Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

KARAKTERISTIK DAN DINAMIKA LAHAN BASAH DAN GAMBUT


“MENENTUKAN KEMATANGAN GAMBUT DENGAN METODE MC
KINZI”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

DEWI SUCIATI C1051191015


ERNAWATI C1051191019
MUHAMMAD ALDI PRATAMA C1051191027
FLORENTINUS YOSANDRY ANFER C1051191033
RIZKI LAMBANG WIBIANTO C1051191059
VERA ARDELIA C1051191061
RACHMA YUNITA C1051191065
KHENG CIANG C1051191071
SEFTIAN C1051181087
ADITYA IRSYAD MULIA ANWAR C1051181025

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kekuatan dan kesehatan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan laporan pratikum mata kuliah “Karakteristik dan Dinamika Lahan Basah
dan Gambut”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan


mahasiswa seperjuangan yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga
laporan praktikum mata kuliah Karakterristik dan Dinamika Lahan Basah dan
Gambut ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna maka
penulis memohon kritik dan saran untuk memperbaiki laporan praktikum selanjutnya.

Pontianak, 20 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 2
1.3 Tujuan Praktikum......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Pengertian Tanah Gambut............................................................ 3
2.2 Klasifikasi Tanah Gambut............................................................ 4
BAB III METODE PRAKTIKUM............................................................... 6
3.1 Waktu dan Tempat........................................................................ 6
3.2 Peralatan dan Bahan..................................................................... 6
3.3 Tahapan Kerja............................................................................... 6
3.4 Metode Analisis............................................................................ 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 8
4.1 Hasil Pengamatan (Memuat tabel kematangan gambut).............. 8
4.2 Regresi Linear............................................................................... 13
4.3 Pembahasan (Deskriptif) ............................................................. 16
BAB V PENUTUP.......................................................................................... 20
5.1 Kesimpulan................................................................................... 20
5.2 Saran............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 21
LAMPIRAN.................................................................................................... 22

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak
dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan
makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat
panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara
fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai
tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya
tanaman danmenyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi
sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik
sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn,
B, Cl); dan secara biologi  berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang
berpartisipasi aktif dalampenyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu
tumbuh, proteksi) bagi tanaman,yang ketiganya secara integral mampu
menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik
tanaman pangan, tanaman obat-obatan,industri perkebunan.
Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman yang berlapis-lapis
hingga mencapai ketebalan >30cm. Proses penimbunan bahan sisa tanaman ini
merupakan proses geogenik yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama
(Hardjowegeno, 1986). Gambut terbentuk dari lingkungan yang khas, yaitu rawa
atau suasana genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Kondisi langka
udara akibat genangan, ayunan pasang surut, atau keadaan yang selalu basah
telah mencegah aktivitas mikro-organisme yang diperlukan dalam perombakan.
Laju penimbunan gambut dipengaruhi oleh peduan antara keadaan topografi dan
curah hujan dengan curahan perolehan air yang lebih besar dari pada kehilangan
air serta didukung oleh sifat tanah dengan kandungan fraksi debu (silt) yang

1
rendah. Ketebalan gambut pada setiap bentang lahan adalah sangat tergantung
pada:
1. proses penimbunan yaitu jenis tanaman yang tumbuh, kerapatan tanaman dan
lama pertumbuhan tanaman sejak terjadinya cekungan tersebut,
2. proses kecepatan perombakan gambut,
3. proses kebakaran gambut,
4. Perilaku manusia terhadap lahan gambut.
Gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih termasuk kategori kawasan
lindung sebagai kawasan yang tidak boleh diganggu. Kebijakan ini dituangkan
melalui Keppres No. 32 tahun 1990 yang merupakan kebijakan umum dalam
reklamasi dan pemanfaatan lahan gambut di Indonesia. Berdasarkan besarnya
potensi sumberdaya, kendala biofisik dan peluang pengembangan, maka rawa
khususnya gambut pedalaman perlu mendapatkan perhatian serius. Gambut
dikategorikan sebagai lahan marjinal, karena kendala biofisiknya sukar diatasi.
Prodiktifitas gambut sangat beragam, ketebalan gambut juga menentukan
kesuburannya (Barchia, 2006).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja klasifikasi tanah gambut ?
2. Bagaimana cara mengetahui kadar serat pada tanah gambut melalui metode
Mc Kinzi?

