Anda di halaman 1dari 27

Makalah Ekologi Fisiologi

GENANGAN

Disusun oleh:
Rismawati (0361 14 002)
Riska Chintya Dewi (0361 14 046)
Kurnia Afifah (0361 14 031)
Adila Fauziyah (0361 14 0)
Meri Sri Susanti (0361 14 083)

Kelas 7-D

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Pakuan
2017
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga makalah kami ini yang berjudul Genangan dapat
terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah terutama dosen pengampu mata kuliah Ekologi Fisiologi
yaitu Bapak Dimas Prasaja M.Si.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari banyak kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kepada semua pihak dengan sangat terbuka kami mengharapkan saran,
masukan, maupun kritik untuk penyempurnaan makalah dimasa mendatang. Besar harapan
kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, 24 Oktober 2017


Penulis
Daftar Isi

Halaman Judul...................................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Genangan.............................................................................................3
B. Respon Tanaman terhadap Genangan...................................................................6
a. Perubahan lingkungan akar selama penggenangan.........................................6
b. Respons metabolisme dan adaptasi terhadap Hipoksia dan Anoksia..............8
c. Respons fisiologis terhadap genangan............................................................9
d. Adaptasi morfologi dan anatomi terhadap genangan.....................................12
e. Mekanisme morfologis dan fisiologis tanaman padi dalam kondisi
Terendam.....................................................................................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................21
B. Saran......................................................................................................................21

Daftar Pustaka.................................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air sangat dibutuhkan pada tanaman karena merupakan bahan penyusun utama dari pada
protoplasma sel. Upaya peningkatan produktivitas tanaman padi menghadapi berbagai kendala
faktor lingkungan. Fluktuasi ketersediaan air merupakan masalah dalam pertumbuhan padi.
Ketersediaan air yang cukup merupakan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman padi sawah.
Tanaman padi membutuhkan volume yang berbeda-beda untuk setiap fase pertumbuhannya. Air
memiliki peranan yang sangat penting pada saat pembentukan anakan dan inisiasi malai. Status
air juga mempengaruhi pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan penyerapan mineral.
Pada kondisi alami, tanaman sering tergenang air, baik sementara maupun permanen.
Genangan air secara drastis mempengaruhi fisiko-kimia tanah, terutama potensial redoks, pH
dan O2 tanah. Dengan demikian, kondisi hipoksia atau anoksia sering dialami oleh sistem
perakaran tanaman. Kondisi O2 yang terbatas ini mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan,
dan kelangsungan hidup tanaman. Salah satu respons terbaik tanaman terhadap genangan air
tanah adalah beralih dari metabolisme respirasi aerobik kepada respirasi fermentasi anaerob.
Kenyataannya, kebanyakan protein yang terbentuk selama kondisi hipoksia adalah enzim-enzim
yang terlibat dalam pembentukan jalur fermentasi ini. Karena sel tanaman perlu menjaga
pasokan ATP secara terus menerus, maka penggunaan akseptor elektron alternatif dan/atau jalur
alternatif merupakan elemen kunci untuk bertahan hidup dalam kondisi tergenang air tanah.
Respons tanaman dapat juga berupa menurunnya konduktansi stomata dan fotosintesis, serta
konduktivitas hidrolehik akar. Perubahan fisiologis ini pada gilirannya mempengaruhi cadangan
dan translokasi karbohidrat. Kenyataannya, penggunaan karbohidrat yang efisien bisa menjadi
pembeda antara spesies yang toleheran dan yang tidak toleheran. Adaptasi lain yang diamati
adalah perubahan morfologi yang terdiri dari pembentukan lentisel hipertrofi, inisiasi akar
adventif dan/atau perkembangan aerenkhima. Pengetahuan kita tentang mekanisme adaptasi
dasar tanaman terhadap genangan air diperoleh dari pendekatan genomik dan proteomika.
Namun, beragamnya respons adaptasi yang terjadi merupakan kesulitan ketika mempelajari
masalah stres ini. Tinjauan ini mengulas pemahaman kita mengenai respons metabolehis,
fisiolehogis, dan morfologi dan adaptasi tanaman terhadap genangan air.

1
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian genangan
2. Memahami perubahan lingkungan akar selama penggenangan
3. Memahami respons metabolisme dan adaptasi terhadap Hipoksia dan Anoksia
4. Memahami respons fisiologis terhadap genangan
5. Memahami adaptasi morfologi dan anatomi terhadap genangan
6. Memahami mekanisme morfologis dan fisiologis tanaman padi dalam kondisi
terendam

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Genangan
Genangan air tanah telah lama diidentifikasi sebagai cekaman abiotik utama dan
kendala yang diberikannya pada akar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bila peristiwa ini terjadi pada musim semi,
maka genangan air ini dapat mengurangi perkecambahan benih dan perkembangan
bibit. Dengan demikian, genangan air merupakan faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup spesies tanaman, tidak hanya
pada ekosistem alami, tetapi juga pada sistem pertanian dan hortikultura (Dat et al.
2006).
Kelebihan air terjadi ketika pada permukaan tanah menjadi jenuh, pori-pori tanah
penuh dengan air. Kelebihan air tidak dapat dialirkan pada saluran. Kelebihan air dapat
terjadi pada:
1. Periode hujan lebat
2. Pengelolaan irigasi yang buruk
3. Meningkatnya permukaan air bawah tanah
Pengairan yang berlebihan di daerah irigasi dan musim penghujan yang
berkepanjangan menyebabkan terjadinya kelebihan air dalam tanah. Tanaman di daerah
yang mendapat irigasi akan menggunakan air hanya secukupnya saja sebanyak yang
dibutuhkannya. Kelebihan air yang tidak digunakan akan terjadi dan mengisi kembali
sistem permukaan air bawah tanah dan menyebabkan meningkatnya tampungan air di
bawah tanah (Anonimus, 2008).
Keberadaan air di alam dapat menjadi pembatas pertumbuhan tanaman(limiting
factors), apabila jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering
menimbulkan cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit, sering menimbulkan
cekaman kekeringan (FPUGM, 2008). Anonimus (2008) dinyatakan bahwa efek dari
kelebihan air akan jelas terlihat pada daerah yang mendapat irigasi, kemudian
diberbagai tempat yang dekat dengan daerah tampungan air bawah tanah.
Akibat kelebihan air bagi tanaman:
a. Kelebihan air menyebabkan pori-pori tanah tidak ada oksigen, sementara
tanaman memerlukan oksigen untuk pernapasan dan pertumbuhannya.
b. Tanaman akan terlihat menguning, pertumbuhan terhambat dan kurus.

