Disusun oleh :
Suryadi 180310005
Epridayanti Berutu 180310013
Gusti Irawan 180310020
Muhammad Hadid Al Hafizh 180310025
Annisa BR Perangin Angin 180310102
AET 4
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ungkapkan kepada Allah swt. yang telah memberi
rahmat dan hidayah serta nikmat kesempatan yang diberikan kepada penulis
sehingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya
salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Rasulullah saw. beserta keluarga
dan para sahabat Beliau yang telah membawa umat manusia dari masa kebodohan
ke masa yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Makalah ini berisi pembahasan tentang sifat-sifat tanah sawah, makalah ini
saya lengkapi dengan pendahuluan sebagai pembuka yang menjelaskan latar
belakang dan tujuan pembuatan makalah. pembahasan yang menjelaskan tentang
tanah sawah, sifat-sifat tanah sawah, cara pengelolaan tanah sawah, dan
permasalahan beserta solusi pada tanah sawah, serta penutup yang berisi tentang
kesimpulan yang menjelaskan isi dari makalah saya. Makalah ini juga saya
lengkapi dengan daftar pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan
dalam penyusunan.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis,
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2. Masalah
1) Apa pengertian dan klasifikasi tanah sawah ?
1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian dan kalsifikasi tanah sawah.
PEMBAHASAN
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian
disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang “dikeringkan” dengan membuat
saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah
irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan.
Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang
dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Penggenangan
selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang
disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat
morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifatsifat
tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Koenigs (1950),
orang yang pertama kali melakukan penelitian sifat morfologi tanah sawah sekitar
Bogor, mengemukakan adanya profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering
yang disawahkan di daerah tersebut. Namun demikian, karena perbedaan berbagai
faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil
tanah sawah yang khas tersebut tidak selalu dapat terbentuk. Pada tanah rawa
yang disawahkan, atau pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat
adanya profil tanah yang khas seperti yang dikemukakan oleh Koenigs (1950),
meskipun bermacam-macam perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah
terjadi (Hardjowigeno et al.,2004).
3
4
Dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1996; 1999; 2003) dalam
(Hardjowigeno et al.,2004), tidak terdapat klasifikasi (nama) untuk tanah sawah,
pada tiga kategori tertinggi yaitu pada tingkat ordo, subordo, maupun great group.
Sifat-sifat khas tanah sawah baru muncul pada Taksonomi Tanah tahun 1992 (Soil
Survey Staff, 1992) dalam (Hardjowigeno et al.,2004), berdasarkan rekomendasi
dari ICOMAQ (International committee on aquic soil moisture rezime) yang
mengusulkan adanya saturasi anthrik, dan kondisi anthrakuik, untuk mewadahi
sifat-sifat khas tanah sawah, akibat pelumpuran dan penggenangan terus-menerus
selama pertumbuhan tanaman padi sawah. Dalam dua edisi Taksonomi Tanah
yang terakhir (Soil Survey Staff, 1999; 2003), klasifikasi (nama) tanah sawah
ditempatkan pada tingkat subgrup, dengan menggunakan awalan anthraquic,
untuk mencerminkan adanya kondisi anthrakuik pada tanah sawah. Terdapat
sebelas subgrup anthraquic, yaitu masing-masing dua subgrup pada ordo Alfisol,
Andisol, Entisol, Inceptisol, dan Ultisol, serta satu subgrup / pada ordo Mollisol.
Masing-masing subgrup tersebut adalah pada Alfisol (Anthraquic Hapludalf dan
Anthraquic Paleudalf), Andisol (Anthraquic Hapludand dan Anthraquic
Melanudand); Entisol (Anthraquic Ustifluvent dan Anthraquic Ustorthent);
Inceptisol (Anthraquic Eutrudept dan Anthraquic Haplustept), Ultisol (Anthraquic
Kanhaplohumult dan Anthraquic Paleudult), dan Mollisol (Anthraquic Haplustoll)
(Hardjowigeno et al.,2004).
Morfologi tanah adalah sifat- sifat tanah yang dapat diamati dan di pelajari di
lapangan. Pengamatan di lapangan biasanya dimulai dengan membedakan lapisan
– lapisan tanah atau horizon- horizon. Horizon adalah lapisan dalam tanah lebih
kurang sejajar dengan permukaan tanah dan terbentuk karena proses pembentukan
tanah. Di lapangan masing-masing horizon diamati sifat-sifatnya yang meliputi :
warna,tekstur, konsestensi, struktur, pori- pori tanah, pH, dan batas-batas horizon.
