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) perlu adanya pemberian bahan organik.
pengguanaan bahan organik dapat membentuk struktur tanah yang lebih stabil.
Limbah hasil produksi kelapa sawit merupakan jenis bahan organik yang telah
banyak digunakan dalam bidang pertanian (Widodo et al., 2018)
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemeliharaan terhadap pertumbuhan dan perkembangan Tanaman Belum
Menghasilkan (TBM) pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq).
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memenuhi komponen penilaian praktikum di Laboratorium Tanaman
Perkebunan Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang
membutuhkan.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh pupuk pada TBM


Ruang terbuka antar kelapa sawit pada TBM, selain ditanami LCC, dapat
juga ditanami tanaman sela, sehingga dalam areal yang sama ditanami lebih dari
satu jenis tanaman, pola tanam ini dikenal dengan istilah tumpeng sari.Tanaman
sela digunakan sebagai pengganti tanaman penutup tanah (Manurung dkk., 2015)
dan dapat memberikan nilai tambah yang menguntungkan (Armaini dkk., 2012).
Adanya tanaman sela pada pola tanam tumpeng sari dapat menjadi
sumber penghasilan selama tanaman kelapa sawit belum menghasilkan pendapatan
lahan kelapa sawit adalah ubi kayu, jagung, padi, dan tanaman lainnya. Salah satu
tanaman yang dapat ditanam di bawah tegakan sawit TBM I adalah tanaman cabai
yang memiliki sistem perakaran dangkal. Cabai merupakan salah satu komoditas
pertanian yang penting dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Cabai memiliki
aroma, rasa dan warna yang spesifik, sehingga banyak digunakan oleh
masyarakat sebagai rempah dan bumbu masakan. Seiring denganbertambahnya
penduduk, kebutuhan cabai diIndonesia pun semakin meningkat (Soelaimandan
Ernawati, 2013).
Seiring dengan permintaan cabai yang terus meningkat, penanaman cabai
pada tegakan sawit belum menghasilkan merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk memenuhi permintaan, juga sebagai sarana optimalisasi lahan.
Terkait dengan pemanfaatan lahan tersebut, permasalahan yang umum dihadapi
pada perkebunan sawit adalah rendahnya kesuburan tanah, baik fisik, kimia
maupun biologi, sehingga agar penanaman tanaman sela menghasilkan manfaat
yang optimal, maka perlu dilakukan perbaikan kesuburan tanah, antara lain melalui
pemupukan, diantaranya dengan pemberian pupuk hayati. (Suherman, 2018).
Selain pupuk hayati faktor lain yang dapat meningkatkan produksi tanaman
cabai adalah penggunaan bahan tanam yang baik. Menurut Hayati dkk. (2012),
bahan tanam akan berkaitan dengan faktor internal dimana perangsang pertum-
buhan tanaman dikendalikan oleh faktor genetik, sementara unsur eksternal seperti
iklim, tanah dan biologi seperti hama, penyakit, gulma, serta pesaing hara akan
mempengaruhi pertumbuhan dan hasilnya. (Suherman, 2018).

3
Penyakit pada TBM
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) adalah salah satu jenis tanaman dari
famili Arecaceae yang menghasilkan minyak nabati yang dapat dimakan (edible
oil). Saat ini, kelapa sawit sangat diminati untuk dikelola dan ditanam. Daya tarik
penanaman kelapa sawit masih merupakan andalan sumber minyak nabati dan
bahan agro industri (Sukamto, 2008). Budidaya tanaman kelapa sawit pada saat ini
mengalami masalah yang cukup sulit yaitu adanya gangguan hama dan penyakit.
Hama utama yang menyerang kelapa sawit dan sangat merugikan khususnya diareal
tanaman ulang yaitu hama kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) (Azhari, 2013).
Serangan kumbang tanduk (O. rhinoceros) cukup membahayakan pada
tanaman belum menghasilkan karena jika sampai mengenai titik tumbuhnya maka
akan muncul penyakit busuk dan menyebabkan kematian pada tanaman Kelapa
Sawit tersebut. Kumbang Tanduk banyak menimbulkan kerusakan pada areal TBM
yang baru ditanam hingga berumur 2-3 tahun. Kumbang dewasa (imago) masuk
kedaerah titik tumbuh (pupus) dengan membuat lubang pada pangkal pelepah daun
muda yang masih lunak (Parinduri, 2020).
Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit selain keterbatasan lahan yang tersedia
juga adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), khususnya hama.
Meningkatnya pemakaian lahan secara besar-besaran untuk penanaman kelapa
sawit menambah jumlah lahan monokultur yang menguntungkan bagi Oryces
rhinoceros. Hal tersebut terjadi karena pakan terus menerus tersedia sehingga
menunjang keberlangsungan hidup hama (Siahaan, dkk., 2014).
Faktor Penghambat TBM
Dalam budidaya kelapa sawit, salah satu faktor yang menghambat
pertumbuhan kelapa sawit adalah yaitu gulma. Dalam usaha perkebunan,
keberadaan gulma menjadi masalah karena membutuhkan biaya, tenaga, dan waktu
yang terus menerus untuk mengendalikannya (Sebayang, 2005). Pengendalian
gulma tergantung pada keadaan tanaman, tujuan penanaman, dan biaya. Berbagai
jenis teknik pengendalian bisa dilakukan mulai dari secara mekanis, kultur teknis,
biologis, preventif, terpadu, sampai pengendalian secara kimiawi. Dari berbagai
teknik yang bisa dilakukan, pengendalian secara kimiawi merupakan praktik yang
paling luas diterapkan di perkebunan kelapa sawit karena memberikan efektivitas

