Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

REKLAMASI DAN TATA AIR LAHAN BASAH DAN GAMBUT

Dosen Pengampu :

Dr. Ir. U. E. Suryadi

Kelompok 4 (PTT)

Eka Anisa C1051201008


Yani C1051201012
Wawa Sutaemi C1051201038
Linus C1051201056
Akwilna Yesi C1051201086

PROGAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt karena telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan laporan praktikum mata kuliah “Reklamsi Tata
Air Lahan Basah Dan Gambut” ini tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Ir. Urai Edi Suryadi , MP
selaku dosen mata kuliah karena tela memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah
wawasan dan pengetahuan terkait materi praktikum tersebut. Dan tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang turut memberikan kontribusi dalam penyusunan
makalah dan dalam kegiatan praktikum di lapangan.

kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan laporan praktikum ini
sehingga ketika ada kekurangan didalam nya kami dengan rendah hati menerima saran dan
kritik dari pembaca demi memperbaiki isi laporan.

Kami berharap semoga laporan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Pontianak, 29 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

A. Muka Air Tanah ............................................................................................. 3


B. Saluran Drainase ............................................................................................ 4
C. Subsidensi ...................................................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................ 6

A. Tempat Dan Waktu Praktikum ...................................................................... 6


B. Hasil Praktikum ............................................................................................. 6
C. Pembahasan.................................................................................................... 6

BAB IV PENUTUP .................................................................................................. 9

A. Kesimpulan .................................................................................................... 9
B. Saran .............................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 11

LAMPIRAN.............................................................................................................. 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luas lahan basah di Indonesia diperkirakan 20,6 juta ha atau sekitar 10,8 dari
luas daratan Indonesia (Rahmawaty et al. 2014). Pada umumnya lahan basah dikelola
menjadi areal pertanian ataupun perkebunan. Sebagian besar lahan basah dimanfaatkan
masyarakat untuk budi daya tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, disusul
tanaman pangan meliputi padi, jagung, selanjutnya tanaman hortikultura buah
(Masganti et al. 2014). Sekitar 9,53 juta lahan basah di Indonesia berpotensi untuk lahan
pertanian, dengan rincian 6 juta ha berpotensi untuk tanaman pangan dan 4,186 juta ha
telah direklamasi untuk berbagai penggunaan terutama transmigrasi (Dakhyar et al.
2012). Luasnya lahan basah yang telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan
pemukiman menjadikan lahan ini dapat mengalami kerusakan jika tidak dikelola
dengan tepat dan terpadu. Penggunaan lahan basah harus direncanakan dan dirancang
secara cermat dengan asas tata guna lahan berperspektif jangka panjang
(Hardjoamidjojo & Setiawan 2001).
Lahan basah adalah suatu tempat yang cukup basah selama waktu cukup
panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus.
Lahan basah didefinisikan berdasarkan tiga parameter, yaitu hidrologi, vegetasi
hidrofitik, dan tanah hidrik. Fungsi habitat, lahan basah sebagai penyedia makanan, air,
hasil hutan, tempat perlindungan bagi ikan, burung, mamalia, dan sebagai tempat
pemijahan berbagai spesies. Strategi Nasional Pengembangan Rawa memberikan
kerangka Acuan untuk pengelolaan rawa terpadu, yang menyoroti aspek-aspek
kebijakan, hukum, dan kelembagaan, dan strategi-strategi untuk konservasi, pertanian
yang ada, dan pengembangan baru yang berkaitan erat.
Lahan basah menjadi sangat peka terhadap perubahan yang dilakukan manusia
karena lahan basah memiliki peran penting bagi kehidupan manusia dan margasatwa
lain. Fungsi lahan basah tidak hanya untuk sumber air minum dan habitat beraneka
ragam makhluk, tapi memiliki fungsi ekologis seperti pengendali banjir, pencegah
intrusi air laut, erosi, pencemaran, dan pengendali iklim global (Hardjoamidjojo &