Morfologi tanah erat kaitannya dengan daya dukung tanah untuk pemanfaatan dan
pengelolaan tanah sawah. Secara sederhana morfologi menunjukkan kesuburan
tanah yang dapat dianalisis di lapangan. Mengetahui morfologi tanah artinya
mengetahui daya dukung penggunaan tanah . Morfologi tanah berfungsi untuk
menentukan kemudahan penetrasi akar, ketersediaan air, kemudahan penyerapan
air oleh tanaman, jumlah oksigen dan gas lainnya di tanah, dan sejauh mana air
bergerak, secara lateral dan vertikal melalui tanah (Hardjowigwno, 2004).
Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah
mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk
tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing
6
1) Perubahan sementara
2) Perubahan permanen
Menurut USDA, 1975: Buol et.al. (1980) dalam (Hardjowigwno, 2004) profil
tanah adalah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri dari lapisan tanah
( solum) dan lapisan bahan induk. Solum tanah adalah bagian dari profil tanah
yang terbentuk akibat proses pembentukan tanah (horizon A dan B). Sifat tanah
berubah baik ke arah vertikal maupun lateral. Perubahan vertikal ditunjukkan oleh
perubahan susunan horizon dalam profil tanah. Perubahan lateral adalah
perubahan sifat-sifat tanah ke arah tanah lain yang berbeda. Dengan kata lain
morfologi ini juga dapat diartikan sebagai suatu pendeskripsian terhadap suatu
lahan mengenai kenampakan, ciri- ciri, da sifat- sifat suatu lahan yang dapat
diamati di lapangan. Pemberian profil ini dapat dijadikan sebagai gambaran awal
tingkat perkembangan tanah dan pada hakikatnya merupakan pengkajian secara
8
teliti terhadap horizon tanah. Profil tanah merupakan suatu irisan yang melintang
pada tubuh tanah, dimulai dari permukaan tanah sampai lapisan bahan induk di
bawah tanah.
Profil tanah sawah yang mempuyai lapisan oksidasi ion NH4+ tidak stabil
karena ion ini mudah dioksidasi menjadi NO 3-. Oleh karena itu ion nitrat ini
sangat mobile akan mudah tercuci ke lapisan reduksi. Disamping reduksi ini
nitrat mengalamim denitrifikasi dehingga berubah menjadi gas N2.
Faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah sawah adalah genangan
air di permukaan, dan penggenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses
pembentukan profil tanah sawah meliputi berbagai proses, yaitu (a) proses utama
berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian; (b)
penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah;dan (c) perubahan
sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan pada tanah kering
yang disawahkan, atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang disawahkan.
Secara lebih rinci, proses pembentukan profil tanah sawah meliputi (a) gleisasi
dan eluviasi; (b) pembentukan karatan besi (Fe) dan mangan (Mn); (c)
pembentukan warna kelabu (grayzation); (d) pembentukan selaput (cutan); (e)
penyebaran kembali basa basa; dan (f) akumulasi dan dekomposisi bahan organik
(Prasetyo et al., 2004)
9
Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan
sawah. Identifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah memberikan informasi untuk
penilaian kesesuaian lahan terutama dalam hubungannya dengan efesiensi
penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan sifat fisik tanah sangat penting untuk
dinilai adalah tekstur, struktur, permeabilitas (Keerseblick and soeprapto, 1985)
dan tinggi muka air tanah. Sifat- sifat tersebut berhubungan erat dengan
pelumpuran (pudding) dan efesiensi penggunaan air irigasi.
Terdapat tiga kelompok mikroba tanah yang sangat berperan dalam proses
perubahan kimia tanah sawah yaitu mikroba aerob yang terdapat dalam lapisan
atas tanah tipis yang disebut lapisan oksidasi, dan dalam air genangan yang
memanfaatkan oksigen yang terdapat dalam air genangan. Pada lapisan tipis ini
proses oksidasi secara biologis terjadi seperti misalnya oksidasi NH4 menjadi
NO3 atau S2 menjadi SO4. Kimia taanh sawah merupakan sifat tanah sawah yang
sangat penting dalam hubungannya dengan teknologi pemupukan yang efesien.