3
c. Tanaman akan mati.
d. Beberapa spesies tanaman menjadi lebih toleran terhadap kondisi jenuh air dan
akan mengambil alih vegetasi daerah tersebut.
e. Menurunkan potensi hasil antara 30-80% pada beberapa hasil pertanian di
daerah padang rumput yang curah hujannya 400 ml (McFarlance and
Williamson, 2001).
Akibat genangan air yang berlebihan mengakibatkan kandungan lengas tanah di
atas kapasitas lapangan. Selain itu juga menimbulkan dampak yang buruk terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman dengan menurunnya pertukaran gas antara tanah dan
udara yang mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat
pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah
dan menghambat laju difusi). Pada kondisi genangan < 10% volume pori berisi udara,
sebagian besar tanaman pertumbuhan akarnya terhambat bila < 10% volume pori yang
berisi udara dan laju difusi O2 kurang dari 0,2 g.cm-2 menit-1. Keadaan lingkungan
kekurangan O2 disebut hipoksia, dan keadaan lingkungan tanpa O2 disebut anoksia
(mengalami cekaman aerasi). Kondisi anoksia tercapai pada jangka waktu 6-8 jam
setelah genangan, karena O2 tedesak oleh air dan sisa O2 dimanfaatkan oleh
mikroorganisme. Pada kondisi tergenang, kandungan O2 yang tersisa di tanah lebih
cepat habis bila ada tanaman.
Laju difusi O2 di tanah basah 10.000 kali lebih lambat dibandingkan di
udara.Tekstur tanah juga mempengaruhi laju penurunan Oksigen. Pada tanah berpasir,
kehabisan O2 terjadi pada 3 hari setelah tergenang sedangkan pada tanah lempung
terjadi <1 hari, porositas lempung lebih rendah dari pada tanah berpasir. Penurunan O2
dipercepat oleh keberadaan tanaman di lahan, akar tanaman menyerap oksigen untuk
kebutuhan respirasi. Genangan selain menimbulkan penurunan difusi O2 masuk ke pori
juga akan menghambat difusi gas lainnya, misalnya keluarnya CO2 dari pori tanah.
CO2 terakumulasi di poritanah. Pada tanah yang baru saja tergenang, 50% gas terlarut
adalah CO2 dan sebahagian tanaman tidak mampu menahan keadaan tersebut. Dampak
kelebihankonsentrasi CO2 mempunyai pengaruh lebih kecil dibandingkan dengan
defisiensi O2.
Genanggan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Struktur tanah
rusak, daya rekat agregat lemah, penurunan potensial redoks, peningkatan pH tanah
masam, penurunan pH tanah basah, perubahan daya hantar dan kekuatan ion, dan

4
perubahan keseimbangan hara (balancing nutrient).Tanaman yang tergenang
menunjukkan gejala klorosis khas kahat Nitrogen. Kekahatan N terjadi karena
penurunan ketersediaan N maupun penurunan penyerapannya. Pada kondisi tergenang
ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat
diubah menjadi N2, NO, N2O, atau NO2 yang menguap ke udara. Pada proses
denitrifikasi, nitratdigunakan oleh bakteri aerob sebagai penerima electron dalam
proses respirasi. Genanganberdampaknegatifterhadap ketersediaan N, tetapi ada pula
keuntungan dari timbulnyagenangan yaitu peningkatan ketersediaan P, K, Ca, Si, Fe, S,
Mo, Ni, Zn, Pb, Co.
Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimia antara lain
respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Selain itu
menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu
pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman tahan
genangan.
Pada tanaman legume, genangan tidak hanya menghambat pertumbuhan akar
maupun tajuk, juga menghambat perkembangan dan fungsi bintil akar. Fungsi bintil
akar terganggu karena terhambatnya aktifitas enzim nitrogenase dan pigmen
leghaemoglobin, kemampuan fiksasi N2 akan menurun. Tanaman kedelai termasuk
tanaman yanag tahan genangan, mampu membentuk akar adventif dan bintil akar pada
akar tersebut, efek genangan akan hilang begituakar adventif terbentuk.
Pengaruh genangan pada tajuk tanaman: penurunan pertumbuhan, klorosis,
pemacuan penuaan, epinasti, pengguguran daun, pembentukan lentisel, penurunan
akumulasi bahankering, pembentukan aerenchymadi batang. Besarnya kerusakan
tanaman sebagai dampak genangan tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Fase
yang peka genangan: fase perkecambahan, pembungaan, dan fase pengisian. Genangan
pada fase perkecambahan menurunkan jumlah biji yang berkecambah (perkecambahan
sangat memerlukan O2). Genangan yang terjadi pada fase pembungaan dan pengisian
menyebabkan banyak bunga danbuah muda gugur.
Setelah penggenangan, terjadi perubahan yang cepat pada sifat tanah. Pada saat
air memenuhi pori-pori tanah, udara didesak keluar, difusi gas berkurang dan senyawa
beracun terakumulasi akibat kondisi anaerobik. Semua perubahan ini sangat
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk bertahan hidup. Sebagai responsnya,
resistensi stomata meningkat, fotosintesis dan konduktivitas hidrolehik akar menurun,

5
dan translokasi fotoassimilat berkurang. Namun demikian, salah satu adaptasi terbaik
tanaman terhadap hipoksia/anoksia adalah peralihan proses biokimia dan metabolisme
yang umum terjadi pada saat ketersediaan O2 terbatas (Dat et al. 2004). Sintesis yang
selektif satu set dari sekitar 20 protein stres anaerobik (ANPS) memungkinkan
terjadinya proses metabolisme penghasil energi tanpa oksigen di bawah kondisi yang
anaerob (Subbaiah dan Sachs 2003). Adaptasi lain yang diamati adalah perubahan
morfologi yang terdiri dari pembentukan lentisel hipertrofi, inisiasi akar adventif
dan/atau perkembangan aerenchyma (Vartapetian dan Jackson 1997, Jackson dan
Colehmer 2005; Folehzer et al., 2006). Tinjauan ini merinci respons stres tanaman yang
beragam terhadap hipoksia/anoksia, yang disebabkan oleh genangan air tanah/banjir
dan mengkaji beberapa fitur kunci dari adaptasi metabolisme, fisiolehogis dan
morfologis.

