Anda di halaman 1dari 19

MAINNURSERY

JURNAL

Disusun Oleh:
Jhonny Kinata
210308045
Teknik Pertanian dan Biosistem B

LABORATORIUM TANAMAN PERKEBUNAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
MAINNURSERY
JURNAL

Disusun Oleh:
Jhonny Kinata
210308045
Teknik Pertanian dan Biosistem B

Laporan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memenuhi Komponen Penilaian
di Laboratorium Tanaman Perkebunan Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

LABORATORIUM TANAMAN PERKEBUNAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
Judul : Mainnursery
Nama : Jhonny Kinata
Nim : 210308045
Program Studi : Teknik Pertanian dan Biosistem-B

Diketahui Oleh
Dosen Penanggung Jawab Laboratorium

(Dr.Ir. Charlog. M. P)
NIP: 196111091986012001

Diketahui Oleh:
Asisten Korektor I

(Agung Muamar Sidiq)


NIM : 18030105
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT. Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini
tepat pada waktunya.

Adapun judul dari laporan ini adalah “Mainnursery” yang merupakan salah
satu syarat untuk memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Tanaman
Perkebunan Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Sumatera Utara,
Medan.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir.
Charlog, MP. selaku dosen penanggung jawab Laboratorium Tanaman Perkebunan
serta kakak dan abang asisten Laboratorium Tanaman yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Semoga laporan ini dapat


bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, 10 Oktober 2022

Penulis
i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
PENDAHULUAN………………………………………………………………...1
Latar Belakang ............................................................................................1
TujuanPraktikum..........................................................................................3
Kegunaan Penulisan ....................................................................................3
TINJUAN PUSTAKA……………………………………………………………4
BAHAN DAN METODE………………………………………………………...7
Tempat dan Waktu Praktikum.....................................................................7
Alat dan Bahan ............................................................................................7
Pelaksanaan .................................................................................................7
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………..8
Hasil ............................................................................................................8
Pembahasan.................................................................................................9
KESIMPULAN……………………………………………………………….…11
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…..12
LAMPIRAN……………………………………………………………………..13

ii
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
berkembang pesat. Pada tahun 2017, total luas lahan mencapai 12,30 juta ha (Nasir,
2015). Produktivitas perkebunan kelapa sawit saat ini belum maksimal, oleh karena
itu diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit,
salah satunya dengan menggunakan pupuk NPK. Penggunaan pupuk NPK dapat
menyebabkan tanah menjadi keras akibat residu yang tertinggal di tanah.
Kebutuhan nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium (K) dapat disubstitusi dengan
memanfaatkan limbah di sekitar kelapa sawit. Pemanfaatan limbah ramah
lingkungan.
Salah satu penentu pertumbuhan bibit tanaman kelapa sawit adalah media
tanam. Salah satu bahan pembuatan media tanam benih tanaman kelapa sawit
adalah humus. Ketersediaan humus terbatas, sehingga banyak yang menggunakan
lapisan kedua untuk menggantikan humus (Rosenani et al., 2016). Tanah lapisan
kedua memiliki kandungan bahan organik yang rendah seperti tanah regosol
sehingga menyebabkan proses dekomposisi lebih lambat. Menurut Afandi dkk.
(2015), proses dekomposisi dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik
pada tanah regosol.Karena kandungan bahan organik pada tanah lapisan kedua
rendah, maka diperlukan upaya alternatif untuk memenuhi persyaratan komposisi
media tanam benih kelapa sawit (Steve et al., 2014).
Regosol merupakan jenis tanah yang masih berkembang, terbentuk dari
pengendapan material ground holding yang diangkut dari tempat lain (Putinella,
2014). Regosol yang memiliki kandungan pasir tinggi akan memiliki porositas yang
baik karena didominasi oleh pori-pori makro, namun memiliki tingkat kesuburan
tanah yang rendah karena kemampuannya mengikat unsur hara dan air rendah
(Azmi et al., 2015). Omotayo dan Chukwuka (2009) melaporkan bahwa
penambahan bahan organik pada perlakuan akan memperbaiki tekstur tanah.
Sumber nutrisi utama pada pembibitan kelapa sawit adalah pupuk NPK.
Simanjuntak dkk. (2013) telah menyatakan bahwa penggunaan pupuk kimia
sintetik dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan bahan organik tanah,
2

