Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM AGROHIDROLOGI

“MENGHITUNG NERACA AIR LAHAN BULANAN”

Disusun Oleh:
Nama : Meynanda Silitonga
NIM : D1A018083
Asisten Dosen : Mulidaya Hapsyari
Martiningsih

Dosen Pembimbing :
Ir. Endriani, M.P.
Dr. Ir. Aswandi, M.Si.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Agrohidrologi dengan judul “MENGHITUNG NERACA AIR LAHAN BULANAN”
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen dan asisten dosen Mata
Kuliah Agrohidrologi yang telah banyak memberikan bimbingan, Arahan, dan
motivasi sampai selesainya laporan ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada
teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga
makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga laporan ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa laporan ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya laporan selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jambi, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................
1.2 Tujuan Penulisan .....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................
3.3 Prosedur Kerja ........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................
4.1 Hasil .......................................................................................
4.2 Pembahasan ............................................................................
BAB V PENUTUP ................................................................................
5.1 Kesimpulan .............................................................................
5.2 Saran .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketersediaan akan air semakin hari semakin menurun sementara kebutuhan
akan air semakin meningkat. Berdasarkan data dari Direktorat Pengairan dan Irigasi
pada tahun 2003 sudah terjadi defisit air. Defisit ini diperkirakan akan semakin tinggi
pada tahun 2020, di mana jumlah penduduk dan aktifitas perekonomian meningkat
secara signifikan.

          Sub daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu merupakan jantung dari sistem
pengelolaan daerah aliran sungai di DAS, sehingga kerusakan pada sub DAS bagian
hulu akan mempengaruhi pada sistem pengelolaan sumber daya air. Perubahan
penggunaan lahan yang dilakukan di DAS Hulu, tidak hanya akan berdampak pada
tempat kegiatan berlangsung, tetapi juga akan berdampak pada daerah hilir di
antaranya dalam bentuk perubahan besar debit aliran air. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa umumnya hutan dan vegetasinya saat ini sudah rusak akibat
penebangan liar dan terutama di daerah DAS bagian hulu. Kerusakan hutan dan DAS
di Indonesia meningkat setiap tahunnya.  Menurunnya luas tutupan hutan
mengakibatkan meningkatnya aliran permukaan. Hal ini berakibat terhadap
kemampuan DAS dalam menyimpan dan menyerap serta mendistribusikan air hujan
yang jatuh ke tanah. Kenyataannya pada musim kemarau beberapa daerah 
mengalami defisit air, dan pada waktu musim hujan terjadi banjir.

            Air ialah salah satu faktor yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup
di bumi. Begitu pentingnya air bagi kehidupan, sehingga manusia berusaha
melestarikan air agar penggunaannya dapat lebih efektif dan efisien serta mencegah
kehilangan air secara sia-sia.Air hujan sebagai salah satu sumber air yang murah dan
melimpah, dalam bidang pertanian dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk
menghasilkan produksi yang maksimal. Namun seringkali hadirnya hujan belum
disertai dengan penanaman jenis-jenis tanaman yang mempunyai kebutuhan air sesuai
dengan keadaan curah hujan. Hal tersebut dapat mengakibatkan banyaknya air
hujanyang tersisa bahkan malah kekurangan air (jika merupakan daerah tadah
hujan).Penaksiran kebutuhan air untuk satu lahan pertanaman sangat diperlukan
untuk menentukan pola tanam berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan air hujanyang
ada. Hal tersebut dilakukan sebagai usaha untuk memanfaatkan sumber daya alam
(hujan) dengan sebaik-baiknya serta untuk mendapatkan hasil semaksimal
mungkin.Untuk menganalisis hubungan iklim, tanah dan tanaman dilakukan dengan
metode neraca air. Metode neraca air digunakan untuk mengetahui kecukupan air
untuk tanaman tertentu pada jenis tanah tertentu dan lokasi tertentu. Kecukupan air
selama masa pertanaman menentukan potensi kehilangan hasil tanaman yang
bersangkutan. Tanaman membutuhkan air yang cukup selama masa pertumbuhannya.
Kekurangan air akan mengakibatkan reduksi transpirasi tanamandan kondisi ini
berakibat pada penurunan hasil tanaman. Input air tanaman berasaldari curah hujan,
sedangkan air yang tersimpan pada zona perakaran digunakan oleh tanaman untuk
transpirasi, dan sebagian hilang melalui evaporasi. Metode neraca air umum dan
neraca air lahan perhitungan-perhitungan terhadap curah hujan (CH), Evaporasi (Eo)
dan Evaporasi potensial (ETP)