4
yang tinggi dan hasilnya lebih menguntungkan atau terstandarisasi (Khasanah, dkk.,
2015).

5
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Praktikum


Adapun praktikum ini dilakukan di Jalan Lubuk Kuda no. 7EE , Kecamatan
Medan Perjuangan , Kota Medan , Prov. Sumatera Utara yang dilaksanakan secara
virtual dengan menggunakan aplikasi Google Meet pada hari jumat 14 Oktober
2022 Pukul 14.00 sampai dengan 15.40 WIB.

Alat dan Bahan Praktikum :


Alat Bahan
Polibag ukuran 10 kg Bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq) 6 bibit prenursery/orang
Jangka sorong untuk mengukur diameter
batang (mm) Air

Penggaris plastik/meteran kain untuk Fungisida Antracol b.a. (a.i) / DithaneM-


mengukur tinggitanaman (cm) 45 b.a. (a.i)

Buku untuk mencatat data Insektisida Decis

Stik icecream

HP untuk memfoto tanaman Tanah Topsoil yg sudah dibersihkan

Handsprayer 2 (untuk insectisida & Pupuk NPKMg (15:15:6:4)


fungisida)

Prosedur Praktikum
Adapun prosedur penelitian dilakukan secara virtual yaitu dengan
mengumpulkan data dan gambar dari internet kemudian dibuat ke dalam jurnal.

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
No Gambar Keterangan

1 TBM 0
Menyatakan keadaan lahan sudah
selesai dibuka, ditanami kacangan
penutup tanah dan kelapa sawit sudah
ditanam pada tiap titik panjang.

2 TBM 1
Tanaman pada tahun ke I (0-12 bulan)

3 TBM 2
Tanaman pada tahun ke II (13-24
bulan)

4 TBM 3
Tanaman pada tahun ke III (25-30
atau 36 bulan)

7
5 Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit yang disebabkan oleh
jamur Ganoderma boninense Pat
sering dijumpai di TBM.

6 Kastrasi
Kastrasi dilakukan pada tanaman
yang mengeluarkan bunga yang
buahnya belum memenuhi syarat
untuk pertumbuhan tanaman kerdil.

7 Gawangan dan Piringan


Penyiangan dilakukan dengan
menyingkirkan semua jenis
tumbuhan dari permukaan tanah
selebar piringan yang telah
ditentukan.

Pembahasan
Untuk mencapai produktivitas yang maksimum, kerapatan tanaman sesuai
standar dengan pohon yang sehat harus dicapai pada bulan ke 12 setelah penanaman.
Sensus pada TBM 1 dengan penyisipan menjadi prioritas utama. Dari bulan ke 14
hingga ke 23, sensus tanaman non produktif memastikan pohon yang harus
dibongkar dan disisip pada bulan ke 26. Kedua kegiatan tersebut bertujuan untuk
memastikan pohon-pohon yang ada di lapangan adalah pohon produktif. ( Ma’ruf,
2018)
Kegiatan penyisipan tanaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang
telah mati, hilang atau kemungkinan besar tanaman tidak akan berproduksi optimal.