1.3. Tujuan Praktikum


1. Untuk mengetahui klasifikasi tanah gambut.
2. Untuk mengetahui kadar serat pada tanah gambut melalui metode Mc Kinzi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Tanah Gambut


Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-
sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan
organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini
disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di
berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama
seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain.
Menurut Chotimah (2009) Gambut terbentuk dari seresah organik yang
terdekomposisi secara anaerobik dimana laju penambahan bahan organik lebih
tinggi dari pada laju dekomposisinya. Di dataran rendah dan daerah pantai, mula-
mula terbentuk gambut topogen karena kondisi anaerobik yang
dipertahankanoleh tinggi permukaan air sungai, tetapi kemudian penumpukan
seresah tanaman yang semakin bertambah menghasilkan pembentukan hamparan
gambut ombrogen yang berbentuk kubah (dome). Gambut terbentuk dari
timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun
belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh
kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut
merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh
proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah
mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno,
1986).Gambut juga dikenal dengan tanah histosol atau organosol yaitu tanah
yang memiliki lapisan organic dengan berat jenis (BD) dalam keadaan lembab <
0,1 g cm-3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm-3
dengan tebal > 40 cm (Soil Survey Staff, 2003).

3
2.2. Klasifikasi Tanah Gambut
Lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organic <50 cm
digolongkan kedalam tanah bergambut atau berhumus. Secara umum dalam
klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols, dengan
ketebalan >60 cm atau lapisan organic dengan BD > 0,1 g cm-3 dengan tebal >40
cm (Soil Survey Staff,2003).
Salah satu faktor pendukung pembentuk gambut adalah curah hujan yang
tinggi. Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang
berbeda anatara lain : dari tingkat kematangan, tingkat kesuburan, lingkungan
pembentukannya, proses dan lokasi pembentukannya, dan kedalaman lapisan
bahan organiknya.
Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:
1. Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan
asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas
kandungan seratnya <15 %.
2. Gambut hermik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian
bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas bahan
seratnya 15 - 75 %.
3. Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya
masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75 %.
Berdasarkan tingkat kesuburannya gambut dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu :
1. Gambut eutropik adalah gambut yang mengandung banyak mineral, terutama
kalsium karbonat; sebagian besar berada di daerah payau dan berasal dari
vegetasi serat/rumput-rumputan, serta bersifat netral dan alkalin.
2. Gambut oligotropik adalah gambut yang mengandung sedikit mineral
kahususnya dan magnesium, serta bersifat masam atau sangat masam (pH <
4).

4
2.3. Gambut mesotropik adalah gambut yang kesuburannya berada diantara
gambut eutropik dan gambut oligotropik.

Berdasarkan lingkungan pembentukannya dipengaruhi gambut dibedakan


atas :
1. Gambut ombrogen adalah gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh
curah hujan.
2. Gambut topogen adalah gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh
keadaan topografi seperti daerah pasang surut.
Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibedakan atas :
1. Gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapat
pengayaan unsur hara dari laut.
2. Gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak
dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan.
3. Gambut transisi, gambut yang terbentuk diantara dua wilayah tersebut, yang
secara tidak langsung dipengaruhi oleh pasang surut.
Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan atas :
1. Gambut dangkal (50-100 cm)
2. Gambut sedang (100-200 cm)
3. Gambut dalam (200-300 cm)
4. Gambut sangat dalam (>300 cm)

5
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Tempat : Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah Fakultas
Pertanian Universtas Tanjugpura
Waktu` : Kamis 12 Maret 2020
Pukul : 13.00- selesai