1.2 Tujuan Penulisan


Mahasiswa mampu menghitung dan menganalisis neraca air lahan bulanan
dengan metode Thorthwaite.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 Siklus Hidrologi

Beberapa sifat tanah yang merupakan komponen-komponen neraca air,


misalnya kapasitas menyimpan air (jumlah ruang pori), infiltrasi, kemantapan pori
sangat dipengaruhi oleh macam penggunaan lahan atau jenis dan susunan tanaman
yang tumbuh di tanah tersebut. Jadi jenis-jenis pohon atau tanaman semusim yang
ditanam pada suatu bidang tanah dapat mempengaruhi siklus dan kesetimbangan air
pada sistem tersebut. Sebaliknya siklus dan kesetimbangan air dalam sistem ini pada
gilirannya juga mempengaruhi kompetisi antara komponen tanaman yang ada
(Hendrik, 1996 ).

Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman
baik pohon maupun semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang
dapat diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan
perakaran. Akar tanaman dari semua komponen agroforestri menyerap air dari tandon
air yang sama dan pada kapasitas yang terbatas. Bila jumlah air dalam tandon
berkurang terjadilah perebutan antara akar-akar berbagai jenis tanaman yang ada
untuk mengambil air. Dalam hal ini terjadi kompetisi untuk mendapatkan air guna
mempertahankan pertumbuhan masing-masing jenis tanaman. Beberapa sifat tanah
yang merupakan komponen-komponen neraca air, misalnya kapasitas menyimpan air
(jumlah ruang pori), infiltrasi, kemantapan pori sangat dipengaruhi oleh macam
penggunaan lahan atau jenis dan susunan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut.
Jadi jenis-jenis pohon atau tanaman semusim yang ditanam pada suatu bidang tanah
dapat mempengaruhi siklus dan kesetimbangan air pada sistem tersebut. Sebaliknya
siklus dan kesetimbangan air dalam sistem ini pada gilirannya juga mempengaruhi
kompetisi antara komponen tanaman yang ada (Budiman, 1988 ).
Curah hujan yang jatuh pada suatu kawasan, sebagian akan ditahan oleh tajuk
pohon, dan sebagian lagi oleh tajuk tanaman semusim, dan lainnya lolos ke
permukaan tanah di bawah pohon dan di bawah tanaman semusim .Air yang ditahan
oleh tajuk pohon dan tanaman semusim sebagian besar menguap sehingga tidak
berpengaruh kepada simpanan (cadangan) air dalam tanah. Tajuk pohon dan tanaman
semusim yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah air yang ditahan tajuk
kedua jenis tanaman itu. Akibatnya jumlah air yang lolos dan mencapai permukaan
tanah di bawah pohon dan dibawah tanaman semusim juga berbeda. Air hujan yang
lolos dari tajuk tanaman akan mencapai permukaan tanah dan sebagian masuk ke
dalam tanah melalui proses infiltrasi. Sebagian lagi mengalir dipermukaan tanah
sebagai limpasan permukaan. Sifat-sifat tanah di bawah pohon dan tanaman semusim
dan jumlah air yang jatuh di bawah kedua tanaman yang berbeda menyebabkan
kecepatan infiltrasi dan limpasan permukaan di bawah tanaman semusim dan pohon
juga berbeda. Dalam kondisi tertentu infiltrasi di bawah pohon bisa cukup tinggi
sehingga tidak hanya cukup untuk menurunkan Rt menjadi nol (tidak ada limpasan
permukaan), tetapi mampu menampung limpasan permukaan dari areal di bawah
tanaman semusim (Rosdan, 2001 ).