merusak struktur tanah dan meninggalkan residu kimia pada tanah yang sulit
terdegradasi. Karena penggunaan pupuk sintetik, diperlukan alternatif yang ramah
lingkungan (Kamarulzaman et al., 2012). Pupuk kandang sebagai sumber bahan
organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa fase bagi
mikroorganisme tanah menjadi humus (Elnasikh dan Satti, 2017). Pupuk kandang
didefinisikan sebagai semua produk kotoran hewan yang dapat digunakan untuk
menambah unsur hara dan memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Kandungan
hara dalam pupuk kandang relatif rendah, namun perannya dalam sifat kimia tanah
jauh melampaui pupuk kimia (Hartatilk et al., 2015).
Regosol memiliki bahan organik yang rendah (<1%) sehingga daya ikat
hara dan kapasitas tukar kation rendah (Gohi et al., 2018). Selain itu, daya dukung
kuantitas dan aktivitas organisme juga rendah. Oleh karena itu, untuk menunjang
keberhasilan budidaya pada tanah regosol perlu dilakukan perbaikan sifat fisik,
kimia dan biologinya. Pupuk organik secara signifikan dapat meningkatkan
perkembangan dan pertumbuhan tanaman, dibandingkan dengan pupuk anorganik
(Ji et al., 2017).Yang dkk. (2016) telah mencatat bahwa pupuk kandang merupakan
sumber unsur hara yang penting karena memiliki kandungan N dan P yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya. Khandaker dkk. (2017) telah
mengkonfirmasi bahwa penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Penambahan pupuk kandang meningkatkan ketersediaan
unsur hara N, P dan K yang penting bagi tanaman selama pertumbuhannya.
Ketersediaan kotoran sapi melimpah di sekitar perkebunan kelapa sawit.
Kotoran sapi berpotensi untuk digunakan sebagai pupuk organik setelah
pengomposan. Hal ini sejalan dengan pendapat Budiyanto (2011) bahwa kotoran
sapi merupakan salah satu kotoran hewan yang sangat prospektif untuk
dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Kotoran sapi yang tidak dimanfaatkan
kemungkinan akan mencemari lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan kotoran
sapi sebagai pupuk organik sangat dianjurkan untuk menjaga kondisi lingkungan
yang sehat. Kotoran sapi mengandung bahan organik sehingga proses pelapukan
berjalan optimal. Berdasarkan data yang diperoleh dari Irfan et al. (2017), kotoran
sapi mengandung N 0,4%, P 0,2% dan K 0,1%. Hal ini membuktikan bahwa kotoran
3