3.2. Alat dan Bahan


4.2.1 Sampel tanah gambut
4.2.2 Air yang mengalir
4.2.3 Ayakan tanah ukuran 100 mesh
4.2.4 Tabung suntikan

3.3. Tahapan Kerja


Tata cara analisis kadar serat
1. Isi tabung suntik yang telah dilubangi, dengan sampel sebanyak 5 ml
2. Tekan hati-hati dengan toraknya sehingga bahan/sampel tampak jenuh air dan
semua udara yang tersekap dalam pori-pori tertekan keluar. Jangan sampai
ada sampel yang ikut tertekan keluar. Ukur volumnya (ml).
3. Pindahkan bahan/sampel ke dalam saringan atau ayakan ukuran 100 mesh dan
cuci dengan air mengalir hingga air cucian tampak jerrnih.
4. Kembalikan semua bahan/sampel yang ada di saringan /ayakan ke dalam
tabung suntik tadi secara merata, tekan hati-hati dengan toraknya sampai
tampak jenuh air seperti langkah kedua. Ukur volume (ml) dan hitung
persennya terhadap volume awal. Ini adalah kadar serat utuh.

6
5. Kembalikan lagi bahan/sampel ini kedalam saringan tadi dan cuci dengan air
mengalir sambil di gosok-gosok (jangan keras-keras), hingga air cucian
tampak jernih.
6. Kembalikan semua bahan/sampel yang ada di saringan /ayakan ke dalam
tabung suntik tadi secara merata, tekan hati-hati dengan toraknya sampai
tampak jenuh air seperti langkah keempat. Ukur volume (ml) dan hitung
persennya terhadap volume awal. Ini adalah kadar serat gosok.
7. Selanjutnya untuk menetukan tingkat kematangan gambut dilihat dari nilai
kadar serat utuh dan kadar serat gosok, dibandingkan dengan klasifikasi
tingkat kematangan gambut kadar serat (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Kematangan Gambut Kadar Serat

Kematangan Gambut Kadar Serat Utuh (%) Kadar Serat Gosok (%)
Fibrik >66 >75
Hemik 33-66 15-75
Saprik <33 <15

3.4. Metode Analisis


3.4.1 Regresi linear
Adalah sebuah pendekatan untuk memodelkan hubungan antara
variable terikat Y dan satu atau lebih variable bebas yang disebut X. Salah
satu kegunaan dari regresi linear adalah untuk melakukan prediksi
berdasarkan data-data yang telah dimiliki sebelumnya. Hubungan di antara
variable-variabel tersebut disebut sebagai model regresi linear.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 2. Hasil pengamatan kematangan gambut dengan metode Mc. Kinzi
(Kadar Serat)

Kedalaman S Persentase Kematangan Kadar


V1 = 10 ml 100% - -
1 Kadar serat
V2 = 1 ml ×100 %=10 % Saprik
10 utuh (%)
Kadar
0-10 cm
0,3
V3 = 0,3 ml ×100 %=30 % Hemik Serat
1
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
2,4 Kadar serat
V2 = 2,4 ml × 100 %=24 % Saprik
10 utuh (%)
Kadar
10-20 cm
1
V3 = 1 ml × 100 %=41,66 % Hemik Serat
2,4
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
3,8
V2 = 3,8 ml ×100 %=38 % Hemik Serat Utuh
10
(%)
20-30 cm Kadar
2,4
V3 = 2,4 ml × 100 %=63,15 % Hemik Serat
3,8
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
2,2
V2 = 2,2 ml ×100 %=22 % Saprik Serat Utuh
10
30-40 cm (%)
Kadar
1
V3 = 1 ml ×100 %=45,45 % Hemik Serat
2,2
Gosok (%)