B. Respon Tanaman terhadap Genangan


a. Perubahan Lingkungan Akar Selama Penggenangan
Pada saat air menggenangi tanah, ruang udara dipenuhi air, mengakibatkan
terjadinya perubahan karakteristik beberapa fisiko-kimia tanah (Kirk et al 2003; Dat et
al.2004). Hal pertama yang terjadi sebenarnya adalah adanya peningkatan H 2O: tanah
jenuh air ciri dari banjir. Namun demikian, mekanisme yang memicu respons tanaman
adalah produk dari banjir zona akar (perubahan redoks dan pH tanah, dan penurunan
kadar O2).
Potensial redoks tanah sering dianggap sebagai indikator yang paling tepat dari
perubahan kimia yang terjadi saat banjir (Pezeshki dan Delaune 1998). umumnya
menurun selama tergenang air tanah (Pezeshki dan Delaune 1998; Pezeshki 2001,
Boivin et al 2002; Lu et al 2004). Potensial redoks tidak hanya merupakan indikator
dari kadar O2 (sekitar +350 mV dalam kondisi anaerob) Pezeshki dan De Laune 1998)
karena kondisi reduktif menyebabkan kompetisi tinggi akan O 2, tetapi juga
mempengaruhi ketersediaan dan konsentrasi berbagai nutrisi tanaman ( Pezeshki
2001). Akan tetapi, perubahan dipengaruhi oleh bahan organik serta Fe dan Mn (Lu et
al 2004.). Reduksi tanah memacu pelepasan kation dan fosfor melalui adsorpsi ion besi
dan pelarutan oksida (Boivin et al. 2002). Kondisi tanah yang reduktif juga mendukung
produksi etanol, asam laktat, asetaldida, dan asam asetat dan formiat.
Karakteristik kimia tanah lainnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi genangan

6
adalah pH tanah, yang berkorelasi negatif (Singh 2001; Zarate-Valde et al 2006). PH
tanah umumnya cenderung meningkat menuju netral pada kondisi tergenang air (Lu et
al. 2004). Peningkatan pH dapat dijelaskan oleh pelarutan karbonat dan bikarbonat di
awal genangan (Lu et al. 2004). PH tanah juga mempengaruhi perombakan bahan
organik tanah dan proses seperti mineralisasi, nitrifikasi, dan hidrolehisis urea (Probert
dan Keating 2000).
Secara keseluruhan, salah satu efek utama genangan air adalah rendahnya
keberadaan O2 di bagian tanaman yang terendam, karena gas O 2 berdifusi 10.000 lebih
cepat di udara dibandingkan di dalam air. Pengaruh terbatasnya O 2 pada metabolisme
sel tergantung pada konsentrasinya dan penurunan ketersediaan O 2 secara gradual pada
akar memiliki berbagai pengaruh pada metabolisme tanaman: i) normoxia
memungkinkan respirasi aerobik dan metabolisme normal dan sebagian besar ATP
dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif, ii) hipoksia terjadi ketika penurunan O2 yang
tersedia mulai menjadi faktor pembatas untuk produksi ATP melalui fosforilasi
oksidatif dan, iii) anoxia ketika ATP hanya dihasilkan melalui glikolehisis fermentasi,
karena tidak ada O2 yang tersedia lagi. Dengan demikian, karena kondisi anaerobik
berkembang di tanah tergenang air, maka ada peningkatan jumlah produk sampingan
dari metabolisme fermentasi yang terakumulasi di lingkungan perakaran dan kadar
CO2, metana, dan asam lemak volehatile meningkat (Pezeshki 2001). Penurunan energi
yang tersedia memiliki konsekuensi yang dramatis pada proses seluler, yang
menyebabkan ketidakseimbangan dan/atau kekurangan air dan hara nutrisi (Dat et al.
2006). Selain itu, perubahan lingkungan ini juga dapat membuat tanaman lebih rentan
terhadap stres lainnya, khusus terhadap infeksi patogen (Munkvolehd dan Yang 1995,
Yanar et al 1997; Balerdi et al.2003).

Gambar 1. Skema diagram jalur metabolehik utama yang dusulkan pada saat tanaman
7
mengalami stres genangan.

Hipoksia menyebabkan penurunan respirasi mitokondria, yang sebagian


dikompensasi oleh peningkatan baik pada glikolehisis maupun pada fermentasi. Nitrat
telah diusulkan sebagai akseptor elektron perantara ketika konsentrasi O2 rendah dan
mungkin ikut serta pada oksidasi NADPH selama hipoksia (Igamberdiev et al.2005).
NO dapat dioksigenasi menjadi nitrat dengan O2 yang terikat erat pada hemoglobin
kelas-1 [Hb(Fe2+)O2], yang dioksidasi menjadi metHb[Hb(Fe3+)]. Enzim alanin
aminotransferase yang mengubah piruvat menjadi alanin banyak diinduksi dalam
kondisi hipoksia. Namun, tidak seperti pembentukan etanol, tidak ada konsumsi
NADPH dalam proses ini (Gibbs dan Greenway 2003) MetHb-R: methemoglobin
reduktase; NO: nitrat oksida.

b. Respons Metabolisme dan Adaptasi terhadap Hipoksia dan Anoksia


Akibat langsung dari genangan air adalah periode hipoksia, diikuti oleh penurunan
tajam dari O2 yang menyebabkan kondisi anoksia (Blom dan Voesenek 1996).
Kekurangan oksigen seluler disebut "hipoksia" ketika kadar oksigen membatasi
respirasi mitokondria dan anoksia saat respirasi benar-benar terhambat. Ketika
respirasi menurun, aliran elektron melalui jalur respirasi berkurang, singga mengurangi
produksi ATP. Akibatnya, bahan kimia pengoksidasi (yaitu nicotinamide adenin
dinukleotida, NAD) harus dihasilkan melalui jalur alternatif yang tidak menggunakan
O2 sebagai akseptor elektron terminal (Roberts et al 1984; Drew et al 1994; Drew
1997; Summers et al 2000). Ketika fosforilasi oksidatif adenosine difosfat (ADP)
terbatas, maka tanaman mengubah metabolismenya dari respirasi aerobik menjadi
fermentasi anaerob (Gambar 1) (Peng et al 2001; Fukao dan Bailey-Serres 2004). Jalur
fermentasi anaerob berfungsi sebagai rute metabolisme aman dan mencakup dua tahap:
karboksilasi piruvat menjadi asetaldida (dikatalisis oleh piruvat dekarboksilase, PDC)
dan berikutnya reduksi asetaldida menjadi etanol dengan diiringi oksidasi NAD (P) H
menjadi NADP, dikatalisis oleh alkoholeh didrogenase (ADH) (Vartapetian dan
Jackson 1997; Kingston-Smith dan Theodorou 2000; Nakazono et al, 2000). Jalur
metabolisme fermentasi hanya memungkinkan sintesis 2 moleh ATP dibandingkan 36
ATP per moleh glukosa yang dihasilkan pada respirasi aerobik. Untuk mengimbangi
defisit energi, glikolehisis dipercepat, menyebabkan menipisnya cadangan karbohidrat