sapi berpotensi sebagai pengganti sumber hara N, P dan K yang dimanfaatkan


dalam pembibitan kelapa sawit. Potensi kotoran sapi sebagai pengganti pupuk NPK
dapat diaplikasikan untuk humus dalam komposisi media tanam pembibitan kelapa
sawit. Selain ketersediaannya yang melimpah, kotoran sapi juga menyediakan
berbagai nutrisi untuk kebutuhan metabolisme bibit kelapa sawit. Prasetyo (2014)
menyatakan bahwa penggunaan pupuk kandang sebagai sumber nutrisi dapat
meningkatkan produksi dan kualitas tanaman.
Selain itu, penggunaan pupuk kandang dalam jangka panjang dapat
meningkatkan kandungan humus dalam tanah. Humus berperan sebagai pengikat
air dan unsur hara dalam tanah, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya erosi
tanah dan kehilangan unsur hara (Lal, 2006). Kemampuan pupuk kandang untuk
meningkatkan produksi juga dapat dilihat dari kemampuannya menahan air. Bibit
kelapa sawit membutuhkan air yang cukup untuk kebutuhan metabolisme selama
pertumbuhannya. Menurut Fauzi dan Puspita (2017), kebutuhan air rata-rata benih
kelapa sawit adalah 2,25 l hari-1. Pupuk organik dapat menahan kadar air dalam
tanah sebagaimana ditegaskan oleh Purwono et al. (2011) bahwa pemberian pupuk
organik sebanyak 5 ton ha-1 dapat mengurangi frekuensi penyiraman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk kandang sapi dalam
substitusi NPK terhadap peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Penelitian ini
mendasar karena penggunaan pupuk kimia sintetik untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi tanaman, dalam jangka panjang dapat mencemari lingkungan dan ada
potensi pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk kandang yang terdapat di sekitar
perkebunan kelapa sawit dapat dioptimalkan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui tentang pembibitan
utama yang dilakukan setelah Pre-Nursery yaitu pembibitan Main-Nursery
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memenuhi komponen penilaian praktikum di Laboratorium Main
nursery Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Syofia dan Fredy (2015), menyatakan bahwa pemberian limbah padat


sludge kelapa sawit dengan dosis 6 kg/plot mampu memberikan pertumbuhan yang
baik pada parameter 2 Minggu setelah tanam, sedangkan dosis yang 2 kg/plot
mampu memberikan produksi yang baik pada parameter berat 100 biji pada kacang
tanah.
Hariani dan Erlita (2016), menyatakan bahwa pemberian sludge kelapa
sawit menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada parameter bobot 100 butir
biji kering terhadap produksi tanaman kacang tanah, dimana produksi tertinggi
terdapat pada perlakuan S2 (68,22 g). Siregar (2007) dalam Rohman (2014),
menyatakan bahwa pemberian sludge kelapa sawit pada tanaman kacang hijau
dapat meningkatkan produksi, adapun perlakuan terbaik yaitu 15 ton/ha. Serta
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang,
jumlah polong pertanaman, produksi perplot dan produksi perhektar. Selain
pemberian bahan organik sludge kelapa sawit, tentunya harus diimbangi dengan
pemupukan optimal dengan pemberian pupuk NPK mutiara 16:16:16. Pemupukan
dilakukan untuk memberikan tambahan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Pupuk organik atau sludge memiliki unsur hara lengkap namun lambat
tersedia bagi tanaman, sedangkan pupuk anorganik unsur haranya cepat tersedia
karena sifatnya yang mudah larut dan kandungannya juga tinggi. Pemberian pupuk
organik perlu diimbangi dengan pemakaian pupuk anorganik seperti pupuk N, P,
dan K (Tarigan, Armini dan Murniati, 2017). Pupuk kimia buatan hanya mampu
menyediakan satu (pupuk tunggal) sampai beberapa jenis (pupuk majemuk) hara
tanaman, namun tidak menyediakan senyawa karbon yang berfungsi memperbaiki
sifat fisik dan biologi tanah. Dengan demikian penggunaan pupuk anorganik yang
tidak diimbangi dengan pemberian pupuk organik dapat merusak struktur tanah dan
mengurangi aktivitas biologi tanah. Untuk mengurangi kemunduran kesuburan
tanah dan meningkatkan produktivitas hasil yang berkelanjutan perlu pemanfaatan
pupuk organik yang memadai baik dalam jumlah, kualitas dan kontinuitasnya.
Pupuk organik saat ini sudah banyak dikenal masyarakat bahkan menjadi program
pemerintah untuk meningkatkan kesuburan dan produksi tanaman. (Hartatik,
Husnain dan Widowati, 2015).
Pupuk NPK merupakan salah satu jenis pupuk majemuk yang kandungan
unsur utamanya terdiri dari tiga unsur hara sekaligus. Pupuk ini merupakan unsur
makro yang sangat mutlak dibutuhkan tanaman. Sesuai dengan namanya,
unsurunsur tersebut terdiri dari unsur N, P dan K. Unsur NPK adalah unsur penting
yang membantu tanaman melangsungkan serangkaian proses pertumbuhan. Jika
tanaman kekurangan salah satu unsur hara, maka dapat dipastikan pertumbuhan
tanaman akan terhambat (Wulandari, 2017).
5