8
V1 = 10 ml 100 % - -
Kadar
4,8
V2 = 4,8 ml × 100 %=48 % Hemik Serat Utuh
10
40-50 cm (%)
Kadar
3,4
V3 = 3,4 ml × 100 %=70,83 % Hemik Serat
4,8
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
3
V2 = 3 ml ×100 %=30 % Saprik Serat Utuh
10
50-60 cm (%)
Kadar
2
V3 = 2 ml ×100 %=66,67 % Hemik Serat
3
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
2,8
V2 = 2,8 ml ×100 %=28 % Saprik Serat Utuh
10
60-70 cm (%)
Kadar
1,6
V3 = 1,6 ml ×100 %=57,14 % Hemik Serat
2,8
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
3,4
V2 = 3,4 ml × 100 %=34 % Hemik Serat Utuh
10
70-80 cm (%)
Kadar
2,6
V3 = 2,6 ml × 100 %=76,47 % Fibrik Serat
3,4
Gosok (%)
80-90 cm V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
3,8
V2 = 3,8 ml ×100 %=38 % Hemik Serat Utuh
10
(%)
V3 = 2,2 ml 2,2 Hemik Kadar
×100 %=57,89 %
3,8
Serat

9
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
2,7
V2 = 2,7 ml × 100 %=27 % Saprik Serat Utuh
10
90-100 cm (%)
Kadar
1,6
V3 = 1,6 ml × 100 %=59,25 % Hemik Serat
2,7
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100 % - -
Kadar
4
V2 = 4 ml ×100 %=40 % Hemik Serat Utuh
10
100 – 110 cm (100%)
Kadar
3
V3 = 3 ml ×100 %=75 % Hemik Serat
4
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% -
Kadar
3,2
V2 = 3,2 ml ×100 %=32 % Saprik Serat Utuh
10
110 – 120 cm (%)
Kadar
1,9
V3 = 1,9 ml ×100 %=59,37 % Hemik Serat
3,2
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
3,2
V2 = 3,2 ml ×100 %=32 % Saprik Serat Utuh
10
120 – 130 cm (%)
Kadar
1,6
V3 = 1,6 ml ×100 %=50 % Hemik Serat
3,2
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
3,4
V2 = 3,4 ml × 100 %=34 % Hemik Serat Utuh
10
130 – 140 cm (%)
V3 = 1,3 ml 1,3 Hemik Kadar
× 100 %=38,23 %
3,4

10
Serat
Gosok (%)
V1 – 10 ml 100% - -
Kadar
3
V2 = 3 ml ×100 %=30 % Saprik Serat Utuh
10
140 – 150 cm (%)
Kadar
1,4
V3 = 1,4 ml × 100 %=46,67 % Hemik Serat
3
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
4,8
V2 = 4,8 ml × 100 %=48 % Hemik Serat Utuh
10
150 – 160 cm (%)
Kadar
3
V3 = 3 ml × 100 %=62,5 % Hemik Serat
4,8
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
4
V2 = 4 ml ×100 %=40 % Hemik Serat Utuh
10
160 – 170 cm (%)
Kadar
2,7
V3 = 2,7 ml × 100 %=67,5 % Hemik Serat
4
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
3
V2 = 3 ml ×100 %=30 % Saprik Serat Utuh
10
170 – 180 cm (%)
2,1 Kadar serat
V3 = 2,1 ml ×100 %=70 % Hemik
3 Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
1,2
V2 = 1,2 ml ×100 %=12 % Saprik Serat Utuh
10
180 – 190 cm (%)
V3 = 0,3 ml 0,3 Hemik Kadar
×100 %=25 %
1,2

11
Serat
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
2,6
V2 = 2,6 ml ×100 %=26 % Saprik Serat Utuh
10
190 – 200 cm (%)
Kadar
1,6
V3 = 1,6 ml ×100 %=61,53 % Hemik Serat
2,6
Gosok (%)
V1 = 10 ml 100% - -
Kadar
2,4
V2 = 2,4 × 100 %=24 % Saprik Serat Utuh
10
200 – 210 cm (%)
Kadar
1,2
V3 = 1,2 × 100 %=50 % Hemik Serat
2,4
Gosok (%)

4.2. Regresi Linear


4.2.1 Tabel dan Grafik Kadar Serat Basah

SUMMARY
OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0.040604822
R Square 0.001648752
Adjusted R -
Square 0.050896051
Standard
Error 63.60778094
Observations 21

ANOVA
Significance
  df SS MS F F
126.95387 0.86127437
Regression 1 126.9538725 2 0.03137801 1
Residual 19 76873.04613 4045.9498
Total 20 77000      

