Anda di halaman 1dari 29

PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAHAN

SIFAT-SIFAT TANAH SAWAH

Disusun oleh :

Suryadi 180310005
Epridayanti Berutu 180310013
Gusti Irawan 180310020
Muhammad Hadid Al Hafizh 180310025
Annisa BR Perangin Angin 180310102

AET 4

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

ACEH UTARA

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ungkapkan kepada Allah swt. yang telah memberi
rahmat dan hidayah serta nikmat kesempatan yang diberikan kepada penulis
sehingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya
salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Rasulullah saw. beserta keluarga
dan para sahabat Beliau yang telah membawa umat manusia dari masa kebodohan
ke masa yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Makalah ini berisi pembahasan tentang sifat-sifat tanah sawah, makalah ini
saya lengkapi dengan pendahuluan sebagai pembuka yang menjelaskan latar
belakang dan tujuan pembuatan makalah. pembahasan yang menjelaskan tentang
tanah sawah, sifat-sifat tanah sawah, cara pengelolaan tanah sawah, dan
permasalahan beserta solusi pada tanah sawah, serta penutup yang berisi tentang
kesimpulan yang menjelaskan isi dari makalah saya. Makalah ini juga saya
lengkapi dengan daftar pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan
dalam penyusunan.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Aceh Utara, 6 Januari 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Masalah ............................................................................................................. 2
1.3. Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
2.1. Tanah Sawah .................................................................................................... 3
2.1.1. Pengertian Tanah Sawah .......................................................................... 3
2.1.2. Klasifikasi Tanah Sawah .......................................................................... 4
2.1.3. Fungsi Tanah Sawah ................................................................................ 5
2.2. Morfologi Dan Perkembangan Profil Tanah Sawah ...................................... 5
2.2.1. Sifat fisik tanah ......................................................................................... 9
2.2.2. Sifat Kimia Tanah Sawah ...................................................................... 10
2.2.3. Sifat Biologi Tanah Sawah .................................................................... 10
2.3. Pengelolaan Lahan Sawah ............................................................................. 14
2.3.1. Pengelolaan Kesuburan Tanah .............................................................. 15
2.3.2. Pengelolaan Konservasi Tanah .............................................................. 15
2.3.3. Pengelolaan Air ...................................................................................... 16
2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Pengeleloaan Lahan Sawah ................... 16
2.4. Permasalahan Dan Solusi Tanah Sawah....................................................... 17
2.4.1. Sifat Kimia Tanah Sawah ...................................................................... 17
2.4.2. Sifat Fisik Tanah Sawah......................................................................... 19
2.4.3. Sifat Biologi Tanah Sawah .................................................................... 21
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 23
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 23
3.2. Saran ............................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanah sawah merupakan tanah yang berbentuk petak-petak dan digenangi
air baik secara terus-menerus maupun secara berkala serta merupakan media
tumbuh bagi tanaman padi sawah (Deptan, 2004). Tanah sawah digunakan
untuk bertanam padi sawah secara terus menerus sepanjang tahun maupun
bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah
taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah
perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala jenis tanah dapat disawahkan
asalkan air cukup tersedia (Hardjowigeno, 2001).
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi
kemudian disawahkan, atau tanah dari rawa-rawa yang dikeringkan dengan
membuat saluran-saluran drainase sehingga karakteristik sawah-sawah tersebut
akan sangat dipengaruhi oleh bahan pembentuk tanahnya. Tanah sawah dari
tanah kering umumnya terdapat di daerah dataran rendah, dataran tinggi
volkan atau non volkan yang pada awalnya merupakan tanah kering yang
tidak pernah jenuh air (Hardjowigeno, 2005).
Lahan sawah mempunyai ciri utama yaitu tanahnya selalu tergenang.
Dalam pengelolaannya, perlakuan standar yang diberikan adalah pemupukan dan
pengairan. Sumber air irigasi biasanya dari aliran sungai sekitar areal
persawahan. Penyediaan air oleh hujan tidak menentu dan tidak mencukupi,
oleh sebab itu mulai dibangun saluran irigasi.
Pada tanah sawah, sifat fisika, kimia, dan biologi tanah merupakan salah
satu faktor yang sangat penting karena berkaitan dengan kesuburan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Salahsatu syarat pertumbuhan
tanaman padi yaitu dengan adanya pengolahan sifat fisika, sifat kimia, dan sifat
biologi tanah sawah tersebut. Pada tanah sawah selain perakaran, ke tiga sifat

1
2

tersebut juga mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan


air. Hal ini dikarenakan, air merupakan kebutuhan paling utama dalam
pengelolaan sawah. Tingkat pelumpuran dalam pengolahan tanah sawah juga
dapat merubah sifat tanah seperti peningkatan fraksi liat pada lapisan olah tanah,
perubahan struktur, bobot volume tanah, distribusi ukuran pori, indeks
kemantapan agregat, pembentukan lapisan tapak bajak, dan proses gleisasi pada
lapisan reduksi (Michael, 1978).
Penyusutan kesuburan tanah sawah sebagian disebabkan oleh adanya
kehilangan hara dari tanknah, dan dapat terjadi melalui pemanenan hasil tanaman
(panen hara), aliran air permukaan, dan pelindian (leaching). Kehilangan hara
yang disebabkan pemanenan tergantung pada produksi jumlah dan cara
panenannya. Hara semakin berkurang apabila jerami ikut diangkut keluar
dari daerah persawahan karena jerami banyak mengandung hara,
seperti Si dan K. Sekitar 80% dari K yang terserap tanaman padi tersimpan
dalam jerami (Direktorat Pertanian, 2008).
Berdasarakan uraian di atas maka perlu pemhaman yang berkaitan dengan
kualitas tanah bersifat dinamik dan inherent yang dapat mempengaruhi
keberlanjutan serta produktivitas lahan. Pada proses degradasi dan konservasi,
kualitas tanah dipengaruhi oleh sifat fisika, kimia, dan biologi sebagai indikator
yang saling berkaitan dan berinteraksi.

1.2. Masalah
1) Apa pengertian dan klasifikasi tanah sawah ?

2) Bagaimana morfologi dan perkembangn profil tanah sawah ?

3) Bagaiamana Cara pengolahan tanah sawah ?

4) Apa saja permasalahan tanah sawah san bagaimana solusinya?

1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian dan kalsifikasi tanah sawah.

2) Untuk mengetahui morfologi dan perkembangan profil tanah sawah.

3) Untuk mengetahui cara pengolahan tanah sawah.

4) Untuk mengetahui permasalahan tanah sawah dan bagaimana solusinya


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tanah Sawah

2.1.1. Pengertian Tanah Sawah


Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,
baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan
sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup
tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang
jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak
mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah
asalnya (Hardjowigeno et al.,2004).

Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian
disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat
saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah
irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan.
Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang
dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Penggenangan
selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang
disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat
morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifatsifat
tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Koenigs (1950),
orang yang pertama kali melakukan penelitian sifat morfologi tanah sawah sekitar
Bogor, mengemukakan adanya profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering
yang disawahkan di daerah tersebut. Namun demikian, karena perbedaan berbagai
faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil
tanah sawah yang khas tersebut tidak selalu dapat terbentuk. Pada tanah rawa
yang disawahkan, atau pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat
adanya profil tanah yang khas seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950),
meskipun bermacam-macam perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah
terjadi (Hardjowigeno et al.,2004).

3
4

2.1.2. Klasifikasi Tanah Sawah


Tanah sawah mempunyai beberapa nama dalam sistem klasifikasi tanah
secara umum yaitu Rice soils, Paddy soil, Lowland paddy soils, Artificial
hydromorphic soils, dan Aquorizem. Dalam klasisifikasi tanah FAO (World
Reference Base for Soil Resources) tanah sawah termasuk grup tanah Anthrosols
(FAO, 1998) dalam (Hardjowigeno et al.,2004). Tanah sawah dicirikan oleh
horizon anthraquic, yaitu adanya lapisan olah dan lapisan tapak bajak.

Dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1996; 1999; 2003) dalam
(Hardjowigeno et al.,2004), tidak terdapat klasifikasi (nama) untuk tanah sawah,
pada tiga kategori tertinggi yaitu pada tingkat ordo, subordo, maupun great group.
Sifat-sifat khas tanah sawah baru muncul pada Taksonomi Tanah tahun 1992 (Soil
Survey Staff, 1992) dalam (Hardjowigeno et al.,2004), berdasarkan rekomendasi
dari ICOMAQ (International committee on aquic soil moisture rezime) yang
mengusulkan adanya saturasi anthrik, dan kondisi anthrakuik, untuk mewadahi
sifat-sifat khas tanah sawah, akibat pelumpuran dan penggenangan terus-menerus
selama pertumbuhan tanaman padi sawah. Dalam dua edisi Taksonomi Tanah
yang terakhir (Soil Survey Staff, 1999; 2003), klasifikasi (nama) tanah sawah
ditempatkan pada tingkat subgrup, dengan menggunakan awalan anthraquic,
untuk mencerminkan adanya kondisi anthrakuik pada tanah sawah. Terdapat
sebelas subgrup anthraquic, yaitu masing-masing dua subgrup pada ordo Alfisol,
Andisol, Entisol, Inceptisol, dan Ultisol, serta satu subgrup / pada ordo Mollisol.
Masing-masing subgrup tersebut adalah pada Alfisol (Anthraquic Hapludalf dan
Anthraquic Paleudalf), Andisol (Anthraquic Hapludand dan Anthraquic
Melanudand); Entisol (Anthraquic Ustifluvent dan Anthraquic Ustorthent);
Inceptisol (Anthraquic Eutrudept dan Anthraquic Haplustept), Ultisol (Anthraquic
Kanhaplohumult dan Anthraquic Paleudult), dan Mollisol (Anthraquic Haplustoll)
(Hardjowigeno et al.,2004).

Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Soepraptohardjo dan Suhardjo


(1978) dalam (Sudrajat, 2015), diperkirakan bahwa sekitar 70% tanah sawah di
dataran rendah di Indonesia termasuk dalam ordo Inceptisol, Entisol, dan Vertisol
(sepadan dengan: Aluvial, tanah Glei, Regosol, dan Grumusol). Sekitar 22%
merupakan pesawahan uplands di daerah volkan, yang termasuk dalam ordo
Ultisol, Inceptisol, Andisol, dan Alfisol (Latosol, Regosol, Andosol, dan
Mediteran). Sedangkan sekitar 6% merupakan pesawahan pada tanah-tanah
masam, yang termasuk dalam ordo Ultisol dan Oxisol (Podsolik Merah Kuning).
Tanah sawah di dataran rendah, di dominasi (55%) oleh subordo Aquept dan
Aquent (Aluvial dan Tanah Glei), sedangkan tanah sawah di daerah uplands
didominasi (17%) oleh subordo Udept (Latosol dan Regosol). Tanah-tanah sawah
yang termasuk ke dalam subordo Aquept dan Aquent, umumnya berasal dari
tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang air, khususnya
5

di daerah pelembahan atau lahan rawa. Sedangkan yang termasuk Udept,


umumnya berasal dari tanah kering yang disawahkan.

2.1.3. Fungsi Tanah Sawah


Keberadaan lahan sawah memiliki banyak fungsi, baik untuk kehidupan
manusia maupun lingkungan. Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain
sebagai penghasil bahan pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan,
tempat bekerja, tempat rekreasi, tempat mencari ilmu, dan sebagainya. Fungsi
lahan sawah bagi lingkungan dapat dilihat dari fungsi lahan sawah sebagai tempat
hidup berbagai tumbuhan, tempat berkembang biak berbagai organisme hidup
seperti cacing, berbagai serangga, burung, belut, ular, dan organisme lainnya,
berperan dalam mencegah terjadinya banjir, erosi, maupun tanah longsor.
Meskipun demikian, jika tidak dikelola dengan baik, lahan sawah juga dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, seperti
pencemaran air,tanah, dan udara akibat penggunaan bahan kimia dan mekanisasi
pertaniaan (Sudrajat.2015)

2.2. Morfologi Dan Perkembangan Profil Tanah Sawah


Tanah sawah berbeda dengan tanah lahan kering. Ciri utama tanah sawah
adalah identic dengan genangan air dalam waktu yang lama. Penggenangan tanah
menyebabkan terjadinya perubahan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kondisi
inilah yang membedakan tanah sawah dengan lahan kering (Siradz, 2006).

Morfologi tanah adalah sifat- sifat tanah yang dapat diamati dan di pelajari di
lapangan. Pengamatan di lapangan biasanya dimulai dengan membedakan lapisan
– lapisan tanah atau horizon- horizon. Horizon adalah lapisan dalam tanah lebih
kurang sejajar dengan permukaan tanah dan terbentuk karena proses pembentukan
tanah. Di lapangan masing-masing horizon diamati sifat-sifatnya yang meliputi :
warna,tekstur, konsestensi, struktur, pori- pori tanah, pH, dan batas-batas horizon.
Morfologi tanah erat kaitannya dengan daya dukung tanah untuk pemanfaatan dan
pengelolaan tanah sawah. Secara sederhana morfologi menunjukkan kesuburan
tanah yang dapat dianalisis di lapangan. Mengetahui morfologi tanah artinya
mengetahui daya dukung penggunaan tanah . Morfologi tanah berfungsi untuk
menentukan kemudahan penetrasi akar, ketersediaan air, kemudahan penyerapan
air oleh tanaman, jumlah oksigen dan gas lainnya di tanah, dan sejauh mana air
bergerak, secara lateral dan vertikal melalui tanah (Hardjowigwno, 2004).

Perubahan sifat morfologi tanah.

Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah
mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk
tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing
6

mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan


dengan cara penggenangan air, baik waktu pengolahan tanah maupun selama
pertumbuhan padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang,
pelumpuran, dan lain-lain, maka proses pembentukan tanah alami yang sedang
berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu, terjadilah proses pembentukan tanah
baru, di mana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan tanah
yang diterapkan, memegang peranan penting. Karena itu tanah sawah sering
dikatakan sebagai tanah buatan manusia (man-made soil, anthropogenic soil).
Apabila tanah yang disawahkan tersebut pada awalnya berasal dari tanah kering,
maka akan terjadi perubahan-perubahan sifat morfologi tanah yang cukup jelas,
tetapi bila berasal dari tanah basah, maka perubahan-perubahan tersebut
umumnya tidak begitu tampak. Kecuali itu, karena penggunaan tanah sebagai
sawah umumnya tidak dilakukan sepanjang tahun, tetapi bergiliran dengan
tanaman palawija (lahan kering) atau bera, maka perubahan-perubahan tersebut
dapat dibedakan menjadi: (1) perubahan sementara dan (2) perubahan permanen
(Hardjowigwno, 2004).

1) Perubahan sementara

Perubahan sementara adalah perubahan-perubahan sifat fisik, morfologi dan


kimia tanah sebagai akibat penggenangan tanah musiman, baik pada waktu
pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi sawah. Perubahan-perubahan
tersebut terjadi di permukaan tanah dan hanya bersifat sementara, karena setelah
penyawahan selesai dan diganti dengan tanaman palawija atau diberakan, terjadi
perubahan kembali sifat-sifat tanah tersebut akibat pengeringan tanah. Perubahan
sementara sifat fisik dan morfologi tanah sewaktu penyawahan, adalah berkaitan
dengan pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang, sedangkan
perubahan-perubahan dalam sifat kimia adalah berkaitan dengan proses reduksi
dan oksidasi. Perubahan-perubahan sementara sifat-sifat kimia tanah tersebut
secara kumulatif, dapat menyebabkan perubahan yang permanen terhadap sifat
morfologi tanah (Hardjowigwno, 2004).
7

2) Perubahan permanen

Perubahan permanen terjadi akibat efek kumulatif perubahan sementara


karena penggenangan tanah musiman, atau praktek pengelolaan tanah sawah
seperti pembuatan teras, perataan tanah, pembuatan pematang, dan lain-lain.
Perubahan permanen pada tanah yang disawahkan, dapat dilihat pada sifat
morfologi profil tanahnya, yang seringkali menjadi sangat berbeda dengan profil
tanah asalnya yang tidak disawahkan. Praktek pengolahan tanah sawah dalam
keadaan tergenang, dapat menghasilkan terbentuknya lapisan tapak bajak di
bawah lapisan olah. Sedangkan penggenangan tanah selama pertumbuhan padi,
dapat mereduksi Fe dan Mn sehingga menjadi larut dan meresap bersama air
perkolasi ke lapisan-lapisan bawah, sehingga terbentuk horizon iluviasi Fe di atas
horizon iluviasi Mn. Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang terus
berlangsung tersebut, dicerminkan juga oleh perubahan sifat morfologi tanah,
terutama di lapisan permukaan. Dalam keadaan tergenang, tanah menjadi
berwarna abu-abu akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Akan
tetapi pada tanah pasir atau tanah lain yang permeabel, warna reduksi tersebut
tidak terjadi, terkecuali pada penggenangan yang sangat lama. Di lapisan
permukaan horizon tereduksi tersebut, dalam keadaan tergenang, ditemukan
lapisan tipis yang tetap teroksidasi berwarna kecoklatan, karena difusi O2 dari
udara, atau darifotosintesis algae (Hardjowigwno, 2004),

Menurut USDA, 1975: Buol et.al. (1980) dalam (Hardjowigwno, 2004) profil
tanah adalah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri dari lapisan tanah
( solum) dan lapisan bahan induk. Solum tanah adalah bagian dari profil tanah
yang terbentuk akibat proses pembentukan tanah (horizon A dan B). Sifat tanah
berubah baik ke arah vertikal maupun lateral. Perubahan vertikal ditunjukkan oleh
perubahan susunan horizon dalam profil tanah. Perubahan lateral adalah
perubahan sifat-sifat tanah ke arah tanah lain yang berbeda. Dengan kata lain
morfologi ini juga dapat diartikan sebagai suatu pendeskripsian terhadap suatu
lahan mengenai kenampakan, ciri- ciri, da sifat- sifat suatu lahan yang dapat
diamati di lapangan. Pemberian profil ini dapat dijadikan sebagai gambaran awal
tingkat perkembangan tanah dan pada hakikatnya merupakan pengkajian secara
8

teliti terhadap horizon tanah. Profil tanah merupakan suatu irisan yang melintang
pada tubuh tanah, dimulai dari permukaan tanah sampai lapisan bahan induk di
bawah tanah.

Profil tanah sawah yang mempuyai lapisan oksidasi ion NH4+ tidak stabil
karena ion ini mudah dioksidasi menjadi NO 3-. Oleh karena itu ion nitrat ini
sangat mobile akan mudah tercuci ke lapisan reduksi. Disamping reduksi ini
nitrat mengalamim denitrifikasi dehingga berubah menjadi gas N2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan profil tanah sawah

Tanah sawah merupakan tanah buatan manusia. Karena itu, sifat-sifat


tanahnya sangat dipengaruhi oleh perbuatan manusia. Kegiatan manusia yang
sangat berpengaruh dalam proses pembentukan profil tanah sawah, antara lain,
adalah (1) cara pembuatan sawah dan (2) cara budi daya padi sawah (Damanik,
2010).

Profil tanah sawah dan pembentukannya

Faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah sawah adalah genangan
air di permukaan, dan penggenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses
pembentukan profil tanah sawah meliputi berbagai proses, yaitu (a) proses utama
berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian; (b)
penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah;dan (c) perubahan
sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan pada tanah kering
yang disawahkan, atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang disawahkan.
Secara lebih rinci, proses pembentukan profil tanah sawah meliputi (a) gleisasi
dan eluviasi; (b) pembentukan karatan besi (Fe) dan mangan (Mn); (c)
pembentukan warna kelabu (grayzation); (d) pembentukan selaput (cutan); (e)
penyebaran kembali basa basa; dan (f) akumulasi dan dekomposisi bahan organik
(Prasetyo et al., 2004)
9

2.2.1. Sifat fisik tanah


Sifat fisika tanah erupakan unsur yang sangat berpengaruh terhadap
tersedianya air, udara, tanah dan secara tidak langsung mempengaruhi
ketersediaan u sur hara tanaman. Sifat ini juga akan mempengaruhi potensi tanah
untuk bereproduksi secara maksimal (Naldo, 2011). Menurut Rosyidah dan
Wirosoedarmo (2013) dalam (Naldo, 2011), sifat fisika tanah yang perlu
diperhatikan adalah terjadinya masalah degradasi struktur tanah akibat fungsi
pengelolaan.

Darmawijaya (1990) dalam (Pardosi et al., 2013), menjelaskan bahwa sifat


tanah sangat menentukan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan
tanaman,baik sifat fisik dan kimia maupun biologi tanah. Sifat fisik tanah sawah
merupakan unsur lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tersedianya air
dan udara dalam tanah dan secara tidak langsung mempengaruhi ketersediaan
unsur hara tanaman. Sifat ini juga akan mempengaruhipotensi tanah untuk
bereproduksi secara maksimal (Naldo, 2011). Selama proses pembentukan sawah,
sifat fisik tanah mengalami banyak perubahan. Proses reduksi dan oksidasi
merupakan proses utama yang mengakibatkan perubahan baik sifat minera, kimia,
fisika dan biologi tanah (Prasetyo et al. 2004). Perubahan sifat fisik tanah juga
banyak dipengaruhi oleh terjadinya iluviasi atau eluviasi bahan kimia atau partikel
tanah akibat proses pelumpuran dan perubahan drainase (Hardjowigeno et al.
2004).

Sifat fisik tanah merupakan faktor yang bertanggung jawab terhadap


pengangkutan udara, panas, air dan bahan terlarut dalam tanah. Sifat fisik tanah
ini sangat bervariasi pada tanah tropis. Beberapa sifat fisik tanah dapat berubah
dengan pengolahan seperti temperature tanah, permeabilitas, kepekaaan terhadap
aliran permukaan (Damanik et al. 2010). Pergantian aerobic dan anaerobic pada
lahan sawah merupakan suatu control alami yang efektif mengendalikan
keseimbangan biologi dan nonbiologi (Agus et al. 2004). Sifat fisika tanah
sebagian besar di kendalikan oleh ukuran,distribusi, dan pengaturan partikel
tanah.
10

Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan
sawah. Identifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah memberikan informasi untuk
penilaian kesesuaian lahan terutama dalam hubungannya dengan efesiensi
penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan sifat fisik tanah sangat penting untuk
dinilai adalah tekstur, struktur, permeabilitas (Keerseblick and soeprapto, 1985)
dan tinggi muka air tanah. Sifat- sifat tersebut berhubungan erat dengan
pelumpuran (pudding) dan efesiensi penggunaan air irigasi.

2.2.2. Sifat Kimia Tanah Sawah


Sifat kimia tanah merupakan sifat tanah yang sangat penting di dalam
hubungannya dengan teknologi pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik
jenis, takaran, waktu maupun cara pemupukan harus mempertimbangkan sifat
kima tersebut. Aktivitas mikroba tanah dangat menentukan tingkat ketersediaan
hara dan produktifitas lahan sawah.

Terdapat tiga kelompok mikroba tanah yang sangat berperan dalam proses
perubahan kimia tanah sawah yaitu mikroba aerob yang terdapat dalam lapisan
atas tanah tipis yang disebut lapisan oksidasi, dan dalam air genangan yang
memanfaatkan oksigen yang terdapat dalam air genangan. Pada lapisan tipis ini
proses oksidasi secara biologis terjadi seperti misalnya oksidasi NH4 menjadi
NO3 atau S2 menjadi SO4. Kimia taanh sawah merupakan sifat tanah sawah yang
sangat penting dalam hubungannya dengan teknologi pemupukan yang efesien.
Aplikasi pupuk baik jenis takaran, waktu maupun cara pemupukan harus
mempertimbangkan sifat kimia tersebut. Sebagai contoh adalah teknologi
nitrogen, dimana jenis, waktu dan cara pemupukannya harus memperhatikan
perubahan perilaku hara N dalam tanah sawah agar pemupukan lebih efisien.

2.2.3. Sifat Biologi Tanah Sawah


a. Ekosistem sawah

Tanah sawah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tanah yang digunakan
atau potensial dapat digunakan untuk menanam padi sawah sekali atau lebih
selama setahun. Istilah tanah sawah berkaitan dengan tataguna tanah, bukan
dengan jenis tanah tertentu dalam pengertian pedologi. Sawah adalah suatu
11

ekosistem buatan dan suatu jenis habitat khusus yang mengalami kondisi kering
dan basah tergantung pada ketersediaan air. Karakteristik ekosistem sawah
ditentukan oleh penggenangan, tanaman padi, dan budi dayanya. Sawah
tergenang biasanya merupakan lingkungan air sementara yang dipengaruhi oleh
keragaman sinar matahari, suhu, pH, konsentrasi O2, dan status hara. Penanaman
padi sawah secara tradisional sangat berhasil melestarikan produktivitas lahan.
Selama beribu-ribu tahun sistem padi sawah telah berhasil mempertahankan
tingkat hasil padi yang moderat tetapi stabil tanpa menimbulkan kerusakan
lingkungan. Hal ini terjadi karena penggenangan meningkatkan kesuburan tanah
dan produksi padi dengan jalan: (1) menaikkan pH tanah mendekati netral; (2)
meningkatkan ketersediaan hara, terutama P dan Fe; (3) memperlambat
perombakan bahan organik tanah; (4) menguntungkan penambatan N2; (5)
menekan timbulnya penyakit terbawa tanah; (6) memasok hara melalui air irigasi;
(7) menghambat pertumbuhan gulma tipe C4; dan (8) mencegah perkolasi air dan
erosi tanah. Pengolahan tanah, pindah tanam, dan pengendalian gulma telah
merusak stabilitas komunitas, sehingga terbentuklah fauna dan struktur
komunitas khusus sawah. Penggenangan telah menciptakan kondisi anaerob
beberapa mm di bawah permukaan tanah. Kondisi ini menghasilkan enam
lingkungan utama yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat fisik, kimia dan trofik,
yaitu: (1) air genangan; (2) tanah oksidasi permukaan; (3) tanah reduksi; (4)
lapisan olah; (5) subsoil; dan (6) tanaman padi (bagian yang terendam) dan
rizosfirnya. Secara diagram keenam lingkungan dapat dilihat pada Roger (1996).

a) Air genangan

Merupakan lingkungan aerobik fotik dimana produsen Fotosintetik dan


khemosintetik komunitas air (bakteri, alga, dan gulma air), konsumen primer
invertebrata dan vertebrata (grazer), dan konsumen sekunder (insekta karnivor dan
ikan) menyediakan bahan organik ke tanah dan mendaur ulang hara. Pertukaran
yang terus-menerus antara lingkungan air genangan dan tanah oksidasi dianggap
sebagai suatu continuum.
12

b) Lapisan tanah oksidasi permukaan

Lapisan tanah oksidasi permukaan merupakan lingkungan aerobik fotik dengan


redok potensial positif, tebalnya beberapa mm, dimana NO3-1, Fe+3, SO4-2, dan
CO2 stabil, dan dimana alga dan bakteri aerobik tumbuh dominan. Kedalaman
lapisan oksidasi biasanya 2-20 mm dan tergantung pada konsentrasi O2 terlarut
dalam air genangan, kapasitas reduksi tanah, dan aktivitas benthos dan fauna
tanah.

c) Lapisan tanah reduksi

Lapisan tanah reduksi merupakan lingkungan anaerobik nonfotik, di mana


redok potensial terutama negatif. Proses reduksi merupakan proses utama yang
menghasilkan NH4+, sulfida, asam organik dan CH4, dan aktivitas mikrobial
dipusatkan dalam agregat tanah yang mengandung sisa bahan organik.
Perombakan bahan organik pada lapisan reduksi melestarikan populasi cacing,
oligachaete air dan larva chironomid. Aktifitas utama yang berlangsung pada
rizosfir adalah: (1) penambatan N2 secara hayati oleh bakteri heterotrof dan
asosiatif; (2) nitrifikasi-denitrifikasi; dan (3) reduksi sulfat.

Penanaman padi sawah secara tradisional sangat berhasil melestarikan


produktivitas lahan. Selam beribu –ribu tahun sistem padi sawah telah berhasil
mempertahankan hasil tingkat padi yang moderat , tetapi stabil tanpa
menimbulkan kerusakan lingkungan. Hal ini terjadi karena penggenangan
meningkatkan kesuburan tanah dan produksi padi dengan jalan :1) menaikkan pH
tanah mendekati netral, 2) meningkatkan ketersediaan hara terutama P dan Fe, 3)
memperlambat perombakan bahan organik tanah, 4) Menguntungkan penambatan
N2, 5) menekan timbulnya penyakit terbawa tanah, 6) Memasok hara melalui air
irigasi , 7) mengambil pertumbuhan gulma tipe C4 dan 8) mencegah perkolasi air
dan aerosi tanah.

d) Lapisan Olah

Lapisan olah tapak bajak memperlihatkan permeabilitas yang rendah dan bobot
isi yang tinggi, dan kekuatan mekanik yang lebih besar dibandingkan dengan
13

lapisan-lapisan lain. Lapisan olah ini mencegah kehilangan hara dan air yang
disebabkan oleh pencucian dan perkolasi.

e) Lapisan subsoil terletak di bawah lapisan olah

Aerobik pada tanah-tanah yang berdrainase baik dan anaerobik pada tanah-
tanah yang berdrainase buruk. Secara mikrobiologis lapisan subsoil paling atas
aktif dan berperanan menyediakan hara bagi tanaman padi, khususnya N.

f) Tanaman padi terutama mempengaruhi air genangan dan tanah permukaan


melalui efek naungannya, yang meningkat dengan membesarnya kanopi padi.
Perubahan intensitas cahaya yang terjadi mempengaruhi pertumbuhan organisme-
organisme yang foto-dependen (tergantung pada cahaya). Tanaman padi juga
secara tidak langsung mempengaruhi air tergenang dan komunitas-komunitas
tanah dengan jalan menurunkan suhu dan konsentrasi CO2 di bawah kanopi.
Pengurangan radiasi matahari dengan tingkat CO2 yang rendah pada hari-hari
yang cerah akan mempengaruhi laju pertumbuhan, suksesi, dan mungkin juga
distribusi organisme ototrofik. Tanaman padi berperanan sebagai substrat bagi
pertumbuhan epifitik. Dan memberikan topangan mekanis bagi banyak spesies
hewan. Misalnya keong bisa menghindari suhu air yang tinggi dengan jalan
menempel pada batang padi pada batas udara/air tergenang.

b. Flora sawah

Flora sawah merupakan produsen primer yang berkembang di lahan sawah,


yang meliputi alga, fitoplankton, dan hidrofit. Alga dapat berupa sianobakteri atau
alga biru hijau. Keberadaan alga biruhijau pada tanah sawah di Indonesia.
Sianobakteri merupakan mikroba prokariot berfotosintetis yang berproduksi hanya
secara vegetatif. Secara morfologis, sianobakteri dapat digolongkan menjadi: (1)
bentuk sel tunggal (uniseluler) dan filamen; dan (2) kelompok yang membentuk
busa, matras atau makrokoloni. Secara fisiologis, sianobakteri dapat digolongkan
menjadi bentuk yang menambat N2 dan yang tidak (Roger, 1996). Fitoplankton
meliputi bentuk sel tunggal dan mikroskopis, dan bentuk koloni. Fitoplankton ini
penting sebagai makanan ikan. Hidrofit digolongkan menjadi hidrofit yang
tenggelam, terapung, dan timbul. Hidrofit tenggelam seperti Najas spp., dan
14

Ceratophyllum demersum melindungi dan menyediakan tempat pembiakan dan


pemeliharaan ikan misalnya gurami selama masa pembiakan. Hidrofit terapung
seperti Salvinia molesta, selada air (Pistia stratiotes), dan Hydrilla verticillata
terdapat juga di sawah. Spesies-spesies ini dianggap sebagai gulma lahan sawah.
Pertumbuhan yang pesat Salvinia molesta misalnya mengakibatkan kehilangan air
yang besar melalui evapotranspirasi. Hidrofit timbul (emergent) juga sebagai
gulma seperti Limnocharis flava dan Monochorea vaginalis, Azolla spp.dan
enceng gondok (Eichhornia crassipes). Kedua spesies yang pertama sebagai
gulma juga dapat dimakan. Spesies yang ketiga sebagai gulma juga dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Sundaru et al. (1976)
mencatat adanya 34 spesies tanaman sebagai gulma pada padi sawah. Enam
diantaranya termasuk golongan rumput, sembilan golongan teki, dan 19 golongan
berdaun lebar

2.3. Pengelolaan Lahan Sawah


Pengelolaan lahan sawah adalah segala tindakan atau perlakuan yang
diberikan pada suatu lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan
tersebut dengan mempertimbangkan kelestariaannya. Tingkat produktivitas lahan
sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah, curah hujan, suhu, kelembaban, sistem
pengelolaan lahan, serta pemilihan landcover (Djaenuddin, 2006).
Huasnain dkk (2015:45) menyebutkan pengelolaan lahan dapat dibagi
menjadi 3 sub aspek yaitu pengelolaan kesuburan tanah, pengelolan konservasi
lahan atau tanah, dan pengelolaan air, pengelolaan tersebut berlaku untuk
lahan basah maupun lahan kering. Pengelolaan lahan sebagai salah satu komponen
pengelolaan teknologi pertanian diperlukan dalam sistem pertanian
berkelanjutan karena sistem pertanaman intensif bisa mengarah pada trade-off
antara manfaat ekonomi dalam jangka pendek dan kerusakan lingkungan
seperti degradasi kesuburan tanah dalam jangka panjang.
Usaha untuk mempertahankan kesuburan lahan atau konservasi lahan
menurut Saripin (2001), dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara
agronomis, secara mekanis, dan secara kimiawi, sistem agronomis merupakan
usaha mempertahankan kesuburan dan kualitas lahan dengan pemilihan
tanaman penutup lahan yang sesuai, selain itu pola tanam dan sistem tanam
juga sangat dipertimbangkan dalam cara ini. Konservasi lahan secara mekanis
15

lebih menekankan pada upaya rekayasa tanah seperti pembuatann gulud,


teras, menanam menurut kontur, dan pembuatan sistem irigasi. Secara kimiawi,
upaya melindungi lahan dapat dilakukan dengan bahan-bahan seperti pupuk
kimia dan bahan untuk pemantap agregat tanah sepertiPAM, PVA,dan latex

2.3.1. Pengelolaan Kesuburan Tanah


Abdurachman dkk (2008:46) dalam Triningtyas (2013) pengelolaan
kesuburan tanah tidak terbatas pada peningkatan kesuburan kimiawi, tetapi juga
kesuburan fisik dan biologi tanah. Hal ini berarti bahwa pengelolaan
kesuburan tanah lahan sawah tidak cukup dilakukan hanya dengan memberikan
pupuk saja, tetapi juga perlu disertai dengan pemeliharaan sifat fisik tanah
sehingga tersedia lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman,
kehidupan organisme tanah, dan untuk mendukung berbagai proses penting di
dalam tanah. Triningtyas (2013) dalam penelitiannya tentang pola tanam
menyebutkan secara garis besar pola tanam pertanian yaitu pola tanah monokultur
dan intercropping.

Polah tanam tanaman pangan monokultur yang diterapkan umumnya terdiri


atas : padi-padi-palawija, padi-palawija-palawija, dan padi -palawija -bera,
sedangkan untuk pola tanam intercroping yang diterapkan biasanya
campuran antara tanaman keras dan tanaman cabai atau tanaman obat.
dalam penelitiannya menunjukkan pola tanam tumpang sari atau disebut
intercroping dan pemupukan kimia dan organik meningkatkan produktivitas dan
unsur hara pada tanah.

2.3.2. Pengelolaan Konservasi Tanah


Erosi bukan hanya mengangkut material tanah, tetapi juga hara dan bahan
organik, baik yang terkandung di dalam tanah maupun yang berupa input
pertanian. Erosi juga merusak sifat fisik tanah. Oleh karena itu, penerapan
teknik konservasi merupakan salah satu persyaratan keberlanjutan usaha
tani pada lahan pertanian. Salahsatu cara pengelolaan konservasi tanah
adalah dengan pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi
mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah
yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Berikut ini beberapa bentuk
pengolahan lahan menurut Suripin (2001) adalah : Pengolahan tanah menurut
kontur, pembuatan guludan, teras, dan saluran/ pembuangan air.
16

a) Pengolahan tanah menurut kontur


Pengolahan tanah yang dilakukan menurut kontur atausabuk gunung,
baik dengan pembajakan, pencangkulan atau perataan, sehingga terbentuk
alur-alur dan jalur-jalur tumpukan tanah yang searah dengan kontur. Alur
tanah tersebut akan merupakan penghambat erosi. Pengolahan tanah menurut
kontur ini sebainya diikuti dengan penanaman dalam baris-baris
memotong lereng.

b) Guludan

Guludan biasa dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng dibawah 6%,
dimaksudkan untuk aliran permukaan yang mengalir menurut arah lereng.
Dibuat menurutkontur, sedikit miring yang menuju saluran pembuangan.
c) Teras

Teras adalah timbunan tanah yang dibuat melintangatau memotong


kemiringan lahan, yang berfungsi untukmenangkap aliran permukaan, serta
megarahkannya keoutlet yang stabil dengan kecepatan yang tidakerosif.
d) Saluran pembuangan

SPA adalah saluran yang terletak/memotong teras ke arah lereng yang


berfungsi untuk menampung kelebihan airhujan yang tidak meresap ke
dalam bidang olah teraskemudian dialirkan ketempat yang lebih
rendahsecaraaman danterkendali.

2.3.3. Pengelolaan Air


Pengelolaan air sangat di perlukan bagi tanaman. Kekurangan air dalam
pemeliharaan turgor sel tanaman dalam menghambat pertumbuhan vegetatif
tanaman karena penurunan turgor sel dapat mengakibatkan menutupnya stomata
sehigga proses fotosintesis terhambat. Dalam halpengairan pada lahan pertanian,
terdapat beberapa metode menurut Kartasapoetra, yaitu: graded border method,
furrow method, dan sprinkle method.

2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Pengeleloaan Lahan Sawah


Suatu sistem terdiri atas berberapa subsistem yang saling
berinteraksi dan bekerja bersama. Jika satu subsistem mengalami gangguan,
maka akan memengaruhi sistem secara keseluruhan.Subsistem tersebut
antara lain input yang terdiri atas kondisi alamseperti tanah dan air, serta
manusia dan alat penunjangnya. Di setiap tempat, kedua faktor ini bisa
berbagai tipe, akibatnya bentuk pertanian menjadi beragam. Ada yang berupa
sawah irigasi, sawah tadah hujan, perkebunan, dan lain sebagainya. Faktor-
17

faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanah pertanian meliputi sifat
fisik tanah, kemiringan tanah, iklim, dan air tanah atau sungai. Sedangkan
menurut Permen No 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi
Lahan Pertanian Berkelanjutan dikatakan bahwa yang perlu diperhatikan
dalam lahan pertanian yaitu : kelerengan, iklim; dan sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah; yang cocok untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian
pangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Arsyad dalam
bukunya yaitu konservasi tanah dan air menyebutkan yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan lahan pertanian yaitu ketersediaan air,
ketersediaan unsur hara, ketersediaan oksigen, resiko banjir, temperature,
kelembaban udara, dan tingkat erosi.

2.4. Permasalahan Dan Solusi Tanah Sawah


Pembangunan pertanian konvensional tidak menjamin keberlanjutan program
pembangunan pertanian. Atmojo (2006) mengemukakan bahwa setelah lebih dari
30 tahun menerapkan pembangunan pertanian nasional,diketahui beberapa
indikator yang memprihatinkan dari degradasi lahan yakni : Tingkat produktivitas
lahan menurun., Tingkat kesuburan lahan merosot, Konversi lahan pertanian
semakin meningkat, Lahan Sawah Terdegradasi, Luas dan kualitas lahan kritis
semakin meluas, Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian
meningkat, Daya dukung lingkungan merosot, Tingkat pengangguran di pedesaan
meningkat, Daya tukar petani berkurang, Penghasilan dan kesejahteraan keluarga
petani menurun, Kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat.

Pencemaran pada lahan sawah umumnya disebabkan oleh limbah industri dan
aktivitas budidaya yang menggunakan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan
pestisida yang kurang terkendali. Pada masa Revolusi Hijau (1970-1980) telah
berhasil merubah pola pertanian dunia secara spektakuler, yaitu dengan
penggunaan agrokimia, baik berupa pupuk kimia maupun obatobatan
(insektisida). Dampak yang dirasakan dari Revolusi Hijau tersebut menghasilkan
produksi pangan meningkat dengan tajam, namun dampak negatif dari
penggunaan agrokimia terusmenerus menyebabkan pencemaran air, tanah,
penurunan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya
keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk
kimia, dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam (Atmojo 2006)

2.4.1. Sifat Kimia Tanah Sawah


Akibat pengelolaan hara yang kurang tepat disentra-sentra produksi padi,
pembakaran jerami sisa panen atau diangkut keluar lahan pertanian dalam jangka
panjang dapat menurunkan kadar bahan organik tanah sawah. Hasil kajian Kasno
et al. (2003) menunjukkan bahwa sekitar 65% tanah sawah di Indonesia berkadar
C-organik di bawah batas kritis ( < 2 %) dan hanya 35 % yang berkadar C-
organik > 2 %, inipun terjadi pada lahan sawah yang bergambut.
18

Fox dan Kamprath (1972) menyatakan bahwa penggunaan varietas unggul


disertai pemupukan anorganik takaran tinggi dalam jangka panjang dapat
menyebabkan unsur-unsur hara lain dan unsur makro sekunder dan mikro ikut
terkuras. Pengelolaan lahan tanpa mengidahkan kaidah-kaidah cara pengelolaan
yang benar dan tepat akan mempercepat terjadinya degradasi lahan/tanah yang
ditunjukkan dengan menurunnya tingkat produktivitas tanaman khususnya padi
sawah.

Penggenangan pada sistem usaha tani tanah sawah secara nyata akan
mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi.
Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tersebut sangat
mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Transformasi kimia yang
terjadi berkaitan erat dengan kegiatan mikroba tanah yang menggunakan oksigen
sebagai sumber energinya dalam proses respirasi.

Keadaan reduksi akibat penggenangan akan merubah aktivitas mikroba


tanah dimana mikroba aerob akan digantikan oleh mikroba anaerob yang
menggunakan sumber energi dari senyawa teroksidasi yang mudah direduksi yang
berperan sebagai penerima elektron seperti ion NO3, SO4 -3, Fe3+, dan Mn4+.

Terdapat tiga kelompok mikroba tanah yang sangat berperan dalam proses
perubahan kimia tanah sawah yaitu mikroba aerob yang terdapat dalam lapisan
atas tanah yang tipis disebut lapisan oksidasi, dan dalam air genangan yang
memanfaatkan oksigen yang terdapat dalam air genangan. Pada lapisan tipis ini
proses oksidasi secara biologis terjadi seperti misalnya oksidasi NH4 + menjadi
NO3 - atau S2- menjadi SO4 2-. Sedangkan lapisan di bawahnya disebut lapisan
reduksi dimana hidup mikroba-mikroba fakultatif dan obligat anaerob yang
mendapatkan sumber energinya melalui reduksi biologis dari senyawa-senyawa
NO3-, SO4 2-, Fe3+, dan Mn4+ menjadi NO2 - , SO2 2-,S2- Fe2+, dan Mn2+.

Kimia tanah sawah merupakan sifat tanah sawah yang sangat penting dalam
hubungannya dengan teknologi pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik
jenis, takaran, waktu maupun cara pemupukan harus mempertimbangkan sifat
kimia tersebut. Sebagai contoh adalah teknologi nitrogen, dimana jenis, waktu dan
cara pemupukannya harus memper-hatikan perubahan perilaku hara N dalam
tanah sawah agar pemupukan lebih efisien. Sumber pupuk N disarankan dalam
bentuk amonium (NH4 +), dimasukkan ke dalam lapisan reduksi dan diberikan 2-
3 kali.

Penggenangan pada tanah mineral masam mengakibatkan nilai pH tanah


akan meningkat dan pada tanah basa akan mengakibatkan nilai pH tanah menurun
mendekati netra. Pada saat penggenangan pH tanah akan menurun selama
beberapa hari pertama, kemudian mencapai minimum dan beberapa minggu
kemudian pH akan meningkat lagi secara asimtot untuk mencapai nilai pH yang
19

stabil yaitu sekitar 6,7–7,2. Penurunan awal disebabkan akumulasi CO2 dan juga
oleh terbentuknya asam organik. Kenaikan berikutnya bersamaan dengan reduksi
tanah dan ditentukan oleh: (a) pH awal dari tanah; (b) macam dan kandungan
komponen tanah teroksidasi terutama besi dan mangan; serta (c) macam dan
kandungan bahan organik (Sutami dan Djakamihardja, 1990).

Pada tanah netral dan sedikit alkalis, pH diatur oleh keseimbangan CaCO3-
CO2-H2O dan pada tanah asam yang banyak mengandung besi diatur oleh
keseimbangan Fe(OH)2-CO2-H2). Yamane (1978) menyatakan bahwa
peningkatan pH pada tanah masam akibat penggenangan dikontrol oleh sistem
Fe2+ - Fe(OH)3 dimana terjadi konsumsi H+. Penggenangan tanah masam sama
saja dengan tindakan pengapuran sendiri yaitu menyebabkan tercapainya kisaran
pH optimum yang memungkinkan tersedianya hara secara optimum. Daya
meracun dari aluminium hilang karena aluminium dapat ditukar terendapkan pada
pH 5,5. Willet (1991) menyatakan bahwa meningkatkan pH tanah masam
meningkatkan ketersediaan P karena meningkatnya kelarutan mineral P yaitu
strengit (FePO4 2H2O) dan veriscit (AlPO4 2H2O) seperti ditunjukan pada reaksi
berikut :

FePO4 2H2O + H2O Q H2PO4 - + H+ + Fe(OH)3

Perbaikan pada sifat kimia tanah sawah adalah dengan pemberian Bahan
organik atau jerami dalam bentuk segar atau kompos apabila diberikan ke lahan
sawah merupakan sumber C-organik dalam tanah, selain itu pemberian jerami
dapat memberikan sumbangan hara makro maupun mikro walaupun jumlahnya
relatif kecil apabila dibandingkan dengan pemberian pupuk anorganik. Fungsi
bahan organik khususnya jerami di lahan sawah memiliki peranan penting dalam
mempertahankan tingkat ketersediaan kalium dalam tanah sawah. Tingginya
kandungan kalium dalam jerami merupakan sumber kalium yang dapat
mengurangi penggunaan pupuk K yang bersumber dari pupuk anorganik. Bahan
organik juga dapat merubah sifat kimia tanah, yaitu melalui proses dekomposisi
yang dilakukan oleh mikroba.

2.4.2. Sifat Fisik Tanah Sawah


Perubahan sifat fisik tanah terjadi sebagai akibat dari pengelolaan lahan
secara intensif tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pengolahan tanah yang benar.
Pada lahan sawah intensifikasi degradasi lahan dicirikan terjadinya perubahan
sifat fisik tanah seperti pendangkalan lapisan olah, tanah menjadikeras akibat
pemadatan yang menyebabkan tanah berat apabila diolah.Selain itu terbentuk
lapisan padas yang dangkal, sehingga perakaran padi terganggu. Degradasi sifat
fisik tanah pada umumnya disebabkan karena memburuknya struktur tanah.
Penurunan kestabilan agregat tanah berkaitan dengan penurunan kandungan bahan
organik tanah, aktivitas perakaran dan mikroorganisme tanah. Penurunan ketiga
20

agen pengikat tanah tersebut, selain menyebabkan agregat tanah mudah pecah
juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang
mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Upaya perbaikan degradasi sifat
fisik tanah ditujukan pada perbaikan struktur tersebut (Suprayogo et al. 2001).

Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan
sawah. Identifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah mineral memberikan
informasi untuk penilaian kesesuaian lahan (Sys,1985) terutama dalam
hubungannya dengan efisiensi penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan, sifat
fisik tanah yang sangat penting untuk dinilai adalah tekstur, struktur, drainase,
permeabilitas (Keersebilck and Soeprapto, 1985) dan tinggi muka air tanah (Sys,
1985). Sifat-sifat tersebut berhubungan erat dengan pelumpuran (puddling) dan
efisiensi penggunaan air irigasi. Tanah sawah beririgasi umumnya diolah dengan
cara pelumpuran (puddling). Pengaruh pelumpuran terhadap sifat fisik tanah
menjadi sangat spesifik pada lahan sawah dan sekaligus memberikan indikasi
perbedaan perubahan sifat fisik tanah antara tanah yang disawahkan dengan tanah
yang tidak disawahkan.

Pada tekstur tanah, Tanah yang bertekstur halus bila terdispersi akan mampu
menutup pori di bawah lapisan olah. Kondisi ini akan mempercepat terbentuknya
lapisan tapak bajak (plowpan) yang berpermebilitas lambat. Kemampuan
membentuk lapisan tapak bajak ini penting untuk tanah-tanah dengan rezim
kelembapan Udic dan Ustic. Lapisan tapak bajak ini sangat penting terutama
untuk sawah beririgasi, agar air irigasi tidak mudah hilang melalui perkolasi ke
lapisan bawah sehingga penggunaan air irigasi menjadi efisien.

Pada tekstur tanah sawah, Pengaruh jangka pendek dari pelumpuran telah
diuraikan oleh Sharma dan De Datta (1985). Pengolahan tanah dengan cara
pelumpuran menghancurkan agregat tanah. Pada kondisi tergenang agregat tanah
akan terdispersi dan penghancuran agregat akan semakin intensif pada saat tanah
dibajak, digaru dan dilumpurkan. Jika tanah dilumpurkan, tiap lapisan pada zona
pelumpuran memiliki karakteristik yang berbeda dengan lapisan yang lainnya.
Hasil penelitian Saito dan Kawaguchi (1971) dalam Sharma dan De Datta (1985)
menunjukkan bahwa pada lapisan tanah permukaan 0-15 cm pada zona
pelumpuran tersusun oleh tanah dengan tekstur yang halus, lapisan tengah dengan
tekstur yang agak kasar dan lapisan bawah dari zona tersebut sangat masif tanpa
ada perbedaan tekstur.

Pada Bobot isi (bulk density) tanah sawah, Pada lahan sawah beririgasi di
mana pengolahan tanah dilakukan dengan cara dilumpurkan, akan berpengaruh
pada bobot isi tanah. Intensitas pelumpuran memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap bobot isi tanah. Dari hasil penelitian pada tanah sawah bukaan baru,
Subagyono et al. (2001) pelumpuran menurunkan bobot isi tanah bertekstur liat,
21

liat berdebu dan lempung berliat dengan 11%, 16%, 10% dan 27%, 23%,12%
berturut-turut pada tanah yang dilumpuran sekali dan dua kali. Pelumpuran dua
kali pada tanah bertekstur lempung liat berpasir menurunkan bobot isi hingga 26%
. Meningkat dan menurunnya bobot isi dapat terjadi tergantung pada agregat tanah
sebelum tanah dilumpurkan. Menurut Ghildyal (1978) pelumpuran pada tanah
dengan agregat yang mantap dan porus menghasilkan agregat yang masif dengan
bobot isi yang meningkat. P0 pada perlakuan yang dicobakan menggambarkan
kondisi jika tanah tidak disawahkan. Dengan demikian tanah yang disawahkan
bobot isi tanah cenderung menurun dibanding jika tanah tidak disawahkan.

Perbaikan sifat fisik tanah sawah adalah dengan pemberian Pemberian


kompos jerami pada lahan sawah setelah musim tanam ke dua berpengaruh positif
terhadap perbaikan sifat fisik tanah seperti perbaikan BD tanah terjadi penurunan
dari 0,84 g/cc sebelum penelitian menjadi 0,71 g/cc setelah 2 kali panen.
pemberian jerami padi ke lahan sawah baik dalam bentuk segar atau yang sudah
dikomposkan dapat menurunkan BD tanah.

Rata-rata 15-23% sedangkan ruang pori total dan pori aerasi yang
meningkat rata-rata 10% (Erfandi dan Nurjaya 2014). Secara fisik bahan organik
mampu mereduksi pemadatan tanah khususnya yang bertekstur liat akibat
kelebihan kapur. Hal tersebut karena bahan organik memiliki sifat yang dapat
memperbaiki agregat tanah sehingga mempengaruhi kemantapan agregat dan
porositas tanah.

2.4.3. Sifat Biologi Tanah Sawah


Salah satu indikator tanah subur adalah aktivitas mikrobiologi dalam tanah
dapat berkembang dengan baik. Mikroba dalam melakukan proses dekomposisi
bahan organikakan melepaskan zat-zat hara ke dalam larutan dalam tanah dan
menjadikan bahan organik menjadi bentuk yang lebih sederhana dan bersifat
koloid. Pada areal pertanian yang tingkat pengelolaan bahan agrokimia (pupuk
dan pestisida) intensif biasanya tidak terkontrol atau cenderung berlebihan.
Penggunaan agrokimia yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya degradasi
di lahan-lahan pertanian. Pestisida seringkali mengandung logam berat yang
bersifat toksik bagi tanaman dan pencemar bagi tanah dan air. Dampak
penggunaan agrokimia berlebihan dapat menurunkan kualitas lahan dan hasil
pertanianserta gangguan kesehatan petani. Pada lahan yang terdegradasi,secara
biologi sangat tidak menguntungkan bagi lingkungan hidup organisme karena
berdampak terhadap menurunnya kelimpahan organisme dan keanekaragaman
hayatiyang pada akhirnya berdampak pada sifat tanah yang lain. Menurut Lal
(2000), degradasi terhadap biologi yang berhubungan dengan menurunnya
kualitas dan kuantitas bahan organik tanah, aktivitas biotik, dan keragaman
spesies fauna tanah.
22

Perbaikan sifat biologi tanah sawah adalah dengan pemberian Jerami yang
merupakan sumber bahan organik dalam tanah yang memiliki peranan penting
terhadap aktivitas mikroba dalam tanah. Tanah merupakan tempat hidup yang
paling ideal bagi bakteri karena mengandung bahan organik,anorganik, dan
mineral yang berlimpah.Setiap elemen tanah memiliki jenis, populasi dan sifat
genetik yang berbeda. Keanekaragaman mikroorganisme pada tanah : bakteri,
algae,mold, protozoa, amuba, actinomycetes flagellata, dan cilliata.

Pemberian bahan organik dalam bentuk kompos jerami dapat meningkatkan


jumlah populasi mikroba selulotik (fungi dan bakteri) pada lahan sawah. Pada
perlakuan kontrol (jerami tidak dikembalikan ke lahan) jumlah populasi fungi dan
bakteri selulolitik indigenous rata-rata tergolong rendah, masing-masing hanya
1,00 x 102 cfu/ g tanah dan 2,00 x 102 . Setelah ditambahkan kompos, fungi dan
bakteri selulolitik meningkat menjadi lebih dari 104 dan 105 cfu/g tanah. Populasi
bakteri penambat N2, populasi mikroba pelarut P dan MPN bakteri Azospirillum
masing-masing adri 2,00x 102 cfu/g tanah; 2,53 x106 cfu/g tanah dan; 2,4 x
103MPN//g tanah masing-masing 8 Pendahuluan meningkat menjadi 1,71 x 108
cfu/g tanah; 4,72 x 107 cfu/g tanah dan 7,40 x 104 MPN/g tanah (Balai Penelitian
Tanah, 2014).

Peningkatan mikroba (khususnya fungi bermiselia seperti micorhiza, dll)


akan meningkatkan kemantapan agregasi partikel-partikel penyusun tanah.
Mikroba dan miselianya, yang berupa benang-benang, akan berfungsi sebagai
perajut/perekat/glue antar partikel tanah. Dengan demikian menyebabkan struktur
tanah menjadi lebih baik karena ketahanannya menghadapi tekanan erodibilitas
(perusakan) tanah. Kemampuan merubah sifat biologi tanah ke arah positif
sehingga meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman sehingga
tanaman tumbuh sehat tanpa perlu pupuk buatan dan pestisida
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik
terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain sebagai penghasil bahan
pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan, tempat bekerja, tempat
rekreasi, tempat mencari ilmu, dan sebagainya.

Dalam morfologi dan perkembangan profil tanah sawah terdapat beberapa


sifat-sifat dari tanah sawah, antara lain sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi
tanah dari tanah sawah.

Pengelolaan tanah sawah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada
suatu lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut dengan
mempertimbangkan kelestariaannya. Pengelolaan lahan sawah terdapat beberapa
tindakan yang dilakukan dalam pengelolaannya, antara lain (1) pengelolaan
kesuburan tanah, (2) pengelolaan konservasi tanah, dan (3) pengeloaan air.

Banyak sekali permasalahan yang dihadapi dalam luang lingkup tanah sawah,
permasalahan meliputi dari sisi sifat fisik tanah sawah, sifat biologi tanah sawah,
sifat kimia tanah sawah. Gambaran kecil dari permasalahan tanah sawah adalah
pH dari tanah sawah kadang berpH masam dan tidak menutup kemungkinan dapat
berpH basah. Tindakan yang tepat untuk menanggulangi masalah ini adalah
dengan melakukan tindakan seara kimia seperti pemberian kapur dolomit.

3.2. Saran
Adapun saran adalah materi dan pembelajaran tentang sifat-sifat tanah sawah
ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas, untuk itu diperlukan pemahaman dan
wawasan yang lebih dalam.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Fahmuddin., dan Irawan. 2004. Alih guna dan aspek lingkungan lahan
sawah dalam tanah sawah dan teknologi pengeloaannya. Pusat penelitian
dan pengembangan tanah dan agroklimat, badan litbang pertanian.

Atmojo, S.W. 2006. Degradasi lahan dan ancaman bagi pertanian. Dalam solo
pos, selasa, 7 november 2006.

Balai Penelitian Tanah. 2014. L a p o r a n T a h u n a n . Balai Penelitian Tanah


Bogor.

Damanik, M. M. B. B.E. Hasibuan., Fauzi, Sarifuddin., H. Hanum. 2010.


Kesuburan tanah dan pemupukan.Usu Press. Medan

Depertemen Pertanian. 2004. Tanah Sawah Dan Teknologi Pengelolaan


Puslitbangtanak (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
danAgroklimat). Bogor. 326 hal.
Djaenuddin, D., H. Marwan, H. Subagyo, A. Mulyani, N. Suharta.
2003.Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian.Pusat
Penelitian Tanah danAgroklimat.Badan Penelitian dan pengembangan
Pertanian. Bogor.
Fox, F.R., and Kamprath. 1972. “Micronutrient Soil Test”.inJ.J. Mortvedt, P.M. e
t al ( eds. ). Mic r o n u t rie n t in A g ric ult u r e . SSSA Inc.
Madison Wiscosin, USA.

Ghildyal, B.P. 1978. Effects of compaction and puddling on soil physical


properties and rice growth. p. 315-336. In IRRI (1978). Soil and Rice.
International Rice Research Institute. Los Banos. Philippines.

Hardjowigeno, S dan Rayes, M.L. 2005.Tanah Sawah. Bayu media. Malang.

Hardjowigeno,Sarwono,dkk.2004.”Tanah Sawah Dan Teknologi


Pengelolaannya”.Jawa Barat:Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanah
Dan Agroklimat(Puslitbangtanak)

24
25

Hardjowigwno, S. H. Subagyo, dan M.L. Rayes. 2004. Morfologi dan klasifikasi


tanah, dalam tanah sawah dan teknologi pengelolaanya. Pusat penelitian dan
pengembangan tanah dan agroklimat, badan litbang pertanian.

Husain, dkk. 2015. Pengelolaan Lahan Pada Berbagai Ekosistem


MendukungPertanian Ramah Lingkungan.Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian: IAARD PRESS.
Kasno, A. 2003. “Status C-organik Lahan Sawah di Indonesia”. dalam P r o sidin
g K o n g r e s N a sio n al V I I I Him p u n a n Ilm u T a n a h I n d o
n e sia ( H I T I ) . Padang 21-23 Juli 2003.

Keersbilck, N. C. and S. Soeprapto. 1985. Physical measurements in lowland soil


techniques and standardization. P. 99- 111. In IRRI (1985). Soil physics and
rice. International rice research institule. Los Banos. Philippines.

Lal. 2000. “Soil Management in The Developing Countris” dalam S oil S cie n c e
, 165(1):57-72 .

Naldo, R. A., 2011. Sifat fisiska ultisol limau manis tiga tahun seteelah
pemberiaan beberapa jenis pupuk hijauan. J. agroland. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas

Pardosi Erwita, Jamilah, sari kemala Lubis. 2013.Kandungan bahan organik dan
bebrpa sifat fisik tanah sawah pada pola tanam padi- padi dan padi
semangka. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1 (3)

Prasetyo, H. P., J. S. Andiningsih, K. Subagyono, dan R. D. M. Simanungkalit.


2004. Mineralogi, kimia, fisika, dan biologi lahan sawah, dalam tanah dan
teknologi pengelolaanya. Pusat penelitian dan pengembangan tanah dan
agroklimat badan litbang pertanian saptana, I. W. Rusastra, H.P. Saliem.,
Suprianti 2004. Prospek pengembangan pola tanam dan diversifikasi
tanaman pangan di Indonesia. Pusat penelitian dan pengembangan sosial
ekonomi pertanian Bogor.

Saripin, Ipin. 2003.Identifikasi Penggunaan Lahan Menggunakan Citra


Landsat Thematic Mapper.JurnalTeknik Pertanian.Volume 8 Nomer 2
26

Sharma, P.K. and S.K. De Data. 1985. Effects of Puddling on Soil Physical
Properties and Processes. p. 217-234. In IRRI (1985). Soil Physics
and Rice. International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna,
Philippines.

Siradz, S. A.., 2006. Degradasi lahan persawahan akibat produksi biomassa di


Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6 (1).

Sudrajat.2015.”Mengenal Lahan Sawah Dan Memahami Multifungsinya Bagi


Manusia Dan Lingkungan”.Gadjah Mada University Press.

Suprayogo D, e t al . 2001. ”Degradasi Sifat Fisis Tanah sebagai Akibat Alih


Guna Lahan Hutan Menjadi Sistem Kopi Monokultur: Kajian
Perubahan Makro Porositas Tanah”. dalam J u r n al P e n elitia n P e r
t a nia n U niv e r sit a s B r a wij a y a . hal 60-68.

Sys, C. 1985. Evaluation of the Physical Environment for Rice Cultivation. p. 31-
44. In IRRI (1985). Soil Physics and Rice. International Rice Research
Institute. Los banos, Laguna, Philippines.

Triningtys, Florence. 2013. Prosiding Seminar Nasional Lahan


SuboptimalIntensifikasiPengelolaan Lahan Suboptimal dalamRangka
Mendukung Kemandirian PanganNasional.Palembang 20-21September
2013 ISBN 979-587-501-9

Anda mungkin juga menyukai