 Neraca Air

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air
disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air
tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui
kondisi air pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan
terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya (Soewarno, 2000).
Soewarno (2000) menytakan bahwa model neraca air cukup banyak, namun
yang biasa dikenal terdiri dari tiga model, antara lain:
a)    Model Neraca Air Umum. Model ini menggunakan data-data klimatologis dan
bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah (jumlah curah hujan
melebihi kehilangan air untuk penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi
maupun penguapan dari sistem tanaman atau transpirasi, penggabungan keduanta
dikenal sebagai evapotranspirasi).
b)    Model Neraca Air Lahan. Model ini merupakan penggabungan data-data
klimatologis dengan data-data tanah terutama data kadar air pada Kapasitas Lapang
(KL), kadar air tanah pada Titik Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia (WHC =
Water Holding Capacity).
 Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan
jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi.
Air yang dapat ditahan tanah tersebut akan terus-menerus diserap akar tanaman
atau menguap sehingga tanah makin lama makin kering. Pada suatu saat akar
tanaman tidak lagi mampu menyerap airsehingga tanaman menjadi layu.
Kandungan air pada kapasitas lapang diukur pada tegangan 1/3 bar atau 33 kPa
atau pF 2,53 atau 346 cm kolom air.
 Titik layu permanen adalah kondisi kadar air tanah dimana akar-kar tanaman
tidak mampu lagi menyerap air tanah, sehingga tanaman layu. Tanaman akan
tetap layu pada siang atau malam hari. Kandungan air pada titik layu permanen
diukur pada tegangan 15 bar atau 1.500 kPa atau pF 4,18 atau 15.849 cm tinggi
kolom air.
 Air tersedia adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman yaitu selisih antara
kapasitas lapang dan titik layu permanen.
c)    Model Neraca Air Tanaman. Model ini merupakan penggabungan data klimatologis,
data tanah, dan data tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan khusus pada jenis
tanaman tertentu. Data tanaman yang digunakan adalah data koefisien tanaman pada
komponen keluaran dari neraca air. Neraca air adalah gambaran potensi dan
pemanfaatan sumberdaya air dalam periode tertentu. Dari neraca air ini dapat
diketahui potensi sumberdaya air yang masih belum dimanfaatkan dengan optimal.
Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa selama periode
waktu tertentu masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah dengan
perubahan air cadangan (change in storage). Nilai perubahan air cadangan ini dapat
bertanda positif atau negatif (Soewarno, 2000).
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara  jumlah
air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu.
Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan    (Sri,  2000).

 Surplus (S)