Pupuk NPK 16:16:16 adalah pupuk dengan komposisi unsur hara yang
seimbang dan dapat larut secara perlahan-lahan sampai akhir pertumbuhan. Jumlah
kebutuhan pupuk untuk setiap daerah tidaklah sama tergantung pada varietas
tanaman, tipe lahan, agroklimat, dan teknologi usaha taninya. Oleh karena itu, harus
benar-benar memperhatikan anjuran pemupukan agar jaminan peningkatan
produksi per hektar dapat tercapai (Rukmi, 2010). Marliah, Hidayat dan Husna
(2012), menyatakan bahwa kandungan unsur hara pada pupuk NPK sangat cepat
diserap tanaman, karena sebagian nitrogen (N) dalam bentuk NO3 (Nitrat) yang
langsung tersedia bagi tanaman dan membantu penyerapan unsur hara kalium,
magnesium, dan kalsium sehingga dapat mempercepat proses pembungaan dan
memacu pertumbuhan pada pucuk tanaman. Fosfor (P) merupakan komponen
penyusun membrane sel tanaman, penyusun enzim-enzim penyusun co-enzim,
nukleotida, P juga berperan dalam sintesis protein, terutama yang terdapat pada
jaringan hijau, sintesis karbohidrat, memacu pembentukan bunga dan biji serta
menentukan kemampuan berkecambah biji yang dijadikan benih (Wijaya, 2013).
Kalium (K) berperan dalam mengaktifasi enzim-enzim yang berperan
dalam metabolisme dan biosintesis. Unsur K mempunyai peran sebagai berikut :
memperbaiki transportasi asimilat, memperbaiki daya simpan hasil, meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit, mengoptimalkan
pemanfaatan cahaya matahari, menghemat penggunaan air melalui pengaturan
membuka dan menutupnya stomata, meningkatkan kandungan vitamin C (Wijaya,
2013).
Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 merupakan salah satu pupuk anorganik
majemuk yang mengandung unsur hara makro dan mikro. pupuk NPK Mutiara
16:16:16 mengandung 3 unsur hara makro dan 2 unsur hara mikro. unsur hara
tersebut adalah Nitrogen 16%, Phospat 16%, Kalium 16%, Kalsium 6% dan
Magnesium 0,5%. Pupuk ini bersifat hidroskopis atau mudah larut sehingga mudah
diserap oleh tanaman dan bersifat netral atau tidak mengasamkan tanah (Sutedjo,
2010).
Rizwan (2010), dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa pemberian
pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (cm), berat 100 biji (g),
berat biji per tanaman (g) dan berat biji per plot (g), tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah cabang dan umur berbunga tanaman kacang tanah. Menurut
Armansyah (2012), bahwa perlakuan pupuk NPK Mutiara 16:16:16 secara tunggal
berpengaruh terhadap umur berbunga, umur panen, berat polong pertanaman,
jumlah polong pertanaman, polong sisa, dan indeks panen tanaman kacang panjang.
Dosis pupuk NPK Mutiara 16:16:16 yang terbaik N2 (NPK Mutiara 10
gram/tanaman). Doni (2014), menyatakan perlakuan pupuk NPK 16:16:16
berpengaruh terhadap umur berbunga, umur panen, berat polong pertanaman, berat
polong per plot, jumlah polong per tanaman, jumlah polong sisa tanaman kacang
6

panjang. Perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan P3 (20 g/tanaman NPK


16:16:16).
7

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu Praktikum

Adapun Praktikum ini dilakukan di Jalan Tirtosari , Kecamatan Medan

Tembung , Kota Medan , Prov. Sumatera Utara yang dilaksanakan secara virtual

dengan menggunakan aplikasi Google Meet pada hari jumat 07 Oktober 2022 Pukul

14.00 sampai dengan 15.40 WIB.