8
("Pasteur efek"). Tidak mengherankan, enzim yang berperan dalam jalur fermentasi
(lihat PDC dan ADH di atas) termasuk kelompok dari sekitar 20 ANPS, diinduksi
secara selektif selama stres hipoksia, sedangkan keseluruhan sintesis protein berkurang
(Sachs et al.1980;. Chang et al 2000). ANPS yang diinduksi dalam kondisi hipoksia
adalah enzim glikolehisis, fermentasi etanol, proses yang terkait dengan metabolisme
karbohidrat, tetapi juga yang lainnya yang terlibat dalam pembentukan aerenchyma
(xyloglucans endotransglycosylase) dan pengendali pH sitoplasma (Vartapetian 2006).
Spesies yang toleran terhadap genangan air umumnya dianggap yang mampu
mempertahankan status energinya melalui fermentasi. Selain kemampuannya untuk
menjaga tingkat energi yang tepat, pemeliharaan pH sitosoleh sangat penting. Ketika
hipoksia atau anoksia terjadi, pH sitoplasma menunjukkan penurunan awal yang
dikaitkan dengan produksi awal asam laktat melalui fermentasi. Menurut "teori pH-stat
Davies-Roberts", penurunan pH memungkinkan pengalihan dari laktat ke fermentasi
etanol dengan menghambat laktat didrogenase (LDH) dan aktivasi ADH (Chang et al.
2000). Karena asidosis dapat menginduksi nekrosis sel, pengalihan yang terjadi dapat
meertahankan pH di sekitar 6,8, sehingga memungkinkan kelangsungan hidup sel.
Meskipun hipotesis ini telah diverifikasi pada beberapa kasus, ada banyak laporan yang
mempertanyakan model ini (Tadege et al. 1998; Kato-Noguchi 2000b). Memang,
jelaslah sekarang bahwa korelasi antara laktat dengan asidifikasi sitoplasma tidak
ubiquitus pada semua jaringan tanaman yang dipelajari (Felle 2005).
Oksigen yang kurang dalam kondisi hipoksia, maka ia harus diganti dengan
akseptor elektron alternatif. Bahkan, nitrat telah lama dianggap sebagai akseptor
elektron terminal bagi mitokondria tanaman di bawah kondisi hipoksia atau anoxia
(Vartapetian dan Polehyakova 1998; Vartapetian et al. 2003). Baru-baru ini reduksi
nitrat telah diteliti sebagai jalur respirasi alternatif dan ini menjadi sangat penting
untuk pemeliharaan redoks dan homeostasis energi sel dalam kondisi oksigen yang
terbatas (Igamberdiev dan Hill 2004). Urutan reaksinya, yang disebut sebagai siklus
Hb/NO di mana NO (nitrat oksida) dioksidasi menjadi nitrat, melibatkan hemoglobin
non-simbiosis kelas 1 yang diinduksi dalam kondisi hipoksia.

c. Respons Fisiologis terhadap Genangan


Salah satu respons fisiologis awal tanaman terhadap genangan adalah
pengurangan konduktansi stomata (Gambar 2) (Sena Gomes dan Kozlowski 1980;

9
Pezeshki dan Chambers 1985; Folehzer et al., 2006). Genangan tidak hanya
meningkatkan resistensi stomata tetapi juga membatasi penyerapan air, singga
kemudian mengarah kepada defisit air internal (Jackson dan Hall 1987, Ismail dan
Noor 1996, Pezeshki et al., 1996;. Pezeshki 2001, Nicolehas et al., 2005; Folehzer et
al., 2006; Parent et al., 2008a).
Rendahnya kadar O2 juga dapat mengurangi konduktivitas hidrolehik (Lp)
akibatnya kepada penurunan permeabilitas akar (Clarkson et al., 2000; Else et al.,
2001.). Penurunan Lp bisa dihubungkan dengan molehekul aquaporin oleh pH
sitosoleh (Tournaire-Roux et al., 2003). Bukti menunjukkan bahwa regulasi protein
membran plasma intrinsik (PIPs) oleh pH sangat relevan pada kondisi anoksia (Postaire
et al., 2007), sebagai residu histidin cadangan pada posisi 197 di Loop D intraseluler
telah diidentifikasi sebagai tempat pH- sensing utama dalam kondisi fisiolehogis
(Tournaire-Roux et al., 2003; Kaldenhoff dan Fischer 2006; Secchi et al., 2007).
Kenyataannya, pengaturan gen aquaporin umumnya dikaitkan dengan penurunan Lp
akar karena aquaporins mengendalikan pergerakan air radial dalam akar (Utara et al.,
2004;. Vandeleur et al., 2005.). Dengan demikian, tampaknya bahwa rendahnya Lp di
seluruh tanaman pada kondisi tergenang air kemungkinan besar terkait dengan
hambatan transportasi air oleh aquaporin, meskipun studi mendalam tentang pengaruh
aquaporin terhadap pengaturan ke seluruhan tata air tanaman selama tergenangan air
masih kurang. Selain itu, rendahnya pergerakan air radial sebagian dapat dijelaskan
oleh adanya gradien oksigen antar bagian dalam jaringan akar. Sesungguhnya, ada
bukti yang jelas bahwa dalam tanah yang tergenang air, ada gradien O 2 antara stele
yang mungkin dalam kondisi anoksia, dengan sel-sel kortek yang mungkin hanya
dalam kondisi hipoksia (Thomson dan Greenway 1991; Colehmer 2003). Dengan
demikian, perbedaan-perbedaan ini dalam lingkungan mikro juga dapat menyebabkan
perbedaan antar bagian pada tingkat energi sel dan kemudian rendahnya LP akar.
Kekurangan O2 umumnya menyebabkan sangat cepat berkurangnya laju
fotosintesis pada tanaman yang tidak toleheran genangan, yang umumnya dianggap
sebagai hasil dari berkurangnya mulut stomata (Huang et al., 1997;. Gravatt dan Kirby
1998; Pezeshki dan Delaune 1998;. Malik et al., 2001). Faktor-faktor lain seperti
penurunan kadar klorofil daun, penuaan dini daun, dan penurunan luas daun juga dapat
menyebabkan penghambatan fotosintesis pada tahap berikutnya (Sena Gomes dan
Kozlowski 1980; Cao dan Conner 1999). Ketika berkepanjangan, stres dapat