Kelebihan air pada tanaman biasanya terlihat /terjadi ketika awal musim hujan
(akhir musim kemarau) dan padsa saat pertengfahan musim hujan. Yang sangat
berdampak bagi pertumbuhan tanaman dapat di lihat sebagai berikut:” Awal musim
hujan (akhir musim kemarau) (Aak, 2000).
Ciri, sinar matahari cukup banyak, suhu udara panas, kelembaban udara
absolute (Ah) tinggi, kelembaban udara relatip (Rh) tinggi, hujan masih jarang
terjadi, dan sumber air tanah maupun air permukaan sedikit. Dampak bagi tanaman
yaitu proses transpirasi (proses pendinginan) terganggu karena tingginya nilai Rh.
Keadaan ini diperparah dengan sulitnya proses pendinginan secara konduksi lewat
daun, karena bahang panas pada fase musim ini juga tinggi. Akibatnya tanaman akan
kepanasan, daun dan batang tanaman nampak layu meski masih nampak hijau. Kalau
kondisi parah ranting dan daun akan menguning dan rontok (Aak, 2000).
Kesalahan yang sering dilakukan pada fase ini, melihat tanaman nampak
layu timbul anggapan tanaman kurang air. Padahal kelayuan muncul bukan karena
kekurangan air (seperti pada musim panas), namun akibat terganggunya proses
penyerapan air karena transpirasi terhambat. Dampak selanjutnya gampang diduga,
zona akar akan kelebihan air dan mengundang penyakit (Aak, 2000).  
                Pertengahan musim hujan. Ciri, sinar matahari terhalangi mendung, suhu
udara turun, kelembaban udara absolute (Ah) turun / rendah, kelembaban udara
relatip (Rh) tinggi, frekwensi hujan tinggi, dan sumber air tanah maupun air
permukaan melimpah (Aak, 2000).
                Dampak bagi tanaman antara lain Kelembaban (Rh) tinggi pada suhu yang
rendah merupakan kondisi ideal pertumbuhan spora jamur. Tanaman yang tidak sehat
atau bagian tanaman yang tua menjadi rentan serangan jamur. Genangan-genangan
air pada bagian batang, bonggol, dan daun (bagian-bagian yang kaya karbohidrat)
cepat atau lambat akan diserbu jamur (Aak, 2000).
 

Kolom Surplus (S)

Surplus berarti kelebihan air ketika CH  ETP sehingga,

S = CH-ETP-dKAT , berlangsung pada musim hujan

 Defisit (D)

Kekurangan air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman, yang meliputi


proses fisiologi, biokimia, anatomi dan morfologi. Pada saat kekurangan air, sebagian
stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan
aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, kekurangan air juga
menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury 2006).
            Tanaman yang mengalami kekurangan air secara umum mempunyai ukuran
yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal (Kurniasari
2010). Kekurangan air menyebabkan penurunan hasil yang sangat signifikan dan
bahkan menjadi penyebab kematian pada tanaman (Salisbury, 2006).
          Mansfield (2008) menjelaskan bahwa respons tanaman yang mengalami
kekurangan air dapat merupakan perubahan di tingkat selular dan molekular yang
ditunjukkan dengan penurunan laju pertumbuhan, berkurangnya luas daun dan
peningkatan rasio akar : tajuk. Tingkat kerugian tanaman akibat kekurangan air
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain intensitas kekeringan yang dialami,
lamanya kekeringan dan tahap pertumbuhan saat tanaman mengalami kekeringan.
            Lie (2006) menjelaskan bahwa evaluasi toleransi tanaman terhadap
kekurangan air dapat dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri morfologi, anatomi,
dan fisiologi yang berkaitan erat dengan hasil produksi tanaman di lingkungan yang
kekurangan air.
Kolom Defisit (D)

Defisit berarti berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga,

D = ETP – ETA , berlangsung pada musim kemarau


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Adapun tempat diadakannya praktikum adalah di Laboratorium Fisika Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Jambi, bertepatan pada hari 11 Maret 2020 pada pukul
09.30 s/d 12.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis,
laptop, kalkulator dan data curah hujan

