Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

IRIGASI DAN DRAINASE PERTANIAN


IRIGASI DAN DRAINASE PERTANIAN PADA TANAMAN
TEBU DI TANAH INCEPTISOL

DI SUSUN OLEH :
YANNI NURBAINI C1051151033
MIRA LARASATI C1051151015
DEDE RUSVITA C1051151038

ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Irigasi dan Drainase Pertanian.
Makalah ini di susun sebagai tugas Irigasi dan Drainase Pertanian studi Ilmu
Tanah. Makalah ini membahas tentang Irigasi dan Drainase Pada Tanaman Sawi
di tanah Inseptisol.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritikan yang sifatnya membangun
sangat diperlukan kami demi kesempurnaan penulisan makalah ini pada masa
yang akan mendatang.
Akhir kata dengan segala kerendahan hari kami mengucapkan mohon
maaf dan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

Pontianak, 15 Desember 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 1
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
1.4. Luaran Penelitian ...................................................................................... 2
1.5. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3
2.1. Kedelai ...................................................................................................... 3
2.2. Pengaruh Salinitas Pada Tanaman ........................................................... 3
2.3. Pembenah Tanah ...................................................................................... 4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 6
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................... 6
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 6
3.3. Metode Penelitian ..................................................................................... 6
3.4. Tata Laksana Penelitian ............................................................................ 6
3.5. Parameter yang Diamati ........................................................................... 8
3.6. Analisis Data ............................................................................................ 8
BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ..................................................... 9
4.1. Biaya Kegiatan ......................................................................................... 9
4.2. Jadwal Kegiatan ....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota dan Dosen Pembimbing ............................ 11
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan .......................................................... 16
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas ............... 20
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana ................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Dalam bidang pertanian, air merupakan salah satu kebutuhan utama yang
mutlak harus dipenuhi. Meningkatnya kebutuhan manusia akan pangan yang
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk secara otomatis akan
menyebabkan kebutuhan air untuk pertanian akan semakin besar. Hal ini tentunya
bertolak belakang dengan ketersediaan air yang semakin terbatas akibat
meningkatnya penebangan hutan yang menjaga keseimbangan air di dalam tanah.
Selain itu, penggunaan air yang tidak efektif dan boros oleh manusia juga menjadi
kendala. Terbatasnya ketersediaan air ini tentu akan menjadi kendala utama untuk
sektor pertanian mengingat pengairan merupakan kegiatan yang sangat penting.
oleh karena itu, untuk menghindari hal ini, manusia perlu berhati-hati dalam
penggunaannya, harus pandai melindungi dan menghemat air, serta dibutuhkan
suatu teknologi tepat guna untuk mengatasi hal ini.
Sebagai tempat penanaman tumbuh – tumbuhan untuk kebutuhan pangan,
tentu saja areal perkebunan membutuhkan air. Kebutuhan air ini biasa disebut
dengan air irigasi yang memang disediakan oleh manusia guna memenuhi
kebutuhan air dari seluruh lingkup tumbuh – tumbuhan di areal perkebunan itu.
Penyediaan air yang cukup bagi tumbuhan yang ada di areal pekebunan akan
memberikan dampak pertumbuhan dari tumbuhan itu yang juga baik.
Kebutuhan air dari tumbuhan bukan tidak terbatas, akan tetapi ada batas
tertentu dimana tumbuhan tersebut akan merasa cukup dengan penyediaan air.
Apabila penyediaan air untuk tumbuhan menjadi berlebih, akan memberikan efek
negatif pada tumbuhan yang telah kita tanam. Tumbuhan yang kelebihan air akan
mengalami fase layu atau bahkan mati. Untuk menghindari kelebihan air pada
tumbuhan inilah perlu adanya sistem drainasi pada perkebunan tersebut.
Dalam pertanian bahwa irigasi dan drainase merupakan suatu sub system
pertanian yang sangat penting. Jika salah satunya tidak terpenuhi maka pertanian
tidak akan berjalan. Irigasi merupakan proses pemberian air sedangkan drainase
adalah proses pembuangan air.
Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman yang membutuhkan air
dalam jumlah yang banyak. Hanya padi dan tanaman berkayu yang mungkin
menggunakannya dalam jumlah yang lebih. Lysimetermempelajarinya pada tahun
1960 dan mendeterminasikan secara empiris hubungan antara hasil dengan
penggunaan air, kira-kira setara dengan 10 mm air (evapotranspirasi tanaman)
memproduksi hasil 1 ton tebu/ha (Thomoson, 1957). Tanaman tebu akan bagus
pada daerah yang mempunyai kandungan air 1.100–2.000 mm tergantung pada
faktor iklim dan umur tanaman.
Tanah inceptisol merupakan tanah yang paling banyak ditemukan didunia,
yaitu hampir 1/3 daratan di dunia. Hasibuan (2006) menyatakan tanah inceptisol
merupakan tanah yang baru berkembang dan masih muda sehingga anah ini
mempunyai tingkat kesuburan yang baik. Namun, berdasarkan pernyataan Foth
(1994) tanah inceptisol banyak digunakan untuk daerah pertanian tetapi tetapi
memiliki peranan yang sangat kecil dalam produksi pangan dunia sehingga
diharapkan tanah inceptisol dapat dikembangkan lagi untuk kegiatan-kegiatan
pertanian.