Aplikasi pupuk baik jenis takaran, waktu maupun cara pemupukan harus
mempertimbangkan sifat kimia tersebut. Sebagai contoh adalah teknologi
nitrogen, dimana jenis, waktu dan cara pemupukannya harus memperhatikan
perubahan perilaku hara N dalam tanah sawah agar pemupukan lebih efisien.
Tanah sawah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tanah yang digunakan
atau potensial dapat digunakan untuk menanam padi sawah sekali atau lebih
selama setahun. Istilah tanah sawah berkaitan dengan tataguna tanah, bukan
dengan jenis tanah tertentu dalam pengertian pedologi. Sawah adalah suatu
11
ekosistem buatan dan suatu jenis habitat khusus yang mengalami kondisi kering
dan basah tergantung pada ketersediaan air. Karakteristik ekosistem sawah
ditentukan oleh penggenangan, tanaman padi, dan budi dayanya. Sawah
tergenang biasanya merupakan lingkungan air sementara yang dipengaruhi oleh
keragaman sinar matahari, suhu, pH, konsentrasi O2, dan status hara. Penanaman
padi sawah secara tradisional sangat berhasil melestarikan produktivitas lahan.
Selama beribu-ribu tahun sistem padi sawah telah berhasil mempertahankan
tingkat hasil padi yang moderat tetapi stabil tanpa menimbulkan kerusakan
lingkungan. Hal ini terjadi karena penggenangan meningkatkan kesuburan tanah
dan produksi padi dengan jalan: (1) menaikkan pH tanah mendekati netral; (2)
meningkatkan ketersediaan hara, terutama P dan Fe; (3) memperlambat
perombakan bahan organik tanah; (4) menguntungkan penambatan N2; (5)
menekan timbulnya penyakit terbawa tanah; (6) memasok hara melalui air irigasi;
(7) menghambat pertumbuhan gulma tipe C4; dan (8) mencegah perkolasi air dan
erosi tanah. Pengolahan tanah, pindah tanam, dan pengendalian gulma telah
merusak stabilitas komunitas, sehingga terbentuklah fauna dan struktur
komunitas khusus sawah. Penggenangan telah menciptakan kondisi anaerob
beberapa mm di bawah permukaan tanah. Kondisi ini menghasilkan enam
lingkungan utama yang dibedakan berdasarkan sifat-sifat fisik, kimia dan trofik,
yaitu: (1) air genangan; (2) tanah oksidasi permukaan; (3) tanah reduksi; (4)
lapisan olah; (5) subsoil; dan (6) tanaman padi (bagian yang terendam) dan
rizosfirnya. Secara diagram keenam lingkungan dapat dilihat pada Roger (1996).
a) Air genangan
d) Lapisan Olah
Lapisan olah tapak bajak memperlihatkan permeabilitas yang rendah dan bobot
isi yang tinggi, dan kekuatan mekanik yang lebih besar dibandingkan dengan
13
lapisan-lapisan lain. Lapisan olah ini mencegah kehilangan hara dan air yang
disebabkan oleh pencucian dan perkolasi.
Aerobik pada tanah-tanah yang berdrainase baik dan anaerobik pada tanah-
tanah yang berdrainase buruk. Secara mikrobiologis lapisan subsoil paling atas
aktif dan berperanan menyediakan hara bagi tanaman padi, khususnya N.
b. Flora sawah
b) Guludan
Guludan biasa dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng dibawah 6%,
dimaksudkan untuk aliran permukaan yang mengalir menurut arah lereng.
Dibuat menurutkontur, sedikit miring yang menuju saluran pembuangan.
c) Teras
faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tanah pertanian meliputi sifat
fisik tanah, kemiringan tanah, iklim, dan air tanah atau sungai. Sedangkan
menurut Permen No 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi
Lahan Pertanian Berkelanjutan dikatakan bahwa yang perlu diperhatikan
dalam lahan pertanian yaitu : kelerengan, iklim; dan sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah; yang cocok untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian
pangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Arsyad dalam
bukunya yaitu konservasi tanah dan air menyebutkan yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan lahan pertanian yaitu ketersediaan air,
ketersediaan unsur hara, ketersediaan oksigen, resiko banjir, temperature,
kelembaban udara, dan tingkat erosi.