12
Standard
  Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%
2.1635671 200.708867
Intercept 102.0175748 47.15248873 3 0.04344892 3.32628164 200.70887 3.32628164 9
0.259089536 1.462638972 0.86127437 - 3.3204281 -
0.1771384 2.80224901 2.80224901 3.32042808
X Variable 1 1 6 6 8

Grafik 1. Grafik Kadar Serat Utuh

100
95
90
85
80
75
Persentase Kematngan (%)

70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210
Kedalaman (cm)

13
4.2.2 Tabel Dan Grafik Kadar Serat Gosok
SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
0.01840670
Multiple R 4
0.00033880
R Square 7
Adjusted R
Square -0.05227494
Standard 63.6494974
Error 1
Observations 21

ANOVA
Significance
  df SS MS F F
26.0881195 0.0064395 0.93688038
Regression 1 6 26.08811956 1 6
76973.9118
Residual 19 8 4051.25852
Total 20 77000      

Standard
  Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%
-
57.8196718 0.0838322 15.5219320
Intercept 105.496032 8 1.824569884 4 3 226.5139961 -15.521932 226.5139961
-
0.08054374 1.00370345 0.9368803 2.02023172
X Variable 1 7 4 0.080246557 9 7 2.18131922 -2.02023173 2.18131922

14
Grafik 2. Grafik Kadar Serat Gosok

100
95
90
85
80
75
Persentase Kematangan (%)

70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210
Kedalaman (cm)

4.3. Pembahasan
Menentukan tingkat kematangan gambut selain menggunakan metode Von
Post, dapat juga menggunakan metode Mc Kinzi (Kadar Serat)
Pada praktikum sebelumnya, penetapan kematangan gambut ditentukan
menggunakan metode von post. Namun, hasil praktikum penetapan kematangan
gambut menggunakan metode von post berbeda dengan hasil analisis
kematangan tanah gambut menggunakan metode Mc Kinzi (kadar serat).
Metode Mc Kinzi (kadar serat) di laboratorium dilakukan dengan
perbandingan jumlah serat dalam suntikan (siringe) yakni menentukan sejumlah
contoh tanah dalam volume suntikan 10 ml sebagai V1, kemudian contoh tanah
tersebut di bilas dengan air menggunakan saringan 100 mesh atau 150 µm
kemudian ditetapkan kembali volumenya sebagai V2. Gambut memiliki

15
V2 V2
kematangan fibrik apabila > 75%, hemik apabila antara 15% - 75%,
V1 V1
V2
dan saprik apabila < 15%.
V1
Prosedur kerja menentukan kadar serat di laboratorium sebagai berikut:
mengambil segenggam gambut segar dari wadah dan masukkan ke dalam syringe
bervolume 10 ml, mampatkan sampel dengan menekan pompa syringe dan catat
volume gambut sebagai V1, sewaktu gambut tidak bisa lagi dimampatkan,
pindahkan gambut dari dalam syringe ke dalam ayakan dengan ukuran lobang
100 mesh atau 150 µm, gunakan botol semprot untuk membilas gambut yang
halus, sesudah serat halus lolos dari ayakan, pindahkan kembali serat kasar ke
dalam syringe dan mampatkan. Catat volume serat kasar sebagai V2. Kemudian
masukkan kembali gambut yang sudah dicatat Vol 2 nya ke dalam ayakan dan
kembali diayak. Namun, dalam ayakan kedua ini gambut diayak sambil ditekan
menggunakan sendok atau jari tangan secara perlahan sampai mendapatkan serat
yang benar-benar halus. Kemudian gambut dimasukkan ke dalam syringe dan
mampatkan. Catat volume serat halus sebagai V3.
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan metode Mc Kinzi (kadar
serat) didapat bahwa pada lapisan 0-10 cm memiliki kadar serat utuh dan gosok
10% dan 40% yang menandakan bahwa adanya perbedaan kematangan kadar
serat pada kedalaman 0-10 cm yaitu Saprik (matang) pada kadar serat utuh dan
Hemik pada kadar serat gosok (setengah matang). Pada kedalaman 10-20 cm
kadar serat utuh dan gosok mengalami perbedaan pada tingkat kematangannya
yaitu kadar serat utuh pada kedalaman 10-20 cm adalah 24% yang menandakan
bahwa lapisan tersebut memiliki tingkat kematangan Saprik (matang) sedangkan
kadar serat gosok pada kedalaman 10-20 cm sebesar 41,66%, hal ini
menunjukkan bahwa lapisan tersebut jika dilihat dari kadar serat gosok
menunjukkan bahwa gambut tersebut Hemik (setengah matang). Pada kedalaman
20-30 cm kadar serat utuh dan gosok mengalami persamaan pada tingkat
kematangannya yaitu kadar serat utuh dan gosok pada kedalaman 20-30 cm
sebesar 22% dan 63,15% yang menandakan bahwa lapisan tersebut memiliki

16
tingkat kematangan Saprik (matang) untuk kadar serat utuh dan Hemik (setengah
matang) untuk kadar serat gosoknya. Pada kedalaman 30 – 40 cm kadar serat
utuh 22% dengan tingkat kematangan Saprik (matang) dan kadar serat gosok
45,45% dengan tingkat kematangan Hemik (setengah matang). Pada kedalaman
40 – 50 cm memiliki persamaan pada kadar serat utuh 48% Saprik dan kadar
serat gosok 70,83% Hemik. Pada kedalaman 50 – 60 cm memiliki perbedaan
pada tingkat kematangannya yaitu kadar serat utuh sebesar 30% yang
menandakan kematangan pada lapisan ini Saprik (matang) dan kadar serat gosok
sebesar 66,67% yang menandakan kematangan pada lapisan ini Hemik (setengah
matang). Pada kedalaman 60 - 70 cm memiliki perbedaan pada tingkat
kematangannya yaitu kadar serat utuh sebesar 28% yang menandakan
kematangan pada lapisan ini Saprik (matang) dan kadar serat gosok sebesar
57,14% yang menandakan kematangan pada lapisan ini Hemik (setengah
matang). Pada kedalaman 70 – 80 cm memiliki perbedaan pada tingkat
kematangannya yaitu kadar serat utuh sebesar 34% yang menandakan
kematangan pada lapisan ini Hemik (matang) dan kadar serat gosok sebesar
76,47% yang menandakan kematangan pada lapisan ini Fibrik (belum matang).
Pada kedalaman 80 – 90 cm memiliki persamaan pada tingkat kematangannya
yaitu kadar serat utuh sebesar 38% dan kadar serat gosok sebesar 57,89% yang
menunjukkan tingkat kematangan Hemik (setengah matang). Pada kedalaman 90
– 100 cm memiliki perbedaan pada tingkat kematangannya yaitu kadar serat utuh
sebesar 27% yang menandakan kematangan pada lapisan ini Saprik (matang) dan
kadar serat gosok sebesar 59,25% yang menandakan kematangan pada lapisan ini
Hemik (setengah matang). Pada kedalaman 100 – 110 cm memiliki persamaan
pada tingkat kematangannya yaitu kadar serat utuh sebesar 40% dan kadar serat
gosok sebesar 75% dengan tingkat kematangan Hemik (setengah matang). Pada
kedalaman 110 – 120 cm memiliki perbedaan pada tingkat kematangannya yaitu
kadar serat utuh sebesar 32% menunjukan tingkat kematangan Saprik (matang)
dan kadar serat gosok sebesar 59,37 menunjukkan tingkat kematangan Hemik
(setengah matang). Pada kedalaman 120 – 130 cm memiliki perbedaan pada