10
menyebabkan penghambatan aktivitas fotosintesis pada jaringan mesofil (Huang et al.,
1994; Liao dan Lin 1994; Pezeshki et al., 1996), serta penurunan aktivitas metabolehik
dan translokasi fotoasimilat ( Pezeshki 1994; Drew 1997, Pezeshki 2001, Sachs dan
Vartapetian 2007). Dampak dari berkurangnya fotosintesis pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman bisa jadi sangat dramatis dan secara bersamaan dapat
menyebabkan disfungsi fisiolehogis seperti penghambatan transportasi air dan
perubahan keseimbangan hormon (Vuylsteker et al., 1998; Kato-Noguchi 2000a; Else
et al., 2001; Gunawardena et al., 2001). Untuk mempertahankan aktivitas
metabolehiknya, tanaman harus menggunakan cadangan karbohidratnya. Karena
pasokan karbohidrat awal berkorelasi dengan tingkat toleheransi terhadap
hipoksia/anoksia pada banyak spesies, mungkin melalui keterlibatan dalam
menyediakan energi selama kondisi anaerobik, maka tingkat cadangan karbohidrat
menjadi faktor penting dari toleheransi terhadap genangan dalam jangka panjang
(Setter et al., 1997; Ram et al., 2002). Sebagai contoh, peningkatan kemampuan untuk
memanfaatkan gula melalui jalur glikolehisis memungkinkan bibit padi untuk bertahan
hidup lebih lama dalam genangan (Ito et al., 1999).
Meskipun tanaman memiliki cadangan gula tinggi, namun cadangan gulanya
harus tersedia dan mudah dikonversi melalui jalur glikolehisis yang efisien.
Kenyataannya, ketersediaan fotoassimilat bagi sel pada kondisi anaerobik telah
diusulkan sebagai salah satu tahap pembatas bagi tanaman untuk bertahan hidup dalam
kondisi tergenang (Pezeshki 2001). Sesungguhnya, tanah yang tergenang air cenderung
mengurangi translokasi produk fotosintesis dari "source" daun kepada "sink" akar
(Barta dan Sulc 2002, Yordanova et al., 2004). Dengan demikian, pemeliharaan
aktivitas fotosintesis dan akumulasi gula terlarut ke akar jelaslah merupakan adaptasi
penting terhadap genangan air (Chen et al., 2005).

11
Gambar 2. Keadaan fisiko-kimia utama yang terjadi pada rizosfer selama tergenang air dan
perubahan metabolisme dan fisiolehogis yang diiukti oleh inisiasi respons adaptasi

d. Adaptasi Morfologi dan Anatomi terhadap Genangan


Terbentuknya lentisel hipertrofi merupakan perubahan anatomi umum yang
diamati pada berbagai spesies tanaman berkayu selama tergenang (Gambar 3)
(Yamamoto et al.,1995, Kozlowski 1997). Pertumbuhan hipertrofi terlihat sebagai
pembengkakan jaringan di dasar batang dan diyakini merupakan hasil dari pembelahan
dan pembesaran sel radial. Fenomena ini telah lama dikaitkan dengan keberadaan
auksin (IAA) dan produksi etilen (Blake dan Reid 1981; Kozlowski 1997).
Perkembangan lentisel hipertrofi ini diyakini untuk memfasilitasi difusi O2 ke arah
bawah dan menjadi ventilasi potensial bagi senyawa yang diproduksi di akar sebagai
produk samping dari metabolisme anaerobik (etanol, CH4, CO2). Meskipun masih
belum ada konsensus yang jelas mengenai peran fisiolehogis yang sebenarnya, jumlah
lentisel ini telah dikaitkan dengan meningkatnya toleheransi terhadap genangan pada
spesies Quercus (Colehin-Belgrand et al., 1991; Parelle et al., 2006b). Selain itu,
lentisel hipertrofi cenderung lebih berkembang di bawah permukaan air (Tang dan
Kozlowski 1982; Parelle et al., 2006a) yang tidak mendukung perannya sebagai
fasilitator penting bagi masuknya dan pengiriman O2 kepada sistem perakaran,
sebagaimana yang diasumsikan. Dengan demikian lebih mungkin bahwa lentisel
sebenarnya membantu mempertahankan homeostasis air saat tergenang, dengan cara
menggantikan sebagian sistem akar yang membusuk dan memberikan sarana
pengambilan air bagi tunas. Untuk mendukung peran tersebut, lentisel permeabel
terhadap air (Groh et al. 2002), adanya kecenderungan konduktansi stomata untuk

12
kembali menuju tingkat yang terkontroleh setelah penurunan sementara secara umum
telah dikaitkan dengan perkembangan lentisel hipertrofi ini (Pezeshki 1996, Gravatt
dan Kirby 1998; Folehzer et al. 2006), dan kadiran mereka dikaitkan dengan
pemeliharaan status air tanaman selama stres genangan pada spesies Quercus (Parent
et al., 2008). Dengan demikian, meskipun fungsi mereka masih belum begitu jelas,
tampaknya lentisel mungkin memainkan peran penting dalam adaptasi terhadap kondisi
genangan pada beberapa spesies dengan cara membantu mempertahankan homeostasis
air tanaman.
Adaptasi morfologi penting lainnya terhadap genangan adalah perkembangan
akar adventif (Gambar 3), yang berfungsi menggantikan akar utama (Bacanamwo dan
Purcell 1999; Gibberd et al., 2001, Malik et al., 2001). Pembentukan akar khusus ini
terjadi ketika sistem perakaran asli tidak mampu memasok air dan mineral yang
dibutuhkan tanaman (Mergemann dan Sauter 2000). Selain itu, membusuknya sistem
akar utama dapat dianggap sebagai pengorbanan untuk memungkinkan penggunaan
energi yang lebih efisien bagi pengembangan sistem akar yang lebih sesuai (Dat et al.,
2006).
Akar adventif biasanya terbentuk di dekat pangkal batang atau di wilayah di
mana lentisel berlimpah, dan pertumbuhan mereka adalah lateral, sejajar dengan
permukaan air/tanah. Kadiran akar adventif di perbatasan antara permukaan tanah
jenuh air dengan atmosfir mencerminkan pentingnya akar ini dalam menggantikan
sistem akar yang normal baik di dalam air maupun jauh di permukaan air tanah. Selain
itu, kemampuan untuk memproduksi akar adventif umumnya terkait dengan
meningkatknya toleheransi terhadap genangan dan perkembangan akar adventif ini
telah banyak dikaitkan dengan produksi etilen (Voesenek et al 1993; Mergemann dan
Sauter 2000;. Steffens et al 2006). Baru-baru ini, molekul lainnya telah diidentifikasi
sebagai pemain kunci dalam inisiasi akar adventif ini (Pagnussat et al, 2002; 2003;
2004). Sesungguhnya, data terakhir menunjukkan bahwa produksi NO bekerja searah
dengan IAA dalam pengendalian pembentukan akar adventif. Namun, pemahaman
tentang peran NO dalam pembentukan akar adventif masih dini dan temuan mengenai
peran penting NO terhadap toleheransi stres genangan ada di masa depan.
Terakhir, salah satu respons yang paling penting terhadap genangan air adalah
terbentuknya ruang kosong (aerenkhima) pada korteks akar (Gambar 3). Terbentuknya
aerenkhima ini mungkin merupakan respons terhadap genangan baik pada spesies yang