3.3 Prosedur Kerja


Langkah   1   Kolom Curah Hujan (CH)
Diisi dengan data CH rata-rata dibulanan atau CH dengan peluang
tertentu, mewakili seluruh lahan.
Langkah   2   Evapotranspirasi Potensial (ETP)
Diisi dengan nilai ETP standard (rumput) dari stasiun setempat atau
dekat dan digunakan lisimeter.
Langkah   3   Kolom CH – ETP
                      Diisi nilai hasil dua kolom diatasnya.
Langkah   4   Kolom Akumulasi potensial untuk penguapan
                      (APWL = Accumulation of Potensial Water Lost)
                      Diisi penjumlahan nilai CH – ETP yang negatif secara berurutan bulan
                      ke bulan.
Langkah   5   Kandungan Air Tanah (KAT)
Pertama ditentukan kapasitas lapang air (KL = 300 konstan) karena
nilai ini yaitu KAT max. Diisi nilai KAT pada bulan dimana terjadi
APWL. Kolom KAT dibulan pertama CH – ETP memiliki nilai positif
diisi dengan :
KAT = KATterakhir + CH – ETP.
Langkah   6   Perubahan KAT (dKAT)
Nilai dKAT dari suatu bulan dikurangi KAT bulan sebelumnya. Nilai
dKAT positif dinyatakan terjadi perubahan kandungan air didalam
tanah. Keadaan ini berlangsung periode di musim hujan.
Penambahan berhenti (dKAT=0) setelah KL tercapai, sebaliknya bila
CH menurun hingga nilainya kurang dari ETP, maka seluruh CH akan
dievapotranspirasikan. Demikian juga sebagian KAT akan dihisap ke
permukaan tanah untuk maksud yang sama. Pada saaat tersebut dKAT
menjadi negatif.
Langkah   7   Evapotranspirasi Aktual (ETA)
Pada bulan – bulan CH lebih kecil dari ETP, maka berlangsung
ETA=CH + [dKAT] diseluruh air hujan dievapotranspirasikan bersama
dengan air yang ditarik di dalam tanah. Pada bulan – bulan dimana CH
melebihi ETP maka ETA = ETP karena ETA mencapai maksimmum.
Langkah   8   Defisit (D)
 Arti D adalah berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan. Sehingga
 D = ETP – ETA dan terjadi di bulan – bulan di musim kemarau.
Langkah 9   Surplus (S)
Surplus ialah kelebihan air (CH>ETP), dimana S = CH –
ETP – dKAT dan terjadi di bulan musim hujan.
Langkah 10 Run Off
Run off (RO) merupakan aliran permukaan atau limpasan. Thornthwaite
dan
Mather (1957) membagi RO menjadi dua bagian :
1. 50% dari Surplus bulan sekarang (Sn).
2. 50% dari RO bulan sebelumnya (ROn -1).
Nilai 50% adalah koefisien run off studi di Amerika.  Nilai ini dapat
berubah sesuai kondisi setempat.  Sehingga, RO bulan sekarang (Rn) =
50% (Sn + ROn -1) Khusus RO bulan Januari, karena ROn -1 belum
terisi maka ROn-1 diambil 50% dari surplus bulan Desember (50%)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
CH- Run-
Bulan CH ETP ETP APWL KAT d KAT ETA Defisit Surplus off
Jan 353 128 225   250 0 128 0 225 141
Feb 265 118 147   250 0 118 0 147 144
Mar 281 129 152   250 0 129 0 152 148
Apr 143 125 18   250 0 125 0 18 83
Mei 112 121 -9 -9 241 -9 121 0 0 41
Jun 78 108 -30 -39 215 -26 104 4 0 21
Jul 16 100 -84 -123 165 -50 66 34 0 10
Agus 38 104 -66 -189 142 -24 62 42 0 5
Sep 58 114 -56 -245 129 -13 71 43 0 3
Okt 110 134 -24 -269 124 -4 114 20 0 1
Nov 194 131 63   187 63 131 0 0 1
Des 249 130 119   250 63 130 0 56 28
Total 1897 1442         1299 143 598 626