17
tingkat kematangannya yaitu kadar serat utuh sebesar 32% yang menandakan
kematangan pada lapisan ini Saprik (matang) dan kadar serat gosok sebesar 50%
yang menandakan kematangan pada lapisan ini Hemik (setengah matang). Pada
kedalaman 130 – 140 cm memiliki persamaan pada tingkat kematangannya yaitu
kadar serat utuh sebesar 34% dan kadar serat gosok sebesar 38,23% yang
menandakan kematangan pada lapisan ini Hemik (setengah matang). Pada
kedalaman 140 – 150 cm memiliki perbedaan pada tingkat kematangannya yaitu
kadar serat utuh sebesar 30% yang menandakan kematangan pada lapisan ini
Saprik (matang) dan kadar serat gosok sebesar 46,67% yang menandakan
kematangan pada lapisan ini Hemik (setengah matang). Pada kedalaman 150 –
160 cm memiliki persamaan pada tingkat kematangannya yaitu kadar serat utuh
sebesar 48% dan kadar serat gosok sebesar 62,5% yang menunjukkan tingkat
kematangan Hemik (setengah matang). Pada kedalaman 160 – 170 cm memiliki
persamaan pada tingkat kematangannya yaitu kadar serat utuh sebesar 40% dan
kadar serat gosok sebesar 67,5% yang menandakan kematangan pada lapisan ini
Hemik (setengah matang). Pada kedalaman 170 – 180 cm memiliki perbedaan
pada tingkat kematangannya yaitu kadar serat utuh sebesar 30% yang
menandakan kematangan pada lapisan ini Saprik (matang) dan kadar serat gosok
sebesar 70% yang menandakan kematangan pada lapisan ini Hemik (setengah
matang). Pada kedalaman 180 – 190 cm memiliki perbedaan pada tingkat
kematangannya yaitu kadar serat utuh sebesar 12% yang menunjukkan tingkat
kematangan Saprik (matang) dan kadar serat gosok sebesar 25% yang
menunjukkan tingkat kematangan Hemik (setengah matang). Pada kedalaman
190 – 200 cm memiliki perbedaan pada tingkat kematangannya yaitu kadar serat
utuh sebesar 26% yang menandakan kematangan pada lapisan ini Saprik
(matang) dan kadar serat gosok sebesar 61,53% yang menandakan kematangan
pada lapisan ini Hemik (setengah matang). Pada kedalaman 200 – 210 cm
memiliki perbedaan pada tingkat kematangan yaitu kadar serat utuh sebesar 24%
yang menunjukkan tingkat kematangan Saprik (matang) dan kadar serat gosok
sebesar 50% yang menunjukkan tingkat kematangan Hemik (setengah matang).

18
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Proses Identifikasi kematangan gambut dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu dengan metode Von Post dan metode Mc Kinzi (Kadar Serat). Keduanya
sama-sama dapat dengan tepat dalam menentukkan tingkat kematangan gambut.
Yang membuat keduanya berbeda adalah pada metode Von Post proses
menentukan tingkat kematangan gambut dapat dilakukan langsung di lapangan
sedangkan pada metode Mc Kinzi identifikasi tingkat kematangan gambut
dilakukan di laboratorium dan dengan peralatan khusus.

5.2. Saran
Saran kami, untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang lebih
banyak atau yang lebih tepat maka harus dilakukan penelitian lebih lanjut. Hal ini
bermaksud agar informasi yang didapatkan lebih banyak dan informasi yang
dibutuhkan datanya tepat dan jelas. Dan jika ingin melakukan praktikum ini, alat
diperbanyak agar waktu praktikum tidak lama dan tidak bergiliran. Selain itu
juga dalam proses mengindentifikasi terdapat beberapa Human Error misalnya
karena dikejar waktu proses pencucian gambut tidak efektif sehingga gambut
tersebut tidak selesai tercuci hingga benar-benar bersih. Semoga ke depannya hal
tersebut dapagt diperbaiki kembali.

19
DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigeno, H. Sarwono., 2002. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta


Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakarta
Hakim, Nurjati, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas
Lampung
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha,
Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung,
Lampung
Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari,
J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur, Makassar

20
LAMPIRAN

Gambar 1. Pemasukan Sampel Tanah Gambar 2. Penekanan Tabung Suntik


Kedalam Tabung Suntik.

Gambar 3. Pengeluaran Sampel Dari Tabung


Suntik Untuk Dicuci
Gambar 4. Cuci Sampel Tanah Mengunakan
Saringan Hingga Air Tampak Jernih.

21
Gambar 5. Mengukur tanah setelah dicuci

22

Anda mungkin juga menyukai