13
toleheran maupun yang tidak toleheran (Vartapetian dan Jackson 1997, Schussler dan
Longstreth 2000, Chen et al., 2002;. Evans 2004). Akan tetapi, pembentukan
aerenchyma merupakan respons adaptif pada spesies toleheran genangan saja,
khususnya pada spesies berkayu lahan basah (Kludze et al., 1994; Pezeshki 1996).
Peningkatan porositas dapat meningkatkan ventilasi pada bagian atas tanaman dan
pengudaraan senyawa beracun yang diproduksi di akar (misalnya, etanol, metana)
(Visser et al., 1997; Visser dan Pierik 2007) dan/atau meningkatkan difusi longitudinal
gas pada akar singga meningkatkan aerasi (Laan et al. 1991; Evans 2004). Ternyata,
proporsi aerenkhima umumnya dianggap sebagai faktor pembeda utama antara
tumbuhan lahan basah dan tumbuhan bukan lahan basah (Vasellati et al., 2001).
Terbentuknya jaringan aerenkhima atau ruang kosong ini tidak hanya pada akar
saja. Jaringan ini juga terlihat pada seludang daun ketika terendam air dan membentuk
sistem interkoneksi ventilasi tunas-akar (Jackson dan Armstrong, 1999; Fabbri et al.,
2005). Aerenkhima meningkatkan porositas jaringan yang dapat terbentuk dengan
sendirinya sebagai akibat dari perubahan yang terkait dengan tekanan osmotik dari
bentuk sel.

Gambar 3. Adaptasi anatomi dan morfologi yang terjadi selama tanaman tergenang air

Terbentuknya eksodermis yang bersuberin berkorelasi dengan terbentuknya


aerenkhima pada jagung (Enstone dan Peterson 2005) dan berhubungan dengan
berkurangnya kilangan O2 akar (Visser et al., 2000; Armstrong dan Armstrong 2005).
Adanya penghalang di permukaan korteks itu bisa jadi tidak hanya mengurangi
kilangan O2 ke rhizosfer, tetapi juga dapat melindungi tanaman dari fitotoksin yang

14
dihasilkan oleh mikroorganisme di sekitar akar (Soukup et al., 2002; Armstrong dan
Armstrong 2005; Soukup et al., 2007).
Proses perkembangan aerenkhima telah lama diteliti dan sekarang telah jelas
bahwa setidaknya ada dua jenis proses yang terlibat. Yang pertama adalah
perkembangan konstitutif, yang terjadi baik pada tumbuhan yang tergenang air maupun
tidak. Proses ini terbentuk oleh sel yang memisah selama perkembangan jaringan. Tipe
kematian sel yang berlangsung melalui sel yang memisahkan diri ini disebut
schizogeny (dibentuk oleh pemisahan sel) dan perkembangannya diatur dan tidak
terkait dengan rangsangan dari luar. Ini adalah hasil dari poleha khusus jaringan yang
sangat teratur dari pemisahan sel. Jenis lain dari proses kematian sel disebut lysogeny
(dibentuk oleh kerusakan parsial dari korteks), yang menyerupai kematian sel yang
terprogram, biasanya terlihat pada saat respons hipersensitif dari interaksi patogen-
tumbuhan (Mittler et al, 1997; Induk et al 2008b.) dan lebih baru lagi diidentifikasi
pada saat cekaman abiotik lainnya (Pellinen et al., 1999; Dat et al., 2001; Dat et al.,
2003; Van Breusegem dan Dat 2006). Proses kematian sel aktif yang berlangsung
selama pembentukan aerenkhima dikendalikan secara genetik dan menunjukkan
banyak kesamaannya dengan apoptosis, meskipun ada banyak bukti bahwa hal itu
umumnya kurang memiliki beberapa fitur dari kematian sel apoptosis (Buckner et al.,
2000). Sebagai contoh, pada tumbuhan Sagittaria lancifolehia, perubahan inti
(penggumpalan kromatin, fragmentasi, gangguan membran inti), adalah peristiwa yang
paling awal terjadi, setelah tergenang air. Perubahan inti ini diikuti oleh membran
plasma menjadi keriting, disintegrasi tonoplas, pembengkakan dan gangguan organela,
hilangnya isi sitoplasma dan hancurnya sel (Schussler dan Longstreth 2000). Urutan
kejadian ini tampaknya umum terjadi pada sebagian besar spesies yang dipelajari,
meskipun waktu gangguan tonoplas bervariasi (Schussler dan Longstreth 2000).

e. Mekanisme Morfologis dan Fisiologis Tanaman Padi dalam kondisi Terendam


Ketidak mampuan tanaman untuk bertahan dalam kondisi oksigen yang rendah
didaerah perakaran telah menyebabkan banyak kerugian akibat ketidak berhasilan
tanaman untuk berproduksi. Pada lahan rawa, curah hujan yang tinggi menyebabkan
periode genangan menjadi lebih lama dan halini menyebabkan tidak hanya waktu awal
musim tanam menjadi terganggu, tetapi juga dapat menyebabkan tanaman di lapang
menjadi terendam. Tanaman padi dapat toleran terhadap genangan di daerah perakaran