1
Setiawan 2001). Dengan demikian, kehati-hatian dan pengelolaan tepat guna sangat
diperlukan dalam pengelolaan lahan basah.
Peningkatan daya dukung lahan basah untuk pertanian harus menerapkan sistem
usahatani berkelanjutan. Sistem usahatani berkelanjutan merupakan tujuan penerapan
pengelolaan lahan basah terpadu. Usaha pertanian yang intensif di Desa Mulia Sari
harus mempertimbangkan fungsi lahan basah. Pengelolaan terpadu lahan basah di Desa
Mulia Sari dapat dilakukan dengan mengatur pengelolaan lahan dan tata air mikro
ramah lingkungan. Penggunaan bahan-bahan anorganik seperti pupuk dan pestisida
kimia hanya memberi kesuburan sementara yang dapat merusak kondisi fisik tanah dan
air. Hasil produksi pertanian tinggi juga bersifat sementara. Pengelolaan tanah dan air
ramah lingkungan merupakan kunci dari pengelolaan lahan basah terpadu di Desa
Mulia Sari. Kesalahan dalam pengolahan tanah dan pemeliharaan saluran dalam
pengaturan tata air mikro berpotensi menurunkan produktivitas lahan basah seperti
konsumsi bahan-bahan kimia berkepanjangan. Produktivitas lahan basah dapat
menurun akibat degradasi kesuburan tanah, sifat fisika, dan biologi tanah (Maftuah et
al. 2011; Masganti 2013; Maftuah et al. 2014; Masganti et al. 2014). Pengelolaan
sumber daya tanah dan air di lahan basah harus mengintegrasikan pengelolaan
lingkungan ekosistem lahan basah.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana tata air lahan basah dan gambut yang ada, hasil pengukuran muka air tanah
yang terjadi saat pelaksanaan praktikum.

C. Tujuan
Mengetahui tata air lahan basah dan gambut dan mengetahui bagaimana cara penguuran
muka air tanah dan hasil pada muka air tanah saat pelaksanaan praktikum.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Muka Air Tanah


Air di bawah permukaan tanah, baik dari zona tak jenuh (unsaturated) dan jenuh
(saturated), disebut sebagai air tanah. Jumlah air tanah diperkirakan lebih dari 100 kali
lipat yang tersedia dari sungai dan danau (Shiklomanov, 1993). Air tanah dapat
ditemukan hampir di semua tempat di bumi (Hess, 2014).
Air tanah dan air permukaan merupakan sumber air yang mempunyai
ketergantungan satu sama lain. Banyak sungai di permukaan tanah yang sebagian besar
alirannya berasal dari air tanah, sebaliknya aliran air tanah merupakan sumber utama
untuk imbuhan air tanah. Pembentukannya mengikuti siklus peredaran air di alam, yang
mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus (Kodoatie, 2012).
1. Pengertian Air Tanah
Air tanah adalah sejumlah air bawah permukaan bumi yang dapat
dikumpukan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau
dengan pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke
permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan (Bouwer, 1978; Freeze &
Cherry, 1979; Kodoatie, 1996).
Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan
geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan
daerah jenuh (saturated zone) (Soemarto, 1986).
Air yang tersimpan pada zona jenuh disebut dengan air tanah, yang
kemudian bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan dan lapisanlapisan
tanah yang ada di bumi sampai air tersebut keluar sebagai mata air, atau
rembesan masuk ke kolam, danau sungai dan laut (Fetter, 2001).
Air tanah (Groundwater) merupakan air bawah muka air tanah dan
berada pada zona jenuh air, dapat didefinisikan sebagai air yang masuk 12
secara bebas ke dalam sumur, baik dalam keadaan bebas (unconfined) maupun
tertekan (confined)(Davis dan De Wiest, 1966)
Aliran air tanah didefinisikan sebagau bagian dari aliran sungai yang
sudah meresap (infiltrasi) ke dalam tanah (ground) dan sudah masuk dalam zona

3
jenuh air atau phreatic zone dan sudah dialirkan (discharged) ke dalam sungai
(stream channel) melalui pancaran air (springs) atau rembesan air (seepage
water). Dalam ilmu hidrologi aliran tersebut diekspresikan dan dianalisis
dengan persamaan aliran air tanah (Chorley, 1978).

