Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

KESUBURAN
TANAH

Oleh:
M Safriyansyah Attammi
(190110002)
Kelompok 1
Kelas 11C1
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MERCUBUANA
YOGYAKARTA YOGYAKARTA
2022
LAPORAN PRAKTIKUM

KESUBURAN
TANAH

Disusun oleh:

M Safriyansyah Attammi
(190110002)
Kelompok 1
Kelas 11C1

Laporan tersebut telah diterima sebagai


persyaratan yang diperlukan dalam
menempuh praktikum Kesuburan Tanah

Yogyakarta, 26 Juni 2022

Mengetahui, Menyetujui
Dosen Pengampu Asisten Praktikum
Ir. Bambang Sriwijaya, M.P. Rani Sulistya
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang atas
rahmat-nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum
“Kesuburan Tanah”.
Laporan akhir ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Praktikum Kesuburan
Tanah yang dilaksanakan di Lab Tanah Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Pada
laporan ini penulis masih merasa banyak sekali kekurangan dalam kemampuan
penulisan. Untuk itu penulis membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak demi
penyempurnaan pembuatan laporan ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian laporan sementara ini. Terkhusus kepada dosen
pengampu mata kuliah Praktikum Kesuburan Tanah dan Asisten Praktikum yang telah
banyak membantu dalam penyampaian materi.
Semoga materi yang sudah disampaikan dapat bermanfaat, khususnya bagi
penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Yogyakarta, 26 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang...........................................................................................1


1.2. Tujuan praktikum.....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Probiotik.....................................................................................................3
2.2. Kompos dan pengomposan.......................................................................3
2.3. Suhu dan keasaman...................................................................................5
2.4. Kadar lengas kompos................................................................................6
2.5. Higroskopisitas...........................................................................................6
2.6. Tingkat kelarutan......................................................................................7
2.7. Perlakuan pemupukan..............................................................................7
BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan tempat.....................................................................................8


3.2. Alat dan bahan...........................................................................................8
3.3. Cara kerja................................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil..........................................................................................................14
4.2. Pembahasan.............................................................................................20

BAB V KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan...............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................25

LAMPIRAN................................................................................................................26
LAPORAN
PRAKTIKUM KESUBURAN TANAH

Disusun oleh:

M Safriyansyah Attammi
(190110002)
Kelompok 1
Kelas 11C1

Laporan tersebut telah diterima sebagai


persyaratan yang diperlukan dalam
menempuh praktikum Kesuburan Tanah

Yogyakarta, 26 Juni 2022

Mengetahui, Menyetujui
Dosen Pengampu Asisten Praktikum

Ir. Bambang Sriwijaya, M.P. Rani Sulistya


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang atas
rahmat-nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum
“Kesuburan Tanah”.
Laporan akhir ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Praktikum Kesuburan
Tanah yang dilaksanakan di Lab Tanah Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Pada
laporan ini penulis masih merasa banyak sekali kekurangan dalam kemampuan
penulisan. Untuk itu penulis membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak demi
penyempurnaan pembuatan laporan ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian laporan sementara ini. Terkhusus kepada dosen
pengampu mata kuliah Praktikum Kesuburan Tanah dan Asisten Praktikum yang telah
banyak membantu dalam penyampaian materi.
Semoga materi yang sudah disampaikan dapat bermanfaat, khususnya bagi
penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Yogyakarta, 26 Juni 2022

Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara tisik berfungsi sebagai
tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan
menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kim1awi berfungsi sebagai gudang dan
penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik an anorganik sederhana dan unsur-unsur
esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, C); dan secara (organisme)
yang biologi berfungsi sebagai habitat biota berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara
tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksı) bagi tanaman, yang ketiganya
secara integral mampu menunjang produktivitas tanahuntuk menghasilkan biomass dan
produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan,industri perkebunan, maupun
kehutanan.
Kesuburan tanah tidak terlepas dari keseimbangan biologi, fisika dan kimia;
ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan sangat menentukan tingkat kesuburan lahan
pertanian. T'anpa disadari selama ini sebagian besar pelaku tani di Indonesia hanya
mementingkan kesuburan yang bersifat kimia saja, yaitu dengan memberikan pupuk
anorganik seperti: urea, TSP/SP36, KCL dan NPK secara terus menerus dengan dosis
yang berlebihan. Pemupukan akan efektif jika pupuk yang ditebarkan dapat menambah
atau melengkapi unsur hara yang telah tersedia didalam tanah. Karena hanya bersifat
menambah atau melengkapi unsur hara, maka sebelum digunakan harus diketahui
gambaran keadaan tanahnya, khususnya kem ampuan awal untuk mendukung
pertumbuhan tanaman. Dalam mendukung kehidupan tanaman, tanah memiliki
empatfungsi utama yaitu: memberi unsur hara dan sebagai media perakaran,
menyediakan air dan sebagai tempat penampung (reservoir) air, menyediakan udara
untuk respirasi (pernafasan) akar, dan sebagai media tumbuhan tanaman
Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia,
biologi, tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Termasuk dalam
pengertian ini adalah pemberian bahan kapur dengan maksud untuk meningkatkan pH
tanah yang asam dan pemberian pemberian benah tanah untuk memperbaiki sifat fisik
tanah. Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti
pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk
padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber
bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami,
rangkasan, tongkol Jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah
industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah). Pupuk
anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-
bahan kimia anorganik berkadar hara tinggi. Misalnya urea berkadar N 45-46% (setiap
100 kg urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen).

B. Tujuan Praktikum
1) Membuat probiotik untuk pengomposan sampah organik
2) Membuat kompos dari bahan organik
3) Mengamati suhu dan keasaman kompos dalam pengomposan
4) Mengamati kadar C-organik kompos pada proses pengomposan
5) Mengamati kadar N-total kompos pada proses pengomposan
6) Mengamati rasio CIN pada proses pengomposan
7) Mengamati kemampuan pupuk anorganik dalam menyerap air pada kondisi suhu
kamar
8) Mengamati kemampuan pupuk anorganik untuk larut dalam air
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Probiotik
Probiotik merupakan organisme yang dapat dimanfaatkan untuk membantuu
mempercepat degradasi limbah organik. Dengan menambahkanya pada limbah yang
akan dikomposkan dapat mempercepat proses pengomposan. Adanya probiotik akan
membantu masyarakat untuk mengelola limbah yang dihasilkan, kususnya limbah
organic menjadi kompos. (Murbandono,1995).
Peranan bakteri probiotik sebagai kontrol biologis pada sistem budi daya adalah
Menekan pertumbuhan bakteri pathogen, Mempercepat degradasi bahan organik dan
limbah, Meningkatkan ketersediaan nutrisi esensial, Meningkatkan aktivitas
mikroorganisme indigenus yang menguntungkan pada tanaman, misal Mycorriza,
Rhizobium dan bakteri pelarut pospat, memfiksasi nitrogen, mengurangi pupuk dan
pestisida.
Dengan adanya probiotik maka proses degradasi bahan organik akan lancar,
sehinggaa menghasilkan zat-zat yang bermanfaat bagi pertumbuhan. Bahan organik
yang mengalami mineralisasi oleh jasad pengurai (probiotik) akan diubah menjadi
bahan anorganik seperti nitrat dan pospat.
Probiotik dapat dibagi 2 kelompok yaitu bentuk cair merupakan mikroba dalam
bentuk suspensi (inokulan tunggal maupun multikultur) antara lain Lactobacillus,
Bacillus sp, Nitrobacteria dan bentuk padat yaitu mikroba diinokulasi (tunggal atau
multikultur) dalam media carier. (Simamora, 2006).
Probiotik dapat di gunakan untuk berbagai keperluan di kehidupan manusia
seperti Pupuk Organik pada tanah perkebunan dan pertanian, Dekomposer/Pengurai
Sampah, Penghilang bau WC dan anti sedot WC, Pembersih porselen/keramik, Mikroba
yang membantu pencernaan manusia dan hewan, Bahan pembantu Planter Tambak dan
Pengendali Amdal/IPAL. (Murbandono, 1992).
B. Kompos dan Pengomposan
Pengomposan merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung
dalam sisa-sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daunan, sampah rumah tangga, dan
sebagainya) dengan suatu perlakuan khusus. Hampir semua bahan yang permah hidup,
tanaman atau hewan akan membusuk dalam tumpukan kompos (Outerbridge, 1999).
Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerobik dan anaerobik.
Pengomposan secara aerobik ialah dekomposisi bahan organik dalam kondisi dengan
kehadiran oksigen ( udara ), produk utama dari metabolis biologi aerobik adalah air dan
panas. Pengomposan secara anaerobik ialah dekomposisi bahan organik dalam kondisi
dengan ketidakhadiran oksigen (udara), produk utama dari metabolis biologianaerobik
adalah metana, karbon dioksida, dan senyawa intermediate dengan berat molekul rendah
(Huang, 2004). Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan
mentah dicampur.
Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu
tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, Oksigen dan
senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba
mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50 70 C.
Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu.
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba
yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik
yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen
akan menguraikan bahan organik menjadi CO', uap air dan panas. Setelah sebagian
besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan.
Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat
humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa
bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30-40% dari volume/bobot awal bahan.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau
anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses
aerobik, Odana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan

C. Keasaman
Pengertian pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. la didefinisikan
sebagai kologaritma aktivitas 1on hidrogen (H) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion
hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada
perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap
sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan
internasional. Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi
kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam,
dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan
terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur
dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses
pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan
kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 - 8. Jika kondisi anaerobik
berkembang selama proses pembuatan menumpuk. kompos,organik akan asam-asam
Pemberian udara atau pembalikan kompos akan mengurangi kemasaman ini.
Penambahan kapur dalam proses pembuatan kompos tidak dianjurkan. Pemberian kapur
akan menyebabkan terjadinya kehilangan nitrogen yang berubah menjadi gas amoniak.
Kehilangan ini tidak saja menyebabkan terjadinya bau, tetapi juga menimbulkan
kerugian, karena menyebabkan terjadinya kehilangan unsur hara.
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0-8,0 derajat keasaman bahan pada
permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0 7,0) derajat
Keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena
sejunmlan mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik
menjadi asam organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme, dari jenis yang lain
akan mengkonversi asam organie yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat
keasaman yang tinggi dan mendekati netral. Seperti faktor lainnya derajat keasaman
perlu dikontrol selama proses pengomposan berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu
tinggi atau terlalu basa konsumsi oksigen akan semakin naik dan akan memberikan
hasil yang buruk bagilingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan
menyebabkan unsure nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia (NH3)
sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah akan menyebabkan sebagian
mikroorganisme mati. Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan
menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu
rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur kedalam bahan
kompos.