15
karena kemampuannya untuk mengangkut oksigen secara efisien dari bagian
atastanaman ke bagian akar. Namun demikian, permasalahan jugatimbul pada saat
tanaman padi terendam seluruhnya.
Tanaman pangan lainnya seperti jagung, kedele, atau berbagai jenis sayuran pada
umumnya sangat sensitif terhadap genangan air. Untuk tanaman-tanaman tersebut,
peningkatan toleransi tanaman terhadap genangan merupakan hal yang sangat penting.
Berkaitan dengan hal tersebut, Denniset al.(2000) menyebutkan bahwa pengetahuan
tentang fisiologi tanaman dalam kondisi cekaman genangan dan identifikasi gen yang
berperan menjadi sangat penting untuk diketahui.
Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme yang menghasilkan energi di
dalam sel, sehingga konsentrasi oksigen yang sangat rendah di perakaran menyebabkan
terganggunya aktivitas metabolik dan produksi energi (Denniset al., 2000). Oksigen
berfungsi sebagai akseptor elektron dalam jalur fosforilasi oksidatif yang menghasilkan
ATP yang merupakan sumber energi utama dalam metabolisme seluler. Dalam kondisi
anoksia, jaringan padi mensintesis lebih banyak solubel protein. Sebagian besar
anaerobik protein ini adalah enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat
(alkohol dehidrogenase, aldolase, glukosa phosphat isomerase, sukrosa synthase,
piruvat decarboksilase, gliserol phosphat dehidrogenase). Protein tersebut akan
diproduksi beberapa jam setelah anoksia.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa oksigen berfungsi sebagai akseptor
penghasil energy dalam proses respirasi. Pada tanaman yang tidak toleran genangan
atau bila tanaman terendam semua, kontak antara tanaman dengan oksigen menjadi
terhambat sehingga proses respirasi tersebut tidakdapat dilangsungkan. Dalam kondisi
demikian, tanaman melakukan proses metabolik fermentasi. Denniset al. (2000)
menyebutkan bahwa proses ini di dalam tanaman dapat berlangsung dalam tigacara
yang menghasilkan etanol, asam laktat, dan suatu proses spesifik yang menghasilkan
alanin. Dalam kondisi suplai oksigen yang normal, fermentasi ini tidak berlangsung.
Proses fermentasi yang diinduksi oleh oksigen yang rendah ini menunjukkan adanya
suatu mekanisme survival yang cepatdari tanaman.
Studi tentang mekanisme tanaman menuju pada proses fermentasi sebagai respon
terhadap kondisi anoksia atau hipoksia banyak dikemukakan melalui model pH-stat.
Dalam model ini,pemilihan arah fermentasi antara fermentasi alkohol dan fermentasi
asam laktat distimulasi oleh pHsitosol sel akar (Davies, 1980). Fermentasi asam laktat

16
akan menghasilkan asam laktat, sehingga menurunkan pH sitosol dan menghambat
enzim laktat dehidrogenase(LDH). Kondisi ini kemudian menyebabkan aktifnya
piruvat dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase.
Hasil penelitian Foxet al.(1995) melalui nuclear magnetic resonance (NMR)
menunjukkan bahwa selama perlakuan penggenangan akar jagung menyebabkan pH
sitosol menjadi lebih masam, tetapi dengan bila perlakuan diperpanjang maka produk
utama fermentasi adalah alkohol. Beberapa temuan baru menunjukkan bahwa
penurunan pH sitosol tidak hanya disebabkan oleh aktivitas metabolik melalui
fermentasi asam laktat, tetapi juga akibat proses pemompaan proton H+ -ATPase
(Germainet al.,1997).
Respon tanaman terhadap kondisi tergenang juga menyebabkan adanya
perubahan proses menuju terbentuknya protein dan enzym yang terlibat dalam proses
fermentasi. Paling tidak telah ditemukan 20 polipeptida anaerobik (anaerobic
polypeptides, ANPs) pada akar jagung yang lingkungannya diubah dari aerobik menuju
anaerobik. Makin banyak ditemukan ANPs, maka akan makin jelas bahwa respon
tanaman terhadap kondisi kekurangan oksigen merupakan sesuatu yang kompleks.
Secara keseluruhan, terdapat tiga tahapan proses respon tanaman terhadap kondisi
deficit oksigen (Denniset al., 2000), yaitu:
1. Tahap pertama (04 jam): terjadi proses induksi yang cepat atau aktivasi signal
komponen transduksi,
2. Tahap kedua (424 jam): proses adaptasi metabolik. Pada tahap ini berlangsung
induksi glikolisis dan gen fermentasi yang penting untuk menjaga
keberlangsungan produksi energi. Respon metabolik pada tahap ini lebih kompleks
dari yang diduga karena melibatkan perubahan dalam metabolisme nitrogen. Pada
tahap ini juga dihasilkan enzim yang berperan dalam biosintesis etilen, yaitu
amino cyclopropane carboxylic acid synthase (ACC synthase).
3. Tahap ketiga (2448 jam) : Tahap ini sangat penting bagi keberlangsungan hidup
tanaman akibat adanya oksigen yang rendah, yaitu pembentukan aerenchyma
diperakaran.
Suatu enzym yang berperan dalam pengendoran (loosening) dinding sel yaitu
xyloglucanendotransglycosylase juga terbentuk, sehingga dinding sel menjadi lebih
elastis. Pembentukan aerenchyma bukan merupakan pengaruh langsung dari
kekurangan oksigen,tetapi dipacu olehtahap 1 dan 2, serta adanya akumulasi hormon