Pencemaran pada lahan sawah umumnya disebabkan oleh limbah industri dan
aktivitas budidaya yang menggunakan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan
pestisida yang kurang terkendali. Pada masa Revolusi Hijau (1970-1980) telah
berhasil merubah pola pertanian dunia secara spektakuler, yaitu dengan
penggunaan agrokimia, baik berupa pupuk kimia maupun obatobatan
(insektisida). Dampak yang dirasakan dari Revolusi Hijau tersebut menghasilkan
produksi pangan meningkat dengan tajam, namun dampak negatif dari
penggunaan agrokimia terusmenerus menyebabkan pencemaran air, tanah,
penurunan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya
keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk
kimia, dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam (Atmojo 2006)
Penggenangan pada sistem usaha tani tanah sawah secara nyata akan
mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi.
Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tersebut sangat
mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Transformasi kimia yang
terjadi berkaitan erat dengan kegiatan mikroba tanah yang menggunakan oksigen
sebagai sumber energinya dalam proses respirasi.
Terdapat tiga kelompok mikroba tanah yang sangat berperan dalam proses
perubahan kimia tanah sawah yaitu mikroba aerob yang terdapat dalam lapisan
atas tanah yang tipis disebut lapisan oksidasi, dan dalam air genangan yang
memanfaatkan oksigen yang terdapat dalam air genangan. Pada lapisan tipis ini
proses oksidasi secara biologis terjadi seperti misalnya oksidasi NH4 + menjadi
NO3 - atau S2- menjadi SO4 2-. Sedangkan lapisan di bawahnya disebut lapisan
reduksi dimana hidup mikroba-mikroba fakultatif dan obligat anaerob yang
mendapatkan sumber energinya melalui reduksi biologis dari senyawa-senyawa
NO3-, SO4 2-, Fe3+, dan Mn4+ menjadi NO2 - , SO2 2-,S2- Fe2+, dan Mn2+.
Kimia tanah sawah merupakan sifat tanah sawah yang sangat penting dalam
hubungannya dengan teknologi pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik
jenis, takaran, waktu maupun cara pemupukan harus mempertimbangkan sifat
kimia tersebut. Sebagai contoh adalah teknologi nitrogen, dimana jenis, waktu dan
cara pemupukannya harus memper-hatikan perubahan perilaku hara N dalam
tanah sawah agar pemupukan lebih efisien. Sumber pupuk N disarankan dalam
bentuk amonium (NH4 +), dimasukkan ke dalam lapisan reduksi dan diberikan 2-
3 kali.
stabil yaitu sekitar 6,7–7,2. Penurunan awal disebabkan akumulasi CO2 dan juga
oleh terbentuknya asam organik. Kenaikan berikutnya bersamaan dengan reduksi
tanah dan ditentukan oleh: (a) pH awal dari tanah; (b) macam dan kandungan
komponen tanah teroksidasi terutama besi dan mangan; serta (c) macam dan
kandungan bahan organik (Sutami dan Djakamihardja, 1990).
Pada tanah netral dan sedikit alkalis, pH diatur oleh keseimbangan CaCO3-
CO2-H2O dan pada tanah asam yang banyak mengandung besi diatur oleh
keseimbangan Fe(OH)2-CO2-H2). Yamane (1978) menyatakan bahwa
peningkatan pH pada tanah masam akibat penggenangan dikontrol oleh sistem
Fe2+ - Fe(OH)3 dimana terjadi konsumsi H+. Penggenangan tanah masam sama
saja dengan tindakan pengapuran sendiri yaitu menyebabkan tercapainya kisaran
pH optimum yang memungkinkan tersedianya hara secara optimum. Daya
meracun dari aluminium hilang karena aluminium dapat ditukar terendapkan pada
pH 5,5. Willet (1991) menyatakan bahwa meningkatkan pH tanah masam
meningkatkan ketersediaan P karena meningkatnya kelarutan mineral P yaitu
strengit (FePO4 2H2O) dan veriscit (AlPO4 2H2O) seperti ditunjukan pada reaksi
berikut :
Perbaikan pada sifat kimia tanah sawah adalah dengan pemberian Bahan
organik atau jerami dalam bentuk segar atau kompos apabila diberikan ke lahan
sawah merupakan sumber C-organik dalam tanah, selain itu pemberian jerami
dapat memberikan sumbangan hara makro maupun mikro walaupun jumlahnya
relatif kecil apabila dibandingkan dengan pemberian pupuk anorganik. Fungsi
bahan organik khususnya jerami di lahan sawah memiliki peranan penting dalam
mempertahankan tingkat ketersediaan kalium dalam tanah sawah. Tingginya
kandungan kalium dalam jerami merupakan sumber kalium yang dapat
mengurangi penggunaan pupuk K yang bersumber dari pupuk anorganik. Bahan
organik juga dapat merubah sifat kimia tanah, yaitu melalui proses dekomposisi
yang dilakukan oleh mikroba.