D. Temperatur
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu
benda, Semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi
yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing
bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat getaran. Makin
tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut.
Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan, karena
berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Sebagian besar mikroba tidak
dapat hidup apabila kekurangan air. Apabila kelembaban dibawah 40%, proses
dekomposisi bahan organik akan melambat. Apabila kelembaban dibawah 30 persen,
proses dekomposisi praktis akan terhenti. Akan tetapi, apabila kelembaban lebih dari 60
persen, maka yang terjadi adalah keadaan anaerob (tanpa oksigen), yang akan
menyebabkan timbulnya aroma tidak sedap bahkan bau yang menyengat. Suhu
optimum bagi pengomposan adalah 40 60°C dengan suhu maksimum 75°C. Jika suhu
pengomposan mencapai 40C, aktivitas mikroorganisme mesofil akan digantikan oleh
mikroorganisme termofil. Jika suhu mencapai 60°C, fungi akan berhenti bekerja dan
proses perombakan dilanjutkan oleh aktinomycetes serta strain bakteri pembentuk spora
(spore forming bacteria).
Jika diamati dan hasilnya dituangkan ke dalam bentuk grafik akan menghasilkan
kurva berbentuk parabola. Bentuk ini menunjukkan adanya peningkatan suhu pada awal
proses pengomposan hingga suatu waktu akan mencapai suhu tertinggi. Peningkatan
suhu yang terjadi pada awal pengomposan ini disebabkan oleh panas yang dihasilkan
dari proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme. Pada tahap ini,
mikoorganisme perbanyak diri secara cepat. Setelah itu, suhu pengomposan akan turun
kembali hingga mencapai suhu kamar (25 30°C) yang menandakan kompos sudah
matang. Temperatur di bagian tengah tumpukan bahan kompos dapat mencapai 55
70°C. Suhu yang tinggi ini merupakan keadaan yang baik untuk menghasilkan kompos
yang steril, karena selama suhu Pengomposan lebih dari 60°C, mikroorganisme
patogen, parasit dan benih gulma akan mati.
Proses pengomposan akan berjalan dengan baik jika bahan berada dalam
temperature yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Tempertur
optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 3555 C.
Namun setiap KCIOmpOK mikroorganisme memiliki temperature optimum
pengomposan merupakan ntegrasi dari berbagai jenis microorganisme yang terlibat.
Pada pengomposan secara aerobic akan terjadi kenaikan temperature yang cukup cepat
selama 35 hari pertama dan temperature tersebut merupakan yang terbaik bagi
pertumbuhan microorganisme.pada kisaran temperature ini mikroorganisme dapat
tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperature yang kurang dari 55°C.selain
itu pada temperature tersebut enzim yang menghasilkan juga paling efektif mengurai
bahan organic.
Penurunan rasio CN juga dapat berjalan dengan sempurna. Temperatur yang
tinggi berperan untuk membunuh mikroorganisme pathogen (bibit penyakit)
menetralisir bibit Mycobacterium tuberculosis biasa nya akan rusak pada hari ke 14
pada suhu 65 C. Virus volio akan mati jika berada pada temperature 54 °C selama 30
menit. Salmonella akan menjadi tidak aktif jika berada pada temperature 60 °C pada
waktu 60 menit. Ascaris lumbricoides, cacing beracun yang ditemukan pada saluran
pencernaan babi akan terbunuh pada temperature 60 °C dalam waktu 60 menit protein
microorganisme yang mati ini akan digumpalkan. Karena itu keadaan temperatur yang
tinggi perlu dipertalhankan minimum 15 hari berturut turut. Untuk mempertahankan
temperature pengomposan perlu diperhatikan ketinggian tumpukan bahan mentah.
Ketinggian tumpukan yang baik adalah 1 -1,2 dan tinggi maximum adalah 1,5 -1,8 m.
tumpukan bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan panas
sehingga temperature yang tinggi tidak akan tercapai, Selain itu,microorganisme
pathogen tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak
akan tercapai. Jika timbunan yang dibuat terlalu tinggi akan menyebabkan pemadatan
pada bahan dan temperature pengomposan menjadi terlalu tinggi. Pengomposan pada
bahan yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum
peningkatan temperature tidak dapat melebihi 52 C. Keadaan ini menunjukkan bahwa
peningkatan temperature juga tergantung dari tipe bahan yang digunakan. (Zuremi,
2010).