Hubungan Neraca Air Bulanan


400

300

200

100

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des

CH ETP ETA
Perhitungan
 CH – ETP
Misalnya pada bulan januari
= CH jan – ETP jan
= 353 – 128
= 225
 APWL ( akumulasi potensial kehilangan air untuk penguapan )
Di isi dengan penjumlahan nilai CH – ETP yang negatif secara berurutan
Misalnya APWL bulan juni
APWL = APWL mei + CH-ETP juni
= -9 + (-30)
= - 39
 KAT ( kandungan air tanah )
Isi dulu nilai KAT dimana terjadi APWL dengan rumus :
KAT = TLP + ¿ ¿ x AT]
TLP = titik layu permanen
KL = kapasitas lapang
AT = KL – TLP
*Misalnya pada bulan Juni
KL = 250mm, TLP = 100mm
AT = 250 – 100
= 150 mm
KAT = 100 + ¿ ¿ x 150
= 215 mm
Kemudian isi nilai KAT pada kolom yang tidak terjadi APWL, dengan cara:
KAT = KAT terakhir + CH –ETP, jika nilai KAT-nya mencapai kapasitas
lapang (KL) maka yang diambil adalah nilai KL
*Misalnya pada bulan November
KAT oktober = 124 mm, dan CH-ETP November = 63 mm
Maka KAT Nov = KAT okt + CH-ETP nov
= 124 + 63
= 187 ( belum mencapai KL )
*Misalnya pada bulan Februari
KAT jan = 250 mm, dan CH-ETP feb = 118
KAT feb = KAT jan + CH-ETP feb
= 250 + 118
= 368 ( melebihi KL = 250 MM ) sehingga KAT Januari = 250 mm

 dKAT ( perubahan kadar air tanah )


dKAT= KAT bulan tersebut – KAT bulan sebelumnya
misalnya pada bulan Mei
KAT april = 250 dan KAT mei = 241
dKAT mei = KAT mei – KAT april
= 241 – 250
= -9
 ETA ( evapotranspirasi aktual )
Bila CH > ETP maka ETA = ETP karena ETA mencapai maksimum. Bila CH
< ETP maka ETA = CH + |Dkat| karena seluruh CH dan dKAT seluruhnya
akan dievapotranspirasikan
*Misalnya bulan Januari
Karena CH januari > ETP januari maka
ETA januari = ETP januari
ETA jan = 128
*Misalnya pada bulan juli
Karena CH juli < ETP juli maka
ETA juli = CH juli + |dKAT juli|
= 16 + 50
= 66 mm

 Defisit (D)
D = ETP – ETA ( berlangsung pada musim kemarau )
Misalnya pada bulan Oktober
ETP okt = 134 dan ETA okt = 114
D oktober = ETP okt – ETA okt
= 134 – 114
= 20 mm

 Surplus ( S)
Surplus berarti kelebihan air ketika CH  ETP sehingga,

S = CH −¿ ETP −¿dKAT , berlangsung pada musim hujan

Misalnya pada bulan januari

S = CH jan – ETP jan – dKAT jan

S = 353 -128 – 0

S = 225

 Run-off

RO bulan sekarang (Rn) = 50% (Sn+Ron-1)


Misal untuk RO Maret = 50% (Sn+Ron-1)
Misalnya pada bulan Maret
RO = 50% (S januari + S desember )
RO = 50% ( 225 + 56 )
RO = 141

4.2 Pembahasan

Dilihat dari tabel mengenai perhitungan neraca air lahan, jumlah air yang
tersedia di lahan mencapai 1897 mm dengan jumlah defisit 143 mm, evapotranspirasi
aktual sebesar  1299 mm, sehingga selama setahun terjadi surplus dan run-off
masing-masing sebesar 598 mm dan 626 mm.Dari grafik diatas, dapat lihat bahwa
surplus terjadi sejak bulan Januari hingga bulan April dan Desember. Surplus
merupakan kelebihan air dimana nilai curah hujan (CH) lebih besar dari pada
penguapan/evapotranspirasi potensial (ETP). Surplus air terjadi selama musim hujan.
Surplus air tertinggi terjadi pada bulan Januari, dengan curah hujan 353 mm. Selama
bulan Januari hingga April , nilai CH selalu lebih besar dari pada nilai ETP. ETA
mencapai nilai maksimum. Karena itu, ETA = ETP. Pada bulan juni hingga Oktober
terjadi defisit air dimana jumlah evapotranspirasi aktual melebihi jumlah curah hujan.
Ini berarti seluruh air hujan di evapotranspirasikan bersama-sama dengan air yang
ditarik dari tanah. Pada kondisi defisit ini kandungan air tanah pun mengalami
penurunan seiring dengan berkurangnnya curah hujan dan air tanah dimanfaatkan
untuk evapotranspirasi (ETA) maka apabila air tanah tidak disuplai oleh hujan akan
mengalami defisit dan kondisi demikian disebut musim kemarau. Pada bulan
November hingga Desember, nilai CH kembali lebih besar dari pada nilai ETP. Dan
ETA kembali mencapai nilai maksimum.