agen pengikat tanah tersebut, selain menyebabkan agregat tanah mudah pecah
juga menyebabkan terbentuknya kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang
mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Upaya perbaikan degradasi sifat
fisik tanah ditujukan pada perbaikan struktur tersebut (Suprayogo et al. 2001).
Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan
sawah. Identifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah mineral memberikan
informasi untuk penilaian kesesuaian lahan (Sys,1985) terutama dalam
hubungannya dengan efisiensi penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan, sifat
fisik tanah yang sangat penting untuk dinilai adalah tekstur, struktur, drainase,
permeabilitas (Keersebilck and Soeprapto, 1985) dan tinggi muka air tanah (Sys,
1985). Sifat-sifat tersebut berhubungan erat dengan pelumpuran (puddling) dan
efisiensi penggunaan air irigasi. Tanah sawah beririgasi umumnya diolah dengan
cara pelumpuran (puddling). Pengaruh pelumpuran terhadap sifat fisik tanah
menjadi sangat spesifik pada lahan sawah dan sekaligus memberikan indikasi
perbedaan perubahan sifat fisik tanah antara tanah yang disawahkan dengan tanah
yang tidak disawahkan.
Pada tekstur tanah, Tanah yang bertekstur halus bila terdispersi akan mampu
menutup pori di bawah lapisan olah. Kondisi ini akan mempercepat terbentuknya
lapisan tapak bajak (plowpan) yang berpermebilitas lambat. Kemampuan
membentuk lapisan tapak bajak ini penting untuk tanah-tanah dengan rezim
kelembapan Udic dan Ustic. Lapisan tapak bajak ini sangat penting terutama
untuk sawah beririgasi, agar air irigasi tidak mudah hilang melalui perkolasi ke
lapisan bawah sehingga penggunaan air irigasi menjadi efisien.
Pada tekstur tanah sawah, Pengaruh jangka pendek dari pelumpuran telah
diuraikan oleh Sharma dan De Datta (1985). Pengolahan tanah dengan cara
pelumpuran menghancurkan agregat tanah. Pada kondisi tergenang agregat tanah
akan terdispersi dan penghancuran agregat akan semakin intensif pada saat tanah
dibajak, digaru dan dilumpurkan. Jika tanah dilumpurkan, tiap lapisan pada zona
pelumpuran memiliki karakteristik yang berbeda dengan lapisan yang lainnya.
Hasil penelitian Saito dan Kawaguchi (1971) dalam Sharma dan De Datta (1985)
menunjukkan bahwa pada lapisan tanah permukaan 0-15 cm pada zona
pelumpuran tersusun oleh tanah dengan tekstur yang halus, lapisan tengah dengan
tekstur yang agak kasar dan lapisan bawah dari zona tersebut sangat masif tanpa
ada perbedaan tekstur.
Pada Bobot isi (bulk density) tanah sawah, Pada lahan sawah beririgasi di
mana pengolahan tanah dilakukan dengan cara dilumpurkan, akan berpengaruh
pada bobot isi tanah. Intensitas pelumpuran memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap bobot isi tanah. Dari hasil penelitian pada tanah sawah bukaan baru,
Subagyono et al. (2001) pelumpuran menurunkan bobot isi tanah bertekstur liat,
21
liat berdebu dan lempung berliat dengan 11%, 16%, 10% dan 27%, 23%,12%
berturut-turut pada tanah yang dilumpuran sekali dan dua kali. Pelumpuran dua
kali pada tanah bertekstur lempung liat berpasir menurunkan bobot isi hingga 26%
. Meningkat dan menurunnya bobot isi dapat terjadi tergantung pada agregat tanah
sebelum tanah dilumpurkan. Menurut Ghildyal (1978) pelumpuran pada tanah
dengan agregat yang mantap dan porus menghasilkan agregat yang masif dengan
bobot isi yang meningkat. P0 pada perlakuan yang dicobakan menggambarkan
kondisi jika tanah tidak disawahkan. Dengan demikian tanah yang disawahkan
bobot isi tanah cenderung menurun dibanding jika tanah tidak disawahkan.