B. Saluran Drainase
Drainase berasal dari bahasa inggris yaitu drainage yang artinya mengalirkan,
menguras, membuang atau mengalihkan air. Dalam bidang Teknik Sipil, drainase
secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi
kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan maupun kelebihan air irigasi
dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu (Suripin,
2004).
1. Sistem Drainase
Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan/lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara
optimal.Bangunan sistem drainase secara berurutan mulai dari hulu terdiri dari
saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran
pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima
(receivingwaters).Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti
goronggorong, jembatan-jembatan, talang dan saluran miring/got miring (Suripin,
2004).
Sesuai dengan cara kerjanya, jenis saluran drainase buatan dapat dibedakan
menjadi:
• Saluran Interceptor (Saluran Penerima)
Berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu
daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan
diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur.Outlet dari
saluran ini biasanya terdapat di saluran collector atau conveyor atau langsung
di naturaldrainage/sungai alam.
• Saluran Collector (Saluran Pengumpul)
Berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase
yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).

4
• Saluran Conveyor (Saluran Pembawa)
Berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi
pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.

C. Subsidensi
Land subsidence merupakan penurunan muka tanah yang disebabkan oleh
beberapa faktor seperti adanya proses geologi oleh aktivitas tektonik, adanya beban
berat di atas tanah seperti struktur bangunan sehingga lapisan di bawahnya
mengalami kompaksi, penurunan tanah yang disebabkan pengambilan sumber daya
alam padat maupun cair seperti air tanah, minyak bumi dan pertambangan (Yuwono
dkk., 2013).
Definisi penurunan muka tanah berdasarkan beberapa referensi dapat
didefinisikan sebagai berikut: terjadi pada skala regional yaitu meliputi daerah yang
luas atau terjadi secara lokal yaitu hanya sebagian kecil permukaan tanah. Hal ini
biasanya disebabkan oleh adanya rongga di bawah permukaan tanah, biasanya terjadi
di daerah yang berkapur (Whittaker dan Reddish, 1989) atau turunnya kedudukan
permukaan tanah yang disebabkan oleh kompaksi tanah (Wei, 2006).

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Tempat Dan Waktu Praktikum


Praktikum lapangan berlokasi di Rasau Jaya 2, Kecamatan Rasau Jaya,
Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Praktikum dilakukan pada hari Minggu, 26
November 2023.

B. Hasil Praktikum
Berdasarkan hasil praktikum di lapangan pada lahan Bapak Rustam dengan
patok/saluran tersier 35, sekunder C pengukuran sekat kanal 4 (hulu), titik koordinat
109,41152741000, elevasi 3,96, tinggi air dari permukaan tanah 60 cm, tinggi air di
bendungan 69 cm sehingga terdapat 51 di tambah 18 tinggi muka air tanah mencapai
59 cm. Pada tahun 2016 pembangunan sekat kanal dilakukan dengan bahan kayu,pasir
dan tanah gambut dengan lebar sekat kanal 65 cm dan lebar saluran tersier 3 m.
Awal pembangunan sekat kanal ketinggian air kalau tidak hujan mencapai 30
cm sedangkan apabila terjadi hujan bisa mencapai 40 cm dan mengalami subsiden 16
cm selama 5 tahun. Pengukuran tinggi muka air tanah dengan menggunakan alat
piezometer (Via Satelit), titik koordinat 109,41216092000, elevasi 5,18, tanah gambut
mengalami subsiden 96 cm berdasarkan hasil pengukuran 156 cm dikurang 96 cm dan
mendapatkan hasil pengukuran tinggi muka air tanah 60 cm . Pengukuran sekat kanal
ke 3 (hilir), titik koordinat 109,41101677000, elevasi 3,71, dengan kedalaman muka air
tanah mencapai 108 cm, tinggi air dari permukaan tanah 75 cm, lebar sekat kanal 120
cm dan lebar saluran tersier lebih dari 3,40 m.

C. Pembahasan

Lahan gambut di lahan bapak Rustam pada sekat kanal ke-4 (hulu) dengan
tinggi muka air tanah mencapai 59 cm, pengukuran kedua memiliki tinggi muka air
tanah 60 cm sedangkan pada sekat kanal ke-3 (hilir) memiliki kedalaman muka air
tanah mencapai 108 cm . Salah satu upaya mengatasi kerusakan gambut adalah dengan
melakukan penutupan saluran menggunakan sekat kanal. Tujuannya adalah untuk
menaikan muka air tanah (MAT) ataupun melakukan pembasahan kembali (rewetting)