E. Pupuk An-Organik
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur
untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Jadi, memupuk berarti
menambah unsur nara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Pupuk
akar merupakan macam pupuk yang diberikan ke tanaman melalui akar. Tujuannya agar
tanah terisi dengan hara yang dibutuhkan tanaman dan dapat tumbuh subur sehingga
dapat memberikan hasil yang maksimal. Pupuk daun termasuk pupuk anorganik yang
cara pemberiannya melalui penyemprotan ke daun (Pinus Lingga, 2003).
Pupuk merupakan substansi yang ditambahkan kedalam tanah untuk
menyediakan asupan bagi tanaman dengan satu elemen yang diperlukan atau lebih.
(Sitepoe, 2008). Pupuk adalah bahan bahan yang memberikan zat makanan kepada
tanaman. Zat makanan (hara) tersebut berupa unsur kimia yang digunakan oleh tanaman
untuk pertumbuhan dan mempertahankan pertumbuhannya. (Sudarmoto, AS,
1997).Fungsi utama pupuk adalah menyediakan atau menambah unsur hara yang
dibutuhkan tanaman (Ayub S Pranata, 2004) sehingga paling tidak ada 14 unsur hara
esensial yang diperoleh tanaman dari tanah (Goeswono, 1983). Secara umum ada dua
jenis pupuk anorganik yang tersedia di pasaran yaitu
1. Pupuk Tunggal: Pupuk yang dibuat dari satu unsur secara dominan.
Contohnya: Urea yang mengandung N, TSP atau SP 36 dengan P, dan KCl atau ZK
dengan unsur K yang dominan.
2. Pupuk Majemuk : Pupuk yang mengandung lebih dari satu Jenis unsur.
Contoh: pupuk DAP dan Amofos yang terbuat dari N dan P. Pupuk majemuk Juga
bisa tersusun dari 3 unsur. Sebut juga Rustika Yellow dan Mutiara. Kedua pupuk itu
dilengkapi dengan kandungan N, P, dan K. Produsen pupuk biasanya Juga
menambahkan unsur-unsur mikro seperti Fe, B, Mo, Mn, dan Cu. Agar praktis,
pekebun biasanya memakai pupuk mejemuk. Umumnya di pasaran beredar pupuk
dengan kandungan utama Nitrogen, fosfor, dan kalium dengan berbagai
perbandingan. Besar kecilnya perbandingan itu dicantumkan di label kemasan.
Tulisan 20;10;10 artinya kandungan nitrogen paling tinggi sehingga tepat digunakan
untuk masa pertumbuhan (Lingga dan Marsono, 2000)

F. Higroskopisitas dan Kelarutan Pupuk


Higroskopisitas adalah kemampuan pupuk dalam menyerap air yang ada dalam
udara. Pupuk dengan higroskopisitas yang kurang baik perlu penyimpanan yang baik
karena mudah menjadi basah atau mencair bila tidak tertutup. Pupuk biasanya akan
mulai menyerap air dari lingkungannya pada suhu kamar dan kelembaban nisbi sekitar
50% dan di Indonesia mempunyai kelembaban rata-rata 80% sehingga pada suhu ruang
pupuk akan mencair. Untuk mengurangi tingkat higroskopisitas, pupuk dibuat dalam
butiran-butiran sehingga uas permukaan pupuk menjadi berkurang. Sebaliknya jika
pupuk disimpan pada tempat atau lingkungan kering, maka pupuk akan menjadi
bongkah yang keras (Heru Priantoro, 2003).
Sebagai sumber N, Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap
air). Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dan udara. Oleh
karena itu urea mudah larut dan mudah diserap oleh tanaman (Lingga dan Marsono,
2002). Urea dapat membuat tanaman hangus, terutama yang memiliki daun yang amat
peka. Untuk itu, semprotkan urea dengan bentuk tetesan yang besar. Berdasarkan
bentuk fisiknya maka urea dibagi menjadi dua jenis, yaitu urea prill dan urea non prill
(Lingga dan Marsono, 2002).
Berbanding terbalik dengan sumber N, pupuk sumber P sukar larut di dalam air
sehingga proses pelepasan ion-1on unsur hara P, yang selanjutnya dapat diserap
tanaman relatif lebih lambat dibanding yang lain. (Novizan, 2002).
Secara umum pupuk K, memiliki tingkat kelarutan dan higroskopisitas yang
tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan karakter pupuk K yang diberikan dalam bentuk
garam-Garam mineral, seperti KC1, K,SO%, KNOs, dan K-Mg-SO4, mudah larut
dalam air dan dapat diserap tanaman melalui aliran massa (Poerwowidodo, 1992).
III METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan tempat


Praktikum kesuburan tanah acara pengomposan dilaksanakan pada
bulan Maret 2022 s/d bulan Juni 2022 di laboratorium tanah, Universitas Mercu
Buana Yogyakarta.