1. 2. Rumusan Masalah
-
1. 3. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1.
2. 2.
2. 3.
BAB III
PEMBAHASAN

3. 1. SIFAT FISIK TANAH INCEPTISOL


Tanah inceptisol yang digunakan memiliki tekstur Lempung Berliat,
dimana kandungan yang terdapat pada tanah inceptisol yaitu pasir 36,56%,
debu 31,28%, dan liat 32,26%.
Nilai porositas yang diperoleh pada tanah inceptisol yang digunakan yaitu
sebesar 54,32 %. Nilai porositas ini tergolong tinggi untuk tanah lempung
karena tanah yang digunakan bertekstur halus (Lempung berliat). Hal ini juga
sesuai dengan literatur Sarief (1989) yang menyatakan bahwa nilai porositas
tanah biasanya bekisar antara 30-60 persen. Tanah bertekstur halus akan
mempunyai persentase ruang pori total lebih tinggi daripada tanah bertekstur
kasar.
Berdasarkan pengukuran dengan 3 kali ulangan diperoleh bahwa tanah
inceptisol yang digunakan memiliki nilai kadar air kapasitas lapang rata-rata
sebesar 49,18%. Nilai ini digunakan sebagai acuan (batas atas) pemberian air
irigasi dalam menghitung efisiensi penyimpanan air pada tanaman.