Alat dan Bahan

Alat Bahan
Polibag ukuran 10 kg Bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq) 6 bibit prenursery/orang
Jangka sorong untuk mengukur diameter
batang (mm) Air

Penggaris plastik/meteran kain untuk Fungisida Antracol b.a. (a.i) / Dithane


mengukur tinggitanaman (cm) M-45 b.a. (a.i)

Buku untuk mencatat data Insektisida Decis


Stik icecream
HP untuk memfoto tanaman Tanah Topsoil yg sudah dibersihkan

Handsprayer 2 (untuk insectisida Pupuk NPKMg (15:15:6:4)


&fungisida)

Metode

Adapun metode penelitian dilakukan secara virtual/online yaitu


dengan mengumpulkan data dan gambar yang didapat dari internet kemudian
membuat kedalam jurnal.
8

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Gambar Keterangan

Perpindahan pembibitan kelapa sawit

dari Pre-nursery ke Main-Nursery

Bibit-Bibt abnormal , terdapat bibit

abnormal seperti daun menguning dan

bibt yang sakit

Pengukuran , dilakukannya

pengukuran tinggi tanaman dari

minggu ke minggu untuk melihat hasil

pertumbuhannya

Pengukuran , dilakukannya

pengukuran diameter tanaman dari

minggu ke minggu untuk melihat hasil

pertumbuhannya
9

Pembahasan

Dibawah dapat dilihat perlakuan pemberian bahan amandemen


berpengaruh nyata terhadap total populasi bakteri pereduksi sulfat, Hal ini sesuai
dengan literatur Baumgartner et al.(2006) yang menyatakan bahwa BPS
menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon (C). Karbon tersebut
berperan selain sebagai donor elektron dalam metabolisme juga merupakan bahan
penyusun selnya. Dan juga peran pemberian kapur yang akan meningkatkan
pH tanah sulfat masam yang berpengaruh terhadap aktivitas bakteri pereduksi
sulfat.Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 1. tampak bahwa
populasi BPS pada pemberian Kompos TKKS 30 ton/ha atau Kapur 1x Aldd
berpengaruh secara nyata meningkatkan total populasi BPS. Pada rataan populasi
BPS dengan pemberian kompos TKKS 30 ton/ha (2,5x108) lebih tinggi
daripada perlakuan Kapur 1xAldd (1,5x108).
Hal ini dikarenakan kompos TKKS yang diaplikasikan menjadi
sumber energi bagi BPS. Sesuai dengan pernyataan Atmojo (2003) yang
menyatakan bahwa bahan organik merupakan sumber energi bagi makro
dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan
menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat,
terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan
organik.
Pemberian bahan amandemen dengan diberi isolat BPS tidak dapat
meningkatkan populasi BPS karena pada pemberian BPS yang diinteraksikan
dengan kapur atau kontrol akan mengakibatkan kondisi kurang optimal untuk
aktivitas BPS. Akan tetapi pada interaksi pemberian kompos TKKS dengan BPS
didapat total populasi bakteri tertinggi yang mana diharapkan isolat BPS
dapat tumbuh dengan baik. Hal ini didukung oleh Widyawati (2007) yang
menyatakan bahwa dalam melakukan reduksi sulfat, BPS menggunakan
sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan
bahan organik sebagai sumber karbon.
Hasil pengukuran pertambahan tinggi tanaman terbaik ditunjukkan
perlakuan A1P0B0 yaitu 68,75 cm dan tinggi tanaman yang terendah yaitu
perlakuan A0P0B0 yaitu 53,76 cm.Pemberian Kompos TKKS 30 ton/ha mampu
meningkatkan pertambahan tinggi tanaman (65,75 cm) secara nyata jika
dibanding dengan kontrol (57,14 cm). Hal ini berkaitan dengan reaksi bakteri
tersebut untuk mereduksi sulfat yang mana ditunjukkan reaksi dibawah menurut
Pearson (2003):CH3COO-+ SO42-+ 3H+= 2CO2+ H2S + 2H2O4H2+ SO42-+
H+= HS-+ 4H2OPemberian Kapur meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa
sawit dibanding dengan kontrol dengan nilai pertambahan tinggi tanaman
62,38cm dan 57,14cm. Menurut Ramadhan et al.(2017) yang menyatakan
bahwa pemberian kapur dolomit dengan 1 x Aldd dapat meningkatkan pH tanah
10