17
etilen. Tingkat toleransi tanaman terhadap kondisi kekurangan oksigen pada dasarnya
berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk mengatasi keberlangsungan tiga tahapan
tersebur di atas.
Tanaman yang biasa hidup di air pada umumnya mempunyai kemampuan untuk
membentuk jaringan aerenchima, sehingga oksigen di perakaran dapat disuplai dari
bagian atas tanaman. Namun demikian, bila keseluruhan tanaman terendam maka tidak
ada bagian tanaman yang dapat mensuplai oksigen. Dalam kondisi seperti ini
ketahanan tanaman akan sangat tergantung pada kemampuan untuk tetap
melangsungkan metabolisme tanaman dengan oksigen yang sangat rendah.
Dalam kaitan dengan mekanisme toleransi tersebut, Jackson (2002) menyebutkan
bahwa tanaman mempunyai mekanisme penyampaian pesan (signal) jarak jauh antara
akar dengan tajuk sedemikian rupa sehingga kerusakan permanen akibat kekurangan
oksigen (tergenang) dapat diatasi. Proses-proses yang terkait adalah adanya pesan
kimia dan hidrolik (chemical and hydraulic signal) yang kemudian menstimulasi
terjadinya penutupan stomata di daun dan proses epinasti. Tanaman Arabidopsis
mempunyai mekanisme untuk lebih mampubertahan dalam kondisi oksigen yang
sangat rendah bila sebelumnya diberi perlakuan oksigen yang relatif lebih tinggi
(hypoxic pretreatment). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman mempunyai daya
adaptasi atau aklimatisasi dengan mempersiapkan diri terhadap kondisi oksigen yang
lebih buruk.
Walaupun tanaman padi, khususnya pada bagian perakaran, mempunyai toleransi
terhadap genangan tetapi bila kondisi air kurang menguntungkan sehingga seluruh
bagian tanaman terendammaka pengaruh kekurangan oksigen juga dapat terjadi. Pada
daerah rawalebak, kondisi ini sangat mungkin terjadi pada masa persemaian,
pembibitan atau awal pertumbuhan tanaman. Denniset al.(2000) menyebutkan bahwa
enzim alkohol dehydrogenase (ADH) mempunyai peran yang sangat penting bagi
benih padi untuk berkecambah dalam kondisi tergenang. Pada tanaman yang toleran,
ternyata kandungan enzim ADH ini relatif lebih tinggi, sehingga lebih tahan terhadap
genangan pada fase perkecambahan benih.Untuk melihat perbedaan mekanisme
toleransi tanaman padi terhadap genangan, Gibbset al. ,(2000) membandingkan dua
varietas yang toleran (Calrose) dan tidak toleran (IR22).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pemanjangan koleoptil dan sintesis
etanol lebih tinggipada Calrose.Varietas Calrose juga menunjukkan tingkat enzim

18
fosfofruktokinase, piruvat dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase yang tinggi.
Kandungan enzim yang tinggi ini sangat membantu tanaman tersebut untuk
menghasilkan substrat yang banyak dalam proses fermentasi. Aerenchyma merupakan
jalur pengangkutan oksigen pada tanaman padi, sehingga memungkinkan pergerakan
udara yang cepat dari tajuk ke akar. Akar tanaman padi, seperti halnya juga spesies
tanaman air lainnya mengandung aerenchyma. Aerenchyma mempunyai kemampuan
untuk memperlancar pergerakan oksigen dan gas-gas lainnya di dalam akar (Colmer,
2003b). Selain dari itu, aerenchyma juga dapat berfungsi sebagai penyangga terhadap
kehilangan oksigen radial (radial O2 loss, ROL) pada zone basal akar. Fungsi ini secara
sinergisdapat meningkatkan difusi O2 pada bagian ujung akar sehingga merangsang
pemanjangan akar menuju daerah anaerobik. Kemampuan ini sangat memberikan
kontribusi positif ketahanantanaman tersebut terhadap kondisitergenang.
Gejala yang tampak pada tanaman yang terendam adalah adanya pemanjangan
batang atau daun yang diikuti dengan menguningnya dedaunan yang lebih tua dan
berlanjut dengan pertumbuhan yang lambat atau negatif dari akar dan tajuk. Jackson
(1990) mengemukakan adanya rentang taksonomik yang cukup luas terkait dengan
kemampuan tanaman dalam proses pemanjangan tajuk akibat tergenang atau terendam.
Proses ini sebenarnya merupakan suatu mekanisme untuk menghindarkan diri berlama-
lama dari kondisi terendam, sehingga tajuk atau daun dapat lebih cepat menyentuh
udara. Pada tanaman padi, koleoptil, daun dan batang memberikan respon
pemanjangan secara lebih cepat dalam kondisi terendam. Tanaman padi memberikan
respon pemanjangan batang akibat terendam, tetapi pemanjangan batang ini harus
terkendali sehingga tanaman tidak roboh pada saat genangan berakhir.
Dalam kondisi terendam, tanaman padi yang memiliki cadangan pati tinggi akan
lebih mampu bertahan. Cadangan pati yang ada dalam tanaman harus terlebih dahulu
dikonversi menjadi gulasederhana untuk bisa dimanfaatkan. Pada kecambah padi yang
diberi perlakuan anoksia, banyakterdapat a-, -amylase, a-glukosidase, debranching
enzim, maltase untuk proses degradasi pati melalui glikolisis. Pada tanaman padi yang
terendam: konsentrasi a-amylase dan pati phosphorilase meningkat. Pasca terendam,
tanaman padi mengalami kondisi normal secara mendadak, dan dapat menyebabkan
kerusakan oksidatif akibat adanya kelompok O2 reaktif seperti: O2-, H2O2,dan OH-.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya kerusakan membran seluler dan organel
akibat adanya oksidasi asam pitat tak jenuh pada membran bilayer lipid, sehingga

19
terjadi kebocoran membran yang berpengaruh terhadap proses respirasi mitokondria
dan fiksasi karbon di kloroplas. Tanaman padi memiliki mekanisme untuk mengurangi
pengaruh tersebut melalui aktivasi enzim antioksidatif(catalase (CAT), superoxide
dismutase (SOD), ascorbate peroxidase(APX), monodehydroascorbatereductase
(MDAR), dehydroascorbate reductase (DHAR), andglutathione reductase (GR).

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Genangan air tanah merupakan cekaman abiotik utama dan kendala yang
diberikannya pada akar yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Adapun respon tumbuhan terhadap
genangan diantaranya resistensi stomata meningkat, fotosintesis dan konduktivitas
hidrolehik akar menurun, dan translokasi fotoassimilat berkurang, peralihan proses
biokimia dan metabolisme yang umum terjadi pada saat ketersediaan O2 terbatas,
pembentukan lentisel hipertrofi, inisiasi akar adventif dan/atau perkembangan
aerenchyma dll.

B. Saran
Pada pembahasan mengenai genangan dalam makalah ini perlu dilakukan
studi literatur lebih luas dan beragam agar materi dapat dipahami lebih mendalam.
Selain itu kajian terhadap penelitian-penelitian dalam jurnal pun perlu dilakukan,
untuk mengetahui penemuan terbaru mengenai respon tumbuhan terhadap
genangan.

Daftar Pustaka
21
Hatta, Muhammad. 2013. Respons Tanaman terhadap Penggenangan. Diakses [online:
https://emhatta.wordpress.com/tag/genangan/]. Pada tanggal 19 Oktober 2017.

Silea , L.M. Jalil. 2014. Cekaman Karena Genangan Air (Water Logging Stress). Program Pascasarjana
Universitas Haluoleo. Diakses [online: https://www.scribd.com/doc/242478544/MAKALA-
KELEBIHAN-AIR-pdf]. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2017.

22
23

Anda mungkin juga menyukai