3. 2 IRIGASI DAN DRAINASE PADA TANAMAN TEBU


Kebutuhan air ini dipenuhi baik oleh air hujan maupun irigasi atau
kombinasi keduanya. Areal tebu yang sepenuhnya pada air hujan yang konsisten
dan curah hujannya dapat diandalkan dengan suatu pola tertentu, atau mempunyai
persentase ketersediaan air yang bagus bagi tanaman untuk paling tidak 9 bulan
dalam setahun. Areal ini memungkinkan untuk dijadikan tempat penanaman tebu
seperti di Caribbean, dataran tinggi tropis Kenya dan Uganda, daerah berbatu di
Afrika Selatan dan Queensland, dan daerah tropis-subtropis Asia Tengara. Tetapi
produksi tebunya selalu tergantung pada cuaca, seperti El-Nino yang memberikan
beberapa efek. Tebu tadah hujan tidak akan pernah sebanding dengan penampilan
tebu yang diirigasi, kecuali pada kondisi yang bisa diharapkan. Peningkatannya,
petani tebu mengevaluasi adanya penambahan irigasi terhadap produksi tebu.
Setelah akhir abad ini pengembangan tanaman tebu yang baru disesuaikan
dengan keadaan alam setempat dimana irigasi penuh diperoleh setiap stadia
tumbuh tebu. Contoh yang sangat extrim di daerah arit dan berbatu Peru, dimana
curah hujannya hampir tidak ada dan seluruh tahap pertumbuhan dibawah irigasi.
Diareal penanaman tebu irigasi yang lain di Amerika Selatan, Afrika dan
Australia curah hujannya umumnya 25-75 % dari kebutuhan air tanaman dan
kekurangannya dipenuhi dengan irigasi tambahan. Irigasi ini dapat diaplikasikan
dalam bentuk yang berbeda dan dengan derajad efisiensi yang berlainan. Sistem
lama tidak diperhitungkan sebagai modal dan biaya operasional dan tidak
memperlihatkan efisiensinya. Sistem lama tidak memperhitungkannya sebagai
modal dan biaya operasional dan tidak memperhatikan efisiensinya. Tetapi
sekarang terjadi kompetisi permintaan suplai air yang diintroduksikan dimana
petani yang menerapkan irigasi ini membangun sistem yang lebih efisien.
Irigasi tidak sepenuhnya memberikan keuntungan dan juga mempunyai
beberapa hal yang tidak menguntungkan ketersediaan air tanah yang rendah pada
daerah arid atau semi-arid akan menimbulkan banyak problem pada beberapa
stadia. Kecepatan kehilangan air tergantung pada efisiensi irigasi dan porositas
tanah, petani tebu pada awalnya menerima ini dan merencanakannya menjadi
lebih baik. Rencana irigasi yang matang saat ini juga mempertimbangkan
penggunaan air tanah untuk menjaga ketersediaan air pada zona perakaran. Jika
pengguna irigasi dapat mengatasi masalah ini lebih dini dan menerapkan tekanan
yang rendah dan air tanah dipompa atau kehilangan tanah akibat salinitas dapat
ditunda atau dihilangkan.
Irigasi dan drainase merupakan dua hal yang saling berhubungan dan
saling berkaitan, tetapi keduanya didiskusikan seluruh prinsip dan teorinya pada
buku ini. Sampai saat ini ada publikasi sempurna yang tersedia (Holden, 1998,
Wither dan Vipond 1974; Smendema dan Rycroft, 1983) yang membahasnya
secara bagus. Malahan obyeknya adalah meriview perlengkapan irigasi dan
drainase, sistem yang digunakan pada tanaman tebu dan tehnik yang dapat
diadopsi untuk meningkatkan performance dan efisiensi.

3.3. SISTEM IRIGASI YANG TEPAT


Tebu sebenarnya dapat tumbuh dibawah berbagai sistem irigasi, tetapi
karena tebu yang diirigasi, tetapi karena tebu yang diirigasi sebagian besar
tumbuh pada bumbungan dan sistem alur, lembah sungai atau irigasi alur pinggir
tidak selalu tepat. Artinya micro-jet sprinkler lebih cocok untuk hortikultura dan
tanaman berkayu daripada tanaman yang ditanam dalam alur seperti tebu.
Tabel 1. Sistem irigasi yang cocok untuk tebu ditanah inceptisol
Metode Penghantar Kategori Primer Kategori sekunder
Pengisi selokan /parit
Pipa pindah
Pipa gerbang
Gravitasi Alur Spile and drop spile
Saluran air datar
Gelombang
Sumbu utama
Linear move
Tekanan Irigasi atas Boom irrigator
Sprinkler
Floppy
Rand Gun or cannon
Irigasi tetes Surfase drip
Subsurfase drip
1. Juga dikenal dengan irigasi permukaan (surface) atau flood irrigation.
2. Juga dikenal dengan Trickle irrigation