Sehingga selama 5 bulan terjadi surplus air, ini membuktikan hampir selama
5 bulan terjadi musim hujan dan hanya 5 bulan musim kemarau yang menyebabkan
defisit air. Hal ini menyebabkan keseimbangan antara bulan surplus air dan bulan
defisit air. Karena sepanjang tahun banyak terdapat bulan-bulan surplus air, maka
kemungkinan dapat terjadi bencana banjir di daerah tersebut. Setelah mengetahui data
neraca air ini, dapat dilakukan tindakan- tindakan untuk mengantisipasi bencana
banjir yang mungkin akan terjadi, seperti dengan membuat saluran drainase, dan
menentukan teknik pengendalian banjir. Jia terjadi banyak bulan defisit air, analisis
neraca air dapat digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan
pembagi air serta saluran-salurannya. Selain itu, analisis neraca air juga digunakan
sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.

Selain surplus dan defisit, hal yang perlu diperhatikan dari hasil analisis
neraca air ini adalah terjadinya run-off  yang apabila tidak ditangaini dengan baik
akan dapat menimbulkan bencana yang tidak diinginkan, tetapi apabila dilakukan
penangan yang baik dapat memberikan manfaat yang besar terutama digunakan pada
saat musim kemarau. Setiap tahun berdasarkan neraca air lahan bulanan pada tabel
diatas run-off terjadi sepanjang tahun, namun besarnya tergantung pada curah hujan.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa:
1. Surplus terjadi dalam jangka waktu bulan Januari-April dan Desember sedangkan
defisit terjadi dari bulan juni hingga Oktober.
2. Untuk melakukan penanaman sebaiknya dilakukan pada periode surplus serta
panen dilakukan pada periode defisit.
3. Pada bulan juni hingga september, seluruh air hujan mengalami evapotranspirasi
karena CH < ETA.
4. Pada periode defisit perlu dilakukan penyiraman.

5.2 Saran

Dengan adanya perhitungan dan menganalisis neraca air lahan bulanan dengan
metode Thorthwaite,diharapkan agar bisa lebih efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, 1988. Neraca Air . UGM ; Yogyakarta

Josh, Hendrik. 1996. Kesetimbangan Air dalam Neraca. Bandung.


Widiawati, Rosdan. 2001. Curah Hujan. Penerbit Erlangga ; Jakarta.

2011.di unduh http://4ndrian0nlii.blogspot.co.id/2011/11/laporan-praktikum-menghit


ung-neraca-air.html. Diakses tanggal 16 Maret 2020.

2015.di unduh http://degonaljaya28.blogspot.co.id/2015/05/laporan-agrohidrologi-da


n- manajemen.html. Diakses tanggal 16 Maret 2020.

2014.di unduh http://edihariadibagus.blogspot.co.id/2014/07/laporan-praktikum-aca r


a-2-neraca-air.html. Diakses tanggal 16 Maret 2020.

2011.di unduh http://blogamrulmustanil.blogspot.co.id/2011/05/analisis-neraca-air-la


han.html. Diakses tanggal 16 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai