Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENGOLAHAN GAMBUT

TUGAS 1 DAN 2

“Jenis Tanah Gambut dan Teknologi Filtrasi Air Gambut”

DISUSUN OLEH :
Rizki Gusanti (L1B116003)
Antory Febrianto (L1B116007)
Dina Mardiliana (L1B116021)
Elsha Mastiur Oktachristin (L1B116028)

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Drs. M. Naswir, KM., M.Si

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisamenyelesaikan makalah
mata kuliah “Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan”. Sholawat serta salam
kita sampaikan kepada nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al-Quran dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca dan penulis. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 24 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gambut .......................................................................................................... 3
2.2 Sejarah Terbentuknya Gambut ........................................................................................ 4
2.3 Persebaran Lahan Gambut ............................................................................................... 5
2.4 Indikator dan Ekosistem Lahan Gambut ......................................................................... 6
2.5 Pengertian Tanah Gambut ............................................................................................... 6
2.6 Ciri – ciri Tanah Gambut ................................................................................................. 7
2.7 Proses Pembentukan Tanah Gambut ............................................................................... 8
2.8 Pengertian Air Gambut .................................................................................................... 9
2.9 Proses Pengolahan Air Gambut ..................................................................................... 10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 16
3.2 Saran .............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami
dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat atau hanya sedikit mengalami
perombakan. Gambut terbentuk oleh lingkungan yang khas, yaitu rawa atau suasana
genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun.
Gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi belum tentu tanah
organik merupakan tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga sering
digunakan yaitu rawa gambut yang terkadang diartikan sebagai lahan basah. Tanah
gambut merupakan tanah organik yang terbagi atas gambut berserat dan gambut
tidak berserat. Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikelompokan ke dalam ordo
Histosol atau sebelumnya dinamakan Organosol yang mempunyai ciri dan sifat yang
berbeda dengan jenis tanah mineral (Hidayat & Mulyani, 2002).
Tanah gambut yang terlalu tebal (1,5 – 2 m) umumnya tidak subur, karena vegetasi
penyusunya miskin unsur hara. Tanah gambut yang subur umumnya mempunya
ketebalan antara 30 sampai 100 cm. Tanah gambut mempunyai sifat menyusut
(subsidence) jika dilakukan drainase yang baik, sehingga permukaan akan selalu turun.
Tanah gambut harus dijaga jangan sampai terlalu kering, karena akan sulit menyerap air
dan mudah terbakar (Sabiham, 1999).
Setiap tanaman memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangannya. Kondisi lingkungan tempat tanaman berada selalu mengalami
perubahan. Tumbuhan yang ditanam pada tanah gambut(contohnya pada perkebunan
kelapa sawit) akan mudah mengalami kekeringan terutama pada musim kemarau
panjang. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai proses penyerapan
air pada tanaman di lahan gambut.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar beakang diatas dapat diambil beberapa point rumusan masalah yaitu :
1. Apa yang dimaksud gambut dan sejarah terbentuknya ?
2. Bagaimana komposisi dan indikator terbentuknya gambut ?
3. Bagaimana persebaran gambut di Indonesia ?

4
4. Apa pengertian dari tanah gambut ?
5. Bagaimana ciri-ciri tanah gambut dan proses pembentukannya ?
6. Apa yang dimaksud dengan air gambut ?
7. Bagaimana pengolahan dari air gambut ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini terdiri dari beberapa point yaitu :
1. Mengetahui apa itu gambut dan sejarah terbentuknya
2. Mempelajari komposisi dan indikator bagaimana terbentuknya gambut
3. Mengetahui persebaran gambut yang ada di Indonesia
4. Mengetahui dari mana tanah gambut berasal
5. Mempelajari ciri-ciri tanah gambut dan proses pembentukannya
6. Mengetahui apa itu air gambut
7. Mempelajari bagaimana pengolahan air gambut

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gambut
Kata Gambut diambil dari kosa kata Suku Melayu Banjar yang tinggal di
Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Selatan pun terdapat salah satu kecamatan bernama
” Kecamatan Gambut” yang terletak 15 km dari Kota Banjarmasin. Wilayah kecamatan
gambut ini dikenal mempunyai hamparan gambut yang cukup luas yang dibuka sejak
tahun 1920-an.
Masing-masing daerah mempunyai sebutan tersendiri untuk gambut, antara lain
disebut: tanah hitam (Jawa), tanah rawang/tanah payo (Riau dan Jambi), ambul
(Kalimantan Selatan) dan sepuk (Kalimantan Barat). Sedangkan dalam istilah
internasional, lahan gambut memeliki beberapa sebutan diantaranya:
 Bog, lahan rawa yang ditutupi gambut yang tidak memiliki aliran air masuk maupun
keluar secara nyata yang bisa mendukung proses “acidophilic mosses”.
 Fen, lahan rawa yang ditutupi gambut yang menerima limpasan air drainase dari
tanah mineral disekitarnya dan biasanya mendukung kondisi pertumbuhan vegetasi
rawa.
 Mire, istilah umum untuk lahan rawa yang tertutup oleh gambut (European
definition).
 Moor, “high moor” adalah bog yang berbentuk kubah dan “low moor” adalah lahan
gambut berbentuk cekungan/ bagian depresi yang permukaannya tidak melebihi
tepinya.
 Peatland, istilah umum untuk lahan rawa yang ditutupi oleh sisa tanaman yang
sebagian telah melapuk/terdekomposisi.
Menurut Sarwono H dan Abdullah, 1989 bahwa gambut terbentuk dari timbunan
sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan
terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau
kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota
pengurai. Sedangkan menurut Badan Standarisasi Nasional (SNI No. 7925:2013)
menyatakan lahan gambut adalah lahan dengan tanah jenuh air, terbentuk dari endapan
yang berasal dari penumpukan sisa-sisa (residu) jaringan tumbuhan masa lampau yang
melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam Peraturan Pemerintahan tahun 2014

6
tentang Perlindungan dan Pengelolahan Ekosistem Gambut, Gambut adalah material
organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang sebagian telah
terdekomposisi dan terakumulasi pada rawa dan genangan air.
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi
terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut
merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses
deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada
umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986).
Pembentukan gambut diduga terjadi antara 5.000-10.000 tahun yang lalu (pada
periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara 4.200-6.800 tahun yang lalu
(Andriesse, 1994). Gambut di Serawak yang berada di dasar kubah terbentuk 4.300
tahun yang lalu (Tie and Esterle, 1991), sedangkan gambut di Muara Kaman
Kalimantan Timur umurnya antara 3.850-4.400 tahun (Diemont and Pons, 1991).

2.2 Sejarah Terbentuknya Gambut


Tanah gambut terdiri dari sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut dan binatang yang
telah mati baik yang sudah lapuk maupun belum. Tanah gambut biasanya terbentuk di
lingkungan yang basah. Proses dekomposisi di tanah gambut terhambat karena kondisi
anaerob yang menyebabkan sedikitnya jumlah organisme pengurai. Lapisan-lapisan
tanah gambut terbentuk dalam jangka waktu yang panjang yaitu sekitar 10.000-5.000
tahun yang lalu. Hutan gambut di Indonesia diduga terbentuk sejak 6.800-4.200 tahun.
Semakin dalam tanah gambut semakin tua umurnya. Laju pembentukan tanah gambut
berkisar 0-3 mm per tahun.
Proses pembentukan gambut dimulai dari danau yang dangkal yang ditumbuhi
tanaman air dan vegetasi lahan basah lainnya. Tumbuhan air yang mati kemudian
melapuk dan membentuk lapisan organik di dasar danau. Lapisan demi lapisan
terbentuk di atas tanah mineral di dasar danau, lama kelamaan danau menjadi penuh dan
terbentuklah lapisan gambut. Lapisan gambut yang memenuhi danau tersebut disebut
gambut topogen.

7
Tumbuhan masih bisa tumbuh dengan subur di atas tanah gambut topogen. Hasil
pelapukan tumbuhan tersebut akan membentuk lapisan baru yang lebih tinggi dari
permukaan air danau semula. Membentuk lapisan gambut yang cembung seperti kubah.
Tanah gambut yang tumbuh di atas gambut topogen adalah gambut ombrogen. Jenis
tanah gambut ini lebih rendah kesuburannya dibanding gambut topogen.
Pembentukannya lebih ditentukan oleh air hujan yang mempunyai efek
pencucian (bleaching) sehingga miskin mineral.

2.3 Persebaran Lahan Gambut


Asia Tenggara merupakan tempat lahan gambut tropis terluas, sekitar 60% gambut
tropis atau sekitar 27 juta hektar terletak di kawasan ini. Lahan gambut di Asia
Tenggara meliputi 12% total luas daratannya. Sekitar 83% masuk dalam wilayah
Indonesia, yang sebagian besar tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Lahan gambut di Indonesia mempunyai ketebalan 1 hingga 12 meter, bahkan di tempat
tertentu bisa mencapai 20 meter.
Menurut Subagjo, 1998, Pakar gambut di Pusat Penelitian Tanah Bogor,
menyatakan bahwa lahan gambut Indonesia secara alami berada di kawasan hutan rawa
gambut, di wilayah yang luas terdapat di 3 pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan dan
Papua yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Peta persebaran lahan gambut di Indonesia

8
2.4 Indikator dan Ekosistem Lahan Gambut
 Bahan asal gambut tropikal berupa pohon berkayu (heterogen). Bahan asal
gambut tropikal yang cenderung tidak subur karena didominasi oleh bahan
lignin (Istomo, 2019).
 Ekosistem Lahan Gambut, Soil Survey Staff, 1998 mengatakan bahwa ekosistem
lahan gambut cenderung tergenang air dalam periode waktu yang lama (jenuh air
selama 30 hari atau lebih disetiap tahunnya). Ekosistem lahan gambut memiliki
topografi datar dan cekungan serta umumnya terdapat diantara 2 sungai besar:
rawa belakang sungai (backswamp) dan rawa belakang pantai (swalle). Rata-rata
memiliki iklim/curah hujan >2.000 mm/tahun.

2.5 Pengertian Tanah Gambut


Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik,
yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari
50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru (Taksonomi Tanah), tanah gambut disebut
Histosols (histos = tissue = jaringan). Dalam system klasifikasi lama, tanah gambut
disebut dengan Organosols yaitu tanah yang tersusun dari bahan tanah organik.
Menurut Soil Survey Staff (1998). Histosols adalah tanah yang:
1) Tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60 persen atau lebih ketebalan di
antara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm, atau di antara permukaan tanah dan
kontak densik, litik, atau paralitik, atau duripan, apabila lebih dangkal; dan
2) Memiliki bahan tanah organik yang memenuhi satu atau lebih sifat berikut :
a) Terletak di atas bahan-bahan sinderi, fragmental, atau batuapung dan/atau
mengisi celah-celah diantara batu-batuan tersebut (bahan-bahan yang memiliki
rongga-rongga lebih dari 10 persen, tetapi terisi dengan bahan tanah organik,
dianggap sebagai bahan tanah organik), dan langsung dibawah bahanbahan
tersebut terdapat kontak densik, litik atau paralitik; atau
b) Apabila ditambah dengan bahan-bahan sinderi, fragmental, atau batu apung
yang berada dibawahnya, maka total ketebalannya sebesar 40 cm atau lebih, di
antara permukaan tanah dan kedalaman 50 cm; atau

9
c) Menyusun dua pertiga atau lebih ketebalan total tanah sampai ke kontak densik,
litik atau paralitik, dan tidak mempunyai horison mineral atau memiliki horison
mineral dengan ketebalan total 10 cm atau kurang; atau
d) Jenuh air selama 30 hari atau lebih, tiap tahun pada tahun-tahun normal (atau
telah di drainase) mempunyai batas atas di dalam 40 cm dari permukaan tanah,
dan memiliki ketebalan total salah satu dari berikut ini:
 Apabila tiga perempat bagian volumenya atau lebih terdiri dari serat-serat
lumut, atau apabila berat jenisnya, lembab, sebesar kurang dari 0,1 g/cm3 ,
mempunyai ketebalan 60 cm atau lebih atau
 Apabila terdiri dari bahan saprik atau hemik atau bahan fibrik yang kurang
dari tiga perempat (berdasarkan volume) terdiri dari serat-serat lumut dan
berat jenisnya, lembab sebesar 0,1 g/cm3 atau mempunyai ketebalan 40 cm
atau lebih.
Soil Survey Staff, (1998) memberikan batasan mengenai bahan tanah organik sebagai
berikut :
 Mengandung 18 persen atau lebih C-organik (atau >31 persen bahan organik), bila
bagian mineralnya mengandung fraksi liat 60% atau lebih; atau
 Mengandung 12 persen atau lebih C-organik (atau >21 persen bahan organik),
apabila bagian mineralnya tidak mengandung fraksi liat (liat = 0 persen); atau
 Jika kandungan liatnya antara 0-60 persen, maka kandungan C organik terdapat
diantara 12-18 persen.
Dalam kenyataannya, tanah gambut tidak semuanya mengandung 100 % bahan tanah
organik, tetapi sebagian tercampur dengan bahan tanah mineral.

2.6 Ciri-ciri Tanah Gambut


Beberapa ciri yang dimiliki oleh tanah gambut antara lain sebagai berikut:
 Merupakan tanah basah atau banyak terdapat pada lahan basa.
 Memiliki warna gelap.
 Memiliki sifat asam yang tinggi
 Kurang subur
 Lembek atau lunak
 Banyak terbentuk di wilayah rawa

10
2.7 Proses Pembentukan Tanah Gambut
Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan sehingga
memiliki kadar bahan organik yang sangat tinggi. Tanah ini berkembang terutama di
daerah dalam kondisi anaerob (tergenang). Tanah gambut pada umumnya memiliki
tingkat kemasaman yang sangat tinggi sebagai akibat tingginya kandungan asam
organik. Nilai pH tanahnya berkisar antara 3 - 5. Kadar nitrogen sangat rendah
dibanding kadar karbon, hingga nilai perbandingan C/N menjadi sangat tinggi, yang
menunjukkan sangat lambatnya proses pelapukan berlangsung.
Timbunan ini meliputi yang sudah lapuk ataupun yang belum lapuk sekalipun.
Lama-kelamaan memang timbunan terus bertambah, akibat proses dekomposisi yang
sudah terhambat oleh kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan tingkat
perkembangan biota pengurai menjadi rendah. Proses pembentukan tanah gambut
dikenal dengan nama geogenik. Proses geogenik adalah pembentukan tanah mineral.
Berdasarkan tingkat kesuburannya pun gambut dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.
Berikut penjelasannya.
a) Gambut eutrofik, jenis gambut yang paling subur dikarenakan kaya bahan mineral,
basa, beserta unsur hara yang lainnya. Gambut ini biasanya tipis, tetapi dipengaruhi
oleh sedimen sungai ataupun laut.
b) Gambut mesotrofik, jenis gambut ini berada di urutan kedua. Gambut ini sedikit
subur, dikarenakan kandungan basa beserta mineral pun relatif sedang.
c) Gambut oligotrofik, gambut ini sama sekali tidak memiliki kesuburan dikarenakan
miskin sekali kandungan mineral ataupun basa. Bagian ini tebal dan sangat jauh dari
pengaruh lumpur.
Berikut penjelasan proses terbentuknya tanah gambut.
1) Proses pembentukan tanah gambut biasanya berasal dari danau yang dangkal dan
ditumbuhi tanaman air.
2) Tanaman yang berada di danau lambat laun akan mati, dan kemudian semakin lama
semakin melapuk secara bertahap.
3) Lapisan bertahap kemudian akan menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dan
tanah mineral.
4) Akan muncul tanaman-tanaman lagi ke bagian tengah hingga danau tersebut penuh.

11
5) Setelah kurun waktu berapa ratus tahun, danau tersebut akan menjadi lahan gambut.
Apabila hujan datang, danau yang sudah menjadi tanah gambut tadi akan sangat kaya
sekali dengan mineral.
Di Indonesia, tanah gambut sendiri tergolong cukup subur. Namun, hal ini juga harus
diatasi dengan pengolahan tanah secara benar. Salah satu tanah gambut yang subur di
Indonesia adalah gambut eutrofik. Namun, penyebaran gambut eutrofik hanya sedikit
sekali.

2.8 Pengertian Air Gambut


Air gambut adalah satu sumber air permukaan banyak dijumpai di Kalimantan,
berwarna coklat tua sampai kehitaman (124 - 850 PtCo), berkadar organik tinggi
(138 – 1560 mg/lt KmnO4), dan bersifat asam (pH 3,7 – 5,3). Kondisi air tersebut
menunjukkan bahwa air gambut masih memerlukan pengolahan khusus terlebih
dahulu sebelum dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan domestik. Salah
satu alternatif pengolahan untuk menurunkan warna dalam air adalah anaerobik
biofilter dan Slow Sand Filter (SSF).
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa
maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut (Kusnaedi, 2006) :
1. Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan)
2. pH yang rendah
3. Kandungan zat organik yang tinggi
4. Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah
5. Kandungan kation yang rendah
Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya
kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam humus
dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan organik
seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai tingkat dekomposisi, namun secara
umum telah mencapai dekomposisi yang stabil (Syarfi, 2007). Dalam berbagai kasus,
warna akan semakin tinggi karena disebabkan oleh adanya logam besi yang terikat
oleh asam-asam organik yang terlarut dalam air tersebut. Struktur gambut yang
lembut dan mempunyai pori-pori menyebabkannya mudah untuk menahan air dan air

12
pada lahan gambut tersebut dikenal dengan air gambut. Berdasarkan sumber airnya,
lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Trckova, M., 2005) :
1. Bog
Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan dan air
permukaan. Karena air hujan mempunyai pH yang agak asam maka setelah
bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya coklat karena terdapat
kandungan organik.
2. Fen
Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang
biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut memiliki pH
netral dan basa.
Masyarakat di lahan gambut berisiko mengalami gangguan kesehatan karena
mengonsumsi air bersifat asam yang bisa membuat gigi keropos. Selain itu, air
gambut mengandung zat organik ataupun anorganik yang bisa mengganggu
metabolisme tubuh. Air gambut memiliki derajat keasaman (pH) 2,7- 4. Adapun pH
netral adalah 7. Pengolahan air gambut melalui sejumlah tahapan, meliputi koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dekolorisasi, netralisasi, dan desinfektasi. Air gambut
yang berwarna hitam kecoklatan itu mengandung senyawa organik trihalometan yang
bersifat karsinogenik (memicu kanker). Selain itu, air gambut mengandung logam
besi dan mangan dengan kadar cukup tinggi. Konsumsi dalam jangka panjang bisa
mengganggu kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi tepat guna yang bisa
mengubah air gambut menjadi air bersih dan air minum.

2.9 Proses Pengolahan Air Gambut


Air gambut mengandung zat organik ataupun anorganik yang bisa mengganggu
metabolisme tubuh. Air gambut memiliki derajat keasaman (pH) 2,7- 4. Adapun pH
netral adalah 7. Pengolahan air gambut melalui sejumlah tahapan, meliputi
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dekolorisasi, netralisasi, dan desinfektasi.
Air gambut yang berwarna hitam kecoklatan itu mengandung senyawa organik
trihalometan yang bersifat karsinogenik (memicu kanker). Selain itu, air gambut
mengandung logam besi dan mangan dengan kadar cukup tinggi. Konsumsi dalam

13
jangka panjang bisa mengganggu kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi
tepat guna yang bisa mengubah air gambut menjadi air bersih dan air minum.
1. Filtrasi
Filtrasi adalah suatu operasi pemisahan campuran antara padatan dan cairan
dengan melewatkan umpan (padatan + cairan) melalui medium penyaring. Proses
filtarsi banyak dilakukan di industri, misalnya pada pemurnian air minum, pemisahan
kristal-kristal garam dari cairan induknya, pabrik-kertas dan lain-lain. Untuk semua
proses filtrasi, umpan mengalir disebabkan adanya tenaga dorong berupa beda
tekanan, sebagai contoh adalah akibat gravitasi atau tenaga putar. Secara umum
filtrasi dilakukan bila jumlah padatan dalam suspensi relatif lebih kecil dibandingkan
zat cairnya (Arifin, 2008). Menurut prinsip kerjanya filtrasi dapat dibedakan atas
beberapa cara, yaitu:
 Pressure Filtration
Filtrasi yang dilakukan dengan menggunakan tekanan.
 Gravity Filtration
Filtrasi yang cairannya mengalir karena gaya berat.
 Vacum Filtration
Filtrasi dengan cairan yang mengalir karena prinsip hampa udara (penghisapan).

3. Proses Penyaringan filtrasi


Media filter atau saringan digunakan karena merupakan alat filtrasi atau
penyaring yang memisahkan campuran solida liquida dengan media porous atau
material porous lainnya guna memisahkan sebanyak mungkin padatan tersuspensi
yang paling halus, dan penyaringan ini merupakan proses pemisahan antara padatan
atau koloid dengan cairan, dimana prosesnya bisa dijadikan sebagai proses awal,
dikarenakan juga karena air olahan yang akan disaring berupa cairan yang
mengandung butiran halus atau bahan-bahan yang larut dan menghasilkan endapan,
maka bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari cairan melalui filtrasi. Apabila air
olahan mempunyai padatan yang ukuran seragam maka saringan yang digunakan
adalah single medium. Jika ukuran beragam maka digunakan saringan dual medium
atau three medium (Kusnaedi, 1995).

14
Pada pengolahan air baku dimana proses koagulasi tidak perlu dilakukan, maka
air baku langsung dapat disaring dengan saringan jenis apa saja termasuk pasir kasar.
Karena saringan kasar mampu menahan material tersuspensi dengan penetrasi
partikel yang cukup dalam, maka saringan kasar mampu menyimpan lumpur dengan
kapasitas tinggi. Karakteristik filtrasi dinyatakan dalam kecepatan hasil fitrat.
Masing-masing dipilih berdasarkan pertimbangan teknik dan ekonomi dengan
sasaran utamanya, yakni menghasilkan filtrat yang murah dengan kualitas yang tetap
tinggi.
Media filter biasanya pasir atau kombinasi dari pasir, antacite, garnet, ilmeniet,
polystyrene dan lainnya. Proses filtrasi tergantung pada gabungan mekanisme kimia
dan fisika yang kompleks dan yang terpenting adalah adsorbs. Pada waktu air
melalui lapisan filter, zat padat terlarut bersentuhan dan melekat pada butiran
gumpalan partikel atau flok yang terjadi tidak suanya dapat mengendap. Flok-flok
yang relative kecil atau halus masih melayang-layang dalam air. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih harus dilakukan penyaringan atau
filtrasi. Filtrasi dilakukan dengan media penyaring yang terdiri dari kerikil, pasir dan
arang.

3. Prinsip Penyaringan (Filtrasi)


Penyaringan merupakan proses pemisahan antara padatan/koloid dengan cairan.
Proses penyaringan bisa merupakan proses awal (primary treatment) atau
penyaringan dari proses sebelumnya. Apabila air olahan mempunyai padatan
dengan ukuran seragam, saringan yang digunakan adalah single medium.
Sebaiknya bila ukuran padatan beragam, digunakan saring dual medium atau three
medium. Penyaringan air olahan yang mengandung padatan beragam dari ukuran
besar sampai kecil/halus. Penyaringan dilakukan dengan cara membuat saringan
bertingkat, yaitu saringan kasar, saringan sedang sampai saringan halus. Untuk
merancang system penyaringan ini perlu penelitian terlebih dahulu terhadap
beberapa factor sebagai berikut:
1. Jenis limbah padat (terapung atau tenggelam)
2. Ukuran padatan: ukurab yang terkecil dan ukuran yang terbesar
3. Perbandingan ukuran kotoran padatan besar dan kecil

15
4. Debit air olahan yang akan diolah (Romania, 2003).

1) Proses filtrasi
Jenis Adsorben
a) Granular Active Carbon
Filter karbon merupakan metode karbon aktif dengan media granular
(Granular Activated Carbon) merupakan proses filtrasi yang berfungsi untuk
menghilangkan bahan-bahan organik, desinfeksi, serta menghilangkan bau dan
rasa yang disebabkan oleh senyawa-senyawa organik. Selain fungsi tersebut juga
digunakan untuk menyisihkan senyawa-senyawa organic dan menyisihkan
partikel-partikel terlarut (Saifudin 2005).
Metode pengolahan karbon aktif prinsipnya adalah mengadsorbsi bahan
pencemar menggunakan media karbon. Proses adsorpsi tergantung pada luas
permukaan media yang digunakan dan berhubungan dengan luas total pori-pori
yang terdapat dalam media. Agar proses adsorpsi bisa dilakukan secara efektif
diperlukan waktu kontak yang cukup antara permukaan media dengan air yang
diolah sehingga nantinya zat pencemar dapat dihilangkan. (Saifudin 2005) Ada
alternative lain yang bisa dilakukan jika waktu kontak tidak mencukupi, caranya
yaitu dengan menaikan luas permukaan media dengan ukuran yang lebih kecil.
Zat yang ada dalam air yang mengalami adsorbsi berupa senyawa organik
(menyebabkan bau dan rasa yang tidak diinginkan), trihalometane, serta Volatile
Organic coumpunds (VOCs).
Instalasi pengolahan air minum biasanya menggunakan karbon aktif yang
dilakukan sebelum proses ozonisasi karena secara umum unit pengolahan karbon
aktif tidak dapat menyisihkan mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri.
Selain itu, juga tidak efektif dalam menyisihkan kalsium (Ca) dan magnesium
(Mn) yang menimbulkan kesadahan pada air, flour dan nitrat. Sedangkan media
yang digunakan dapat berupa arang kayu, batok kelapa dan batubara. Kontaminan
yang dapat dihilangkan oleh granular active carbon diantaranya kekeruhan, bau,
rasa dan penghilang senyawa-senyawa organik dalam air, selain itu juga dapat
menghilangkan disinfeksi hasil samping produk seperti :

16
1. Merkury dan Kadmium
2. Bahan Organik Alam
3. Kimia Organik Sintetis (khusus: benzo (a) pyrene, di (2-ethylhexyl) adipate, di
(2- ethylhexyl) phthalate, heksaklorobenzena, dioxin)
4. Radionuklida

Gambar 2. Tampak Lapisan Komponen Unit Filtrasi

Gambar 3.Unit Penyaring yang diisi dengan media kerikil, pasir, arang.

17
Gambar 3. Air baku, air olahan yang belum disaring dan air olahan setelah disaring

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1) Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses
dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan
lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.
2) Sekitar 83% masuk dalam wilayah Indonesia, yang sebagian besar tersebar di
Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua. Lahan gambut di Indonesia
mempunyai ketebalan 1 hingga 12 meter, bahkan di tempat tertentu bisa
mencapai 20 meter.
3) Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah
organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan
ketebalan lebih dari 50 cm.
4) Beberapa ciri yang dimiliki oleh tanah gambut antara lain: merupakan tanah
basah atau banyak terdapat pada lahan basa, memiliki warna gelap, memiliki
sifat asam yang tinggi, kurang subur, lembek atau lunak, dan banyak terbentuk
di wilayah rawa.
5) Timbunan tumbuhan yang sudah lapuk ataupun yang belum lapuk sekalipun.
Lama-kelamaan memang timbunan terus bertambah, akibat proses dekomposisi
yang sudah terhambat oleh kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
tingkat perkembangan biota pengurai menjadi rendah. Proses pembentukan
tanah gambut dikenal dengan nama geogenik.
6) Air gambut adalah satu sumber air permukaan banyak dijumpai di Kalimantan,
berwarna coklat tua sampai kehitaman (124 - 850 PtCo), berkadar organik
tinggi (138 – 1560 mg/lt KmnO4), dan bersifat asam (pH 3,7 – 5,3).
7) Pengolahan air gambut melalui sejumlah tahapan, meliputi koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, filtrasi, dekolorisasi, netralisasi, dan desinfektasi. Khussusnya,
apabila air gambut ingin dimanfaatkan sebagai air bersih atau air minum harus
adanya penambahan unit proses atau teknologi yang tepat guna. Tiap teknologi
yang akan digunakan tergantung dari kualitas air gambut yang akan diolah.

19
Adapun teknologi yang dapat digunakan dalam pengolahan air gambut adalah
metode filtrasi, metode membrane, metode elektrolisis dan metode reverse
osmosis.

3.2 Saran
Adapun saran yang penulis berikan adalah pengambilan sumber-sumber materi
yang lebih baik diperbanyak dari jurnal-jurnal penelitian terkait. Agar data-data dan
materi yang didapat akan lebih valid dan lebih terbaharukan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2008. Metodelogi Penelitan Pendidikan, Surabaya : Lentera Cendikia.

Hidayat. dan A. Mulyani. 2002. Lahan Kering untuk Pertanian. Dalam Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering. Penyunting: A. Adimihardja, Mappaona dan A. Saleh.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Deptan,
Bogor. Hal. 1-34.

Istomo. 2002. Kandungan Fosfor dan Kalsium serta Penyebarannya pada Tanah dan
Tumbuhan Rawa Gambut, Studi Kasus di Wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan Bagan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau [Disertasi]. Bogor : Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Kusnaedi. 2006. Mengolah Air Gambut dan Kotor untuk Air Minum. Penebar Swadaya.
Jakarta. Hal. 17-20.

Sabiham, S. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Uji Tanah. Proyek Pembinaan Kelembagaan


Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 23 hlm.

SNI 7925 - 2013 tentang Pemetaan Lahan Gambut Skala 1 : 50.000 Berbasis Citra
Penginderaan Jarak Jauh. Dibuat tahun 2013.

Syarfi, Syamsu Herman. 2007. Rejeksi Zat Organik Air Gambut Dengan Membran
Ultrafiltasi. Jurnal Sains dan Teknologi : Jakarta, Vol. XII, Hal. 9-14.

Trckova, M., Matlova, L., Hudcova, H., Faldyna, M., Zraly, Z., Dvorska, L., Beran, V.,
and Pavlik, I. 2005. Peat as a Feed Supplement For Animal : A Review. Review
Article, Veterinary Research Institute,.Vet. Med. – Czech. 50. (8) : pp. 361 – 367.

21

Anda mungkin juga menyukai