Pada Tabel 1. didefinisikan sistem irigasi yang sangat tepat untuk tebu.
Hanya ada 2 metode untuk menghantarkan air irigasi yaitu dengan gaya gravitasi
atau dengan tekanan. Dengan gaya gravitasi hanya ada sistem irigasi alur, tetapi
banyak metode untuk menghantarkan air ke kepala/hulu alur. Metode tekanan
dapat dikategorikan sebagai irigasi atas (spray) dan air dihantarkan dengan nozzle
atau irigasi tetes dengan air yang dihantarkan oleh tube dan emitters.
3. 3. 1. Irigasi Alur
Walaupun data statistik yang lengkap tidak tersedia, irigasi alur
merupakan sistem yang dominan dalam penanam tebu. Survei yang dilakukan
oleh KID ( Internasional Commission on Irigation and Drainage) dan FAO (Food
and Agrikultural Organisation) menunjukkan bahwa sistem permukaan memiliki
nilai lebih dari 80 % dari seluruh areal irigasi di seluruh dunia.
Irigasi alur pada tebu lebih dikenal dengan beberapa alasan yaitu :
- Air diaplikasikan melalui gaya gravitasi tanpa membutuhkan tenaga.
- Angin tidak mempengaruhi efisiensi aplikasi.
- Merupakan sistem yang sederhana dan murah untuk merakit dan
mengoperasikannya.
- Dapat diaplikasikan untuk kisaran tipe tanah yang luas, topografi dan lahan.
Metode alur dapat diartikan sebagai penerapan irigasi yang sangat bagus
tetapi juga merupakan irigasi dengan efisiensi yang paling buruk lebih rendah dari
30 %. Faktor yang menyebabkan efisiensinya sangat buruk adalah kualitas
persiapan lahan yang jelek, areal bergelombang, perawatan yang tidak bagus dan
kebocoran saluran air, gerakan air dibelakang dan kehilangan karena perkolasi.
Produktivitas tenaga kerja juga lebih rendah jika dibandingkan sistem irigasi yang
lain.
 Praktek yang baik untuk irigasi alur
Dengan tekanan yang kontinyu pada sumber air dan efisiensi penggunaan
air, irigasi alur membersikan penampilan yang lebih baik. Praktek irigasi alur
yang baik akan memperoleh efisiensi 80-90 %, yang sebanding bahkan lebih baik
daripada irigasi atas. Ini akan terdiri dari beberapa praktek :
- Membatasi irigasi alur untuk tanah berlempung, dimana kedalaman kehilangan
air karena perkolasi selama aplikasi irigasi alur diminimalkan (tanah yang
bersaluran akan lebih dapat diterima jika bersatu dengan air tanah membentuk
sistem sirkulasi kembali).
- Mengoptimalkan tata letak lahan dan tujuan alur, kemiringan dan ketajaman
dari tipe lokal tanah dan topografinya. Ini dapat dideterminasikan dengan
tujuan percobaan areal dan khususnya seperti SIRMOD II (Walker, 1989).
- Menghantarkan air hingga ketepi areal dengan pipa pembawa atau saluran air
(lempung), pelat beban atau garis pembatas) untuk mengurangi kehilangan
karena rembesan. Kanal tanah hanya digunakan untuk membatasi tanah
lempung.
- Distribusi air sepanjang tepi areal dan kepala alur dengan gerbang pipa, saluran
air atau kanal untuk mengurangi kehilangan air karena rembesan.Kanal dari
tanah hanya digunakan untuk pembatas pada tanah lempung.
- Menyeleksi laju kecepatan aliran air yang optimal untuk sebagian konfigurasi
alur dan karakteristik tanah laju aliran air biasanya berkisar 0.5 – 8 liter/s.
- Mengumpulkan, menyetorkan dan memutar kembali aliran air dari akhir alur
ke awal saluran.
- Menyusun jadwal irigasi, dengan menggunakan iklim berdasar kelembaban
tanah atau instrumentasi tanah untuk mendeterminasi waktu yang optimal
untuk aplikasi irigasi.
- Menerapkan ikatan polimer tanah pada air irigasi untuk meningkatkan
penyerapan air dan untuk menghindari pengendapan untuk tipe tanah.
- Memonitor tanah dan kualitas air dan mengadapsi menajemen untuk
melindungi struktur tanah dan mencegah meningkatnya salinitas dan sodisitas.
Menerapkan pembenah tanah sepertigypsum untuk tanah alkaline-
sodik dan lime untuk tanah asam mungkin bisa dilakukan, dan
- Menompang trash untuk melindungi kelembaban tanah, walaupun penerapan
ini kadang tidak cocok dimana alurnya sangat panjang pada tanah miring
alirannya akan terhalangi.