8
Kedua kegiatan sensus dan penyisipan bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman
yang ada di lapangan adalah tanaman produktif. Pelaksanaan penyisipan tanaman
yaitu 3 tanam, sehingga dimungkinkan terjadinya keseragaman panen. Frekuensi
waktu penyisipan tanaman dilakukan dengan ketentuan 2 rotasi per tahun selama
18 bulan sejak tanam.
Cara penyisipan tanaman yaitu tanaman yang mati dicabut dan
ditempatkan dalam gawangan. Kemudian penyisipan tanaman dilakukan dengan
diawali pembuatan titik tanam. Penanaman dilakukan dengan mengikuti prosedur
biasa, kecuali bibit yang digunakan bibit yang lebih besar (umur ≥ 12 bulan)
sehingga dimungkinkan dilakukan pemotongan pelepah bibit. Pupuk pada saat
penyisipan tanaman, diberikan sebanyak 1,5 kali dosis pupuk per lubang dari pada
penanaman awal.
Pemeliharaan yakni dengan melakukan pengendalian gulma di kebun
kelapa sawit dilakukan pada areal piringan (lingkaran batang) dan gawangan.
Pemeliharaan piringan dan gawangan bertujuan antara lain untuk mengurangi
kompetisi gulma terhadap tanaman dalam penyerapan unsur hara, air, dan sinar
matahari dan mempermudah pekerja untuk melakukan pemupukan dan kontrol di
lapangan. Disamping itu harus dijaga supaya intensitas pengendalian gulma jangan
berlebihan hingga berdampak menggundulkan permukaan tanah yang
menjadikannya rawan terkena erosi.
Tanaman kelapa sawit mulai mengeluarkan bunga setelah berumur 9
bulan, tergantung pertumbuhannya. Pada saat tersebut, bunga yang dihasilkan
masih belum membentuk buah sempurna sampai tanaman berumur sekitar 24 bulan
sehingga tidak ekonomis untuk diolah. Oleh sebab itu, semua bunga maupun buah
yang keluar sampai dengan umur 24 bulan perlu dibuang. Biasanya dilakukan pada
umur 18 bulan sejak tanam di lapangan sampai dengan yang ke bulan 26 stop
kastrasi. Kastrasi merupakan pekerjaan membuang bunga pada tanaman belum
menghasilkan sampai dengan umur 25 bulan setelah ditanam di lapangan.

9
KESIMPULAN
1. Pemeliharaan TBM adalah untuk mendapatkan pertumbuhan yang seragam
dan berproduksi tinggi.
2. Terdapat dua fase pada pemeliharaan tanaman kelapa sawit yaitu Tanaman
Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM).
3. Pokok sawit yang telah dikastrasi cenderung lebih kuat dan seragam dalam
pertumbuhannya.
4. Penyisipan bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang ada di
lapangan adalah tanaman produktif.
5. Pemeliharaan piringan dan gawangan bertujuan antara lain untuk
mengurangi kompetisi gulma terhadap tanaman

10
DAFTAR PUSTAKA

Armaini., Ariani, E., Yoseva, S., Anom, E. 2012. Optimalisasi produksi kedelai
[Glysinemax (L)Merril] pada kebun kelapa sawit di lahan gambut
dengan aplikasi beberapa komposisi pupuk dan pembenahan tanah.
J.Agrotek. TropVol.1(2) : 11-15.
Dirjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). 2016. Statistika Perkebunan Indonesia
2015–2017 Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan,
Departemen Pertanian. Halaman: 69.
Khasanah, N. H. 2015. Efikasi Herbisida Metil Metsulfuron Terhadap Gulma pada
Pertanaman Kelapa Sawit (Elaesis guinensis Jacq.) yang Belum
Menghasilkan (TBM) Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 15 (1): 1-7.
Ma’ruf, A. 2018. Pemeliharaan Tanaman. Research Gate. Halaman :5 – 10.
Noor, J., A. Fatah, Marhannudin. 2012. Pengaruh macam dan dosis pupuk NPK
majemuk terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq). Media Sains. 4:48-53.
Siahaan,I dan Syahnen. 2012. Jurnal Penelitian Mengapa O.rhinoceros menjadi
hama kelapa sawit. Laboraturium lapangan Balai Besar Perbenihan
dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBBPTP). Medan. Halaman: 4.
Siallagan, I., dkk. 2014. Optimasi Dosis Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada
Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan. J. Agron. Indonesia. 42
(2) :166 - 172.
Soelaiman, V., Ernawati, A. 2013. Pertumbuhan dan perkembangan cabai
keriting(Capsicum annuum l.) secara in vitro pada beberapa konsetrasi
BAP dan IAA. Bul.Aghorti. 1 (1) : 62-66.
Suherman, C., dkk. 2018. Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai(CapsicumSp.)yang
diberi pupukhayati pada pertanaman kelapa sawit (Elaeis guineensisJacq.)
TBM I. Jurnal Kultivasi. 17 (2) : 649.
Parinduri, S., dkk. 2020. Perbandingan Efektifitas Ferotrap, Light Trap dan
Ferolight Trap Terhadap Oryctes Rhinoceros pada Tanaman Belum
Menghasilkan Kelapa Sawit di Kebun Padang Brahrang Afdeling I Pt.
Langkat Nusantara Kepong. Jurnal Universitas Muhammadiyah Tapanuli
Selatan. 5 (1) :12 - 13.
Widodo KH, Kusuma Z. 2018. Pengaruh Kompos Terhadap Sifat Fisik Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol. Jurnal Tanah dan Sumber
daya Lahan. 5(2): 959-967.

11
LAMPIRAN

12

Anda mungkin juga menyukai