6
dengan mempertahankan tinggi muka air saluran (MAS). Dengan tertutupnya saluran
diharapkan laju pengurasan air dari lahan ke sungai menjadi berkurang sehingga tinggi
muka air lahan menjadi naik dan kelembaban lahan gambut mejadi terjaga untuk
menghindari kekeringan yang menyebabkan gambut menjadi mudah terbakar. MAT di
lahan gambut yang salurannya disekat, elevasinya menjadi lebih tinggi dan stabil
dibanding MAT di lahan gambut yang salurannya tidak disekat (Balai Litbang Rawa,
2018).
Tinggi muka air (TMA) merupakan salah satu indikator untuk memprediksi
kebakaran di lahan gambut. Pengaturan TMA di lahan gambut merupakan hal yang
sangat penting sebagai upaya pencegahan bencana kebakaran lahan gambut dan emisi
gas rumah kaca. Penurunan air tanah di bawah permukaan tanah dalam beberapa tahun
terakhir dapat mengindikasikan penurunan kapasitas lahan gambut untuk menyimpan
air. Menurut Putra et al. (2018), gambut yang terdegradasi kehilangan kemampuan
menyerap dan menahan air dari tetesan air hujan sehingga sangat rentan terhadap
kebakaran.
Sekat kanal pada lahan gambut yang dijadikan lahan untuk budidaya oleh Bapak
Rustam ini pada sekat kanal ke-4 (hulu) memiliki elevasi 3,96, pengukuran kedua
pengamatan elevasi muka air tanah dilakukan dengan pengamatan elevasi muka air
tanah dengan piezometer yaitu memiliki elevasi 5,18 dan untuk sekat kanal ke-3 (hilir)
memiliki elevasi 3,7. Rendahnya tinggi MAT pada lahan gambut di lokasi sekat kanal
antara lain disebabkan oleh rendahnya lantai sekat kanal, sehingga saluran tidak dapat
menampung air yang cukup untuk menjaga elevasi MAT lahan gambut berada pada
kedalaman ≤ 0,4 m dari permukaan. Perubahan TMA berdampak pada peningkatan
emisi di lahan gambut (Astiani et al, 2017). Turunnya air tanah mengakibatkan pori
tanah menjadi kering yang dapat mempercepat proses dekomposisi gambut dan lahan.
Kekeringan terjadi dalam waktu yang cukup lama dan akan menyebabkan gambut
kering permanen. Pada lahan gambut yang sudah dilakukan drainase, maka elevasi
muka air di lahan gambut tidak boleh terlalu dalam agar lahan gambut tidak mengalami
kekeringan dan sebaliknya tidak terlalu dangkal agar tanaman tidak tergenang, tetapi
cukup mendapatkan air. Untuk mencapai maksud tersebut perlu dilakukan pengelolaan
air dengan baik dengan penyusunan rancang bangun teknik pengelolaan air. Sistem
pemantauan elevasi muka air di saluran dan di lahan juga sangat diperlukan sebagai
sarana peringatan dini dalam pemantauan kejadian banjir dan kekeringan, agar bahaya
kejadian banjir dan kekeringan lahan gambut dapat diantisipasi dengan baik.
7
Pengaturan drainase dan tata air yang baik di lahan gambut sangat menentukan
keberhasilan budidaya pertanian berkaitan dengan sistem perakaran. Pengelolaan air di
lahan gambut bertujuan untuk mengatur pemanfaatan sumber daya air secara optimal
sehingga didapatkan hasil/produktivitas lahan yang maksimal, serta sekaligus
mempertahankan kelestarian sumber daya lahan tersebut.