 Sistem pengisian selokan


Berbagai metode diusahakan untuk mengisi air dari pinggir areal ke kepala
alur. Metode utamanya adalah bentuk pengisi selokan yang dibendung
sebanyak 20 alur untuk setiap setnya. Sisi samping pengisi selokan dipecah
pada suatu interval menggunakan cangkul atau sekop untuk menjaga aliran air
ke masing-masing alur. Metode ini sangat murah untuk merakitnya tetapi butuh
tenaga kerja yang intensif, sejak pemutusan harus diperbaiki sebelum
dilakukan langkah yang lain. Aliran alur sangat pelan dan distribusi air terjadi
secara berkala dan sangat tergantung pada keahlian setiap orang yang
melakukannya. Letak alur pada hulu agar diperoleh air dalam jumlah yang
banyak dari pada bagian hilir. Perbaikan yang harus dilakukan pada metode ini
adalah mengurangi pengoperasian cangkul untuk menjaga aliran air sepanjang
alur kanal. Pemutusan tunggal hanya dibutuhkan untuk membuat aliran kanal
terseir untuk menyuplai bagian pada kepala alur dan alur ini dibuka sepanjang
waktu.
Metode pengisian selokan cenderung diadopsi oleh petani dengan
bongkahan tanah kecil dan alur yang pendek, dimana kemiringan tanah harus
ada. Sistem “ranting” dan “utama” di Jamaika, sistem alur lembah Barahona di
Repoblik Dominika merupakan variasi dari metode ini. Panjang alur hanya 20-
50 m dan kanal utama digunakan untuk mengalirkan air untuk set irigasi ke
areal sepanjang alur utama areal.

 Pipa Pindah
Pipa pindah mengakibatkan kontrol yang lebih bagus untuk pembagian air
ke masing-masing alur dan akan menutup kisaran penuh laju aliran yang
diperoleh pipa pindah dibuat dari pipa polythene dengan diameter antara 25-75
mm. Pengoperasian yang ideal (seperti level air pada kanal tersier hingga level
air pada alur) adalah 50-300 m. Gambar 6 memberikan gambaran kurva untuk
berbagai ukuran pipa.

 Spile Pipes
Alternatif penganti pipa pindah adalah spile pipe, yang ditempatkan pada
tembok pada kanal tersier untuk memenuhi 10-20 alur. Sebuah gerbang buka
tutup pada ceruk spile pipe mengontrol aliran air, dan gerbang ini dioperasikan
dengan membuka
penuh atau menutup penuh. Diameter spile antara 150-300 mm dan tipe
pengoperasian kepala 50-500 mm.
Versi lain dari spile penurun pada kanal tersier dengan 1 atau 2 spile
pipe berdiameter 50-75 mm per alur. Spile pipe ditempatkan pada bagian
penurunan dibalikan kanal tersier yang dibangun dari dudukan atau dipusatkan
pada gundukan atau diberi tanda (konsentrasi siraman). Sistem ini populer
untuk layout alur dimana kanal tersier pada tempat dimana kemiringannya
sekitar 1 %, sejak pintu masuk bisa dipindah dan daerah dengan pandang
rumput yang luas tidak diperoleh seperti yang ada pada sistem siphon. Kanal
mengalir secara langsung sesuai kemiringan, dan spile hanya akan dibuka jika
alur akan diirigasi. Irigator biasanya memilih spile karena lebih cepat dan
mudah untuk mengoperasikannya dari pada pemindah dan memasang pipa
siphon. Pipa spile dan penutupnya lebih mudah diperoleh dari sumber lokal
(perusahaan plastik).

 Sistem pipa gerbang dan saluran pengantar air datar


Kanal tarsier pada sistem siphon dan spile pada kenyataannya menjadi
penghalang pengoperasian pemanenan yang didapat pada tanjung agar
peralatan bisa membelok. Pipa gerbang dan saluran pengantar air datar
merupakan sistem alternatif irigasi yang memecahkan agar pada saat
pemanenan diperoleh akses bebas dari masalah panenan. Areal tebu yang dapat
dipanen juga lebih besar jika dibandingkan dengan sistem siphon atau spile
sejak tanjung tidak diperoleh. Pipa gerbang dan sistem saluran diperoleh
dengan tekanan atas rendah dengan 0.2–2 m pada luarnya. Sistem pemendaman
pipa diperlukan untuk mendistribusikan air ke hidrant dan sebuah pompa atau
kanal atau bendungan untuk pengoperasian atas. Biaya instalasinya lebih tinggi
jika dibangdingkan siphon atau spile, tetapi untuk beberapa petani keuntungan
pengoperasiannya tidak melebihi biaya ekstra.
Sebagai perbaikan tambahan pada sistem pipa gelombang adalah untuk
menginstal katup gelombang untuk menekan air agar mengalir ke alur. Katup
secara normal terletak pada suplai hidrant pada pusat dua cabang dari pipa
gerbang atau saluran pengahantar datar. Prinsip pengoperasiannya adalah
membuat gelombang air menuruni alur pada set alternatif irigasi dengan
interval waktu (contoh 30 menit hidup, 30 menit mati) sampai riak air pada
akhir alur. Ini disebut sebagai “fase kemajuan “ interval waktu kemudian
dikurangi hingga ½ sampai siklus irigasi lengkap . ini disebut sebagai
“outback atau soak phase”. Pengisian dan pengosongan secara objektif pada
suatu alur pada fase kemajuan adalah untuk menyiapkan tanah untuk
fase outback, dengan menurunkan kapsitas infiltrasi dan memperhalus profil
alur. Pada fase outback menggunakan lebih rendah laju aliran dan menerima
kebasahan yang lebih seragam sepanjang alur.
Irigasi gelombang lebih efektif pada tanah aluvial yang tidak bersaluran
dimana kehilangan karena perkolasinya tinggi pada alur atas merupakan
sebuah masalah dan dimana aliran pada alur yang tinggi diperlukan untuk
memperoleh air hingga akhir alur. Keuntungan dari irigasi gelombang adalah
hemat air dan tenaga kerja, efisiensi aplikasi serta hasil yang tinggi. Pupuk juga
bisa ditambahkan dan dikontrol dari kutub gelombang. Tehnik irigasi
gelombang banyak digunakan di USA antara lain di Colorado dan USUCES
(Utah State University Cooperative Extension Service) dimana peneliti bekerja
pada berbagai tanaman yang berbeda. Dua produsen yang khusus memproduksi
katup gelombang adalah Waterman Industries. Inc. Colifornia dan P & R
Surge Systems Ins, Texas. Program pembuatan katup dikontrol oleh tenaga
surya.
Polyacrylamide (PAM) sebagai polimer pengikat tanah memberikan
beberapa keuntungan yaitu :
- Mengurangi erosi tanah dari alur.
- Meningkatkan penyerapan air, dan
- Mengurangi endapan nutrisi dan pestisida yang keluar dari areal dan
mengkontaminasi anak sungai.
PAM juga biasa digunakan sebagai agen pengendap dan penjernih pada
makanan, proses pembuatan gula dan pada air. PAM bukan merupakan polutan
tanah dan dapat diurai oleh matahari dan cara budidaya. PAM dapat
diaplikasikan dalam bentuk butiran, tablet, cairan atau konsentrasi emulsi dan
dosis aplikasinya antara 1-8 kg/1000 m3 aplikasi air, tergantung pada tipe
tanah, bentuk alur dan kecepatan aliran. Bahan kimia ini dicampur dan
disuntikan pada kanal tersier sebelah atas atau pada pipa sepanjang alur irigasi
hingga akhir alur. PAM pada umumnya hanya digunakan pada irigasi pertama
setelah tanam atau pada saat kultivasi inter-row ketika resiko kehilangan tanah
tinggi. Jika kondisi tanah memerlukan keadaan seperti ini. PAM dapat
digunakan sebagai alternatif atau pilihan irigasi yang lain. Untuk dampak
maksimum, perlakuan air dengan PAM harus diaplikasikan pada alur yang
kering tanpa perlakuan sebelum pembasahan.
Penggunaan polyacrylamide sebagai kondisioner tanah baik dilakukan
pada tanah lempungan dimana penyerapan air dan penyebaran secara lateral
pada profil alur jelek. Bahan kimia ini digunakan dan memberikan efek yang
bagus di Australia dan USA dan banyak penelitian informatif dan laporannya
tersedia (contoh Ross, Sojka dan Lentz, 1994-1997, dan Kimberley, Idaho,
USA melakukan banyak penelitian perintis).