1. Alat dan bahan

a. Probiotik
1) Ember plastik
2) Autoklaf
3) Gelas ukur 1 liter
4) Gelas ukur 100 ml
5) Timbangan analitik
6) Urin sapi (pupuk kandang)
7) Bekatul
8) Terasi
9)Tetes tebu (gula jawa)
10) Air

b. Pengomposan
1) Ember plastik besar
2) Gelas ukur 1 liter
3) Gelas ukur 100 ml
4) Timbangan analitik
5) Probiotik (urin sapi dan pupuk kandang)
6) Larutan EM-4
7) Sampah organik, abu dapur

c. Suhu dan keasaman


1) Thermometer
2) Pengukur keasaman (pH meter)
3) Gelas ukur 100 ml
4) Beker glass
5) Timbangan analitik
6) Sampah organik
7) Air suling

d. Kadar lengas kompos


1) 9 buah botol timbang kuningan
2) Timbangan analitik (ketelitian 0,001 g)
3) Alat pengering (oven)
4) Eksikator
5) Kompos kering angin gumpalan, halus diameter 2 mm dan halus
diameter 0,5 mm.

e. Higroskopisitas
1) Timbangan analitik
2) Sendok
3) Bak plastik
4) Pupuk An-organik
5) Kantong plastik
6) Alat tulis

f. Tingkat kelarutan
1) Timbangan analitik
2) Sendok
3) Bak plastik
4) Kertas saring
5) Beker glas
6) Air
7) Pupuk An-organik
8) Gelas ukur
9) Alat tulis

g. Perlakuan pemupukan
1) Timbangan analitik
2) Sendok
3) Cetok
4) Beberapa macam pupuk
5) Polybag
6) Label
7) Gelas ukur
2. Cara kerja
a. Probiotik
1) Menyiapkan bahan untuk satu probiotik, yaitu
bekatul 0,75 kg, terasi 0,125 kg dan tetes tebu 50 ml
(gula 5 ons)
2) Bahan tersebut di serilisasi (kecuali gula)
menggunakan autoklaf dengan tekanan 1 atm
selama 15-20 menit
3) Hasil sterilisasi dikeluarkan dari autoklaf, kemudian didinginkan
4) Menyiapkan urin sapi sebanyak 500 ml
5) Setelah hasil rebusan (sterilisasi) dingin, kemudian
dimasukkan kedalam ember plastik, kemudian
ditambahkan 5 liter aquades (air) dan 500 ml urin
sapi sambil diaduk sampai rata
6) Langkah 1 s/d 5 juga diperlakukan untuk pupuk kandang 500 g
7) Campuran selanjutnya dibiarkan selama 3 hari dan
etiap harinya dilakukan pengadukan
8) Setelah 3 hari campuran disaring untuk mengambil cairannya
9) Probiotik siap untuk digunakan.
10) Selanjutnya menyiapkan EM- 4,
11) EM- 4 dicampur dengan gula (molase) dan air (100
ml : 100 ml : 50 L).
12) Campuran didiamkan selama 3 hari dalam keadaan tertutup
13) Larutan EM-4 siap digunakan

b. Pengomposan
1) Mengambil sampah organik sebanyak 5 kg yang
telah dipisahkan dari baha-bahan anorganik.
2) Sampah organik dipotong-potong dengan ukuran
kurang lebih 5 cm.
3) Potongan sampah dicampur secara merata dengan
probiotik sebanyak 0, 5 liter.
4) Sambil diaduk-aduk tambahkan air sampai dicapai
kelembaban kurang lebih 30 % (jika dikepal tidak
keluar air tapi jika kepalan dibuka akan terurai lagi).
5) Selanjutnya, masukkan kedalam ember dibagi 3 lapis.
6) Masing-masing lapisan ditaburi dengan abu dapur
(total yang diperlukan 0, 5 kg) kemudian ember
ditutup
7) Setiap hari dilakukan pengukuran pH dan suhu pengomposan sampai
sampah menjadi kompos (C/N < 20)
3. Suhu dan keasaman
Pengamatan temperatur (suhu) dan derajad keasaman
(pH) dilakukan setiap hari sampai sampah organik menjadi
kompos (C/N < 20).
a. Pengukuran temperatur
1) Menyiapkan alat pengukur temperatur (Thermometer)
2) Memasukkan (menancapkan) Thermometer kebagian tengah-
tengah pengomposan pengomposan (+ 15 cm dari permukaan)
3) Setelah 5 menit thermometer diambil dan dicatat
temperaturnya
4) Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama pada bagian
tengah antara tepi dan tengah gundukan (diambil 2 tepat)
5) Tiga hasil pengukuran dibuat rata-rata