Rata-rata 15-23% sedangkan ruang pori total dan pori aerasi yang
meningkat rata-rata 10% (Erfandi dan Nurjaya 2014). Secara fisik bahan organik
mampu mereduksi pemadatan tanah khususnya yang bertekstur liat akibat
kelebihan kapur. Hal tersebut karena bahan organik memiliki sifat yang dapat
memperbaiki agregat tanah sehingga mempengaruhi kemantapan agregat dan
porositas tanah.
Perbaikan sifat biologi tanah sawah adalah dengan pemberian Jerami yang
merupakan sumber bahan organik dalam tanah yang memiliki peranan penting
terhadap aktivitas mikroba dalam tanah. Tanah merupakan tempat hidup yang
paling ideal bagi bakteri karena mengandung bahan organik,anorganik, dan
mineral yang berlimpah.Setiap elemen tanah memiliki jenis, populasi dan sifat
genetik yang berbeda. Keanekaragaman mikroorganisme pada tanah : bakteri,
algae,mold, protozoa, amuba, actinomycetes flagellata, dan cilliata.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik
terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain sebagai penghasil bahan
pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan, tempat bekerja, tempat
rekreasi, tempat mencari ilmu, dan sebagainya.
Pengelolaan tanah sawah segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada
suatu lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut dengan
mempertimbangkan kelestariaannya. Pengelolaan lahan sawah terdapat beberapa
tindakan yang dilakukan dalam pengelolaannya, antara lain (1) pengelolaan
kesuburan tanah, (2) pengelolaan konservasi tanah, dan (3) pengeloaan air.
Banyak sekali permasalahan yang dihadapi dalam luang lingkup tanah sawah,
permasalahan meliputi dari sisi sifat fisik tanah sawah, sifat biologi tanah sawah,
sifat kimia tanah sawah. Gambaran kecil dari permasalahan tanah sawah adalah
pH dari tanah sawah kadang berpH masam dan tidak menutup kemungkinan dapat
berpH basah. Tindakan yang tepat untuk menanggulangi masalah ini adalah
dengan melakukan tindakan seara kimia seperti pemberian kapur dolomit.
3.2. Saran
Adapun saran adalah materi dan pembelajaran tentang sifat-sifat tanah sawah
ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas, untuk itu diperlukan pemahaman dan
wawasan yang lebih dalam.
23
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Fahmuddin., dan Irawan. 2004. Alih guna dan aspek lingkungan lahan
sawah dalam tanah sawah dan teknologi pengeloaannya. Pusat penelitian
dan pengembangan tanah dan agroklimat, badan litbang pertanian.
Atmojo, S.W. 2006. Degradasi lahan dan ancaman bagi pertanian. Dalam solo
pos, selasa, 7 november 2006.
24
25
Lal. 2000. “Soil Management in The Developing Countris” dalam S oil S cie n c e
, 165(1):57-72 .
Naldo, R. A., 2011. Sifat fisiska ultisol limau manis tiga tahun seteelah
pemberiaan beberapa jenis pupuk hijauan. J. agroland. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas
Pardosi Erwita, Jamilah, sari kemala Lubis. 2013.Kandungan bahan organik dan
bebrpa sifat fisik tanah sawah pada pola tanam padi- padi dan padi
semangka. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1 (3)
Sharma, P.K. and S.K. De Data. 1985. Effects of Puddling on Soil Physical
Properties and Processes. p. 217-234. In IRRI (1985). Soil Physics
and Rice. International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna,
Philippines.
Sys, C. 1985. Evaluation of the Physical Environment for Rice Cultivation. p. 31-
44. In IRRI (1985). Soil Physics and Rice. International Rice Research
Institute. Los banos, Laguna, Philippines.