3. 3. 2. Irigasi Atas (Overhead Irrigation)


Irigasi kedua yang terpopuler pada penanaman tebu diseluruh dunia adalah
irigasi atas, dimana air diaplikasikan dalam bentuk butiran dengan nozel yang
ditempatkan pada tanaman. Dengan metode ini, diperoleh keseragaman dan
kekomplitan untuk seluruh areal dan air akan diserap secara vertikal ke dalam
tanah. Ini merupakan cara yang berbeda untuk membasahi areal. Jika
dibandingkan irigasi alur dimana hanya 40-60 % permukaan tanah yang dapat
dibasahi dan penyerapan air secara lateral dan vertikal.
Secara umum terdapat 3 kategori nosel atas (overhead nozzles)
- Tekanan rendah dioperasikan pada 0,6-2,0 bar, dengan tipe lemparan
beradius/jarak 3-12 meter.
- Tekanan menengah dioperasikan pada 2,0-5,0 bar, dengan tipe lemparan
berjarak 12-30 m.
- Tekanan tinggi dioperasikan pada 5,0-7,5 bar, dengan lemparan berjarak 30-
65m.
Nozel bertekanan rendah pada umumnya plastik dan mainted pada sistem
irigasi boom seperti sumbu utama, gerakan linear dan boom irigator. Tata
letaknya disusun dalam bentuk yang lebih ekonomis untuk ganjalan spinkler
nozel tempat terbuka dibandingkan dengan sistem pipa fixed atau moveable
riser. Pengecualian untuk FloppyTM sprinkler, dimana bantalan pada pipa riser
tau sistem kabel atas. Namun demikian, pengoperasian sistem floppy pada alur
dari tekanan rendah dan medium dan jarak sprinker untuk tanaman tebu antara
12-15m. Industri hortikultura mungkin akan mengoptimalkan untuk sprinkler
tekanan rendah pada riser yang tertutup dan sistem pipa, tetapi area untuk
tanaman menjadi terpadatkan dan pada tanaman tebu menjadi tidak ekonomis.
Nozel bertekanan rendah pada umumnya terbuat dari kuningan atau
plastik dan diganjalkan pada bodi sprinkler dari plastik atau bronze. Untuk
tebu, metode tradisional bantalan sprinkler pada 3-4 m pipa riser yang
dihubungkan ke pipa fixed atau moveable pada sistem distribusi. Jarak pada
umumnya pada 18 x 18 m.
Nozel bertekanan tinggi pada umumnya terbuat dari plastik, kuningan,
atau plastik dan diganjalan pada badan sprinkle-gun dari alumunium. Gun
Sprinkler yang membuat hujan (atau cannons) biasanya diganjalkan
pada trolleys taved dengan irigator hose-reel (hard-hose atau soft-hose types).
Pada beberapa kasus, gun sprinkler diganjalkan pada tripod yang dihubungkan
pada pipa sistem distribusifixed atau moveable. Tetapi pemasangan tripod berat
dan memerlukan 2 orang untuk memindahkannya keposisi lain.
Sistem tekanan rendah dan medium lebih mahal untuk menginstalnya,
tetapi akan membutuhkan energi yang rendah dan biaya pengoperasian. Sistem
ini lebih cocok untuk areal yang irigasi penuh dimana irigasi tiap tahunnya 500
mm atau lebih. Sistem bertekanan tinggi dengan energi dan biaya
pengoperasian yang lebih cocok untuk areal yang beririgasi tambahan dimana
kebutuhan irigasi tiap tahunnya lebih rendah dari pada 500 mm. Deskripsi yang
jelas pada sistem irrigasi atas digunakan pada industri tebu, dan gambaran
lengkap dari sistem sprinkler dan peralatannya dapat diperoleh pada Kay, 1983.

3.4. SISTEM DRAINASE YANG TEPAT


BAB IV
PENUTUP
4. 1

Anda mungkin juga menyukai