b. Derajat Keasaman (pH)


1) Mengambil contoh kompos 10 g dimasukkan kedalam beker
glas 50
2) Menambahkan air suling sebanyak 25 ml kedalam beker glas
3) Mengaduk air dan kompos dalam beker glas sampai kompos
menjadi larut
4) Larutan dibiarkan mengendap selama kurang lebih 30 menit
5) Setelah mengendap dilakukan pengukuran pH, menggunakan
pH meter atau kertas lakmus
6) Menyambung elektroda pada meterannya
7) Elektroda dicelupkan pada larutan penyangga pH 7 dan
ditekan tombol pada tanda “ON” disesuaikan dengan keadaan
tombol “TEMP” pada angka temperatur larutan penyangga pH
7, dan diatur tombol “CALIB” hingga terbaca pada angka 7,00
pada layar pH meter.
8) Elektroda dicuci pada pancaran air suling dibagian bawahnya
sampai bersih
9) Elektroda dicelupkan pada larutan penyangga pH 4 dan
ditekan tombol pada tanda “ON” disesuaikan dengan keadaan
tombol “TEMP” pada angka temperatur larutan penyangga pH
4 dan diatur oleh tombol “SLOPE” hingga terbaca angka 4,00
pada layar pH meter
10) Elektroda dicuci dengan pancaran air suling sampai bersih
11) Dengan mengikuti langkah f-j, maka pH yang diteliti siap
diamati
12) Elektroda dicelupkan pada larutan kompos, kemudian diamati
dan dicatat angka pada monitor menunjukkan pH berapa.
13) Pengukuran diulang sebanyak tiga kali dan hasilnya dirata-
rata.

4. Kadar Lengas Kompos

1) Timbang botol kompos kosong yang bersih, kering bertutup dan


sudah berlabel (misal a gram)

2) Masukkan contoh kompos kedalam botol timbang masing-masing tiga


ulangan sampai separuh penuh dan timbang beratnya (misal b gram)

3) Dengan tutup terbuka masukkan botol timbang berisi contoh kompos


ke dalam oven suhu 105° - 110°C selama paling sedikit 4 jam, lebih
lama lebih baik untuk mencapai berat konsisten

4) Setelah 4 jam (sesuai yang ditentukan) botol timbang berisi contoh


kompos kering ditutup rapat-rapat lalu dikeluarkan dari dalam oven
dan dibiarkan mendingin dalam eksikator selama kurang lebih 15
menit. Setelah dingin botol timbang yang masih ditutup rapat
ditimbang (beratnya dicatat). Untuk membuka dan menutup eksikator
(desikator) cukup dengan menggeser tutupnya

5) Masukkan lagi botol timbang berisi contoh kompos kering kedalam


oven selama 1 jam (tutup dibuka). Setelah 1 jam dikeluarkan lagi dari
oven dan didinginkan dan ditimbang seperti langkah ke- 4 untuk
mendapatkan berat konstan kering mutlak (misal c gram).

5. Higroskopisitas

1) Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gr

2) Menimbang kentong plastik tempat pupuk

3) Pupuk dimasukkan kedalam kantong plastik yang terbuka

4) Kantong plastik berisi pupuk ditaruh ditempat yang aman dan


dibiarkan tetap terbuka

5) Pengamatan dilakukan setiap satu minggu satu kali dengan cara


menimbang pupuk bersama kantong plasiknya

6) Pengamatan dilakukan selama 4 minggu (satu bulan)

Anda mungkin juga menyukai