dari tanah sulfat masam. Akibat dari peningkatan pH tersebut pertumbuhan


tanaman kelapa sawit tampak lebih baik dibanding kontrol.
Hasil pengukuran pertambahan diameter tanaman terbaik ditunjukkan
perlakuan A1P1B0 yaitu 35,92 mm dan pertambahan diamerer tanaman yang
terendah yaitu perlakuan A0P1B0 yaitu 30,48 mm. Hal ini disebabkan pada tanah
sulfat masam pH tanah sangat ekstrim jika tidak diberi perlakuan kompos
TKKS atau Kapur, yang mana bila pH tanah sangat masam
mengakibatkan pemupukan tidak efektif dan pupuk sangat mudah tercuci dan
tidak bisa diserap oleh akar tanaman kelapa sawit
Pemberian pupuk NPK (2,5 gram/bbit) tidak dapat meningkatkan
pertambahan diameter batang terlihat dari rataan pemberian pupuk NPK (33,15
mm) dibandingkan dengan kontrol (33,18 mm). Hal ini berkaitan dengan pemberian
dosis pupuk yang sedikit dibandingkan pemberian dosis pupuk di main nursery. Hal
ini menurut penelitian Ramadhaini et al.(2014) menyatakan bahwadosis optimum
pemberian pupuk NPK 15 15 15 pada pembibitan utama kelapa sawit adalah
333gram per bibit.
11

Kesimpulan

Adapun Kesimpulan yang didapat :

1. Penanaman yang dilakukan dengan cara Main-Nursery dilakukan dengan

polybag

2. Pemilihan bibit setelah dlakukan Pre-Nursery agar memisahkan bibit

normal dengan bibit abnormal

3. Melakukan pengukuran terhadap tinggi dan diameter batang

4. Perlunya memerhatikan media tanam yang digunakan agar hasil yang

didapat maksimal.
12

Daftar Pustaka

Burhanuddin, Satriawan, H., & Marlina. (2017). Pengaruh Media Tanam dan Pupuk

Daun terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq).

E-Jurnal Agroekotek nologi Tropika, 4(3), 136–151.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Tabel Produksi, Luas Areal dan

Produktivitas Perkebunan di Indonesia. Direktorat Jenderal Perkebunan.

Jakarta

Ichsan, C. N., Nurahmi, E., & Saljuna. (2012). Respon Aplikasi Dosis Kompos dan

Interval Penyiraman pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis

Guineensis Jacq.). Jurnal Agrista, 16(2), 94–106.

Ramadhaini, R. F., Sudradjat., dan Ade, W., 2014. Optimisasi Dosis Pupuk

Majemuk NPK dan Kalsium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis

guineensisJacq.) di Pembibitan Utama. Jurnal Agron Indonesia 42 (1) : 52-

58.

Ramadhan, M., Asmarlaili S. H., dan Hardy, G., 2017. Respon Pertumbuhan

Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap Pemberian Kapur

Dolomit, Pupuk dan Bakteri Pereduksi Sulfat pada Tanah Sulfat Masam

di Rumah Kaca. SKRIPSI. USU. Medan

Sari. 2015. Peran Pupuk Oganik dalam Meningkatkan Efektifitas Pupuk NPK pada

Bibit Kelapa Sawit Di Pembibitan Utama. J. Agron. Indonesia. 43 (2):153-

159.
13

Lampiran
14

Anda mungkin juga menyukai