8
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan saat praktikum dan hasil pembahasan maka
dapat disimpulkan.
Pada saat praktikum dilakukan pengamatan pada 3 tempat, yaitu :
1. Sekat Kanal (ke-4 hulu), tinggi air pada bendungan ialah 69 cm dengan
penambahan 51 dan 18 tinggi sehingga tinggi muka air tanah 59 cm. dan
memiliki elevasi 3,96.
2. Piezometer, pengukuran elevasi muka air tanah dilakukan dengan
pengamatan elevasi muka air tanah dengan elevasi 5,18, tanah gambut
mengalami subsiden 96 cm berdasarkan hasil pengukuran 156cm dikurang
96 cm dengan mendapatkan tinggi muka air tanah 60 cm.
3. Sekat Kanal (ke-3 hilir), memiliki kedalaman muka air tanah mencapai 180
cm, dan tinggi air dari air dari permukaan tanah 75 cm lebar sekat kanal 120
cm, saluran tersier lebih dari 3,40 dengan elevasi 3,7.
Penurunan muka tanah dapat menyebabkan fenomena lain seperti banjir dan
kerusakan infrastruktur yang tentunya dapat menghambat perkembangan kota dan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat sehingga perlu dilakukannya upaya
mitigasi. Salah satu diantaranya adalah dengan pemantauan fenomena penurunan
muka tanah ini. Drainase yang tidak dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan
subsiden karena gambut memiliki sifat yang atau artiannya sekali mengalami
kekeringan yang berlebihan (over drained) sifat koloid gambut akan menjadi rusak
sehingga gambut tidak dapat kembali memegang air.
Pembukaan lahan gambut dengan cara membuat saluran drainase akan
menyebabkan penurunan muka air tanah dan perubahan ekosistem, perubahan ini
mengakibatkan perubahan karakteristik dan sifat fisiki, kimia dan biologi tanah.
Terganggunya keseimbangan ekosistem rawa gambut akibat pembukaan lahan dengan
penanaman kelapa sawit besar-besaran hingga mengakibatkan kondisi tanah gambut
menjadi rusak.

9
Tanaman yang sesuai dilahan gambut sengat terbatas karena faktor pembatas
drainase, daya dukung tanaman, tingkat kematangan, ketebalan tanah gambut dan
dukungan asam-asam organik yang sangat tinggi. Oleh karena itu lahan gambut lebih
sesuai untuk tanaman hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan, dan tanaman
tahunan, sedangkan untuk tanaman pangan padi sawah sangat terbatas pada tanah
gambut dangkal. Mengingat lahan gambut yang mudah rusak, maka pemanfaatan perlu
sangat hati-hati agar dapat digunakan secara berkelanjutan.

B. Saran
Penggunaan yang baik dapat dilakukan dengan pengelolaan system hidrologi
yang tepat. Mempertahankan kedalaman muka air tanah sampai pada Batasan tertentu
serta menerapkan upaya pemanfaatan lahan gambut secara terbatas telah terbukti
mampu memperlambat atau mengurangi potensi kerusakan ekosistem lahan rawa
dalam lingkungan dalam artian luas. Lalu, perlu adanya tindakan konservasi dalam
pemanfaatan lahan gambut sangat dalam agar tidak terjadi degradasi kesuburan tanah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dwina Archenita, S. D. (2015). Kajian Land Subsidence Untuk Perkuatan Tanah (Studi Kasus
Sawahlunto). ISSN : 1858-3695, 10-11.

Fasla, R. (2022). pengelolaan lahan gambut untuk pertanian secra berkelanjutan. ISSN 2808-
1536, 71-72.

Nandra Eko Nugroho, S. B. (2019). Anomali Perubahan Muka Air Tanah di Daerah Urban.
Jurnal Geografi 16(1), 2-4.

Nur Afni Ali Kasim, I. F. (2023). Pemetaan Muka Air Tanah Dan Kualitas Air Tanah Di
Kelurahan Weri Dan Sekitarnya Kecamatan Larantuka Kabupaten Flores Timur
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teknologi, Vol. 17, No. 1, ISSN: 1693-9522, 45-
46.

Permana, A. P. (2019). Analisis Kedalaman Dan Kualitas Air Tanah Di Kecematan Sipatana
Kota Gorontalo Berdasarkan Parameter Fisika Dan Kimia. jurnal teknik lingkungan p-
ISSN ; 2461-0437, 45-47.

Prayoga, K. (2016). Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Kearifan Lokal Di Pulau Kalimantan.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Jilid 3, 1016-1019.

Whittaker D.N, d. R. (1989). “Kejadian Subsidensi, Prediksi dan Kontrol. DME Univ
Notthingham, Elsiver, New York, 359-362.

Yelly Zamaya, D. T. (2021). Penentuan Penggunaan Lahan Gambut Untuk Peningkatan


Ekonomi Masyarakat Di Kabupaten Indragiri Hulu . Jurnal Planologi E-ISSN : 2615-
5257 , 198-199.

11
LAMPIRAN

Pengukuran muka air dan kedalaman pada sekat kanal 4 (Hulu)

Pengukuran dan pengamatan muka air tanah pada Piezometer

Pengamatan dan pengukuran sekat kanal 3 (Hilir)

12

Anda mungkin juga menyukai